BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan mayarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Lingkup kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi dari sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Permenkes No. 58, 2014). Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dapat melakukan pengabdian profesinya di rumah sakit. Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multi-disipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker
perlu ditingkatkan terus menerus agar perubahan yang dikehendaki dapat diimplementasikan dengan baik. Berdasarkan latar belakang ini maka ditulis makalah ini untuk mempelajari lebih lanjut tentang instalasi Farmasi rumah Sakit B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Apa pengertian dari instalasi farmasi rumah sakit? 2. Apa saja syarat-syarat dari suatu instalasi farmasi rumah sakit? 3. Bagaimana pengelolaan obat disebuah instalasi farmasi rumah sakit? 4. Pelayanan apa sajakah yang dilakukan oleh instalasi farmasi rumah sakit? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi para pembaca makalah mengenai instalasi farmasi rumah sakit. Mulai dari pengertian, syarat-syarat, pengelolaan obat dan pelayanan yang dilakukan oleh instalasi farmasi rumah sakit.
BAB II
ISI A. Instalasi Farmasi di Rumah Sakit 1. Definisi IFRS Berdasarkan SK (Surat Keputusan) Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang aman bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker. 2. Syarat-Syarat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut: a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian, Tenaga Administrasi, dan Pekarya/Pembantu pelaksana. Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya. Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang
merupakan
Apoteker
penanggung
jawab
seluruh
Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun 3. Tugas Pokok Instalasi Rumah Sakit Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi: a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi. b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien. c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko. d. Melaksanakan komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien. e. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi. f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. 4. Tujuan IFRS Tujuan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain: a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat. d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. B. Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai Tugas dan tanggungjawab dalam mengelola sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi:
a. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan: 1) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi. 2) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan. 3) Pola penyakit. 4) Efektifitas dan keamanan. 5) Pengobatan berbasis bukti. 6) Mutu. 7) Harga. 8) Ketersediaan di pasaran. Formularium rumah sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium rumah sakit: 1) Mengutamakan penggunaan obat generik 2) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling 3) 4) 5) 6) 7)
menguntungkan pasien Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailibilitas Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan Praktis dalam penggunaan dan penyerahan Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
8) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicine) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau. Adapun tahapan proses penyusunan formularium rumah sakit: 1) membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik; 2) mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi; 3) membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar; 4) mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi (TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik; 5) membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF; 6) menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit; 7) menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan 8) melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan monitoring. b. Perencanaan Kebutuhan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakaisesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Selain hal tersebut, pedoman perencanaan harus mempertimbangkan: 1) Anggaran yang tersedia 2) Penetapan prioritas 3) Sisa persediaan 4) Data pemakaian periode yang lalu 5) Waktu tunggu pemesanan
6) Rencana pengembangan Dalam menentukan prioritas barang yang akan dibeli dapat dilakukan analisis terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan pengadaan barang, antara lain dengan menggunakan: 1) Analisis VEN (Vital, Essensial dan Non essensial) Analisis VEN biasanya digunakan pada anggaran terbatas karena dapat membantu memperkecil penyimpangan pada proses pengadaan dengan menetapkan prioritas. Obat vital merupakan obat yang sangat diperlukan dalam keadaan darurat (live saving drug), yaitu jika pasien tidak mendapatkan obat tersebut, kemungkinan meninggal sangat besar atau menimbulkan kecacatan, memiliki efek withdrawal yang signifikan atau sangat rusial dalam menyediakan pelayanan dasar kesehatan, misalnya: injeksi anestesi, injeksi adrenalin, lidokain, ABU, aminofilin dan lain-lain. Obat yang tergolong esensial merupakan obat yang sering digunakan dan sesuai epidemiologi penyakit yang banyak terjadi tetapi tidak terlalu krusial dalam hal pelayanan dasar kesehatan, misalnya: antibiotik, analgetik dan lainlain. Non-Essensial merupakan obat yang jarang digunakan karena prevalensi penyakit terendah, misalnya: multivitamin dan mineral.
2) Analisa ABC Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan jumlah dana yang diserap untuk jenis obat dalam tiga kelompok, yaitu : a) Kelompok A: Always 10-20% item obat saja yang disediakan, tapi dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat besar, yaitu mencapai 7080% dari keseluruhan pengeluaran. b) Kelompok B: Better 20-40% item obat yang disediakan, dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini cukup besar mencapai 10-15% dari keseluruhan pengeluaran. c) Kelompok C: Control
Ketersediaanya
sangat
banyak,
yaitu
mencapai
60%
dari
keseluruhan item obat, namun kebutuhan dana yang dikeluarkan dalam pengadaanya rendah yaitu hanya 5-10% dari keseluruhan pengeluaran. 3) Analisa PUT (Gabungan antara VEN dan ABC) Obat diklasifikasikan menjadi 3 proiritas yaitu: a) P (Prioritas); Termasuk didalamnya adalah kategori Vital A, B dan C. b) U (Utama); Termasuk didalamnya adalah kategori Essensial A, B dan C. c) T (Tambahan); Termasuk didalamnya adalah kategori
Non-
Essensial A, B dan C. c. Pengadaan Pengadaan
merupakan
kegiatan
yang
dimaksudkan
untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan
pemasok,
penentuan
spesifikasi
kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain: 1) Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa 2) Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS) 3) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus mempunyai nomor izin edar, dan 4) Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
d. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan (SP) atau SPK dengan kondisi fisik yang diterima serta dibuat berita acara pemerksaan dan penerimaan barang. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
e. Penyimpanan Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan,
sanitasi,
cahaya,
kelembaban,
ventilasi,
dan
penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Adapun komponen yang harus diperhatikan ketika dilakukan penyimpanan sebagai berikut: 1) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal kemasan dibuka, tanggal kadaluarsa/expire date dan perimgatan khusus 2) Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting 3) Elektrolit dengan konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perwatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah penatalaksaan yang kurang hati-hati
4) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi. Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodi, misalnya: monitoring suhu, kelembaban dan jumlah barang. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang harus disimpan terpisah yaitu: 1) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya 2) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin: 1) jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan; 2) tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain; 3) bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti dengan membuat berita acara pemakaian 4) dicek secara berkala setiap 3 bulan apakah ada yang kadaluwarsa; dan 5) dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
f.
Pendistribusian Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan rawat inap dapat dilakukan dengan cara: 1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) a) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi. b) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di
atas
jam
kerja)
maka
pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. e) Apoteker
harus
menyediakan
informasi,
peringatan
dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock. 2) Sistem Resep Perorangan Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi. 3) Sistem Unit Dosis Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
4) Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. g. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila: 1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu 2) Telah kadaluwarsa 3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan, dan 4) Dicabut izin edarnya. Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal melalui PBF/PBTK. h. Pengendalian Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di rumah sakit. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah untuk: 1) Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, Formularium Nasional;
2) Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; 3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah: 1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving). 2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock). 3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala setiap 1 bulan. i.
Administrasi Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari: 1) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pelaporan dilakukan sebagai: a) Komunikasi antara level manajemen, b) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di instalasi farmasi, c) Laporan tahunan.
2) Administrasi Keuangan Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi
keuangan
merupakan
pengaturan
anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. 3) Administrasi Penghapusan Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. 2. Pelayanan Farmasi Klinik a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat. b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat. c. Melaksanakan rekonsiliasi obat. d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien. e. Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. f.
Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya. h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) a) Pemantauan efek terapi obat b) Monitoring efek samping obat (MESO) c) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) j. Melaksanakan dispensing sediaan steril a) Melakukan pencampuran obat suntik b) Menyiapkan nutrisi parenteral c) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik d) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit. l.
Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) (MenKes RI, 2014) Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diselenggarakan oleh seorang apoteker, tim yang terkait dengan tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibentuk sesuai dengan peran dan kebutuhan. Adapun peran Apoteker dalam Tim lain yang terkait penggunaan Obat di Rumah Sakit antara lain: a. Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit; b. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit; c. Tim Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit; d. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri; e. Tim penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes); f.
Tim Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);
g. Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA); h. Tim Transplantasi; i.
Tim PKMRS; atau
j.
Tim Rumatan Metadon.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari makalah yang dibuat ini maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. 2. Syarat-syarat berjalan nya sebuah instalasi farmasi rumah sakit harus adanya apoteker, ahli madya farmasi dan asisten apoteker. 3. Dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, peran, fungsi, dan tanggungjawab apoteker adalah meliputi aspek pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, dan aspek klinis.
Dalam bidang pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian; dan administrasi. Untuk bidang farmasi klinik meliputi
pengkajian
dan
pelayanan
resep,
penelusuran
riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah. B. Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggungjawabkan dan penulis menerima saran dan kritik guna perbaikan bagi makalah ini, sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI., 1998, Pedoman Kerja Untuk Komite Farmasi dan terapi Rumah Sakit, Direktorat RS Khusus dan Swasta Direktorat Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.