LAPORAN PENDAHULUAN OTALGIA (NYERI TELINGA) DI RUANG MTBS PUSKESMAS MANDAI KABUPATEN MAROS
DI SUSUN OLEH :
NURHASNI, S.Kep 16.04.059
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM PROFESI NERS 2016/2017
Nurhasni, S.Kep
)
I.
KONSEP MEDIS A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Indera pendengar merupakan salah satu alat panca indera untuk mendengar. Bagian-bagian telinga terdiri dari : 1.
Telinga bagian luar (Auris eksterna) Aurikula (daun telinga) menampung gelombang suara datang dari luar masuk
ke dalam telinga. Meatus akustikus eksterna (liang telinga) merupakan saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani panjangnya + 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras, saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serumen. Membran timpani merupakan antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga. 2.
Telinga bagian tengah (Auris media) Kavum timpani merupakan rongga di dalam tulang temporalis terdapat 3 buah
tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpani dan bagian dasar tulang stapes membuka pada fenestra ovalis. Antrum timpani merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah samping dari kavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat di belakang bawah antrum di dalam tulang temporalis. Tuba auditiva eustaki merupakan saluran tulang rawan yang panjangnya + 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa. 3.
Telinga bagian dalam (Auris Interna) Terletak pada bagian tulang keras pylorus temporalis, terdapat reseptor
pendengaran dan alat pendengar ini disebut labirin.Labirin osseous merupakan serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe. Labirin osseous terdiri dari : a.
Vestibulum
b.
Koklea
c.
Kanalis semi sirkularis
Nurhasni, S.Kep
Adapun fisiologi pendengaran yaitu : Ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal gelombang suara dimana kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membran timpani bergetar, getaran-getaran tersebut diteruskan menuju inkus dan stapes melalui maleus yang terkait pada membrane itu. Karena getaran yang timbul setiap tulang itu sendiri maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui membrane menuju endolimfe dalam saluran koklea dan rangsangan mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ korti selanjutnya dihantarkan menuju otak. Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau tidak. B. DEFINISI
Otalgia adalah telinga nyeri, sering disebut sebagai “sakit telinga”. Otalgia adalah suatu nyeri telinga, setiap penyakit yang mengenai daerah telinga hampir semuanya terdapat gejala otalgia. Penyebab nyeri dalam telinga itu sendiri dapat berasal dari telinga maupun diluar telinga. Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga), maka kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif. C. ETIOLOGI
Penyebab otalgia dapat dibedakan menjadi dua , yaitu : 1.
Otalgia primer a.
Otitis Externa Otitis eksterna adalah proses inflamasi dari meatus akustikus eksterna yang
dapat disebabkan oleh kelembaban ataupun trauma. Biasanya penyakit ini sering muncul saat musim panas karena meningkatnya intensitas orang untuk pergi berenang, karena itulah penyakit ini biasa disebut sebagai “telinga perenang”. Otitis eksterna lazim terjadi dan selalu terasa nyeri, sering nyeri yang sangat hebat. Tanda utama otitis eksterna bahwa tarikan pada aurikula atau penekanan pada tragus dapat memperhebat nyeri ini, yang tidak terjadi pada otitis media supuratif akut. Bila otitis eksterna karena jamur, sering nyeri terlihat tidak sesuai dengan gambaran fisik kulit liang telinga berwarna merah, tetapi biasanya edema
Nurhasni, S.Kep
lebih ringan dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi bakteri dan mungkin terdapat eksudat jernih yang minimum. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan debris atau eksudat yang biasa ditemukan pada liang telinga dan tidak jarang juga menutupi membran timpani. b.
Polikondritis Polikondritis ditandai oleh reaksi radang yang menonjol pada struktur-struktur
kartilago. Tersering mengenai kartilago telinga dan aurikula menjadi merah, bengkak, nyeri dan nyeri tekan. Biasanya mengenai aurikula bilateral disertai reaksi akut pada aurikula yang terjadi bersamaan atau berganti-gantian. Relaps lazim dan dapat terjadi dari beberapa kali dalam sebulan sempai sekali dalam beberapa tahun, dan dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa bulan. c.
Otitis Media Otitis media akut dapat mengembangkan otalgia berat dan biasanya didahului
oleh demam, iritabilitas dan hilangnya pendengaran. Nyeri telinga sinonim dengan otitis media supuratif akut akibat infeksi bakteri dicelah telinga tengah. Organisme yang
sering
bertanggung
jawab
meliputi Streptococcus,
Haemoliticus,
Pneumococcus dan Haemophillas influenzae. Nyeri telinga dan demam yang menandai mulanya otitis media supuratif akut dan biasanya didahului oleh gejalagejala berbagai infeksi traktus respi ratorius atas. Pada anak dan orang dewasa gejala utamanya adalah nyeri telinga. Mungkin juga terdapat sensasi penuh ditelinga dan gangguan pendengaran, dapat juga timbul tinnitus dan demam. d.
Barotrauma Pada anak kecil yang mempunyai disfungsi tuba eustachius dapat terjadi
trauma pada telinga tengah dan membran timpani saat terjadi perubahan tekanan secara tiba-tiba. Bila tuba Eustachius tidak dapat terbuka, maka nyeri cepat menghambat di dalam telinga serta gangguan pendengaran. Kadang-kadang membran timpani akan ruptur, biasanya dengan pendarahan mendadak dari telinga dapat meredakan nyeri. e.
Mastoiditis Supuratif akut Mastoiditis Supuratif akut timbul sebagai akibat terapi otitis media supuratif
akut yang tidak adekuat dan biasanya pada anak-anak. Kadang-kadang pasien otitis media supuratif akut tidak mencari pertolongan medis karena nyeri terhenti dengan
Nurhasni, S.Kep
mulainya otore. Tetapi, setelah beberapa hari otore, dapat terjadi kekambuhan demam dan nyeri yang menunjukkan mulainya mastoiditis akut. Biasanya pada pemeriksaan telinga menunjukkan banyak sekret purulen dari performasi membrana timpani dan “sagging” dinding posterior superior bagian dalam meatus akustikus eksternus. f.
Miringitis bulosa Miringitis bulosa terdiri dari nyeri telinga serta gelembung hemoragik dikulit
meatus akustikus eksterna dan pada membrana timpani. Penyakit ini sembuh sendiri dengan nyeri yang mereda serta gelembung mengering dan menghilang setelah beberapa hari. Tidak terdapat demam, eksudat purulen atau tuli tanpa infeksi bakteri sekunder. 2.
Otalgia sekunder a. Nyeri alih (Reffered otalgia) oleh Nervus Trigeminus (N.V) 1.
Penyakit Gigi Nyeri mungkin dialihkan ke telinga dari karies gigi, penyakit gigi, infeksi periapikal dari gigi belakang dan infeksi subperiosteal rahang atas dan bawah.
2.
Iritasi Sinus Paranasal Inflamasi dan iritasi dari cabang nervus trigeminus pada sinus paranasal terutama sinus maksilla dapat menimbulkan nyeri alih pada telinga.
3.
Lesi di rongga mulut
4.
Glandula salivatori Inflamasi,
obstruksi
dan
penyakit
neoplasma
dari
submandibula,
sublingual dan terutama kelenjar parotis dapat menimbulkan otalgia 5.
Iritasi Durameter Iritasi oleh infeksi atau tumor dari durameter bagian tengah atau posterior fossa cramial dapat menimbulkan nyeri telinga.
b. Nyeri alih (Referred atalgia) oleh nervus fasialis Nervus fasialis adalah saraf motorik dari otot mimik tetapi ada serat sensoris dari saraf fasialis yang mempersarafi kulit yang terletak pada bagian lateral dari konka dan antiheliks dan juga pada lobus posterior dan kulit yang terletak pada daerah mastoid. Penyebab paling sering nyeri alih oleh saraf fasialis
Nurhasni, S.Kep
adalah bell’s palsy sebelum terjadinya paralysis pada wajah. Pasien dengan herpes zoster otikus (Ramsay Hunt syndrome) juga dapat mengalami otalgia. Pada penyakit ini dapat ditemukan vesikel sepanjang konka dan liang posterior. c. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus glossopharyngeal (N. IX) Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar adalah penyakit yang sering menyebabkan nyeri alih pada telinga. Pasien biasanya mengeluh otalgia setelah melakukan tonsilektomi. d. Nyeri alih (Referred otalgia) oleh nervus vagus (N. X) Cabang utama dari saraf vagus mempersarafi mukosa laring, hipofaring, fraken, esofagus dan kelenjar tiroid. Nyeri pada setiap bagian ini dialihkan ke telinga. Laringitis. Semua bentuk laringitis dapat menyebabkan nyeri alih otalgia. Luka pada laring atau adanya benda asing pada laring dapat menyebabkan adanya nyeri yang menjalar ke telinga. e. Nervus cervical Penyebab otalgia dari pleksus servikal adalah limfadenopati servikal yang biasanya terdapat pada jaringan limfe di oksipital dan mastoid
.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi otalgia dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan atas penyebabnya adalah sebagai berikut : 1.
Otalgia primer adalah nyeri yang berasal dari penyakit yang ada di telinga. Seperti : Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma, Mastoiditis Supuratif akut, Miringitis bulos.
2.
Otalgia sekunder adalah penjalaran rasa nyeri dari tempat lain. Seperti : Penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di rongga mulut, Glandula salivatori, Iritasi Durameter, Bell’s palsy, Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar, limfadenopati servikal, laringitis.
E. PATOFISIOLOGI
a. Penyumbatan Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakma pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit
Nurhasni, S.Kep
pendengaran . usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi. Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan. b. Infeksi Penyebab umum dari otitis eksterna adalah infeksi bakteri meskipun jamur adalah penyebab yang terpenting dari 10% kasus; dapat pula dihasilkan dari non ineksi dermatologi. Bacterial Otitis Externa menyukai semua kulit. Saluran telinga luar mempunyai flora normal. Ketika terjadi ggn, flora pathogen berkembang didominasi oleh Pseudomonas aeruginosa dan Stapilococcus aureus. Tanda dan gejala dari otitis eksterna dengan penyebab bakteri dirawat lebih giat dari penyakit lain. Otalgia mungkin cukup berat, untuk itu diberikan anlgetik seperti Codein dan obat anti inflamasi non steroid. Jamur Otitis Externa. Jamur dikenal kira-kira 10% dari kasus otitis externa. Pathogen yg terbesar dan umum adalah Aspergillus dan Candida. Infeksi jamur terjadi sebagai hasil dari pengobatan yang lama dari bakteri otitis eksterna yang menggantikan flora dari saluran telinga. Jamur kadang-kadang pathogen utama pada otitis externa, khususnya dgn adanya lembab yg berlebihan atau panas. Ineksi biasanya tidak bergejala dan diagnosa dibuat dengan mengamati perubahan dalam saluran telinga luar. Jamur dpt menyebabkan pruritis dan rasa penuh pada telinga. Pruritis mungkin hebat, menyebabkan kerusakan pada epidermis akibat garukan. Tinnitus juga umum terjadi. c. Trauma Biasa karena benda-benda tumpul maupunbenda tajam. Karena benda tumpul menyebabkan memar diantara kartilago dan perikondrium. Jika terjadi penimbunan darah di daerah tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa berwarna ungu kemerahan. Darah yang tertimbun ini (hematoma) bisa menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago sehingga terjadi perubahan bentuk telinga. Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau
Nurhasni, S.Kep
kerusakan langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untuk menentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan kehilangan pendengaran. d. Tumor Seruminoma (kanker pada sel-sel yang menghasilkan serumen) bisa tumbuh pada sepertia saluran telinga luar dan bisa menyebar. Kanker sel basal dan kanker sel skuamosa seringkali tumbuh di pada telinga luar setelah pemaparan sinar matahari yang lama dan berulang-ulang. F.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut : 1.
Sakit telinga itu sendiri merupakan suatu gejala atau keluhan, biasanya disertai dengan gejala-gejala lain dan bisa dari berbagai penyebab.
2.
Bayi dan anak-anak biasanya menjadi rewel, sering menggaruk-garuk telinga atau menarik-narik telinga, bila penyakitnya di telinga biasanya disertai gangguan pendengaran. Pada keadaan infeksi dapat disertai demam dan keluar cairan dari telinga. Sakit telinga yang sering timbul pada anak-anak adalah akibat infeksi telinga tengah akut, yang timbul secara tiba-tiba. Biasanya disertai dengan demam tinggi, kadang-kadang sampai kejang dan muntah. Biasanya sebelumnya didahului oleh batuk dan pilek.
3.
Pada penderita yang sudah dapat menjelaskan seperti anak yang agak besar, remaja dan dewasa, yang sering dialami selain nyeri adalah adanya perasaan penuh atau tekanan pada telinga, gangguan pendengaran, pusing dan pada infeksi terdapat cairan yang keluar dari telinga atau demam. Sakit telinga akibat infeksi telinga yang sudah menyebar kedaerah mastoid atau daerah dibelakangtelinga (mastoiditis), biasanya disertai dengan nyeri kepala. Pada infeksi liang telinga (otitis eksterna) sering disertai nyeri ketika membuka mulut atau menelan.
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi: adanya kemerahan di liang telinga, klien mengeluhkan rasa sakit yang amat sangat menggangu di telinganya. 2. Palpasi: adanya nyeri tekan pada bagian yang sakit.
Nurhasni, S.Kep
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik biasanya dilakukan dengan menanyakan beberapa hal sehubungan dengan keluhan sakit telinga yang timbul. Seperti adanya riwayat sakit batuk, pilek dan demam, riwayat mengorek telinga sebelumnya, riwayat naik pesawat. Sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab telinga nyeri untuk mengetahui cara mengatasi rasa sakit tersebut. Telinga akan diperiksa dengan seksama baik menggunakan otoskop atau endoskopi jika perlu. Organ sekitarnya juga akan diperiksa untuk memastikan asal rasa sakit tersebut. Juga dilakukan Tes Toynbee/Valsava yaitu tes untuk menentukan masih tidaknya fungsi Eustachius, Tes pendengaran, Tes keseimbangan, bila perlu dilakukan pemeriksaan Radiologi. Dapat juga dilakukan tes fungsi dan tes keseimbangan seperti : 1.
Tes fungsi
Tes Toynbee/Valsava adalah untuk mengetahui masih tidaknya fungsi eusthacius 2.
Tes pendengaran
Tujuan dari tes pendengaran adalah :
3.
1)
Menentukan apakah pendengaran seseorang normal atau tidak.
2)
Menentukan derajat kekurangan pendengaran.
3)
Menentukan lokalisasi penyebab gangguan pendengaran.
Tes Suara
Tes Bisik : Normalnya tes bisik dapat didengar 10-15 meter. Tetapi biasa dipakai patokan 6 meter. Syarat melakukan tes Bisik : 1)
Pemeriksa berdiri di belakang pasien supaya pasien tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa.
2)
Perintahkan pasien untuk meletakkan satu jari pada tragus telinga yang tidak diperiksa untuk mencegah agar pasien tidap dapat mendengar suara dari telinga itu.
3)
Bisikkan kata pada telinga pasien yang akan diperiksa. Kata harus dimengerti oleh pasien, kata dibagi atas : yang mengandung huruf lunak ( m, n, l, d, h, g ) dan yang mengandung huruf desis ( s, c, f, j, v, z ).
4)
Suruh pasien untuk mengulang kata – kata tersebut.
5)
Sebut 10 kata ( normal 80 % ), yaitu 8 dari 10 kata atau 4 dar i 5 kata.
Nurhasni, S.Kep
6)
Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf desis → tuli persepsi.
7)
Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf lunak → tuli konduksi
Tes Konversasi : Caranya sama dengan tes bisik, tetapi tes ini menggunakan percakan biasa. 4.
Tes Garpu Tala.
Tes Schwabach : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui tulang penderita dan pemeriksa. Syarat melakukan tes Schwabach : 1)
Gunakan garpu tala 256 atau 512 Hz.
2)
Getarkan garpu tala.
3)
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
4)
Apabila bunyi sudah tidak didengar lagi, segera garpu tala diletakkan pada planum mastoid penderita.
5)
Lakukan hal ini sekali lagi tetapi sebaliknya lebih dahulu ke telinga penderita lalu ke telinga pemeriksa. Lakukan cara ini untuk telinga kiri dan kanan.
6) Normal jika pemeriksa sudah tak dapat mendengar suara dari garpu tala, maka penderita juga tidak dapat mendengar suara dari garpu tala tersebut. 7)
Tuli Konduksi apabila pemeriksa sudah tidak dapat mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita masih dapat mendengarnya ( Schwabach memanjang ).
8)
Tuli persepsi apabila pemeriksa masih dapat mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita sudah tidak dapat mendengar lagi.
Tes Rinne : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui tulang dan melalui udara pada penderita. Syarat melakukan tes Rinne : 1)
Garpu tala digetarkan.
2)
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid penderita, ini disebut posisi 1 (satu).
3)
Setelah bunyi sudah tidak terdengar lagi letakkan garpu tala tegak lurus di depan meatus akustikus eksterna, ini disebut posisi 2 (dua ).
4)
Kalau pada posisi 2 masih terdengar bunyi → Tes Rinne (+).
5)
Kalau pada posisi 2 tidak terdengar bunyi → Tes Rinne (– ).
6)
Kalau pada posisi 1 terdengar berlawanan → Tes Rinne ra gu – ragu.
Nurhasni, S.Kep
Tes Weber : Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi melalui sebelah kanan / kiri penderita. Syarat melakukan tes Weber : 1)
Garpu tala digetarkan.
2)
Letakkan tegak lurus pada garis tengah kepala penderita, mis : dahi, ubun – ubun, rahang, kemudian suara yamg paling keras di kiri dan kanan.
3)
Pada tes ini terdapat beberapa kemungkinan.
4)
Bisa didapat hasil telinga kiri dan kanan sama keras terdengarnya, hal ini bisa berarati : normal atau ada gangguan pendengaran yang jenisnya sama.
5)
Bisa juga didapatkan hasil telinga kiri > telinga kanan atau kiri < telinga kanan.
6)
Lateralisasi ke kanan dapat berarti : adanya tuli konduksi sebelah kanan, telinga kiri dan kanan ada tuli konduksi, tetapi yang kanan lebih berat dari yang kiri, terdapat tuli persepsi disebelah kiri, keduanya tuli persepsi, keduanya tuli persepsi tetapi lebih berat yang kiri, kedua telinga tuli, kiri tuli persepsi, kanan tuli konduksi. Berbagai macam tes diatas merupakan sebagian dari berbagai macam cara
untuk mengetahui fungsi pendengaran seseorang. Sehingga untuk mengetahui dan mendiagnosa seseorang mengalami ketulian diperlukan tes-tes yang lain selain yang dipaparkan diatas. I.
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
1. Berdiri normal. 2. Berdiri kaki rapat 3. Berdiri tandem 4. Berdiri satu kaki 5. Berbagai posisi lengan pada tes di atas 6. Berbagai ggn keseimbangan pada tes di atas 7. Berdiri fleksi – neutral – ekstensi trunk 8. Berdiri side fleksi 9. Berjalan memposisikan kaki tandem 10. Berjalan sepanjang garis atau tanda tertentu 11. Berjalan ke samping, berjalan mundur 12. Berjalan di tempat 13. Berjalan dgn berbagai kecepatan
Nurhasni, S.Kep
14. Berjalan dan berhenti dengan mendadak 15. Berjalan membentuk lingkaran 16. Berjalan pada tumit atau jari-jari kaki 17. Berdiri mata terbuka – mata tertutup (Romberg test) J.
TERAPI
Terapi yang dapat diberikan pada penderita otalgia sesuai dengan penyakit primer yang menyebabkan otalgia tersebut. Terapi yang diberikan dapat berupa : Jika terdapat kotoran yang keras atau benda asing akan dibersihkan dengan alkohol, asam salisilat. Pada kasus infeksi akan diterapi dengan pemberian antibiotika atau anti jamur. Pada kasus tertentu bahkan dilakukan tindakan pembedahan. Dapat juga diberikan kompres hangat, analgesik. K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari otalgia antara lain: 1. Mastoiditis. Supuratif. Terjadi karena otalgia yang tidak terobati secara adekuat. Terjadi nyeri postauricular + eritem + demam. Perlu mastoidectomy. 2. Petrous Apicitis 3. Osteomielitisa 4. Paralisis nervus facialis 5. Sigmoid sinus thrombosis
Nurhasni, S.Kep
II. KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien 2. Riwayat penyakit sebelumnya : Apakah klien pernah menderita : Otitis Externa, Polikondritis, Otitis Media, Barotrauma, Mastoiditis Supuratif akut, Miringitis bulos dan penyakit telinga lainnya. Juga beberapa penyakit diluar telinga seperti : Penyakit Gigi, Iritasi Sinus Paranasal, Lesi di rongga mulut, Glandula salivatori, Iritasi Durameter, Bell’s palsy, Ramsay Hunt syndrome, Tonsilitis akut, peritonsilitis atau abes peritonsilar, limfadenopati servikal, laringitis, dll. 3. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas dan istirahat. Data Subyektif : Aktivitas menurun, Adanya perubahan pola tidur, Lebih sering istirahat. Data obyektif : Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran, Tidak terjadi Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ), Terlihat kelemahan umum, gangguan pendengaran. b. Sirkulasi Data Subyektif : Demam, akral hangat Data obyektif : Suhu tubuh diatas 37,5oC, Kadar WBC meningkat. c. Eliminasi Data Subyektif : Tidak mengalami gangguan eleminasi. Data obyektif : Tidak adanya suara usus( ileus parali tik ) d. Makan/ minum : Data Subyektif : Kemungkinan nafsu makan menurun. Data obyektif : Makanan tersisa lebih dari setengah, Hanya mampu makan ¼ porsi. e. Sensori neural. Data Subyektif : Kelemahan, Pendengaran berkurang. Data obyektif : Status mental baik, Menurunnya kemampuan mendengar.
Nurhasni, S.Kep
f. Nyeri / kenyamanan. Data Subyektif : Nyeri di daerah telinga yang terinfeksi oleh penyakit primer dari otalgia. Data obyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, Gelisah, Ketegangan otot. g. Respirasi Data Subyektif : Sesak nafas, Batuk kering, Flu. Data obyektif : Frekuensi pernafasan menurun, Batuk tidak berdahak, Adanya suara nafas tambahan, dan Menggunakan otot bantu pernafasan. h. Keamanan Data Subyektif : Cemas Data obyektif : Motorik/sensorik : masalah dengan pendengaran, Perubahan persepsi terhadap tubuh, dan Penurunan pendengaran. i.
Interaksi social Data Subyektif : Pendengaran menurun Data obyektif: Penurunan komunikasi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Gangguan sensori persepsi (auditori) berhubungan dengan perubahan sensori persepsi. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri. 5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan ttg penyakit, penyebab infeksi dan tindakan pencegahannya. 6. Kurang pengetahuan berhubunagn dengan kurang terpaparnya informasi tentang penyakit, pengobatan.
Nurhasni, S.Kep
C. INTERVENSI KEPERAWATAN NO
Dignosa keperawatan
1
Nyeri akut b.d proses inflamasi
Tujuan dan kreteria hasil
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeri pasien dapat berkurang Kriteria hasil :
Gangguan sensori persepsi (auditori) b.d. perubahan sensori persepsi
1. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10). 2. Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
3. Kolaborasi: Berikan obat analgetik sesuai indikasi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ketajaman pendengaran pasien meningkat. Kriteria hasil :
1. Observasi ketajaman pendengaran, catat apakah kedua telinga terlibat.
2
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Intervensi
Pasien dapat mendengar dengan baik tanpa alat bantu pendengaran, mampu menentukan letak suara dan sisi paling keras dari garputala, membedakan suara jam dengan gesekan tangan. Pasien tidak meminta mengulang setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau, jika diperlukan seperti musik lembut. 3. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman dalam perawatan telinga 4. Anjurkan klien untuk mengeringkan telinga dengan menggunakan bahan penyerap.
Rasional
1. Dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya. 2. Membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri. 3. Membantu mengurangi nyeri
1. Mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2. Membantu untuk menghindari masukan sensori pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas tenang. 3. Mematuhi program terapi akan mempercepat proses penyembuhan 4. Dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh..
Nurhasni, S.Kep
3
Gangguan pola tidur bd nyeri
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan pola tidur. Kriteria hasil :
1. Kaji pola tidur klien 2. Mininalkan suasana lingkungan.
Klien mengatakan tidurnya cukup. Klien mengatakan tidurnya nyenyak.
3. Anjurkan klien untuk minum air hangat sebelum tidur. 4. Ajarkan klien relaksasi dan distraksi sebelum tidur.
5. Pemberian obat analgesik. 4
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik Kriteria hasil :
Klien bisa beraktivitas. Klien tidak mempunyai masalah dalam beraktifitas.
1. Kaji tingkat intoleransi klien. 2. Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari. 3. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan. 4. Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien. 5. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
Nurhasni, S.Kep
1. Untuk mengetahui bagaimana pola tidur klien. 2. lingkungan yang tenang dapat membantu klien untuk beristirahat. 3. Minum air hangat dapat membantu klien lebih relaksasi dan lebih nyaman. 4. Membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri yang menghambat tidur klien. 5. Membantu mengurangi nyeri. 1. Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya. 2. Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan klien. 3. Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar. 4. Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama perawatan. 5. Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energi.
3
Gangguan pola tidur bd nyeri
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan pola tidur. Kriteria hasil :
1. Kaji pola tidur klien 2. Mininalkan suasana lingkungan.
Klien mengatakan tidurnya cukup. Klien mengatakan tidurnya nyenyak.
3. Anjurkan klien untuk minum air hangat sebelum tidur. 4. Ajarkan klien relaksasi dan distraksi sebelum tidur.
5. Pemberian obat analgesik. 4
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik Kriteria hasil :
Klien bisa beraktivitas. Klien tidak mempunyai masalah dalam beraktifitas.
1. Kaji tingkat intoleransi klien.
1. Untuk mengetahui bagaimana pola tidur klien. 2. lingkungan yang tenang dapat membantu klien untuk beristirahat. 3. Minum air hangat dapat membantu klien lebih relaksasi dan lebih nyaman. 4. Membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri yang menghambat tidur klien. 5. Membantu mengurangi nyeri.
5. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
1. Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya. 2. Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan klien. 3. Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar. 4. Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama perawatan. 5. Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energi.
1. Dengarkan dgn cermat apa yg dikatakan klien tentang penyakit dan tindakannya. 2. Berikan penjelasan singkat ttg organisme penyebab; sasarn penaganan; jadwal tindak lanjut. 3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan berdiskusi.
1. Mendengar memungkinkan deteksi dan koreksi mengenai kesalahpahaman dan kesalahan informasi. 2. Pengetahuan ttg diagnosa spesifik dan tindakan dapat meningkatkan kepatuhan. 3. Pertanyaan klien menandakan masalah yg perlu diklarifikasi.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
1. Mengetahui tingkat pemahaman dan pengetahuan pasien tentang penyakitnya serta indikator dalam melakukan intervensi. 2. Meningkatkan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan. 3. Mengurangi tingkat kecemasan dan membantu meningkatkan kerjasama dalam mendukung program terapi yang diberikan.
2. Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari. 3. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan. 4. Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien.
Nurhasni, S.Kep
5
6
Ansietas b/d kurang pengetahuan ttg penyakit, penyebab infeksi dan tindakan pencegahannya
Tujuan : mengurangi ansietas Kriteria Hasil :
Kurang pengetahuan b.d.kurang terpaparnya informasi tentang penyakit, pengobatan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan Kriteria hasil :
Nurhasni, S.Kep
Klien tidak menampakkan tandatanda gelisah. Klien terlihat tenang.
Melaporkan pemahaman mengenai penyakit yang dialami. Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk kesiapan belajar.
2. Berikan informasi pada pasien tentang perjalanan penyakitnya. 3. Berikan penjelasan pada pasien tentang setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
5
6
Ansietas b/d kurang pengetahuan ttg penyakit, penyebab infeksi dan tindakan pencegahannya
Tujuan : mengurangi ansietas Kriteria Hasil :
Kurang pengetahuan b.d.kurang terpaparnya informasi tentang penyakit, pengobatan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan Kriteria hasil :
Klien tidak menampakkan tandatanda gelisah.
Klien terlihat tenang.
Melaporkan pemahaman mengenai penyakit yang dialami. Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk kesiapan belajar.
1. Dengarkan dgn cermat apa yg dikatakan klien tentang penyakit dan tindakannya. 2. Berikan penjelasan singkat ttg organisme penyebab; sasarn penaganan; jadwal tindak lanjut. 3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan berdiskusi.
1. Mendengar memungkinkan deteksi dan koreksi mengenai kesalahpahaman dan kesalahan informasi. 2. Pengetahuan ttg diagnosa spesifik dan tindakan dapat meningkatkan kepatuhan. 3. Pertanyaan klien menandakan masalah yg perlu diklarifikasi.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
1. Mengetahui tingkat pemahaman dan pengetahuan pasien tentang penyakitnya serta indikator dalam melakukan intervensi. 2. Meningkatkan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan. 3. Mengurangi tingkat kecemasan dan membantu meningkatkan kerjasama dalam mendukung program terapi yang diberikan.
2. Berikan informasi pada pasien tentang perjalanan penyakitnya. 3. Berikan penjelasan pada pasien tentang setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
Nurhasni, S.Kep
DAFTAR PUSTAKA
Rothrock, C. J. (2010). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif . EGC : Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998) . Buku Ajar Ilmu penyakit THT.
Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book.
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI. 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Rothrock, C. J. (2010). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif . EGC : Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998) . Buku Ajar Ilmu penyakit THT.
Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book.
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI. 2011.
Nurhasni, S.Kep