MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PPOK
Di susun oleh :
Achyat Nurqoriah Wijayani / 12.001
Afifah Dyah Wulan Pratiwi / 12.003
Aini Yuniawati / 12.005
Akhmad Priyantono / 12.007
Ali Fuadi / 12.009
Anik Eliyati / 12.011
Ardans Yudha Irawan / 12.013
Arif Kurniawati / 12.015
Arun Prastio / 12.017
Chonid Ulviana Mualifah / 12.019
AKADEMI KEPERAWATAN KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG
2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 29 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
GASTRITIS
Definisi Gastritis 4
Etiologi 5
Manifestasi klinis 5
Patofisiologi 6
Komplikasi 7
Pemeriksaan Penunjang 7
Penataklaksanaan 8
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddart, 2002)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. (Mansunegoro, 1992)
KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddart, 2002)
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddart, 2002)
Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddart, 2002)
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddart, 2002)
Etiologi
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab utama timbulnya 80-90% kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita PPOK.
Manifestasi Klinis
Batuk yang sangat produktif, puruken dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin atau infeksi
Sesak nafas dan dipsnea
Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
Hipoksia dan hiperkapnea
Takipnea
Dipsnea yang menetap (corwin, 2000)
Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
Komplikasi
Penatalaksanaan
PATHWAY
Hipertensi pulmonalKompensasi kardiovaskularFaktor predisposisiEdema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolusMetabolisme anaerobUdara terperangkap dalam alveolusObstruksi bronkiolus awal fase ekspirasiDefisit energiProduksi ATP menurunGangguan metabolisme jaringanSuplai O2 jaringan rendahPaO2 rendah PaCO2 tinggiLelah, lemahSesak napas, napas pendekGangguan pertukaran gasRisiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhPola napas tidak efektifGagal jantung kananInsufisiensi/gagal napasKurang perawatan diriIntoleransi aktivitasGangguan pola tidurBersihan jalan napas tidak efektifHipoksemia
Hipertensi pulmonal
Kompensasi kardiovaskular
Faktor predisposisi
Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus
Metabolisme anaerob
Udara terperangkap dalam alveolus
Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi
Defisit energi
Produksi ATP menurun
Gangguan metabolisme jaringan
Suplai O2 jaringan rendah
PaO2 rendah PaCO2 tinggi
Lelah, lemah
Sesak napas, napas pendek
Gangguan pertukaran gas
Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pola napas tidak efektif
Gagal jantung kanan
Insufisiensi/gagal napas
Kurang perawatan diri
Intoleransi aktivitas
Gangguan pola tidur
Bersihan jalan napas tidak efektif
Hipoksemia
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.(5)
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.(5)
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.
Komplikasi
Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang daapt terjadi termasuk: Gagal/insufisiensi pernapasan
Hipoksemia
Atelektasis
Pneumonia
Pneumotoraks
Hipertensi paru
Gagal jantung kanan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
Pantau pemberian oksigen.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Auskultasi bunyi usus
Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
Defsit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.
Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
Tingkatkan harga diri klien.
Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi
Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi keperawatan:
Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
10