BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit.
Farmasi
mencakup
pengetahuan
mengenai
identifikasi,
pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai. Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi sering dilakukan analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif adalah bidang kimia bidang kimia analitik yang membahas tentang identifikasi tentang identifikasi zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat. Dalam kimia farmasi dilakukan analisis berbagai senyawa yang bersumber dari obat, tumbuhan, dan hewan. Salah satu senyawa yang sering di analisis yaitu analisis antihistamin (antialergi). Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis antihistamin dan cara menganalisisnya. Dalam analisis antihistamin ini dapat diambil sampel dari senyawa obat, tumbuhan maupun hewan. 1.1
Rumusan Masalah dan Tujuan
I.1.1
Rumusan Masalah
Adapun rumusan rumusan masalah dalam makalah ini adalah seperti dibawah ini: 1. Apa yang dimaksud dengan Antihistamin?
2. Bagaimana penggolongan-penggolangan antihistamin? 3. Apa saja macam-macam obat antihistamin? 4. Apa saja definisi dari obat difenhidramin ( benadryl) dan obat Klorofeniramin Maleat (CTM) ? 5. Bagaimana Analisa Kualitatif dan Kuantitatif dari beberapa obat antihistamin? I.1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah seperti bawah ini: 1. Mengetahui pengertian dari Antihistamin. 2. Mengetahui macam-macam penggolongan antihistamin. 3. Mengetahui beberapa obat antihistamin. 4. Mengetahui definisi dari obat difenhidramin dan obat Klorofeniramin Maleat. 5. Mengetahui antihistamin.
bagaimana
Analisa
Kualitatif
dan
Kuantitatif
dari
BAB II ISI II.1
Definisi Antihistamin
Antihistamin
adalah
zat-zat
yang
dapat
mengurangi
atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe ,yaitu reseptorH1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonisreseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2 blockers atau zat penghambat-asam). II.2
Penggolongan antihistamin H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna ,kantung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efekhistamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2. a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin, difenhidramin,klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin
(Allergodil),
sinarizin,
meklozin,
hidroksizin,ketotifen
(Zaditen), dan oksatomida (Tinset).Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis. b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin,loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistaminhidrofil dan sukar
mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukupdengan 1-2 kali sehari. Efek antialerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambatsintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin. H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine,dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin. Menurut struktur kimianya , antihistamin dibagi dalam beberapa kelompok , antara lain : 1.
Turunan etanolamin ( X= O) Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik) dan bekerjaserhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara lain difenhidramin,dimenhidrinat, klorfenoksamin, karbinoksamin, dan feniltoloksamin.
2. Turunan etilendiamin (X= N) Obat
golongan
ini
umumnya
memiliki
daya
sedativ
lemah.
Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin. 3. Turunan propilamin (X = C) Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihist amin golongan ini antaralain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan tripolidin.
4. Turunan piperazin Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Antihistamin golongan ini antaralain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, dan flunarizin. 5. Turunan fenotizin Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat,tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat batuk.Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum, oksomemazin, danmetdilazin. 6. Turunan trisiklik lain Obat golongan ini memiliki daya antiserotonin kuat dan menstimulir mafsu makan , maka banyak digunakan untuk stimulant nafsu makan . antihistamin golongan ini antara lainsiproheptadin, azatadin, dan pizotifen. 7. Zat- zat non sedative Obat golongan ini adalah antihistamin yang tidak memiliki efek sedativ ( membuatmengantuk ). Antihistamin golongan ini antara lain terfenadin, dan astemizol. 8. Golongan sisa Antihistamin golongan ini antara lain mebhidrolin, dimetinden, dan difenilpiralin. II.3
Macam-macam obat antihistamin
Sejak
histamin
ditemukan
sebagai
suatu
zat
kimia
yang
mempengaruhi banyak proses faali dan patologik dalam tubuh, maka dicari obat yang dapat melawan khasiat histamin. Epinefrin merupakan antagonis faali yang pertama kali digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif daripada AH1.
1. Antihistamin generasi pertama
Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratusratus antihistamin dan digunakan dalam terapi, namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin, rinore, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. AH1 efektif untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya kurang baik. Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejalagejala alergi berlangsung melalui kompetisi dalam berikatan dengan reseptor H1 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan
lebih
banyak
reseptor
H1.
Antihistamin
tersebut
digolongkan dalam antihistamin generasi pertama (Ganiswara SG. 1995). Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan, misalnya untuk pengobatan influensa. Kelas ini mencakup klorfeniramine, difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Pada umumnya obat antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama lain menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga mengganggu mengendarai
aktifitas
dalam
kendaraan,
pekerjaan,
mengemudikan
harus
berhati-hati
pesawat
terbang
waktu dan
mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel pada reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa mengantuk. (1,6) Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat antidepresan misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna obat ini harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai efek samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi pupil,
penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia (Simons FER, Simons KJ, 1994). 2.
Antihistamin generasi kedua
Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid, metilamid dan simetidin. (2) Ternyata antihistamin generasi kedua ini memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik. Yang digolongkan
dalam
antihistamin
generasi
kedua
yaitu
terfenadin,
astemizol, loratadin dan cetirizin. Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama yang tidak mempunyai efek sedasi dan diijinkan beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985. Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya aritmia ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat menyebabkan pingsan dan kematian mendadak. Beberapa faktor seperti hipokalemia, hipomagnesemia, bradikardia, sirosis atau kelainan hati lainnya atau pemberian bersamaan dengan juice anggur, antibiotika
makrolid (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya itraconazole atau ketoconazole) berbahaya karena dapat memperpanjang interval QT.(8,9) Pada tahun 1997 FDA menarik terfenadin dari pasaran karena telah ditemukannya obat sejenis dan lebih aman. ®
Astemizol (Hismanal ) merupakan antihistamin kedua yang tidak
menyebabkan sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat (Desember 1988). Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah pemberian secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak distribusinya dan mengalami metabolism sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia jantung dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan astemizol pada keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada astemizole diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam (Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J., 1998). Loratadin (Claritin®) mempunyai farmakokinetik serupa dengan
terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula mengalami metabolisme menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik, tanpa efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya kematian mendadak sejak obat ini diperbolehkan beredar pada tahun 1993 (Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J., 1998). 3. Antihistamin generasi ketiga
Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin, norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah merupakan
metabolit
mengembangkan
antihistamin
antihistamin
generasi
generasi
ketiga
kedua. adalah
Tujuan untuk
menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya (Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J., 1998).
Feksofenadin (Telfast ®) merupakan metabolit karboksilat dari
antihistamin generasi kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak berpengaruh buruk terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai efektivitas sama seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan terfenadin dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast ( di Amerika : Allegra ®). Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral cepat diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal. Pada penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kadar feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali dari pada normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena indeks terapi obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh pada interval QT pada percobaan binatang atau pada manusia yang diberi 10 kali lipat dosis standar 60 mg 2 kali sehari. Feksofenadin tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak mempunyai efek samping terhadap susunan saraf pusat. (Hey JA, Del Prado M,
Cuss FM, 1995). II.4
Definisi Difenhidramin dan Aztemizol a. Difenhidramin (benadryl)
Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas,
antihistamin
dan
sedatif.
Memiliki
sinonim
Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal.
Struktur Difenhidramin Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H 1) dan asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin menghalangi
reseptor
H1 pada
perifer
nociceptors
sehingga
mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang berhubungan dengan
reaksi
alergi.
Memberikan
respon
yang
menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder). Mekanisme kerja difenhidramin
Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H 2. Reseptor H1 terdapat di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan. Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya impuls-impuls
yang
melalui
saraf
parasimpatik),
spasmolitik,
anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat.
b. Klorofeniramin Maleat (CTM)
Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin maleat juga merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1) (Siswandono, 1995). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan – C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Silverstein, 1986;Rohman, 2007).
Struktur Klorfeniramin maleat Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995). II.5
Analisa Kualitatif dan Kuantitatif
II.5.1 Analisis Kualitiataif
Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak diketahui. Analisis kualitatif disebut juga analisa jenis yaitu suatu cara yang dilakukan untuk menentukan macam, jenis zat atau komponen-
komponen bahan yang dianalisa. Dalam melakukan analisa kualitatif yang dipergunakan adalah sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimianya. Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia, bila ingin mengetahui tentang kandungan sampel cair itu maka yang harus dilakukan adalah menganalisa kualitatif terhadap sampel cairan itu. Tujuan analisis kualitatif adalah untuk memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah
unsur/senyawa.
Analisis
kualitatif
berhubungan
dengan
penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisa komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Ada 3 pendekatan analisis kualiataif yaitu; pertama perbandingan antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai pada kondisi yang sama. Kedua dengan cara spiking, yaitu dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki pada senyawa baku pada kondisi yang sama. Ketiga dengan nggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa (Gandjar, 2007). II.5.2 Analisis Kuantitatif
Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat (Svehla, 1985). Analisa kuantitatif berkaitan dengan penetapan beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang sering kali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau sebagian
besar
sampel
yang
di
analisis
(Day
dan
Underwood,
2002).Pengertian lain dari analisa kuantitatif adalah analisa yang bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau campuran bahan (Sumardjo, 1997).
Macam-Macam Analisa Kuantitatif
Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif dibagi menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif instrumental, yaitu metode analisis bahan-bahan kimia menggunakan alatalat instrumen, dan analisa kimia konvensional. Metode dalam analisa kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian: metode gravimeter, yaitu penetapan kadar suatu unsur atau senyawa berdasarkan berat, tetapnya dengan cara penimbangan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa yang diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian terbesar yang dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur berat tetapnya. Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis senyawa (khoppar, 1990).. Metode volumetri, adalah analisa kuantitatif yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui kadarnya. Dengan mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan reaksinya berjalan secara kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo, 1997). Volumetri merupakan suatu cara analisis kuantitatif dan reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan dengan zat lainnya telah diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu titik
ekuivalensi
hingga
kepekatan
zat
yang
kita
cari
dapat
dihitung. Larutan yang kita ketahui konsentraasinya dengan teliti disebut larutan standar. Larutan ini biasanya diteteskan dari buret ke dalam erlenmeyer yang mengandung reaksinya selesai. Proses ini dinamakan titrasi. Titik dimana terjadi perubahan karena indikator disebut titik titrasi. Titik ini seharusnya jatuh pada titik yang bersamaan, tetapi hal ini sulit karena kesulitan dalam mencari indikator yang pH intervalnya mendekati pH ekuivalen. Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi disebut kesalahan titrasi (Day dan Underwood, 2002). Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dalam larutan akan terionisas i sebagian dimana warna yang terionisasi berbeda dengan warna yang tak terionisasi (Sumardjo, 1994).
Analisis volumetri merupakan suatu analisa untuk menentukan suatu volume larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Biasanya untuk mengukur volume larutan standar tersebut harus ditambahkan dengan melalui alat yang disebut buret. Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan yang ditentukan sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi (Lehninger, 1995). Reaksi
dalam
volumetri
dibedakan
menjadi
3: (1) Reaksi
netralisasi adalah suatu proses terbentuknya garam dari reaksi asam dan basa. Contoh reaksi: HCl + NaOH NaCl + H2O. (2) Reaksi pengendapan atau pembentukan senyawa kompleks. Reaksi meliputi pembentukan ion-ion kompleks atau pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan (Khoppar, 1990). Contoh reaksi: AgNO 3 + NaCl AgCl
+
NaNO3, KCN
+
AgNO3 K{Ag(CN)2}
+
KNO3, K{Ag(CN)2} + AgNO3 Ag{(CN)2} + KNO3. (3) Reaksi oksidasireduksi (redoks). Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara serentak, dimana jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama dengan elektron yang didapatkan pada reduksi, Contoh reaksi: 2FeCl 3 + SnCl2 2FeCl2 + SnCl4. (Surakiti, 1989). Analisa volumetri dapat dibedakan menjadi: 1.
Asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri: bila yang diketahui konsentrasi
asamnya.
Alkalimetri
adalah
apabila
konsentrasi basanya diketahui. 2.
Oksidimetri dibagi menjadi dua yaitu permanganametri dan kromatometri.
Permanganametri
sebagai
oksidatornya
adalah KMnO4. Reaksinya: MnO4- + 8H+ Mn2+ + 4H2O. Kromatometri
bila
kita
mamakai
oksidator
K 2Cr 2O7. Reaksinya: Cr 2O72- + 14H+ Cr. 3.
Kalorimetri adalah titrasi dengan iodium secara tidak langsung. Iodometri adalah titrasi dengan iodium secara langsung. Reaksinya: I 2 + 2S2O32- 2I- +S4O62- I2 + 2e-
-
-
2I I + e I .
Sifat Antihistamin
Sifat-sifat yang dimiliki antihistamin antara lain sebagai berikut :
Umumnya histamin seperti alkaloida mempunyai pH 8-11
Tidak larut dalam air, larut dalam asam encer dan alkalis
Identifikasi Antihistamin Secara Umum
Antihistamin dapat diidentifikasikan dengan beberapa cara :
Titik leleh, contoh titik leleh dari Difenhidramin berkisar 166 0 – 1670
Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :
Dengan H2SO4 pekat → semua memberikan warna, kecuali antistin dan chlortrimeton Beberapa warna yang dihasilkan adalah : 1. Multergan : Rosa 2. Phenergan : Rosa merah 3. Histaphen : Kuning tua 4. Avil
: Kuning
5. Neo-antergan: Merah 6. Neo-benodin : Kuning dengan bintik jingga 7. Benadryl
: Jingga + coklat + merah
8. Fenatiazin : merah + jingga + hijau Dengan HNO3 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan : 1. Histaphen : Kuning dengan bintik jingga 2. Antergan : Kuning 3. Neo-benodin : kekuningan 4. Avil : Kuning + gas Masing-masing zat + H2SO4 pekat/HCl pekat/HNO3 pekat -> berwarna + air -> berubah (kemungkinan alkaloid 80%), jika tetap kemungkinan alkaloid, tapi beberapa alkaloid juga bisa menyebabkan perubahan warna (tergantung posisi N). Perlu dilakukan reaksi pendukung lainnya. Mandelin
Pereaksi : NH – Vanadat % dalam air + H 2SO4 pekat
Frohde
Pereaksi : Larutan 1% NH 4 molibdat dalam H2SO4 pekat Beberapa warna yang dihasilkan : 1. Phenergan : Merah violet 2. Neo-antergan : Merah ungu 3. Neo-benodin : Kuning kenari 4. Multergan : Ungu 5. Histaphen : kuning dengan bintik coklat 6. Fenotiazin : Coklat hijau violet 7. Benadryl : Merah jingga Marquis
Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% – 1%) + H2SO4 pekat Beberapa warna yang dihasilkan : 1. Benadryl : ungu 2. Avil : Kekuningan 3. Multergen : Ungu 4. Antistin : lama lama akan berwarna ungu FeCl3 AgNO 3 Reaksi Kristal
Beberapa pereaksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : 1. AuCl3 2. PtCl3 3. Asam Pikrat 4. Asam Pikrolon 5. Garam Reinekat Proses kerja : zat dilarutkan dalam HCL 0,2 N kemudian ditambahkan pereaksi
→ endapan, dipanaskan dalam api kecil hingga larut,
dinginkan→ mengkristal
Pengecualian untuk pereaksi asam pikrat: pada gelas objek, zat
diberi air kemudian ditetesi asam pikrat, jangan ditambah HCl (dengan HCl, yang keluar adalah kristal asam pikrat sendiri Pengecualian untuk asam pikrolon : Tidak perlu dipanaskan dalam
api kecil Mayer (pada plat tetes)
Pereaksi : HgCl2 + lautan KI 5% + H2SO4 pekat Proses kerja : zat + HCl 0,2 N + pereaksi Contoh : Benadryl → ungu muda
Dragendorff Pereaksi : Larutan bismut nitrat basa dalam air/asam asetat glasial dengan KI dalam air Proses kerja : zat + peraksi
Reaksi Korek Api Proses kerja ada 2 cara : Batang korek api dicelupkan kedalam campuran (zat dalam HCl), lalu
dibasahi dengan HCl pekat, atau Batang korek api dibasahi dengan HCl pekat, keringkan lalu celupkan
kedalam campuran (zat dalam HCl) untuk penentuan amin aromatis primer (berwarna jingga). Contoh : avil → jingga a. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Difenhidramin Hcl Analisa kualitatif
Pengujian dilakukan pada sampel difenhidramin – HCl yang juga merupakan salah satu senyawa obat yang berkhasiat sebagai antihistaminikum.
Analisis
ditambahkan H2SO4 pekat menghasilkan warna
kualitatif dan
sampel
diencerkan
merah-coklat.
Dan
difenhidramin
dengan akuades juga
senyawa
difenhidramin HCl dapat dianalisis secara kualitatif menggunakan metode spektroskopi inframerah dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang dihasilkan pada spectrum inframerah.
Analisa Kuantitatif
Menganalisis senyawa difenhidramin hcl secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan instrument. Metode instrument yang digunakan
adalah
spektrofotometer
UV
dan
spektroskopi
inframerah. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat diketahui konsentrasi dan kadar difenhidramin hcl dalam sampel. Kadar senyawa difenhidramin HCl secara kuantitatif dengan
metode
spektrofotometri
UV
yaitu
pada
panjang
gelombang 258 nm. Konsentrasi sampel difenhidramin HCl adalah 89,73 ppm dengan persentase kadar yaitu 35,748%. b. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Klorofeniramin Maleat (CTM) Analisa kualitatif
Pengujian dilakukan pada sampel Klorofeniramin Maleat atau yang biasa dikenal sebagai CTM Analisis kualitatif sampel CTM pereaksi yang digunakan dalam analisis adalah larutan natrium hidroksida(NaOH) dan larutan kupri sulfat(CuSO4). Pada awalnya larutan ctm berwarna kuning setelah ditambahkan oleh pereaksi maka terjadi perubahan warna larutan menjadi larutan berwarna hijau tua. Perubahan warna larutan menjadi warna hijau tua merupakan reaksi khas yang terjadi apabila CTM direaksikan dengan larutan CuSO4.
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan
Antihistamin
adalah
zat-zat
yang
dapat
mengurangi
atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin (penghambatan saingan). Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas,
antihistamin
dan
sedatif.
Memiliki
sinonim
Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal. Sedangkan Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
3.2 Saran
Dengan mengetahui tentang Difenhidramin HCL dan Klorfeniramin maleat baik maka diharapkan penulis ataupun pembaca mampu memahami dan mampu mempelajari serta mengaplikasikannya dalam kehidupan seharisehari.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.1974.Ekstra
Farmakope Indonesia. Jakarta: PT
FARITEX Digregorio & Ruch, 1980; Moolenaar et al, 1981. Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Roman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Joyce jammes, Colin Baker, dkk. 2006. Prinsip - Prinsip Sains Untuk Keperawatan
( principles of science for nurses ): Jakarta
Keenan, Charles W, kleinfelter, dkk., 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta. Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga Universit y Press. Sumardjo, damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan program strata 1 Fakultas Bioeksata . Semarang. http://wiro pharmacy.blogspot.com/search?q=analisis+kualitatif.html. Diakses 30 Maret 2012.