BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan mempunyai posisi yang strategis dari segi geografi. Begitu banyaknya potensi yang dimiliki membuat orang berkata bahwa Indonesia adalah surga dunia. Namun yang terjadi adalah bahwa Indonesia surganya para penguasa sekaligus neraka bagi kaum tertindas. Mencoba membandingkan konsep dasar pemerintahan di Indonesia dengan Amerika Serikat adalah hal yang sulit dikarenakan keduanya mempunyai latar belakang yang berbeda namun dalam implementasi melalui sekian kali perubahan, membandingkannya adalah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan saat ini banyak terdapat kemiripan sistem dalam konsep dan implementasi, bahkan ada yang mengatakan bahwa INA mengutip AS. Tampaknya pendapat di atas merupakan suatu bentuk kekecewaan ataukah suatu bentuk motivasi sekaligus menjadi suatu bahan renungan bagi kita semua dan PR bagi para pemikir kita mengenai perlunya menggagas kembali suatu sisem pemerintahan yang bercirikan khas Indonesia, yang benar-benar bersumber dari nilai luhur budaya bangsa, yakni Pancasila. Mengawali suatu dinamika di atas menimbulkan suatu pemikiran dan penalaran mengenai perlunya menganalisis lebih jauh mengenai suatu perbandingan pemerintahan antara keduanya dengan berlandaskan teori yang ada, sekalipun teori itu adalah teori barat. Berangkat dari hal di atas, maka penulis menganalisis hal di atas ke dalam suatu makalah dengan judul,”Perbandingan Lembaga Eksekutif Indonesia dan Amerika Serikat terhadap Sistem Presidensil.
Rumusan Masalah 1.
Bagaimana Bentuk dan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Amerika Serikat?
2.
Bagaimana perbandingan Sistem Pemerintahan Presidensial antara Indonesia dan USA?
Tujuan Penulisan 1.
Untuk mengetahui Sistem pemerintahan Indonesia dan USA
2.
Untuk mengetahui perbandingan Sistem pemerintahan presidensial antara Indonesia dan Amerika Serikat.
BAB II TEORI 1.PENGGUNAAN ISTILAH Suatu istilah kita pergunakan untuk menentukan apa yang hendak kita berikan sebagai pengertian, sehingga dengan demikian penggunaannya akan mempengaruhi pula ruang lingkup persoalan yang hendak kita kupas atau kita selidiki. Terdapat 2 (dua) istilah yang digunakan dalam lingkup ilmu yang sedang kita pelajari ini, yaitu perbandingan hukum dan hukum perbandingan. Penggunaan istilah yang berbeda-beda di lingkungan dunia ilmu pengetahuan hukum di Indonesia ini, ternyata juga sebagai dampak dari dipergunakannya 2 (dua) macam istilah di Eropa Kontinental, yaitu : a.vergelijkendrecht dan rechtvergelijking (Belanda); b.vergleichendes dan rechtsvergleichung (Jerman); c.droit compare dan la methode compare (Perancis). Apakah yang dimaksud dengan perbandingan hukum tatanegara atau hukum tatanegara perbandingan? Untuk mengetahuinya, kita harus memulai dengan pertanyaan: “Apakah perbandingan hukum atau hukum perbandingan itu?” Suitens-Bourgois mengatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah cabang dari hukum, ia bukan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum tatanegara, hukum internasional, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum adalah satu metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum, pada bermacam-macam mata kuliah hukum. Oleh karenanya, perbandingan hukum bukanlah suatu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia hanyalah metode kerja dalam bentuk perbandingan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa jika hukum didefinisikan antara lain sebagai seperangkat aturan, maka perbandingan hukum atau hukum perbandingan tidak mempunyai perangkat aturan-aturan itu. Metode untuk membanding-bandingkan peraturan hukum dari bermacammacam sistem hukum, tidak membawa akibat terjadinya rumusan peraturan yang berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada yang disebut “peraturan hukum perbandingan.” Ciri dasar dari metode perbandingan ini adalah bahwa ia dapat diterapkan terhadap penelitian mengenai bidang hukum tertentu.
Perbandingan hukum, dapat dibedakan antara : a.perbandingan hukum deskriptif (menggambarkan), yaitu suatu analisis terhadap perbedaanperbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum. Peneliti tidak mempunyai maksud untuk mencari jalan keluar (solusi) terhadap persoalan tertentu, baik dalam hal yang abstrak maupun hal yang praktis; b.perbandingan hukum aplikatif (terapan), yaitu analisis yang dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini dilakukan antara lain untuk melakukan pembaruan suatu cabang hukum atau untuk mempersatukan bermacammacam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang yang sama. Jika perbandingan ini kita terapkan pada hukum tatanegara, maka melalui metode ini dilakukan perbandingan terhadap hukum tatanegara dari dua negara atau lebih dengan maksud: 1)memperoleh penjelasan mengenai sesuatu hal tertentu atau 2) untuk mencari jalan keluar tentang sesuatu hal tertentu. Metode perbandingan membawa kita ke arah usaha memperoleh informasi, kejelasan mengenai sistem pemerintahan negara yang diperbandingkan serta jalan keluar dari persoalan yang hampir sama. 2.PENGERTIAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ILMU HUKUM TATA NEGARA DAN ILMU NEGARA Ketiga ilmu ini mempunyai obyek yang sama, yaitu negara. Pertanyaannya adalah, dimanakan letak perbedaan antara Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara? Jawabannya adalah meskipun obyek penyelidikan ketiga ilmu pengetahuan tersebut sama, namun disamping tugas yang berbeda, ketiga ilmu tersebut meninjau gejala-gejala negara dari sudut yang berlain-lainan. Obyek ilmu hukum tata negara adalah negara tertentu, khususnya hanya mengenai susunan hukum tata negaranya (het staatsrechtelijk bestel). Sehingga dapatlah dimengerti mengapa biasanya ilmu hukum tata negara dimulai dalam bentuk pemberian komentar, yaitu menafsirkan kaidah-kaidah hukum berdasarkan tata-urutannya dan penyelidikannya hanya terbatas pada negara tertentu saja.
Obyek ilmu perbandingan hukum tata negara adalah bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal tersebut berubah, hilang dan sebagainya, yang dapat diketahui dengan cara menganalisis secara metodis dan menetapkannya secara sistematis. Obyek ilmu negara adalah ciri-ciri dan sifat-sifat umum dari negara, dengan maksud mempersatukan dalam suatu komplek tertentu. Tugas ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg, adalah untuk menganalisis secara metodis dan menetapkan secara sistematis bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal itu berubah, hilang dan lain sebagainya. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu perbandingan hukum tata negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu negara: a.Ilmu negara dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: bahwa antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat persamaan maupun perbedaan, adanya bermacam-macam bentuk ketatanegaraan atau sistem ketatanegaraan yang menjadi pokok penyelidikan ilmu perbandingan hukum tata negara adalah juga suatu masalah yang menjadi bidang ilmu negara. Di lain pihak, timbulnya mata pelajaran baru yaitu ilmu perbandingan hukum tatanegara, dapat digambarkan sebagai pertumbuhan dari komplek problema khusus ilmu negara; b.Ilmu hukum tata negara positif dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: dalam mempelajari ilmu hukum tata negara positif, seringkali kita tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan perbandingan-perbandingan dengan hukum tata negara lainnya. Metode perbandingan yang dipergunakan oleh hukum tata negara hanya dijadikan sebagai sebuah alat dan bukan merupakan tujuan. CF. Strong dalam “Modern Political Cosntitution” adalah yang menempatkan ilmu perbandingan hukum tata negara sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan mempergunakan metode perbandingan sebagai sebuah tujuan.
Ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg adalah suatu ilmu pengetahuan yang dengan mempergunakan hasil-hasil ilmu negara umum, melakukan pengumpulan dan melakukan penyusunan bahan-bahan tersebut secara metodis dan sistematis untuk kemudian menganalisisnya. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, ilmu perbandingan hukum tata negara adalah suatu cabang ilmu hukum yang dengan mempergunakan metode perbandingan berusaha membanding-bandingkan satu atau beberapa aspek hukum tata negara dari dua negara atau lebih. 3.FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ADANYA BERMACAM-MACAM BENTUK ATAU SISTEM KETATANEGARAAN Persamaan dan perbedaan negara-negara di dunia dapat dilihat dari: sistem pemerintahannya (parlementer, presidentil, quasi parlementer/presidentil, diktatur); bentuk negaranya (serikat, kesatuan, persatuan); bentuk pemerintahannya (republik, kerajaan: absolut/berkonstitusi); sistem badan perwakilan rakyatnya (satu kamar, dua kamar). Faktor-faktor yang menyebabkan adanya bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan menurut Kranenburg, adalah disebabkan adanya syarat-syarat/faktor-faktor baik yang bersifat umum (syarat/faktor yang terdapat pada semua negara) maupun syaratsyarat/faktor-faktor yang bersifat khusus (syarat/faktor yang terdapat pada satu negara saja). Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-fkator yang bersifat umum, antara lain adalah : a.adanya ancaman yang datang dari luar, yaitu ancaman kelompok di luar negara, misalnya perang, maupun bentuk-bentuk lainnya. Sebagai konsekuensinya, maka setiap masyarakat negara harus mengorganisir dirinya, yang berarti juga harus ditempuhnya bermacam-macam cara atau sistem berorganisasi dalam setiap masyarakat negara; b.adanya ancaman yang datang dari dalam negara itu sendiri, sebagai akibat setiap masyarakat negara terdiri dari manusia yang mempunyai bermacam-macam kepentingan sehingga diantara mereka bisa timbul persoalan-persoalan, misalnya tindakan main hakim sendiri (eigen richting). Keadaan ini menyebabkan harus dilakukannya pengaturan sedemikian rupa, sehingga tindakan main hakim sendiri tersebut dilarang;
c.adanya pengetahuan (kennis) yang berkembang secara berangsur-angsur atau tumbuhnya pengalaman dengan cara teratur, yang melekat pada diri manusia sendiri, dimana manusia diberi akal dan rasa sehingga timbullah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pengetahuan, teknologi yang akan menyebabkan pula tumbuhnya kemajuan di bidang kebudayaan dan selanjutnya menyebabkan pula terjadinya kemajuan di bidang organisasi. Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-faktor yang bersifat khusus, antara lain adalah : a.Letak geografi suatu wilayah negara, berupa kepulauan, pegunungan, benua atau daratan menyebabkan syarat/faktor yang bersifat umum bekerja dengan bermacam-macam cara dan bentuk, misalnya berpengaruh terhadap penentuan sistem pertahanan negara, atau kemungkinan-kemungkinan adaptasi sebuah negara misalnya Indonesia karena secara geografis terletak di persimpangan jalan negara-negara, sistem pemerintahannya terpengaruh dari sistem parlementer Inggris dan presidentil Amerika Serikat; b.Sifat-sifat sesuatu masyarakat bangsa (volkskarakter). Sifat atau watak suatu bangsa sebagai kumpulan manusia mungkin dipengaruhi oleh iklim atau sesuatu yang lain. Dalam hal ini kita melihat adanya pola-pola yang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang tidak mudah patah semangat; pola-pola yang kurang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang mempunyai sifat-sifat malas, penakut atau melihat segala sesuatu ingin dengan cara mudah (cenderung menempuh sistem despotis); c.Paham/doktrin politik yang dianut oleh masyarakat negara, misalnya liberalisme dan komunisme. 4.BEBERAPA DERAJAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEDUDUKAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA Ditinjau dari tujuannya, maka kita dapat menggolongkan ilmu pengetahuan dalam : a.Ilmu pengetahuan yang hanya berusaha mendapatkan kebenaran saja, terlepas dari apakah hal itu memberikan kebahagiaan yang merata bagi Indonesia; b.Ilmu pengetahuan yang disamping berusaha mendapatkan kebenaran, sekaligus juga mencapai kebahagiaan manusia secara merata;
c.Ilmu pengetahuan yang dalam tingkat pertama hanya mencapai atau mendapatkan atau mendekati kebenaran, akan tetapi pada tingkat selanjutnya ternyata memberikan kebahagiaan yang merata bagi umat manusia. Nasroen mengemukakan adanya 3 (tiga) macam derajat ilmu pengetahuan, yaitu : a.Beschrijvend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya hanya menggambarkan saja; b.Verklarend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya menyelidiki sebab musabab sesuatu atau menjelaskan; dan c.Waarderend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya memberi nilai dan dapat memberi pedoman menuju sesuatu yang sempurna. Dalam pemberian nilai ini, terbuka kemungkinan ke arah mana sesuatu itu akan dibawa dan diarahkan. Termasuk golongan manakah atau derajat yang manakah ilmu perbandingan hukum tata negara? Kranenburg mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan atau menyelidiki sebab musabab sesuatu (verklarend wetenschap) dan upaya pengembangan ke arah tersebut, sangat memerlukan pula baik secara paralel atau tidak, pengembangan ilmu negara umum dan ajaran hukum umum (de algemene rechtsleer) menjadi suatu syarat mutlak. Nasroen berpendapat bahwa ilmu perbandingan pemerintahan/negara harus merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memberi nilai (waarderend wetenschap), ia harus sanggup menentukan secara obyektif bagaimanakah pemerintah/negara itu seharusnya, antara lain yaitu pemerintah/negara yang memberikan manfaat sebaik-baiknya bagi masyarakatnya dan inilah yang merupakan ukuran dalam melakukan perbandingan antar negara/pemerintah. Pendapat Nasroen di atas jika dihubungkan dengan ilmu perbandingan tata negara, maka ilmu ini bertugas untuk mendapatkan negara yang seharusnya atau negara yang dicita-citakan (staats idee), yang akan berlaku dimana-mana.
Bagaimanapun obyektifnya penyelidikan dilakukan, oleh karena terletak pada bidang nilai, pada akhirnya hal itu tidak terlepas dari subyektivitas orang yang mengemukakan negara yang dicita-citakan (idee negara) tersebut, apalagi jika masalah tersebut kita tinjau dari kemungkinan pelaksanaannya yang kemungkinan mustahil terjadi. Oleh karena, misalnya kita akan menjumpai kenyataan misalnya adanya letak geografi yang tidak sama, sifat-sifat bangsa yang beraneka ragam, paham politik yang tidak sama, yang memperkuat pendapat tidak mungkinnya diketemukan idee negara yang benar-benar idee negara. Sri Soemantri Martosoewigjo tidak sependapat dengan Nasroen yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan tata negara adalah ilmu pengetahuan yang memberi nilai, dan Sri Soemantri Martosoewignjo memandang pendapat Kranenburg lebih tepat yaitu yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu pengetahuan yang tugasnya mencari atau menyelidiki sebab musabab atau menjelaskan sesuatu (verklarend wetenschap). 5.STRUKTUR KETATANEGARAAN PADA UMUMNYA Struktur ketatanegaraan suatu negara, pada umumnya meliputi 2 (dua) hal, yaitu : a.Supra struktur politik, yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alatalat perlengkapan negara, termasuk segala hal yang berhubungan dengannya, antara lain mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain, yang pada umumnya diatur dalam kontitusi atau undang-undang dasar suatu negara; dan b.Infra struktur politik, yaitu struktur politik yang berada di bawah permukaan, yang meliputi 5 (lima) komponen, yaitu komponen partai politik, golongan kepentingan (interest group), alat komunikasi politik, golongan penekan (pressure group) dan tokoh politik (political figure). Oleh karena pemilihan umum menentukan pula kehidupan kepartaian, termasuk sistem kepartaiannya, maka ia masuk kedalam infra struktur politik. Antara supra struktur politik dengan infra struktur politik terdapat hubungan timbal balik, dalam arti bahwa supra struktur politik dapat mengatur segala sesuatu yang bersangkutan dengan infra struktur politik, sedangkan infra struktur politik dapat mempengaruhi serta menentukan berjalannya supra struktur politik.
Menurut S.L.Witman dan J.J.Wuest, struktur ketatanegaraan itu mempunyai bermacammacam perlengkapan (the agents and a tool of government), yaitu: the constitution, the electorate, the political parties, the legislature, the executive, the judiciary, the intergovernmental relationships dan the local government. Menurut S.L.Witman dan J.J. Wuest, sebagai pelaksanaan asas demokrasi pada setiap negara, maka rakyat melalui lembaga pemilihan umum (electorate) memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam konstituante dan lembaga perwakilan rakyat (legislature). Setelah konstuante terbentuk, lalu bersidang untuk menetapkan suatu konstitusi atau undang-undang dasar yang akan mengatur antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga peradilan dan sebagainya. Partai politik mempunyai peranan penting dalam menyalurkan pendapat rakyat dalam menentukan/memilih wakil-wakil rakyat dalam kedua lembaga tersebut. Konstitusi juga menentukan sistem ketatanegaraan yang dianut dalam suatu negara, baik mengenai sistem pemerintahannya, sistem desentralisasinya, bentuk negaranya dan lain sebagainya. Setelah konstutusi ditetapkan berlaku dalam suatu negara, maka setiap warganegara harus taat pada undang-undang dasarnya. 6.POLA KETATANEGARAAN C.F.STRONG Pola ketatanegaraan yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah setiap negara bergerak melalui apa yang dinamakan cycle of revolution, yaitu : a.setiap negara mula-mula dikuasai oleh hanya seorang saja (the rule of man) yang disebut monarchy; b.bahwa namun kemudian, ada saatnya dimana orang yang mempunyai sifat-sifat yang baik untuk memegang kekuasaan sudah tidak ada dan akhirnya digantikan oleh orang yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kepentingan rakyatnya (tyranny/despotism); c.selanjutnya si tiran atau despoot tersebut akhirnya menghadapi suatu tantangan serta oposisi dari suatu kelompok orang yang mempunyai sifat-sifat baik dan ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya yang disebut aristokrasi; d.saatnya semangat artistokrasi hilang dan muncullah sekelompok orang yang menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang untuk kepentingan kelompok itu sendiri dan terjadi korupsi dikalangan penguasa tersebut (oligarchy);
e.akhirnya rakyat sangat marah dan menentang dan menggulingkan penguasa korup tadi dan muncullah pemerintahan yang disebut demokrasi, yaitu pemerintahan oleh banyak orang; f.pada akhirnya cycle of revolution ini dipatahkan dengan tipe pemerintahan yang disebut polity. Pola ketatanegaraan tersebut digambarkan oleh Plato sebagai berikut : TYPE OF CONSTITUTION Government of One Government of The Few Government of The Many
GOOD OR TRUE FORM
BAD OR PERVERTED
Monarchy or Royalty Aristocracy Polity
FORM Tyrani or Despotism Oligarchy Democracy
Menurut C.F. Strong, dalam kondisi saat ini pola ketatanegaraan Aristoteles tersebut dipastikan tidak mempunyai daya tetap. Sehingga ia mencari klasifikasi lain dengan cara mencari ciri atau tanda yang bersamaan pada negara-negara modern, yang pada asasnya mempunyai 3 (tiga) macam kekuasaan: organ kekuasaan legislatif, organ kekuasaan eksekutif dan organ kekuasaan judisiil. Berdasarkan sugesti dan saran-saran dari Lord Bryce, Edward Jenks dan Sir J.A.Marriott, C.F. Strong mengemukakan pola-pola ketatanegaraannya, yaitu : a.The nature of the state to which the constitution applies; b.The nature of the constitution itself; c.The nature of the legislature; d.The nature of the executive; e.The nature of the judiciary. Menurut C.F.Strong, dilihat dari segi hakekat negara, negara-negara modern dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelas besar, yaitu: negara kesatuan dan negara serikat/federal. Negara kesatuan adalah suatu negara yang:
a.berada di bawah satu pemerintahan pusat; b.mempunyai wewenang sepenuhnya di dalam wilayah negara tersebut; c.Bagian-bagian negara tidak mempunyai kekuasaan asli, melainkan diperoleh dari pemerintah pusat. Dicey mengatakah bahwa yang dimaksud dengan unitarianism adalah the habitual exercise of supreme legislative authority by one central power. Dengan demikian, walaupun kepada bagian-bagian negara diberikan otonomi yang luas, tapi sama sekali tidak mempunyai wewenang apalagi kekuasaan untuk mengurangi kekuasaan pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat dapat saja mengatur dan menentukan sampai seberapa luaskah wewenang yang diberikan kepada daerah-daerah otonom. Jika dilihat dari sudut kedaulatan, maka kedaulatan dalam negara bagian tidak dapat dibagibagi. Adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah karena hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, melainkan karena masalah tersebut adalah merupakan hakekat dari negara kesatuan. Menurut C.F.Strong, terdapat 2 (dua) ciri yang bersifat esensiil yang ada pada suatu negara kesatuan, yaitu: a.adanya supremasi lembaga perwakilan rakyat pusat (parliament); b.tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absence of subsidiary sovereign bodies). Negara serikat/federal menurut C.F.Strong adalah suatu negara dimana terdapat 2 (dua) atau lebih negara atau lebih yang sederajat, bersatu karena tujuan-tujuan tertentu yang sama. Dicey mengemukakan bahwa “a federal state is a political contrivance intended to reconcile national unity and power with the maintenance of state rights.” Dalam negara federal, negara-negara yang bergabung atau yang disebut negara bagian mempunyai kedudukan yang kuat, namun sebagian dari kekuasaannya diserahkan kepada negara federal. Kekuasaan yang ada pada negara federal dibatasi oleh kekuasaan yang terdapat pada negara-negara yang bergabung, ini berarti adanya perbedaan antara kekuasaan
pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian yang sangat rentan terhadap timbulnya konflik antara keduanya. Untuk menghindarinya, pembagian kekuasaan antara keduanya harus diatur secara tegas dan jelas yang dituangkan dalam sebuah konstitusi. Sehingga konstitusi dalam suatu negara federal dapat disamakan dengan perjanjian atau bersifat seabgai perjanjian (treaty) yang harus ditaati oleh negara-negara bagian. Jadi ciri atau sifat negara federal adalah : a.adanya supremasi konstitusi yang menjadikan federasi itu terwujud; b.adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian; c.adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian. Tiap-tiap federalisme mempunyai akar masa lalu, yang ditentukan oleh proses sejarah masing-masing bangsa, sehingga yang terjadi adalah timbul bermacam-macam federalisme : a.confederation/staatenbund, dimana negara federal tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya (real power); b.negara-negara yang bergabung menginginkan adanya kedaulatan nasional, dimana negara negara sebagai keseluruhanlah yang mempunyai kedaulatan; c.negara-negara dalam negara federal tidak mengingingkan persatuan, namun masing-masing negara bagian tersebut tidak mau bersatu (though the federating units desiring union, they do not desire unity). Mengenai cara membagi kekuasaan antara negara federal dengan negara-negara bagian, terdapat 2 (dua) cara yaitu : a.kekuasaan yang diserahkan oleh negara-negara bagian kepada negara federal ditetapkan secara limitatif dalam konstitusi negara federal. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara federal dibandingkan dengan negara-negara bagian, contoh Kanada yang oleh C.F. Strong disebut sebagai less federal; dan
b.kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian dan kekuasaan lainnya (the reserve power) ada pada negara federal, ditetapkan secara llimitatif dalam konstitusi. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara-negara bagian dibandingkan dengan negara federal dan diharapkan terjadi pengawasan terhadap kekuasaan pemerintah federal dalam hubungannya dengan kekuasaan negara-negara bagian (to check the power of the federal authority as against the federating units). Dengan adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian ini mengandung arti bahwa Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing tidak menjadi lebih tinggi dari yang lain, karena telah diikat oleh konstitusi yang merupakan treaty. Siapa yang menilai adanya pelanggaran terhadap konstitusi? Di Amerika Serikat, perselisihan mengenai hal tersebut diserahkan kepada kekuasaan Mahkamah Agung, sedangkan di Swiss diserahkan kepada Lembaga Perwakilan Rakyat Federal (The Federal Assembly). 6.1.HAKEKAT KONSTITUSI Istilah konstitusi pada umumnya dipergunakan paling sedikit dalam 2 (dua) pengertian : a.menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara; ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis berupa “usages, understandings, customs atau convention”. Meskipun tidak merupakan undang-undang, bukan berarti kurang efektif dalam mengatur negara; b.merupakan menggambarkan campuran antara ketentuan tertulis dan tidak tertulis, contoh: Kerajaan Inggris dengan common law system-nya. Dalam perkembangannya, konstitusi mempunyai 2 (dua) pengertian : a.dalam pengertian sempit, konstitusi tidak menggambarkan keseluruhan kumpulan peraturan, baik yang tertulis dan yang tidak tertulis (legal dan non-legal), melainkan yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu. Contoh: Amerika Serikat. Menurut Lord Bryce, konstitusi adalah “a frame of political society, organized through and by the law, that is to say, one in which law has established permanent institutions with recognized functions and definite rights”
b.dalam pengertian luas, menurut Bolingbroke, adalah assemblage of laws, institutions and customs yang diambil dari certain fixed principles of reason. Dan menurut C.F.Strong, konstitusi dapat diketemukan dalam sebuah dokumen yang dapat diubah sesuai dengan perkembangan waktu, akan tetapi dapat pula berupa “a bundle of separate laws” yang diberi otoritas sebagai hukum tata negara. Menurut Maurice Duverger, tidak jarang terdapat jurang antara apa yang ditetapkan didalamnya dengan kenyataannya/pelaksanaannya, sehingga seringkali konstitusi hanya dijadikan sebagai tirai bagi penguasa. Dalam kaitan inilah, C.F. Strong mengemukakan bahwa untuk disebut sebagai konstitusi, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a.how the various agencies are organized; b.what power is entrusted to those agencies; c.in what manner such power is to be exercised. Konstitusi menurut K.C.Wheare dapat digolongkan ke dalam : a.Written constitution dan unwritten constitution, yang dalam kenyataannya tidak diketemukan lagi dalam negara-negara di dunia saat ini, sehingga pembagian berdasarkan hal ini tidak dapat dipertahankan lagi; Documentary constitution dan non-documentary constitution. Documentary constitution mengandung arti bahwa dituangkan dalam suatu dokumen tertentu seperti yang dilakukan oleh para pembentuk konstitusi di Amerika Serikat. Non-documentary constitution, konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen tertentu, tetapi dalam banyak bentuk peraturan seperti Kerajaan Inggris. Penggolongan konstitusi ke dalam documentary constitution dan non-documentary constitution, paralel dengan pengertian konstitusi berturut-turut dalam arti sempit dan dalam arti luas; b.Flexible constitution dan rigid constitution, yang dikemukakan oleh Lord Bryce, yaitu berdasarkan pada cara-cara konstitusi itu diubah atau dengan jalan bagaimanakah suatu konstitusi itu dapat diubah. Digolongkan kedalam flexible constitution, apabila dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang, yaitu dengan cara yang tidak terlalu sulit, misalnya dengan sistem suara terbanyak mutlak. Sedangkan digolongkan ke dalam rigid
constitution, jika perubahan konstitusi dilakukan melalui cara-cara yang khusus (special process). Pembagian ke dalam rigid dan flexible constitution ternyata menimbulkan persoalan juga : a.Sampai seberapa jauhkah suatu konstitusi dapat digolongkan rigid dan lain flexible ?; b.Manakah yang benar-benar dapat digolongkan ke dalam konstitusi rigid? K.C.Wheare mengemukakan, bahwa hal itu tergantung pada jumlah penghalang dan besar-kecilnya penghalang tersebut. Jika suatu konstitusi berisi penghalang-penghalang formil (legal obstacles) untuk mengubahnya, maka ia adalah rigid constitution (Amerika Serikat, Australia, Denmark, Swiss, Norwegia, Perancis); oleh karena sangat sulit diubah dan memang jarang diubah dan jika sebaliknya maka merupakan flexible constitution (Inggris dan Selandia Baru). Menurut C.F.Strong, terdapat 4 (empat) perbedaan cara yang dilakukan negara-negara dalam melakukan perubahan terhadap undang-undangnya : a.By the ordinary, legislature, but under certain restrictions, yang dapat dilakukan melalui 3 (tiga) macam jalan: Pertama, Lembaga Perwakilan Rakyat yang ada (the ordinary legislature) dalam sidang-sidangnya harus dihadiri oleh paling sedikit dua pertiga atau empat perlima dari seluruh anggota (fixed quorum of members), serta keputusan perubahan tersebut sah apabila usul perubahan tersebut disetujui oleh suara terbanyak yang ditentukan (dua pertiga, empat per lima, setengah + 1, dsb), dianut oleh Indonesia; Kedua, sebelum perubahan dilakukan, Lembaga Perwakilan Rakyat dibubarkan, kemudian diadakan pemilihan umum yang baru dan Lembaga Perwakilan Rakyat yang baru inilah yang kemudian akan bertindak sebagai konstituante untuk mengubah konstitusi, dianut oleh Belgia, Norwegia dan Swedia; Ketiga, dalam bicameral system, 2 (dua) Lembaga Perwakilan Rakyat harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan, yang keputusannya sah apabila disetujui dengan suara terbanyak (bisa mutlak dan bisa yang ditentukan) dari anggota-anggotanya; b.By the people through a referendum; apabila perubahan konstitusi memerlukan adanya pendapat langsung dari rakyat yang diminta melalui referendum, plebisit atau popular vote (dianut oleh Perancis);
c.By a majority of all units of a federal state; yang berlaku hanya di negara federal, karena pembentukan negara federal tersebut dilakukan oleh negara-negara yang membentuk dan konstitusinya merupakan semacam perjanjian (treaty), sehingga perubahan terhadap konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara bagian; d.By a special convention; mengubah konstitusi mengharuskan dibentukanya suatu badan khusus yang dibentuk untuk itu. 6.2.HAKEKAT KEKUASAAN LEGISLATIF Sebagai badan yang pada umumnya menetapkan hukum tertulis, legislatif memberi garis pedoman yang harus dilaksanakan oleh badan-badan lain seperti eksekutif dan yudikatif. Menurut C.F.Strong, pengklasifikasian menjadi negara yang menganut sistem satu kamar dan dua kamar tidak tepat dan tidak riil, karena jika klasifikasi ini kita pergunakan, maka kita akan mengelompokkan negara-negara dunia ini dalam negara-negara yang mempunyai sistem satu kamar dan dua kamar, hal ini akan menyamakan negara atau negara-negara yang tidak melakukan pemilihan anggota badan perwakilan rakyatnya menjadi satu dengan negara atau negara-negara yang memilih anggota badan perwakilan rakyatnya dalam suatu pemilihan umum. Sehingga ia berpendapat akan lebih baik jika pengklasifikasian tersebut didasarkan pada: dengan jalan bagaimanakah badan perwakilan rakyat masing-masing negara itu dibentuk, sehingga pola negara dapat dibagi dalam : a.Sistem pemilihan dimana anggota-anggota Lower House duduk didalamnya. a.1) Apakah macam pemilihannya (kind of franchise): Pertama, pemilihan dilakukan secara umum (adult suffrage) yaitu hak untuk melakukan pemilihan baik pasif maupun aktif yang diberikan kepada seseorang yang telah mencapai usia tertentu. Kedua, tidak secara umum (manhood suffrage), baik hak pilih pasif maupun aktif hanya diberikan kepada semua laki-laki yang telah mencapai usia tertentu. a.2) persoalan yang berhubungan dengan daerah pemilihan (kind of constituency); Kita mengenal adanya beberapa sistem pemilihan, yaitu : a) sistem proporsional (the simply majority system with second with second ballot and proportional representation), dan b) sistem distrik (the simple majority single ballot system).
b.The second chamber atau Upper House, yang terbentuk oleh karena beberapa faktor, antara lain adalah sejarah lembaga tersebut dan terbentuk oleh karena bentuk negara federal/serikat. 6.2.HAKEKAT KEKUASAAN EKSEKUTIF C.F.Strong mengemukakan adalah suatu keharusan bahwa dalam setiap negara yang mengatur asas-asas demokrasi, kepada lembaga eksekutif harus dilakukan pengawasan serta pembatasan, dengan demikian lembaga eksekutif harus mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat. Ia membagi hakekat kekuasaan eksekutif ini atas dua hal : a.adanya pertanggungjawaban Badan Eksekutif kepada Badan Legislatif/Parlemen, dimana badan legislatif ini dapat menjatuhkan pihak eksekutif apabila mendapat mosi tidak percaya; b.Badan eksekutif mendapat pengawasan dalam bentuk lain, misalnya adanya pemilihan presiden secara periodik. Sehingga berdasarkan klasifikasi ini, dapat dibagi negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer (The Parliamentary Executive System) dan presidentiil (The Non-parliamentary Executive System) 6.3.HAKEKAT KEKUASAAN PERADILAN C.F.Strong mengklasifikasi kekuasaan peradilan atas dasar hubungan antara kekuasaan peradilan dengan kekuasaan pemerintahan (the connection of the judiciary with the executive) : a.Common Law States, in which the executive, being subject to the operation of the rule of law; dan b.Prerogatives States, in which the executive is protected by a special system of administrative law.
BAB III PEMBAHASAN A. Bentuk dan Sistem Pemerintahan Indonesia Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, di mana yang memegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat sementara sistem pemerintahan yang dianut adalah demokrasi presidensial, di mana yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan adalah presiden, dalam hal ini presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Demokrasi sebagai tuntutan zaman mengharuskan Indonesia melakukan berbagai amandemen terhadap kitab dasar yang menjadi rujukan mutlah pemerintahan, yakni UUD’45 pada batang tubuhnya, namun tidak lepas dari tuntutan pancasila. Hal ini menyebabkan adanya suatu perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Indonesia di mana sebagai tuntutan utama adalah pembatasan kekuasaan eksekutif dalam hal ini presiden dan jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Adapun perubahan paradigmanya sebagai bahan perbandingan adalah sebagai berikut. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut, yaitu 1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). 2. Sistem Konstitusional. 3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Dikarenakan paradigma pemerintahan di atas banyak mengakibatkan berbagai ketimpangan dalam pemerintahan, di mana kekuasaan mayoritas berada di tangan presiden (otoriter) yang Nampak pada masa Orde Baru, maka sebagai tuntutan rakyat sekaligus tuntutan demokrasi, maka paradigma tersebut mengalami perubahan sebagai berikut. Pokokpokok sistem pemerintahan Indonesia pasca amandemen IV, yaitu : 1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. 2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. 4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. 5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. 6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya. Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung (Pasal 7B UUD 1945) 2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran) Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Sistem Pemerintahan Dalam sistem pemerintahan Indonesia, keseluruhan komponen di dalamnya terlibat dalam suatu sistem yakni MPR yang terdiri dari anggota DPR+DPD, Presiden, Wapres dan
Kabinet sebagai Eksekutif, dan MA, MK, dan KY sebagai yudikatif. Ketiga lembaga ini sebagai actor pemerintahan pusat memiliki wewenang yang terbatas dalam konstitusi namun luas dalam praksis melalui intervensi. Secara konstitusi Pempus memiliki wewenang di bidang Fiskal dan moneter, Yustisi, Agama, Hubungan Luar Negeri, serta Hankam, namnu dalam pelaksanaannya seringkali ada intervensi pempus terhadap pemda dalam hal tertentu di luar kewenangannya tersebut dalam praksisnya. Untuk memahami lebih jauh mengenai sistem pemerintahan Indonesia, akan penulis uraikan pada perbandingan pemerintahan. B.
Bentuk dan Sistem Pemerintahan Amerika Serikat AS adalah negara republik yang berbentuk federasi (Federal constitutional Republic), dalam yang artinya Perserikatan Negara-Negara Amerika adalah kumpulan dari negara-negara di-Amerika yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah federasi. AS terkenal sebagai negara superpower di dunia baik secara militer maupun ekonomi. Sejak awal pembentukan federasi, memang Nampak terlihat bahwa AS adalah negara yang identik dengan invasi dan consensus, di mana pada awal berdirinya AS hanya terdapat 13 negara bagian bekas koloni Inggris yang dicirikan dengan 13 garis horizontal (biru dan putih) pada benderanya, yang lambat laun menjadi 30 negara bagian melalui invasi dan pembelian dari negara lain. Berawal dari sebuah negara terjajah, AS menjelma menjadi negara penjajah. AS menganut sistem pemerintahan presidensial yang berusaha secara tegas mengamalkan ajaran Montesquieu, yaitu dengan tegas memisahkan antara legislative, eksekutif, dan yudikatif. Saat ini Amerika terkenal akan paradigma pemerintahan demokrasi yang digembor-gemborkan di berbagai belahan dunia. Demokrasi yang ada di AS di barengi dengan suatu sistem liberal, di mana kebebasan individu menjadi hal yang utama dalam setiap pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Dalam kaitannya dengan Pempus, ada beberapa kewenangan yang dimilikinya, seperti mencetak mata uang dan kebijakan pertahanan, sedangkan mengenai UU lainnya diserahkan kepada negara bagian. Dalam Sistem Pemerintahan AS, actor yang berperan terdiri atas kongres (legislatif) yang terdiri atas Senat dan House of Representatives (Badan Perwakilan). Untuk Senat, masing-masing negara bagian mengirimkan 2 orang senator (jumlah keseluruhan 100 orang) sedangkan untuk Badan Perwakilan berjumlah maksimal 345 orang yang jumlah perwakilan dari masing-masing negara bagian tergantung pada dinamika demografinya. Untuk eksekutif, presiden dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh cabinet, sedangkan untuk kekuasaan kehakiman dipegang oleh Supreme of Court. Lebih jauh hal ini akan dijelaskan lebih mendalam pada bagian perbandingan.
BAB IV Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Amerika Serikat Baik INA maupun AS keduanya menganut sistem trias politika. Letak perbedaannya terdapat pada penerapan secara utuh dari AS di mana INA menganut distribution of power sedangkan AS menganut Separation of Power dengan Checking power with Power. Di Indonesia, masing-masing lembaga pemerintahan terdapat pembagian kekuasaan, sehingga ada kewenangan legislatif dan yudikatif yang juga dimiliki oleh presiden, seperti kewenangan mengajukan RUU (legislatif) dan member grasi, abolisi, dan amnesty (Yudikatif). Sementara di AS, terdapat suatu pemisahan yang tegas diantara lembaga pemerintahannya dengan mengawasi kekuasaan dengan kekuasaan sehingga check and balanced dapat terwujud, seperti Congress memiliki kekuasaan untuk: membuat Undang Undang Fideral, menyatakan perang, menyetujui perjanjian, the power of purse (pembatasan pendanaan) dan impeachment (menurunkan pemerintah). Presiden memiliki kekuasaan: Komando tertinggi militer, memveto Rancangan Undang-Undang (RUU), menandatangani RUU untuk menjadi UU, menunjuk kabinet dan pejabat negara dan menegakkan UU dan peraturan. Supreme Court berwenang untuk: menafsirkan UU dan memastikan UU sesuai dengan Konstitusi (UUD). Selain itu juga ada suatu keunikan tersendiri yang dimiliki AS dalam legislatifnya, di mana Kedua badan dalam kongres ini memiliki kekuasaan/ kedudukan yang sama. Perundang-undangan tidak dapat diundangkan tanpa keterlibatan dari kedua badan ini. Namun, masing-masing memiliki keunikan otoritas. Seperti, Senat memiliki otoritas dalam meratifikasi perjanjian dan memberikan persetujuan untuk posisi penting dalam pemerintahan. Sedangkan House memiliki otoritas dalam perancangan UU dan juga melakukan impeachment (pemberhentian presiden), namun proses ini harus melalui peradilan yang merupakan hak dari Senat. Di Indonesia, terdapat suatu hirarkis tata per-Undang-Undangan mulai dari UUD’45 hingga perda. Sedangkan di AS, semua kebijakannya harus dalam bentuk per-UU.Dalam hal peradilan, di Indonesia kekuasaan peradilan terbagi lagi antara MA, MK, dan KY yang dipilih oleh presiden sedangkan di AS dalam hal ini supreme court, Anggota Hakim Agung dipilih oleh presiden melalui persetujuan senat. Hakim Agung akan memiliki masa bakti
seumur hidup. Hal ini untuk memperkuat independensinya. Supreme Court memiliki hak untuk membatalkan UU bila dinilai tidak sesuai dengan Konstitusi (UUD). Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut. 1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis. 2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif. 3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen. 4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer. 5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. 6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial : • Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. • Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun. • Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. • Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial : • Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. • Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. • Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
LEMBAGA EKSEKUTIF INDONESIA a. Sistem pemerintahan menganut sistem presidencial b. presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan c. presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu d. Presiden memiliki hak istimewa / prerogratif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri e. Kedudukan presiden / pemerintah kuat karena tidak dapat dijatuhkan oleh Parlemen LEMBAGA EKSEKUTIF AMERIKA SERIKAT a. sistem pemerintahan menganut sistem presidensial b. Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. c. Presiden dipilih oleh sebuah badan pemilihan / electoral college. Badan pemilihan dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu d. Presiden berhak mengangkat menteri-menterinya e. Kedudukan presiden kuat karena tidak dapat dijatuhkan olehlembaga legislatif tetapi dapat diberhentikan melalui mekanisme impeachment atau pemecatan.
BAB V KESIMPULAN Ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg adalah suatu ilmu pengetahuan yang dengan mempergunakan hasil-hasil ilmu negara umum, melakukan pengumpulan dan melakukan penyusunan bahan-bahan tersebut secara metodis dan sistematis untuk kemudian menganalisisnya. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, ilmu perbandingan hukum tata negara adalah suatu cabang ilmu hukum yang dengan mempergunakan metode perbandingan berusaha membanding-bandingkan satu atau beberapa aspek hukum tata negara dari dua negara atau lebih. Perbandingan hukum, dapat dibedakan antara : a.perbandingan hukum deskriptif (menggambarkan), yaitu suatu analisis terhadap perbedaanperbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum. Peneliti tidak mempunyai maksud untuk mencari jalan keluar (solusi) terhadap persoalan tertentu, baik dalam hal yang abstrak maupun hal yang praktis; b.perbandingan hukum aplikatif (terapan), yaitu analisis yang dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini dilakukan antara lain untuk melakukan pembaruan suatu cabang hukum atau untuk mempersatukan bermacammacam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang yang sama. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, di mana yang memegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat sementara sistem pemerintahan yang dianut adalah demokrasi presidensial, di mana yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan adalah presiden, dalam hal ini presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan Indonesia mengadopsi unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung (Pasal 7B UUD 1945) 2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran) Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. AS menganut sistem pemerintahan presidensial yang berusaha secara tegas mengamalkan ajaran Montesquieu, yaitu dengan tegas memisahkan antara legislative, eksekutif, dan yudikatif. Saat ini Amerika terkenal akan paradigma pemerintahan demokrasi yang digembor-gemborkan di berbagai belahan dunia. Demokrasi yang ada di AS di barengi dengan suatu sistem liberal, di mana kebebasan individu menjadi hal yang utama dalam setiap pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Dalam kaitannya dengan Pempus, ada beberapa kewenangan yang dimilikinya, seperti mencetak mata uang dan kebijakan pertahanan, sedangkan mengenai UU lainnya diserahkan kepada negara bagian. Baik INA maupun AS keduanya menganut sistem trias politika. Letak perbedaannya terdapat pada penerapan secara utuh dari AS di mana INA menganut distribution of power sedangkan AS menganut Separation of Power dengan Checking power with Power. Di Indonesia, masing-masing lembaga pemerintahan terdapat pembagian kekuasaan, sehingga ada kewenangan legislatif dan yudikatif yang juga dimiliki oleh presiden, seperti kewenangan mengajukan RUU (legislatif) dan member grasi, abolisi, dan amnesty (Yudikatif). Presiden Amerika Serikat memiliki kekuasaan: Komando tertinggi militer, memveto Rancangan Undang-Undang (RUU), menandatangani RUU untuk menjadi UU, menunjuk kabinet dan pejabat negara dan menegakkan UU dan peraturan. Supreme Court berwenang untuk: menafsirkan UU dan memastikan UU sesuai dengan Konstitusi (UUD). Namun di Indonesia apabila salah satu dari antara lembaga yang berwenang mebuat suatu UU (Eksekutif dan Legislatif) ada yang tidak setuju maka RUU tersebut harus
dibatalkan, karena dalam sistem pemerintahan di indonesia tidak mengenal Hak Veto seorang presiden dalam hal membentuk suatu perundang-undangan. Dalam sistem pemilihan Presidan dan Wakil presiden di indonesia memakai sistem pemilihan langsung oleh rakyat,sedang di amreka serikat tidak memakai sistem pemilahan langsung melain mereka mempunyai lembaga pemilihan umum yaitu electoral college. Badan pemilihan dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu. Jadi ditegaskan kembali bahwa Amerika Serikat dalam Memilih kepala negara tidak secara langsung atau pemilihan langsung melainkan melalui lembaga yang disebut dengan electoral college.
DAFTAR PUSTAKA Kansil, C. S. T dkk. 2003. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta : P.T. Bumi Aksara Syafiie, Inu Kencana dkk. 2007. Perbandingan Pemerintahan. Bandung : Refika Aditama. Syafiie, Inu Kencana dkk. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung : Refika Aditama. http://id.wikipedia.org/wiki/AS_(disambiguasi). http://profesorpram.wordpress.com/2008/11/29/koreksian-sistem-pemerintahan-indonesia/ http://safarila.blog.friendster.com/indentifikasi-kelebihan-dan-kelemahan-pelaksanaan-sistem pemerintahan-negara-indonesia/. http://danangwd.wordpress.com/. http://ilhamendra.wordpress.com/2009/03/12/sistem-pemerintahan/. http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/. http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahanindonesiahttp://zuryawanisvandiarzoebir.wordpress.com (Kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara, Prof. Dr. R. Soemantri Martosoewignjo, S.H.) http://www.senate.gov/civics/constitution_item/constitution.htm#a1_sec1