Makalah Hakikat Agama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam hidup bermasyarakat banyak kita mengenal agama. Di Indonesia saja ada 5 agama yang kita kenal. Agama merupakan hak asasi yang dimiliki oleh diri setiap individu yang diatur dalam undang- undang yang ada di Negara. 1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyu penyusunan sunan makalah ini penul penulis is menco mencoba ba mengi mengidenti dentifikasi fikasi bebera beberapa pa pertan pertanyaan yaan yang akan dijadikan bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Diantaranya yaitu : 1. Apa- apa saja pengertian agama dan unsur- unsure pokoknya 2. Apa- apa saja klasifikasi agama 3. Apa- apa itu islam rahmatan lil’alamin 1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama, juga bertujuan antara lain : 1. Mengetahui apa pengertian agama dan unsur- unsur pokok yang terdapat di dalam agama Islam 2. Mengetahui apa- apa saja klasifikasi agama dan 3. Mengetahui islam sebagai rahmatan lil’alamin 1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat Makalah bermanfaat agar kita bisa menge mengetahui tahui apa- apa saja lingkup dalam agama Islam yang mencakup apa itu pengertian agama, unsur pokok dalam agama, klasifikasi agama dan agama islam sebagai rahmatan lil’alamin.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Agama menurut Kamus Kamus Besar Besar Bahasa Bahasa Indone Indonesia sia adalah adalah sistem sistem atau atau prinsi prinsip p kepercayaan kepada Tuhan, Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata Kata "aga "agama ma"" bera berasa sall dari dari baha bahasa sa Sansekerta āgama āgama yang berarti berarti "tradisi". "tradisi". Seda Sedang ngka kan n kata kata lain lain untu untuk k meny menyat atak akan an kons konsep ep ini ini adal adalah ah religi yang yang berasa berasall dari bahasa bahasa Latin religio religio dan berakar berakar pada kata kerja re-ligare re-ligare yang berarti berarti "mengikat "mengikat kembali". Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat diri nya kepada Tuhan. Tuhan.
Sedangkan kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah. Ia menurunkan agama agar manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang telah mengasihinya. Dan masih banyak lagi pandangan tentang agama, misalnya:
1. Agama ialah [sikon manusia yang] percaya adanya TUHAN, dewa, Ilahi; dan manusia yang percaya tersebut, menyembah serta berbhakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut 2. Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu Yang Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta; cara-cara tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang menganutnya atau penganutnya 3. Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya. Hukumhukum TUHAN tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya; utusanutusan itu adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh TUHAN sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta hukum-hukum keagamaan diturunkan TUHAN [kepada manusia] untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi [yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia] upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi. Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama. 2.2 Pembahasan Masalah 1. Pengertian Agama
Pengertian agama islam dapat kita lihat melalui dua aspek yaitu aspek kebahasaan dan peristilahan. Dari segi kebahasaan islam bersal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yaitu selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya dilanjutkan ke kata aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh dan taat kepada ALLAH adalah orang muslim. Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, dan taat dan berserah diri kepada ALLAH S.W.T dalam mencari keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat. Adapun dari segi istilah banyak para ahli yang mengatakan salah satunya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa islam menurut istilah ( islam sebagai agama ) adalah agama yang ajaran- ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad S.A.W sebagai rasul. Islam pada hakikatnya mengajarkan banyak aspek bukan hanya dari satu aspek saja. Sementara Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa agama islam adalah agama perdamaian dua ajaran pokoknya yaitu Keesaan ALLAH dan kesatuan dan persatuan umat manusia yang menjadi bukti bahwa agama islam selaras dengan namanya. 2. Unsur- unsur dalam agama
Setiap agama pada dasarnya terdiri dari empat unsur, yaitu:
1. 2. 3. 4.
Ajaran (= teori; konsep) sebagai sisi gaib Iman sebagai interaksi antara pelaku dan konsep, Ritus (= upacara) sebagai sistem lambang, dan Praktik ( = amal) sebagai perwujudan konsep dalam segala segi kehidupan individu dan masyarakat. Dalam dïnul-islãm (‘agama Islam’) keempat unsur itu terungkap melalui Hadis Jibril, yang mencakup butir-butir di bawah ini. 1. Ajaran Allah sebagai konsep hidup Dalam dialog tentang iman, Rasulullah menegaskan tentang masalah terpenting dari dïnul-islãm, yaitu adanya interaksi antara seorang mu’min dengan ajaran Allah, yang disampaikan (diajarkan) melalui malaikat-malaikatNya, dalam bentuk kitab-kitab, yang diterima rasul-rasulNya, untuk mencapai tujuan akhir (kehidupan yang baik di dunia dan akhirat), dengan menjadikan ajaran Allah sebagai qadar (ukuran; standard ; teori nilai) baik buruk menurutNya. Ajaran Allah yang dimaksud adalah Al-Qurãn. Al-Qurãn sebagai qadr atautaqdïr adalah sisi gaib (abstract level ) dari dïnul-islãm, yang merupakan “teori nilai” untuk menentukan baik buruknya segala sesuatu menurut pandangan Allah. 2. Îmãn sebagai interaksi Iman pada hakikatnya adalah interaksi (aksi timbal balik) antara Allah sebagai pemberi konsep hidup dengan si mu’min yang menyambut da’wah (ajakan; tawaran) Allah melalui rasulNya. Selanjutnya, interaksi itu berlangsung intensif melalui penghayatan si mu’min terhadap Al-Qurãn, sehingga Al-Qurãn menjadi satu-satunya konsep hidup yang tumbuh subur dalam ‘organ kesadaran’ ( al-qalbu) si mu’min, yang selanjut meledak dan membanjir keluar melalui indra pengucapan ( al-lisãnu), dan akhirnya menjelma menjadi berbagai bentuk tindakan dan kretifitas (al-‘amalu). Tepat seperti dinyatakan Rasulullah, misalnya dalam hadis riwayat Ibnu Majah: . 3. Ritus sebagai sistem lambang Dalam dïnul-islãm ada sejumlah ritus yang dalam Hadis Jibril disebut dengan nama Al Islãm pula, yaitu: 1. Syahãdah sebagai sumpah setia (bay’ah) . Pada masa Rasulullah jelas bahwa syahadat ( syahãdah) adalah sebuah ‘upacara’ (ritus) untuk menyatakan sumpah setia seseorang terhadap dïnul-islãm, alias untuk meresmikan rekrutmen seseorang atau sejumlah orang sebagai anggota bun-yãnul-islãm (organisasi Islam). 2. Shalat sebaga sarana pembatinan nilai-nilai Al-Qurãn, sekaligus pembinaan jama’ah/korp Islam. Orang-orang yang menyatakan diri (bersyahadat) sebagai anggota organisasi Islam tentu harus memahami dan menghayati konsep organisasinya, yakni Al-Qurãn. Hal itu dilakukan melalui shalat, yang bacaan pokoknya adalah surat Al-Fãtihah ( ummul-qurãn) ditambah dengan surat-surat lain yang terus dipelajarinya. Selain itu, melalui shalat jama’ah, mereka juga belajar untuk membangun sebuah jama’ah atau korp yang rapi dan kompak. 3. Zakat sebagai sistem ekonomi. Zakat, mulai dari zakat harta sampai zakat fitrah, pada hakikatnya melambangkan kesediaan setiap mu’min yang mampu untuk mendanai organisasi dan memperkuat jama’ah. Lebih lanjut, setelah organisasi menjelma menjadi sebuah sistem