16
i
MAKALAH BAHAN ANTIFERROMAGNETIK DAN APLIKASINYA
Dosen Pengampu : Dr. Risdiana, M.Eng
oleh
Faried Latief
140310130006
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih sayang kepada semua hamba-Nya dan dengan adanya keinginan yang kuat dan mendalam, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan hasil pencarian referensi dari berbagai sumber.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang dapat membangun.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat luas pada semuanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Batasan Masalah 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Bahan Antiferromagnetik 4
2.2 Struktur Bahan Antiferromagnetik 5
2.3 Temperatur Neel 6
2.4 Menghitung Suseptibilitas Dengan TN 8
2.5 Polycristaline antiferromagnetic 13
2.6 Difraksi Neutron 13
2.7 Menentukan Momen Magnetik Dengan Refleksi Neutron 15
2.8 Superexchange Pada Bahan Antiferomagnetik 17
2.9 Aplikasi Bahan Antiferomagnetik 19
BAB III KESIMPULAN 23
3.1 Kesimpulan 23
DAFTAR PUSTAKA 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Klasifikasi unsur berdasarkan sifat kemagnetannya. 1
Gambar 1.2 Perbedaan suseptibilitas dan momen dipol magnet pada setiap jenis bahan magnet. 2
Gambar 1.3 kurva suseptibilitas terhadap suhu berbagai sifat bahan magnet. 3
Gambar 2.1 Susunan momen dipol magnet serta kurva 1/χ vs TN. 4
Gambar 2.2 Kurva Magnetisasi Bahan Antiferomagnetik. 5
Gambar 2.3 Representasi skematik susunan antiparalel momen magnet untuk antiferomagnetik Mangan Oksida (MnO). 6
Gambar 2.4 Kondisi momen dipol magnet saat ada medan magnet luar pada Bahan Antiferomagnetik. 6
Gambar 2.5. Kebergantungan suhu dan suseptibilitas magnetik pada paramagnetik, feromagnetik, dan antiferomagnetik. 7
Gambar 2.6. Tabel kristal antiferromagnetik. 8
Gambar 2.7 Skema susunan spin – spin pada bahan antiferromagnetik yang dibagi menjadi sublattice A dan sublattice B. 9
Gambar 2.8 Grafik suseptibilitas terhadap suhu dan sketsa easy magnetization direction. 11
Gambar 2.9 Medan tegak lurus magnetisasi. 11
Gambar 2.10 Medan paralel terhadap magnetisasi 12
Gambar 2.11 Pola difraksi neutron dari MnO. 15
Gambar 2.12. Perputaran ion Mn2+ dalam MnO sebagaimana yang ditentukan oleh difraksi neutron. 16
Gambar 2.13. Urutan spin pada feromagnetik ( >0) dan antiferomagnetik ( <0). 17
Gambar 2.14 Peristiwa Kopling Bahan Antiferromagnetik. 18
Gambar 2.15. Hard disk, salah satu contoh aplikasi bahan antiferomagnetik. 20
Gambar 2.16 Skema dari partikel core-shell yang berisi inti feromagnetik Co dengan kulit antiferomagnetik CoO disekelilingnya. 21
Gambar 2.17 Exchange bias muncul ketika sistem FM/AFM didinginkan dalam medan magnet melalui suhu Néel antiferomagnetik. Lapisan atas adalah bahan feromagnetik, seperti Co dan lapisan bawah adalah bahan antiferomagnetik, seperti CoO. Arah panah menggambarkan momen magnetik pada ion logam transisi baik dalam ferro dan antiferromagnet. Lingkaran adalah anion, seperti oksigen. 21
Gambar 2.18 Skema loop histeresis pada sebuah sistem dengan pertukaran anisotropik. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Magnet merupakan suatu benda yang umumnya dapat menarik potongan besi, paku, peniti, dan berbagai benda lain yang terbuat dari besi. lempengan logam ini ternyata dikelilingi oleh sebuah efek seperti efek halo (lingkaran cahaya di sekeliling matahari atau bulan) yang dikenal dengan medan magnet. potongan besi atau benda-benda lain yang terbuat dari besi akan tertarik oleh magnet saat benda-benda tersebut berada di dekat medan magnet.
Seperti yang telah diketahui bersama dalam pembahasan mengenai solid state atau lebih dikenal sebagai zat padat, kita mengetahui adanya klasifikasi bahan berdasarkan sifat kemagnetannya.
Dan sifat kemagnetan ini dibagi menjadi beberapa bagian secara garis besar, yakni Diamagnetik (yang sebenarnya termasuk ke dalam material non magnetik), Paramagnetik, Ferromagnetik, Ferrimagnetik, dan Antiferromagnetik.
Gambar 1.1 Klasifikasi unsur berdasarkan sifat kemagnetannya.
Pada makalah ini akan difokuskan kepada satu pembahasan saja yakni mengenai bahan antiferromagnetik. Namun sebelumnya alangkah baiknya apabila diketahui secara umum terlebih dahulu mengenai perbedaan di setiap jenis bahan magnet.
Parameter umum yang dapat dilihat dalam membedakan klasifikasi bahan berdasarkan sifat kemagnetan ini adalah momen dipol magnetnya, serta suseptibilitasnya. Berikut ini diberikan perbedaan momen dipol magnetik dari berbagai bahan.
Gambar 1.2 Perbedaan suseptibilitas dan momen dipol magnet pada setiap jenis bahan magnet
Gambar 1.3 Kurva suseptibilitas terhadap suhu berbagai sifat bahan magnet.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan antiferromagnetik dan juga aplikasinya.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari makalah ini adalah pembahasan bahan magnet dengan jenis bahan antiferromagnetik dan aplikasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Antiferromagnetik
Bahan antiferromagnetik, yaitu bahan yang mempunyai susceptibilitas positif yang kecil pada segala suhu dengan perubahan susceptibilitas suhu karena keadaan khusus.
Gambar 2.1 Susunan momen dipol magnet serta kurva 1/χ vs TN.
Bahan antiferromagnetik pertama kali ditemukan pada tahun 1938 oleh Bizette, Squire, dan Tsai ketika bekerja menggunakan Mangan Oksida yang memiliki temperatur Curie dari 116 K hingga 120 K. Namun Neel dan Bitter telah mempresentasikan lebih awal mengenai bahan antiferromagnetik secara teoritis, dan Van Vleck pertama kali mendapatkan treament paling detail mengenai hal ini. Bahan yang menunjukkan sifat antiferromagnetik, momen magnetik atom atau molekul, biasanya terkait dengan spin elektron yang teratur dalam pola yang reguler dengan tetangga spin (pada sublattices berbeda) menunjuk ke arah yang berlawanan.
Hal ini seperti ferromagnetik dan ferrimagnetik, suatu bentuk dari keteraturan magnet. Umumnya, keteraturan antiferromagnetik berada pada suhu yang cukup rendah, menghilang pada dan diatas suhu tertentu. Suhu Neel adalah suhu yang menandai berubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik. Diatas suhu Neel bahan biasanya bersifat paramagnetik.
Gambar 2.2 Kurva Magnetisasi Bahan Antiferomagnetik
Pada T < TN, bahan antiferromagnetik membentuk suatu struktur domain-domain momen magnet, sehingga suseptibilitasnya bergantung pada sejajar atau tegak lurus medan magnet luar.
2.2 Struktur Bahan Antiferromagnetik
Bahan antiferromagnetik dapat digambarkan oleh struktur kristal dengan kisi-kisi yang diisi oleh dua jenis atom dengan momen magnet yang berlawanan arah (anti paralel). Jika tidak ada medan magnet luar, besarnya momen magnet yang anti-paralel akan seimbang sehingga magnetisasi total sama dengan nol (M=0). Berbagai senyawa oksida, sulfida dan klorida digolongkan dalam antiferomagnetik, termasuk diantaranya adalah nikel-oksida (NiO), fero-sulfida (FeS), MnF2, kobalt-klorida (CoCl2) serta MnO dll.
Gambar 2.3 Representasi skematik susunan antiparalel momen magnet untuk antiferomagnetik Mangan Oksida (MnO)
Gambar 2.4 Kondisi momen dipol magnet saat ada medan magnet luar pada Bahan Antiferomagnetik
Temperatur Neel
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa sifat antiferomagnetik ini terjadi pada suhu tertentu, yang disebut dengan Temperatur Neel, dimana sifat antiferromagnetik terjadi dibawah suhu Neel. Jika dipanaskan diatas temperatur kritis (Temperatur Néel, TN), bahan antiferromagnetik dan bahan ferrimagnetik akan berubah menjadi bahan paramagnetik. Bahan magnet jenis ini memiliki temperature curie yang rendah sekitar 37ºC untuk menjadi paramagnetik. Temperatur Néel ini analogis dengan temperatur Curie pada feromagnetik.
Bila diketahui berapa besar konstanta Curie pada suatu bahan antiferomagnetik, maka dapat diperkirakan besar temperatur Néel bahan dengan menggunakan pendekatan :
TN = µC (2.1)
dimana adalah sublattice tunggal. Konstanta Currie tersebut sendiri merupakan nilai properties material yang menggambarkan kebergantungan suseptibilitas magnetik dengan temperatur. Suseptibilitasnya tidak terbatas pada = , namun memiliki puncak yang lemah.
Gambar 2.5. Kebergantungan suhu dan suseptibilitas magnetik pada paramagnetik, feromagnetik, dan antiferomagnetik.
Gambar diatas menunjukkan bahwa setiap perhitungan suseptibilitas akan bergantung pada suatu konstanta Curie. Dibawah temperatur Néel, spin antiferomagnetik memiliki orientasi antiparalel, suseptibilitasnya maksimum pada temperatur Néel disini terlihat jelas dalam grafik terhadap . Suseptibilitas bahan antiferomagnetik dapat digambarkan dengan:
(2.2)
dengan
:Temperatur Néel paramagnetik
: Konstanta Curie
Jika dibandingkan dengan bahan feromagnetik, maka jelas bahwa < . Pada < , bahan antiferomagnetik membentuk suatu struktur domain-domain momen magnet, sehingga suseptibilitasnya bergantung pada sejajar atau tegak lurus medan magnet luar. Bahan antiferomagnetik yang mengalami cacat kristal akan mengalami medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti bahan paramagnetik tetapi harganya naik sampai dengan titik Curie kemudian turun lagi menurut hukum Curie-Weiss.
Dibawah ini adalah tabel kristal antiferromagnetik :
Gambar 2.6. Tabel kristal antiferromagnetik
2.4 Menghitung Suseptibilitas Dengan TN
Temperatur neel selain sebagai parameter apakah suatu bahan sudah bersifat antiferromagnetik atau bukan, ternyata temperatur ini juga berguna untuk menghitung suseptibilitas bahan antiferromagnetik.
Persamaan untuk mencari nilai suseptibilitas pada bahan feromagnetik yakni :
(2.3)
Gambar 2.7 Skema susunan spin – spin pada bahan antiferromagnetik yang dibagi menjadi sublattice A dan sublattice B
Berbeda dengan bahan feromagnetik, untuk antiferomagnetik konstanta Curie pada sublattice A dan B adalah sama nilainya ( = ), sehingga persamaan suseptibilitasnya menjadi:
(2.4)
Selain itu kita juga dapat menghitung nilai suseptibilitas antiferromagnetik dengan hubungan temperatur Currie paramagnetik yaitu
(2.5)
dengan
θ : Temperatur Curie Paramagnetik
1 : Konstanta medan molekular intrasublattice
2 : Konstanta medan molekular intersublattice
Dari (2.6)
Diperoleh informasi bahwa, = 2 . Nilai temperatur Curie θ
Konstanta medan molekular sublattice diperoleh dari magnetisasi dari tiap layer/sublattice, untuk kasus antiferomagnetik diketahui bahwa magnetisasi pada sublattice A sama dengan magnetisasi pada sublattice B.
" "=" "=1/2 (2.7)
= 9,274 x 10-24 A m2 atau (J/T)
Pada kenyataannya nilai dari temperatur Curie Paramagnetik tidak sama dengan temperatur Néel (θ T ).
=1/2 ( 1+ 2)
= ( 1 2)=1/2 ( 1 2) (2.8)
Pertama yang perlu kita ketahui yaitu 1>0 dan 2<0, dari pernyataan tersebut dengan mengamati kedua persamaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa θ 1).
Pada keadaan kristalin seringkali salah satu arah kristalografik ditemukan pada daerah yang momen magnetik atomiknya memiliki energi yang lebih rendah dari pada arah yang lainnya, yang sering kita sebut sebagai arah magnetisasi sederhana (easy magnetization direction).
Pada suhu Neel, suseptibilitas sejajar dan tegak lurus magnetisasi memiliki nilai sehingga suseptibilitas totalnya bernilai maksimum, seperti yang ditunjukkan kurva dibawah ini.
Gambar 2.8 Grafik suseptibilitas terhadap suhu dan sketsa easy magnetization direction.
Pada saat suhu Neel, nilai suseptibilitas bahan antiferromagnetik adalah maksimum karena suseptibilitas pada bahan antiferromagnetik bergantung pada arah sudut magnetisasi, terdapat dua arah orientasi suseptibilitas yang mungkin terjadi pada kristal bahan anti ferromagnetik yaitu :
Medan tegak lurus magnetisasi : Suseptibilitas bernilai konstan dibawah temperatur Neel.
Gambar 2.9 Medan tegak lurus magnetisasi.
Untuk yang arah medan aplikasinya tegak lurus terhadap easy magnetization direction, maka besar magnetisasi yang terjadi, yaitu:
=( + )sin =2 sin
2 sin = / 2
= = 1/ 2
=1/" 2" (2.9)
Namun bila medan aplikasi membentuk sudut α terhadap easy magnetization direction, maka besar magnetisasi yang terjadi menjadi:
= . = cos
= . = sin
= cos + sin = (cos )2+ (sin )2 (2.10)
Medan paralel terhadap magnetisasi : Suseptibilitas cenderung bernilai nol pada 0 K, karena pada 0 K subkisi secara sempurna tidak sejajar (anti-aligned), dan tidak adanya fluktuasi termal.
Gambar 2.10 Medan paralel terhadap magnetisasi
Suseptibilitas diperoleh dengan merata-ratakan semua kemungkinan orientasi.
(2.11)
2.5 Polycristaline antiferromagnetic
Pada polikristalin antiferomagnetik, nilai suseptibilitas tidak hanya bergantung pada arah medan aplikasi, tetapi juga temperatur bahan. Nilai suseptibilitas dengan medan aplikasi searah dan tegak lurus, sama dengan menggunakan perhitungan pada suseptibilitas yang kristalin.
= = pada =
=23 pada =0 (2.12)
2.6 Difraksi Neutron
Salah satu cara untuk menentukan momen magnetik secara klasik adalah dengan menggunakan refleksi neutron atau difraksi neutron. Difraksi neutron merupakan lenturan yang terjadi pada neutron yang dianggap sebagai gelombang dengan riak gelombang yang diberikan oleh rumus de broglie, gejala yang terkait dengan proses interferensi yang muncul bila neutron dihamburkan oleh atom didalam zat padat, zat cair atau gas, juga disebut pelenturan neutron. Proses ini memungkinkan suatu teknik untuk meneliti fenomena zat padat . prinsip kerjanya, Sumber proton ditembakkan pada atom berat, terjadi reaksi inti yang menghasilkan 20-30 neutron yang kemudian mengenai sampel.
Ada dua macam interaksi yang terjadi pada hamburan neutron oleh atom yaitu interaksi antara neutron dengan inti atom dan interaksi antara momen magnet elektron dengan momen magnet spin dan momen magnet orbital atom. Interaksi yang kedua ini telah memberikan informasi yang berharga mengenai bahan antiferomagnetik dan ferimagnetik. Interaksi neutron dengan inti atom memberikan pola difraksi yang berlawanan dengan hasil difraksi sinar X. Sinar X yang berinteraksi dengan elektron luar inti, tidak sesuai untuk menyelidiki unsur-unsur ringan (seperti hidrogen), sedangkan neutron menghasilkan pola difraksi atom-atom tersebut karena berinteraksi dengan inti. Interaksi neutron dengan materi yang mungkin terjadi adalah
Hamburan neutron elastis: memberikan dua tipe puncak difraksi.
Hamburan inkoheren: besarnya hamburan tergantung pada orientasi antara spin inti dengan spin neutron.
Hamburan neutron inelastis: hamburan koheren yang menghasilkan pola-pola difraksi dengan interferensi.
Neutron memiliki sifat-sifat yang menjadikannya sebagai "probe" yang ideal untuk menginvestigasi karakteristik bahan/material. Sifat-sifat tersebut adalah:
Netral (muatan listrik Q = 0). Konsensekuensinya, neutron memiliki daya tembus yang besar, tidak merusak materi yang dikenainya, dan dapat digunakan pada sampel-sampel dengan kondisi lingkungan yang "keras" (severe environments).
Neutron memiliki panjang gelombang (teorema dualisme partikel-gelombang de Broglie). Panjang gelombang neutron (termal) berorde sama dengan jarak antar atom. Konsenkuensinya, neutron dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal dan jarak antar bidang-bidang atom. Karena netral, maka neutron hanya berinterkasi dengan inti atom dan tidak terhalang oleh elektron-elektron atom. Dengan kata lain neutron dapat "melihat" inti atom. Konsekuensinya, neutron sensitif terhadap atom-atom ringan, mampu membedakan isotop-isotop suatu atom, dan dapat membedakan struktur molekul kompleks (menggunakan teknik variasi kontras).
Energi neutron termal berorde relatif sama dengan energi-energi eksitasi elementer pada zat padat. Konsekuensinya, neutron dapat digunakan untuk mempelajari dinamika atom/kisi - lattice dynamics (phonon) maupun dinamika molekul - molecular dynamics.
Neutron memiliki momen magnetik. Konsekuensinya, neutron dapat digunakan untuk mempelajari struktur magnetik mikroskopik dan fluktuasi magnetik.
Neutron memiliki spin. Konsekuensinya, berkas neutron dapat dipolarisir sehingga dapat digunakan untuk mempelajari struktur magnetik kompleks maupun dinamika magnetik (magnon).
2.7 Menentukan Momen Magnetik Dengan Refleksi Neutron
Salah satu cara untuk menentukan momen magnetik secara klasik adalah dengan menggunakan refleksi neutron, contohnya adalah MnO yang memiliki struktur seperti NaCl. Dengan cara ini akan diamati refleksi pancaran neutron yang terjadi pada setiap kisi dengan sudut hamburan tertentu. Dari informasi-informasi yang didapatkan, akan diperoleh besar konstanta kisi dan bentuk kisi dari bahan magnetik tersebut. Selain itu pula dapat dibuat grafik intensitas terhadap sudut hamburan dari setiap bidang kristal berdasarkan indeks millernya, seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.11 Pola difraksi neutron dari MnO.
Sebenarnya, dua perlakuan suhu yang diberikan salah satunya berada di bawah temperatur Néel dan satunya lagi di atas temperatur Néel. Neutron akan mengamati keadaan spin yang searah dan memberikan informasi sebagai besaran konstanta kisi dalam skala amstrong. Pada suhu 80 K dapat diklasifikasikan dengan hubungan unit sel berupa kubik dengan konstanta kisi sebesar 8,85 Å. Sedangkan pada suhu 293 K refleksi memberi informasi bahwa unit sel berbentuk fcc dengan konstanta kisi sebesar 4,43 Å.
Tetapi dengan X-ray, baik pada suhu 80 K dan 293 K diperoleh konstanta kisi yang sama yaitu 4,43 Å. Sebagai kesimpulannya parameter kisi unit cell sebenarnya bernilai 4,43 Å, tetapi pada suhu 80 K, ion Mn2+ tersusun secara nonferomagnetik. Bila tersusun secara feromagnetik seharusnya terjadi nilai refleksi yang sama.
Gambar 2.12. Perputaran ion Mn2+ dalam MnO sebagaimana yang ditentukan oleh difraksi neutron.
Dari gambar di atas dapat diperhatikan bahwa spin pada single plane [111] adalah paralel, tetapi yang bersebelahan dengan daerah single plane tersebut adalah antiparalel. Susunan spin tetap dengan hasil difraksi neutron dan dengan pengukuran magnetik. Oleh karena itu bahan MnO merupakan antiferomagnetik. Spin antiferomagnetik akan tersusun antiparalel dengan momen magnet total bernilai nol pada suhu di bawah temperatur Néel.
Gambar 2.13. Urutan spin pada feromagnetik ( >0) dan antiferomagnetik ( <0).
2.8 Superexchange Pada Bahan Antiferomagnetik
Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara atom – atom atau ion ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Berikut ini adalah peristiwa kopling pada bahan antiferromagnetik. Contohnya pada senyawa MnO. Ikatan pada MnO merupakan ikatan ionik, Ion Mn2+ berisi lima elektron 3d, Ion-ion O2- memiliki kulit elektron yang terisi, hibridisasi hanya dapat ditempati oleh donor elektron dari ion O2- kedalam orbital yang kosong dari ion Mn2+.. Maka, karena semua orbital Mn berisi sebuah elektron spin-up, ikatan hanya terjadi jika oksigen terdekatnya mendonorkan elektron spin-downnya.
Gambar 2.14 Peristiwa Kopling Bahan Antiferromagnetik.
Gabungan momen magnetik antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan dalam suatu golongan bahan tertentu akan menghasilkan pensejajaran anti paralel. Gejala ini disebut anti-feromagnetik. Sifat tersebut antara lain terdapat pada MnO, bahan keramik yang bersifat ionik yang memiliki ion-ion Mn2+ dan O2-. Tidak ada momen magnetik netto yang dihasilkan oleh ion O2-, hal ini disebabkan karena adanya aksi saling menghilangkan total pada kedua momen spin dan orbital.
Tetapi ion Mn2+ memiliki momen magnetik netto yang terutama berasal dari gerak spin. Ion-ion Mn2+ ini tersusun dalam struktur kristal sedemikian rupa sehingga momen dari ion yang berdekatan adalah antiparalel.
Karena momen-momen magnetik yang berlawanan tersebut saling menghilangkan, bahan MnO secara keseluruhan tidak memiliki momen magnetik.
2.9 Aplikasi Bahan Antiferomagnetik
Bahan antiferromagnetik Kromium (Cr)
Digunakan untuk mengeraskan baja, untuk pembuatan stainless steel, dan untuk membentuk paduan
Digunakan dalam plating untuk menghasilkan permukaan yang indah dan keras, serta untuk mencegah korosi.
Digunakan untuk memberi warna hijau pada kaca zamrud.
Digunakan sebagai katalis. seperti K2Cr2O7 merupakan agen oksidasi dan digunakan dalam analisis kuantitatif dan juga dalam penyamakan kulit
Merupakan suatu pigmen, khususnya krom kuning
Media Pengimpanan Magnetik
Penyimpanan magnetik bergantung pada orientasi balikan/putaran spin dalam bahan magnetik, dan ini bergantung pada batas – batas bahan. Namun para peneliti telah menunjukkan bahwa merek dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan magnetik untuk mempercepat kecepatan tulis, meskipun perubahan dalam orientasi magnetik mengambil jumlah waktu yang sama. Pada umumnya, teknologi hard drive berdasarkan pembalikan orientasi pada bahan magnet. Ketika medan aplikasi diberikan pada bahan magnet, maka spin elektron akan mulai berputar. Kecepatan presesi dan waktu yang dibutuhkan untuk flip spin elektron sebanding dengan kekuatan medan magnet. Medan aplikasi yang lebih besar menyebabkan spin lebih cepat berputar untuk presesi. Namun demikian, medan aplikasi yang terlalu besar dapat merusak keteraturan spin magnet (merusak magnet).
Seperti yang telah diketahui, bahan antiferromagnetik memiliki dua kelompok atom (spin). Spin – spin tersebut memiliki besar yang sama tetapi memiliki arah yang berbeda. Putaran/getaran spin pada antiferromagnetik berperilaku seperti memiliki inersia, yang berarti walaupun medan aplikasi tidak ada lagi, spin masih tetap berosilasi dan berputar. Dinamika material dapat diamati dengan memvariasikan waktu antara pulsa magnetik dan pengukuran pulsa. Flip spin memerlukan waktu beberapa picosecond, sedangkan spin terus berosilasi di sekitar orientasi baru untuk sekitar 100 picoseconds ketika medan aplikasi dihilangkan. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah diamati pada ferromagnets dan hanya bisa terjadi jika spin memiliki semacam inersia dan waktu yang diperlukan untuk spin melakukan flip. Kelebihan ini menyebabkan medan magnet aplikasi hanya perlu diberikan untuk 100 femtosekon pertama yang akan menyebabkan kecepatan menulis bisa jauh lebih cepat.
Gambar 2.15. Hard disk, salah satu contoh aplikasi bahan antiferomagnetik
Katup Spin
Salah satu kegunaan bahan antiferomagnetik adalah katup spin (spin value), karena adanya fenomena yang dinamakan pertukaran anisotropik (exchange anisotrophy) atau kopling exchange-bias. Exchange anisotrophy pertama kali diteliti lebih dari 50 tahun yang lalu dalam sebuah partikel singgel dominan (berdiameter 100 – 1000 A) Co (bahan feromagnetik) yang dilapisi dengan antiferomagnetik CoO. Sampel Co atau CoO tersebut didinginkan pada medan nol dan memiliki histeresis tergeser (shifted hysteresis loop). Secara keseluruhan, koersivitas dinaikkan dan dibandingkan dengan sampel zero fieldcooled dan magnitudenya berbeda untuk medan yang dinaikan dan diturunkan. Perbedaan koersivitas dari medan maju dan balik diaplikasikan pada sistem exchange-bias yang digunakan pada aplikasi katup-spin (spin-value) modern untuk meletakan arah magnetisasi dari lapisan feromagnetik. Lapisan yang diletakan tersebut dikopling kepada lapisan feromagnetik kedua yang dapat merubah orientasi magnetisasinya dalam respon terhadap medan luar. Resistansi dari devais bernilai kecil jika lapisan feromagneik disejajarkan pada arah yang sama dan bernilai tinggi jika mereka disejajarkan pada arah berlawanan. Oleh karena itu, devais tersebut dapat digunakan sebagai sensor medan magnetik sensitif atau aplikasi media penyimpanan.
Gambar 2.16 Skema dari partikel core-shell yang berisi inti feromagnetik Co dengan kulit antiferomagnetik CoO disekelilingnya.
Gambar 2.17 Exchange bias muncul ketika sistem FM/AFM didinginkan dalam medan magnet melalui suhu Néel antiferomagnetik. Lapisan atas adalah bahan feromagnetik, seperti Co dan lapisan bawah adalah bahan antiferomagnetik, seperti CoO. Arah panah menggambarkan momen magnetik pada ion logam transisi baik dalam ferro dan antiferromagnet. Lingkaran adalah anion, seperti oksigen.
Gambar 2.18 Skema loop histeresis pada sebuah sistem dengan pertukaran anisotropik
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa bahan antiferromagnetik yang mempunyai susceptibilitas positif yang kecil pada segala suhu dengan perubahan susceptibilitas suhu karena keadaan khusus. Bahan antiferromagnetik dapat digambarkan oleh struktur kristal dengan kisi-kisi yang diisi oleh dua jenis atom dengan momen magnet yang berlawanan arah (anti paralel). Temperatur neel selain sebagai parameter apakah suatu bahan sudah bersifat antiferromagnetik atau bukan, ternyata temperatur ini juga berguna untuk menghitung suseptibilitas bahan antiferromagnetik.
Salah satu cara untuk menentukan momen magnetik secara klasik adalah dengan menggunakan refleksi neutron, contohnya adalah MnO yang memiliki struktur seperti NaCl. Dengan cara ini akan diamati refleksi pancaran neutron yang terjadi pada setiap kisi dengan sudut hamburan tertentu. Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik diantara atom – atom atau ion ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Berikut ini adalah peristiwa kopling pada bahan antiferromagnetik.
Beberapa aplikasi dari bahan antiferromagnetik yaitu, digunakan untuk mengeraskan baja, untuk pembuatan stainless steel, digunakan dalam plating untuk menghasilkan permukaan yang indah dan keras, serta untuk mencegah korosi, dan juga digunakan pada media penyimpanan magnetik.
DAFTAR PUSTAKA
Nicola A Spaldin.2010. Magnetic Materials Fundamental and Applications 2nd Edition. Cambrige : Cambridge University Press.
Risdiana.2012.Buku Diktat Bahan Magnet dan Superkonduktor.Bandung : Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran.
Callister, William D. 2010. Materials Science and Engineering An Introduction Eight Edition. New York : John Wiley & Sons Inc.
Kittel, Charles. 2005. Introduction to Solid State Physics Eighth Edition. New York : John Wiley & Sons Inc.