Makalah Kondisi dan Permasalahan Listrik di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Listrik merupakan suatu kebutuhan penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, dimana pada yang zaman modern ini sudah banyak alat pendukung kehidupan manusia yang membutuhkan tenaga listrik untuk mengoperasikannya, seperti lampu, mesin cuci, mesin pompa air, televisi, radio, komputer dan perangkat elektronik lainnya. Listrik telah menjadi kebutuhan yang mendasar untuk berbagai aktifitas manusia, yang kemudian digunakan untuk beragam fungsi kedepannya. Listrik menjadikan manusia ketergantungan akan keberadaannya, tidak dapat dipungkiri bahwa listrik merupakan tenaga yang dibutuhkan manusia dalam segala hal yang mendukung aktifitas manusia. Adapun akhirnya peran dari pemerintah dalam penyediaan listrik bagi masyarakat luas. Tidak heran jika pemerintah menguasai kepentingan listrik dalam bentuk badan usaha milik negara untuk dapat mengaturnya dengan baik untuk kepentingan bersama agar tidak terjadi monopoli dalam kepentingan ini. Suatu perusahaan besar sebagai penyedia listrik untuk masyarakat adalah PT. PLN, dimana perusahaan listrik milik negara ini telah banyak memberikan kontribusi yang besar dalam memasok kebutuhan listrik untuk masyarakat. Selaku perusahaan milik negara yang menangani masalah kepentingan listrik di Indonesia, yang memberikan jumlah pasokan listrik kepada masyarakat dalam jumlah yang sangat besar. Tentunya PT. PLN memberikan pelayanan sebagai upaya pasti dalam memberikan public service yang maksimal untuk kepentingan dan kemajuan bangsa. Masyarakat sebagai konsumen yang seakan merasa “ketergantungan” akan kebutuhan listrik memang tidak memiliki banyak pilihan dalam pemenuhan kebutuhan listrik selain PT. PLN. PT. PLN menyadari kebutuhan listrik masyarakat yang semakin ketergantungan akan adanya tenaga listrik, dengan terus melakukan berbagai kajian untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan menawarkan berbagai program layanan. Seiring berjalannya waktu dan
untuk mengembangkan pelayanan suatu perusahaan, maka dibuatlah suatu inovasi demi mempertahankan eksistensi dan juga untuk kemajuan serta pengembangan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk inovasi yang diciptakan oleh PT. PLN adalah dengan mengeluarkan program listrik prabayar. Program listrik prabayar ini telah dikeluarkan sejak tahun 2008, salah satu alasan selain untuk meningkatkan pelayanan, dibuatnya program listrik prabayar ini diantaranya adalah, kejadian salah baca meter, tagihan yang tidak menentu, tunggakan rekening, dan salah pemutusan. Yang menderita juga bukan hanya masyarakat, tapi PLN pun ikut merugi. Sebagai pembelajaran dari hal itu maka diluncurkanlah Listrik Prabayar, maka dengan program ini masyarakat diajak agar lebih menghargai akan keberadaan tenaga listrik dan lebih bijak dalam penggunaan listrik. Penggunaan listrik yang cenderung terlewatkan oleh para konsumennya yang notabene adalah masyarakat luas, sehingga penggunaan listrik terkadang memakan biaya yang tidak sedikit untuk konsumsi rumah ataupun usaha.
B. RUMUSAN MASALAH Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa pengertian Listrik secara umum ? 2. Apa saja penyebab terjadinya krisis listrik ? 3. Bagaimana kondisi listrik saat ini ? 4. Apa saja upaya yang telah dilakukan PT. PLN selama ini ? 5. Bagaimana solusi yang baik agar tidak terjadi lagi krisis listrik ?
C. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan yang akan didapat dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui pengertian Listrik secara umum. 2. Dapat mengetahui keadaan listrik saat ini. 3. Dapat mengetahui apa saja yang menjadi penyebab terjadinya krisis listrik di Indonesia. 4. Dapat mengetahui upaya yang telah dilakukan oleh PT. PLN selama ini. 5. Dapat mengetahui solusi-solusi yang baik agar tidak terjadi lagi krisis listrik di Indonesia.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN UMUM Listrik adalah merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan ataupun melalui sebuah proses kimia dimana hasil dari proses kimia tersebut bisa digunakan untuk kemudian menghasilkan panas, cahaya, atau bahkan bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan sebuah mesin. Ada banyak hal dan kata yang berkaitan dengan listrik itu sendiri. Dimana semua hal yang berkaitan dengan listrik sudah pasti turut memanfaatkan energi dari listrik itu sendiri. Masalah kelistrikan menjadi salah satu isu yang banyak diperbincangkan dewasa ini. Terjadinya pemadaman listrik secara bergilir, naiknya harga berlangganan listrik, dan usaha untuk mencari sumber listrik baru adalah isu sentral yang menjadi pusat perhatian banyak pihak. Namun, masalah mendasar dari pengelolaan kelistrikan seolah tertutup oleh isu hangat yang belakangan muncul sebagaimana disebutkan di atas. Sudah bukan rahasia lagi bahwa perusahaan yang mengelola kelistrikan selalu mengalami kerugian. Mari kita tinjau kembali struktur umum pengelolaan kelistrikan. Dalam sistem kelistrikan paling tidak terdapat tiga fungsi umum atau subsistem, yaitu subsistem pembangkitan, subsistem transmisi, subsistem distribusi. Tiap-tiap subsistem ini memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda tapi saling berhubungan. Selanjutnya akan dibahas masing-masing subsistem tersebut. Subsistem
pembangkitan
memiliki
fungsi
memproduksi
(membuat)
atau
membangkitkan listrik. Subsistem ini pada dasarnya adalah sebuah pabrik yang memproduksi listrik tetapi karena listrik bukanlah suatu benda yang dapat dilihat maka istilah memproduksi lebih tepat dinyatakan dengan pembangkitan listrik. Listrik dapat dihasilkan dari berbagai macam cara, menggunakan air disebut PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), menggunakan uap air disebut PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), dan lain-lain. Subsistem pembangkitan biasanya terletak di tempat-tempat listrik itu dihasilkan. PLTA terletak di bendungan atau waduk, PLTU terletak di dekat sumber panas bumi penghasil
uap, dan seterusnya. Listrik yang dihasilkan tidak bias disimpan atau ditampung dulu, tetapi harus langsung dialirkan ke tempat dimana listrik itu akan dipakai. Jadi, tidak ada gudang penyimpanan listrik atau tendon penyimpanan listrik. Inilah salah satu karakteristik dari listrik dipandang dari segi produksi. Karena listrik tidak dappat disimpan, maka listrik itu harus terus dialirkan dari subsistem pembangkitan ke tempat listrik itu akan dipakai. Di sinilah peran subsistem transmisi. Subsistem ini berfungsi mengalirkan listrik ke tempat-tempat di mana listrik akan digunakan. Lagi pula tempat pembangkitan listrik biasanya jauh sehingga diperlukan cara agar listrik bias dialirkan ke tempat lain. Maka kita sering melihat kabel-kabel listrik membentuk saluran listrik tegangan tinggi yang membentang dari satu tempat ke tempat lain itulah yang digolongkan sebagai subsistem transmisi. Sebelum listrik sampai ke pemakai, saluran listrik tegangan tinggi yang dialirkan dari subsistem pembangkit perlu dibagi ke beberapa pemakai. Subsistem yang menjalankan fungsi ini disebut subsistem distribusi. Pada tahap ini listrik dibagi-bagi dengan tegangan tertentu ke sejumlah pemakai, baik pemakai rumah tangga maupun pemakai industry. Kita sering melihat gardu-gardu listrik yang tersebar di beberapa tempat, di sinilah listrik itu didistribusikan. Pada gardu-gardu terdapat trafo yang berfungsi menaikkan atau menurunkan tegangan ke tegangan yang sesuai. Kita juga sering mendengar pemadaman listrik di suatu daerah dihubungkan dengan kejadian disuatu gardu, karena memang di gardu inilah pusat penyaluran listrik di daerah tersebut. Proses perhitungan biaya listrik yang dipakai oleh pemakai, kerugian akibat pencurian listrik dan segala macam masalah yang berkaitan langsung dengan pemakai listrik termasuk ke dalam subsistem distribusi. Pengelolaan system kelistrikan di Indonesia yang meliputi tiga fungsi sebagaimana dijelaskan di atas dilakukan oleh operator tunggal sekaligus sebuah badan usaha milik Negara (BUMN), yaitu PLN.
BAB III ISI
A. MASALAH Rasio elektrifikasi yang baru mencapai angka sekitar 50 % untuk mencapai 60 % di tahun 2009/2010, banyaknya permintaan listrik untuk industri dan masyarakat merupakan faktor utama yang menyababkan tingginya permintaan akan tenaga listrik di masyarakat, dan terakhir ini terjadinya krisis listrik dibeberapa daerah Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini tercermin pada tingginya kenaikan beban listrik, yaitu sekitar 14-16 % pada 5 tahun terakhir, dan diperkirakan untuk 5 tahun yang akan datang dengan pertumbuhan kebutuhan listrik mencapai 7,1 % per tahun. Untuk menghadapi masalah ini, PLN sebagai perusahaan tunggal penyalur tenaga listrik di Indonesia, harus membangun instalasi yang mampu melayani kebutuhan listrik masyarakat. Kendala yang dihadapi dalam mengatasi masalah tersebut terutama adalah Dana dan Sumber Daya Manusia. Sebagai pemegang kuasa usaha kelistrikan (PKUK), PLN mempunyai tugas utama membangkitkan, menyalurkan, dan mendistribusikan tenaga listrik pada masyarakat. Dalam perjalanannya, perkembangan kondisi kelistrikan Indonesia saat ini hanya mempunyai kemampuan total kapasitas pembangkit sebesar 29.083 MW dengan jaringan interkoneksi hanya terbangun di daerah Jawa – Madura – Bali dan pulau Sumatera dengan jumlah 7 sistem interkoneksi terpasang dan lebih dari 600 sistem yang masih ter-isolate/terpisah di daerah lainnya Indonesia. Dengan pertimbangan aset PLN pada tahun 2006 dengan jumlah pegawai 45.878 dan jumlah kapasitas pelanggan sebanyak 33,1 Juta pelanggan. Akan diikuti dengan pertumbuhan kebutuhan listrik yang diperkirakan mencapai angka 7,1 % per tahun. Selain kendala dan tantangan peningkatan instalasi jaringan dan pembangkit di seluruh Indonesia baik menyangkut consensus elektrifikasi di kota maupun pelosok desa, tantangan penyediaan listrik terkait dengan krisis listrik di beberapa daerah Indonesia. Tiga hal yang yang dapat dipaparkan disini, yaitu : 1. Terdapat mismatch keberadaan sumber daya listrik dengan sebaran penduduk yang hampir 80 % tinggal dinpulau jawa. 2. Penggunaan energi primer untuk pembangkitan saat ini masih mengandalkan BBM yang kondesi potensi energinya semakin menipis, sedangkan cadangan batubara dan energy primer lainnya di beberapa daerah cukup melimpah.
3. Keterbatasan dana investasi pemerintah untuk sector ketenagalistrikan dalam membangun tambahan pembangkit, sarana transmisi dan distribusi, yang mana rata-rata sarana dan penyediaan tenaga listrik ini masih didominasi PLTD. Sedangkan proyeksi laju pertumbuhan beban listrik di Indonesia hingga tahun 2020, PLN harus membangun instalasi baru sebagai berikut : Dipergunakan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 41 GW, yang tediri atas 39 GW pembangkit baru dan 2 GW pengganti pembangkit pembangkit retired. Kapasitas total pembangkit menjadi 77 GW. Saluran Transmisi 29.000 kms Gardu Induk 79 GVA Gardu Induk Distribusi 49 GVA Jaringan Transmisi Menengah 202.000 kms Jaringan Transmisi Rendah 289.000 kms Dengan pembangunan instalasi ini berkembang seiring dengan peningkatan pertumbuhan beban yang diperkirakan mengalami kenaikan mencapai 7,1 % setiap tahunnya dari 33,1 juta pelanggan. Upaya program percepatan yang dicanangkan dalam mengelola energi listrik primer Indonesia, juga jaminan ketersediaan pasokan listrik Indonesia. Program percepatan diversifikasi energi, khususnya batubara untuk pembangkit listrik menjadi alternatif yang sangat rasional dan menjawab kebutuhan dan tantangan energi Indonesia kedepan. Hal ini akan diimplementasikan dengan pembangunan kapasitas pembangkit dengan total kapasitas pembangkit sebesar 10.000 MW pada tahun 2009. Yang tersebar di Jawa – Madura – Bali sebesar 6.900 MW dan di luar Jawa – Madura – Bali sebesar 3.900 MW.
B. PEMBAHASAN Berdasarkan road maping kelistrikan Indonesia target hingga tahun 2009/2010 ini adalah: 1. Pasokan kritis listrik diupayakan dibawah 30 %, 2. Komposisi penggunaan BBM ditekan hanya sebesar 17 %, 3. Rasio elektrifikasi mencapai 60 %, 4. Desa berlistrik mencapai 91 %,
5. Konsumsi listrik per kapita meningkat menjadi 530 TWh.
Selanjutnya perkembangan kelistrikan Indonesia hingga tahun 2015 menjadi : 1. Diharapkan pasokan listrik mencukupi dalam arti tidak ada kritis lagi di Indonesia, 2. Komposisi BBM rendah hanya 3 %, 3. Rasio elektrifikasi mencapai 65 – 80 %, 4. Desa berlistrik mencapai 100 %, 5. Konsumsi per kapita menjadi 650 – 850 TWh, dan pada tahun 2020 telah dicapai elektrifikasi 100 % dengan rasio konsumsi per kapita menjadi 950 – 1.300 TWh.
Perkembangan
ketenagalistrikan
pada
saat
ini
dengan
prediksi
kapasitas
pembangkit total mencapai 77,8 GW pada tahun 2020 dengan pertumbuhan sebesar 9,5 % pembangkit. Proyeksi kelistrikan Indonesia dibagi dalam tiga tahap perkembangan sebagaimana yang telah tertuang dalam road maping kelistrikan Indonesia hingga tahun 2020, yang dimulai dari program percepatan hingga tahun 2009 ini, yakni dengan sasaran antara lain : Tahap pertama, mempercepat proses diversifikasi energi khususnya dari BBM menjadi batubara, hal ini terkait dengan ketersediaan potensi dan biaya produksi tenaga listrik, secara otomatis diharapkan dapat mengurangi tingkat subsidi. Pembangunan kapasitas pembangkit jenis batubara ini dengan total 10.000 MW juga menjadi skala prioritas dalam mengatasi kekurangan krisis listrik Indonesia. Tahap kedua, pengembangan jangka menengah hingga tahun 2015, yakni selain rasio elektrifikasi yang telah dicapai, pembangunan pembangkit ditingkatkan dengan menggunakan suplai gas sebagaimana cadangan potensi hingga 61 tahun ke depan. Disamping pemanfaatan energi baru terbarukan PLTA Pump Storage, dan panas bumi. Untuk meningkatkan keandalan dan efesien system tenaga listrik akan dibangun interkoneksi jaringan transmisi Indonesia, dimana saat ini kita hanya mempunyai 7 sistem jaringan interkoneksi dan lebih dari 600 sistem yang masih isolated/terpisah. Tahap terakhir atau rencana jangka panjang untuk mencapai target tahun 2020, pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan energi baru nuklir untuk pembangkit listrik. Akan dibangun perluasan transmisi di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Dan
interkoneksi antar Sumatera dengan Malaysia Barat dan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur (cross border interconnection).
C. SOLUSI Upaya menambah pembangkit sebenarnya telah dilakukan pemerintah. Namun membutuhkan proses yang lama dan anggaran yang besar. Apalagi saat ini PLN sedang mengalami kerugian dan menanggung utang yang cukup besar. Hal ini tak lepas dari akibat praktek KKN yang masih melekat pada birokrasi dan kepengurusan PLN. Oleh karena itu, kerja sama dan partisipasi berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi krisis energy listrik ini. Berbagai upaya perlu untuk mengatasi krisis energi listrik ini secara simultan dan terstruktur. Adapun langkah strategis yang dapat dilakukan diantaranya perbaikan sistem distribusi listrik, mengurangi ketergantungan kepada BBM sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik, internalisasi hidup hemat kepada khalayak baik dari mulai level rumah sampai perusahaan besar, dan perapihan internal pengurus PLN.
1. Perbaikan Sistem Distribusi Listrik Saat ini sistem distribusi listrik yang digunakan oleh PLN umumnya adalah sistem sentralisasi listrik. Sistem tersebut ternyata dapat membawa dampak buruk dalam distribusi listrik di Indonesia. Diantaranya menyebabkan banyaknya wilayah yang sulit dicapai oleh jaringan listrik dan faktor geologisnya buruk, tidak dapat menikmati listrik. Selain itu, dapat juga menyebabkan terjadinya penyusutan tenaga listrik, tidak stabilnya tegangan listrik hingga pada pemadaman aliran listrik yang berakibat seluruh wilayah yang bergantung pada gardu tertentu akan mengalami black out. Contoh kasus listrik terbesar yang terjadi adalah mati listrik Jawa-Bali pada 18 Agustus 2005 di Indonesia, di mana listrik di Jakarta dan Banten mati total selama tiga jam. Mati listrik ini terjadi akibat kerusakan di jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Jawa-Bali. Dampak yang diakibatkan antara lain : Sebanyak 42 perjalanan kereta rel listrik (KRL) rute Jakarta-Bogor-Tanggerang-Bekasi dibatalkan. Sebanyak 26 KRL yang sedang beroperasi tertahan di beberapa perlintasan. Potensi kehilangan pendapatan mencapai Rp 200 juta. Di Bandara Soekarno-Hatta gangguan listrik
berlangsung sekitar empat jam dan menyebabkan 15 penerbangan tertunda. PLN memperkirakan ada sekitar 3,2 juta pelanggan yang terkena pemadaman total, terutama di daerah Jakarta dan Banten. Mati listrik bagi masyarakat pada umumnya bila dilihat sepintas memang merupakan hal yang sepele, tapi bayangkan jika hal ini terjadi pada sebuah pabrik produksi skala besar atau pusat perbelanjaan dan perkantoran yang tidak dapat ‘hidup’ tanpa pasokan listrik. Satu menit aliran listrik sangat berarti bagi mereka. Gara-gara mati listrik, satu pekerjaan terhambat akan membuat efek domino hingga pekerjaan lain pun terhambat. Bila hal ini dibiarkan, kegiatan perekonomian, pendidikan, dan bidang vital lainnya akan terganggu. Meninjau masalah di atas, sangatlah diperlukan suatu sistem baru yang dapat menyokong penyediaan energi listrik saat ini. Suatu sistem yang dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air. Itulah sistem desentralisasi listrik. Sistem ini menggunakan pembangkit listrik berskala kecil yang terdesentralisasi (tersebar) di seluruh daerah rawan listrik dan membutuhkan pasokan listrik yang besar. Saat ini alat untuk mendukung sistem desentralisasi listrik telah tersedia, misalnya turbin gas mikro, dan mikro hidro. Yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana PLN, para akademisi, dan investor melakukan kaji ulang dan mengimplementasi sistem tersebut.
2. Kurangi Ketergantungan kepada BBM BBM merupakan sumber daya yang tak dapat diperbarui yang semakin lama akan semakin berkurang persediaannya. Oleh karena itu, ketergantungan terhadap BBM sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik harus dikurangi. Pemenuhan kebutuhan energi yang tergantung pada BBM sering kali mengganggu pasokan energi nasional, apalagi jika terjadi kelangkaan atau meningkatnya harga BBM di pasar internasional. Selama 2-3 tahun terakhir ini harga minyak mentah di dunia meningkat. Pasokan listrik akan berkurang dan subsidi listrik pun meningkat. Perlu diketahui bahwa cadangan minyak bumi di tanah air hanya tinggal 1,2 % dari cadangan minyak bumi dunia. Kalau tidak ada penemuan baru, maka cadangan kita tinggal hanya bertahan sampai 20 tahun. Gas tinggal sekitar 60 tahun saja, kalau tidak ada penemuan baru. Batu bara lebih panjang dari
itu, masih 150 tahun lagi. (Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Peresmian PLTU Tanjung Jati B Jepara, Jawa Tengah). Upaya mengurangi pemanfaatan minyak bumi dan beralih pada sumber energi lain, terutama sumber energi non fosil dan energi terbarukan perlu kita lakukan. Indonesia memiliki cadangan sumber energi non fosil yang cukup melimpah, namun belum dimanfaatkan secara optimal, misalnya bahan bakar nabati dari jarak, singkong, tebu, kelapa sawit, dan sampah. Salah satu perkembangan teknologi yang mendukung penyediaan energy saat ini adalah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Beberapa waktu lalu ITB telah membuat PLTSa walaupun ada pro dan kontra. Sebagai tambahan, saat ini sampah telah menjadi masalah besar terutama di kotakota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Tahun 1995, menurut data yang dikeluarkan Asisten Deputi Urusan Limbah Domestik, Deputi V Menteri Lingkungan Hidup, Chaerudin Hasyim, di Jakarta baru-baru ini, setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata 0,8 kilogram per kapita per hari, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1 kilogram per kapita per hari. Pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram per kapita per hari. (kompas, 18/09/’03). Semoga dengan adanya PLTSa ini, persoalan sampah dapat terselesaikan sekaligus krisis energi listrik dapat tertangani.
3. Internalisasi Hidup Hemat Pemborosan merupakan salah satu penyebab terbesar krisis energy listrik yang terkadang dirasakan kecil pengaruhnya. Padahal bila kita kalkulasikan secara kumulatif, energy yang terbuang secara sia-sia akibat pemborosan listrik ini sungguh besar. Mengutip kata-kata bijak dari Bapak H. Usep Romli dalam artikel Pikiran Rakyat 23 April 2006, bahwa perkara kecil memang suka dianggap sepele dan tak penting. Justru yang kecil itulah, yang tak ditangani serius, yang akan mengubah situasi dan kondisi secara fatal. Virus hanya sebentuk makhluk kecil yang dikategorikan mikroskopis. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop berkekuatan lipat-ganda. Tetapi dari virus itulah muncul aneka macam penyakit. Terutama flu, baik flu manusia maupun flu burung yang menghebohkan itu. Dalam sejarah Arab pra-Islam, pasukan gajah Abrahah dikalahkan oleh burung-burung “ababil” yang kecil-
kecil. Dalam sejarah Mesir Kuno, seorang Firaun dikalahkan oleh serangan kutu-kutu kecil dan katak-katak kecil. Oleh karena itu, janganlah menyepelekan yang hal kecil. Saat ini, jumlah kerugian akibat pemborosan listrik mencapai triliunan rupiah. Kondisi memiriskan ini, memaksa kita berhemat untuk memakai listrik. Sampai-sampai ketika 2 tahun yang lalu para pejabat negara dan pihak-pihak dari instansi mencanangkan gerakan hemat listrik di kantornya. Gerakan itu merupakan pengejawantahan dari Inpres No 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi yang dikeluarkan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juli 2005. Memang terjadi telah penghematan yang cukup signifikan, terutama pada instansi pemerintah. Namun seiring dengan waktu, gerakan hemat listrik ini tinggal sejarah. Pola konsumsi listrik berlebihan dan tidak berdaya guna, kembali menjadi kebiasaan di manamana. Di gedung pemerintahan sekalipun, itu hanya tinggal sebatas imbauan di atas kertas yang ditempel di dinding-dinding kantor. Di sana, lampu dibiarkan tetap menyala –bahkan disengaja untuk dihidupkan– kendati cahaya mentari sudah cukup memberi terang pada tiap ruang. Gerakan ini idealnya tetap dilaksanakan dan harus dilaksanakan. Tapi, perlu adanya kerjasama antara pihak pemerintah, LSM, para pelajar, dan media untuk menyuarakan gerakan hemat listrik secara berkelanjutan. Untuk
menghemat
energi
listrik masyarakat
disarankan untuk
mengurangi
penggunaan alat elektronik yang banyak menyedot daya listrik, seperti kulkas, mesin cuci, AC dan mesin pompa air. Diharapkan juga untuk menggunakan lampu hemat energi (LHE). Komparasi penggunaan LHE jauh berbeda dengan lampu pijar biasa. Bagi pengguna LHE, misalnya dengan daya 900 watt bisa menghemat biaya 10.000 sampai 12.000 rupiah per bulan. Rekening listrik yang dibayarkanpun akan semakin berkurang.
4. Perapihan dan Transparansi Internal Pengurus PLN Dibandingkan dengan negara-negara lain, harga pokok listrik di Indonesia tergolong tidak efisien. Harga pokok listrik di Indonesia mencapai 6,5 sen dollar AS per kWh, masih lebih tinggi daripada negara-negara lain di sekitarnya. Seperti Malaysia dengan biaya listriknya hanya 6,2 sen dollar AS per kWh, Thailand hanya 6,0 sen dollar AS per kWh, Vietnam 5,2 sen dollar AS per kWh.
Jika dibandingkan dengan berbagai inovasi yang dilakukan swasta dalam mengatasi energinya sendiri, tidak sedikit biaya produksi listrik swasta lebih rendah dari PLN, terutama listrik untuk kebutuhan perusahaan sendiri. Namun, karena PLN masih bersifat monopoli, tidak ada pembanding dan tidak ada tekanan terhadap PLN untuk melakukan efisiensi. Yang terjadi selama ini dalam sejarah PLN tidak lain adalah rangkaian KKN, yang memeras sumber daya perusahaan ini. Pembangkit swasta bernuansa KKN dipaksakan masuk ke PLN dengan harga penjualan daya listrik lebih tinggi dari harga PLN, yang dijual kepada masyarakat. Pengadaan mesin yang tidak efisien banyak terjadi di lingkungan PLN. Hasil audit BPK yang telah menurunkan defisit yang diajukan PLN sebenarnya masih bisa menemukan titik kritis lebih jauh lagi di dalam sistem tubuh PLN, terutama masalah inefisiensi. Biaya yang diajukan PLN terlalu besar, yakni sebesar 93,2 triliun rupiah, tanpa ada upaya efisiensi semaksimal mungkin Dalam hal ini, PLN ditantang untuk bisa berlaku transparan terhadap besaran BPP yang ditanggungnya. Hal ini diperlukan agar masyarakat bisa mengetahui seberapa besar biaya pruduksi yang ditanggung PLN untuk memproduksi listrik. Dari situ dapat diketahui pula apakah PLN sudah melakukun efisiensi dan efektivitas dalam manajemen. Di samping perlu juga dilakukan evaluasi soal sejauh mana upaya PLN dalam mencegah pencurian listrik.
5. Listrik Prabayar Lewat layanan Listrik Prabayar yang diberi judul Prabayar Merupakan Solusi Kreatif Menyelesaikan Masalah, PLN dinilai memiliki inovasi yang mampu memberikan kemudahan, kepraktisan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam berlangganan listrik PLN.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia harus didukung oleh setiap lapisan masyarakat. Jangan ada lagi daerah yang menolak tempatnya dibangun pembangkit-pembangkit listrik skala besar non-BBM. Sebaliknya, pemerintah daerah jangan
lagi mengijinkan pihak swasta untuk membangun proyek pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM untuk menyelesaikan masalah krisis listrik di daerahnya. Seluruh wilayah di Indonesia harus dapat menikmati listrik secara berkecukupan agar pertumbuhan ekonomi di setiap daerah bisa meningkat dengan merata. Tugas selanjutnya setelah semua daerah di Indonesia terlistriki adalah membuat sistem interkoneksi yang menghubungkan seluruh pulau di Indonesia. Apabila percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan ini berjalan dengan baik, hal ini memungkinkan kita untuk menghemat energi nasional.
B. SARAN Telah terdapat beberapa langkah strategis yang dijelaskan di atas, namun itu semua tidak akan bermakna manakala tidak adanya kerjasama antara pihak pemerintah, masyarakat, dan instansi terkait dalam menangani krisis energi listrik. Oleh karena itu, kerjasama antara pihak-pihak tersebut amatlah penting. Mulai dari penanaman budaya hemat listrik, sampai masalah teknis penanganan dan pengelolaan sistem distribusi listrik baik dalam hal pemakaian pembangkit listrik maupun akuntabilitas finansialnya yang diharapkan lebih transparan. Semoga krisis energi listrik tidak terjadi lagi di negara kita tercinta ini.
MAKALAH TENTANG KRISIS KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
Nilai : PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2013 Daftar Isi
1.1 2.2 3.1 3.2 3.3 3.4
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………………………… 3 Latar belakang masalah ……………………………………………………………… 3 Bab II Kajian Pustaka ………………………………………………………………………... 5 Landasan teori ………………………………………………………………………… 5 Bab III Pembahasan ………………………..………………………………………………… 6 Kondisi Kelistrikan Di Indonesia .............………………………………….….…… 6 Krisis Energi Yang Terjadi Di Indonesia …………………………………..……… 12 Beberapa Daerah yang mengalami krisis ketenagalistrikan ………………..…… 14 Solusi Dari krisis ketenagalistrikan yang terjadi ……………………………..…... 19 Bab IV Penutup ………………………………………………………………………………. 23 4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………….. 23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Warga negara Indonesia menganggap bahwa listrik merupakan kebutuhan vital bagi kehidupannya sehari-hari. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tidak dapat terlepas dari listrik. Bahkan di desa terpencil sekalipun saat ini sudah dapat menikmati fasilitas listrik. Namun kini, Indonesia sedang mengalami krisis listrik. Listrik menjadi sesuatu yang mahal dan langka disebabkan ketersediaannya yang sangat terbatas. Salah satu faktor yang menjadi pemicu kelangkaan listrik ini adalah pertumbuhan akan kebutuhan tenaga listrik yang semakin meningkat sementara tidak diimbangi oleh usaha penyediaan tenaga listrik yang memadai. PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Namun faktanya, masih banyak kasus di mana mereka malah justru merugikan masyarakat. Di satu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi lain, tindakan PT. PLN ini justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang. Minimnya pasokan listrik sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai pemasok 90% kebutuhan listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan.
1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa itu krisis ketenagalistrikan ? 2. Apa penyebab terjadinya krisis ketenagalistrikan ? 3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh adanya krisis ketenagalistrikan ? 4. Bagaimana solusi krisis ketenagalistrikan? 3. 1. 2. 3. 4.
Tujuan Untuk mengetahui apa itu krisis ketenagalistrikan Untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis ketenagalistrikan Untuk mengetahui dampak apa yang ditimbulkan oleh adanya krisis ketenagalistrikan Untuk mengetahui cara menanggulangi krisis ketenagalistrikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Krisis ketenagalistrikan di Indonesia sebagai akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui telah menuntut Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbarui (Sardjono 2006). Energi listrik merupakan kebutuhan primer yang vital untuk
pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang mencukupi, andal, aman, dengan harga yang terjangkau merupakan faktor penting dalam rangka menggerakkan perekonomian yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Berdasarkan data historis, mulai pada tahun 2005, konsumsi energi final di sektor ketenagalistrikan mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7% per tahun. Dari total konsumsi energi final tersebut,sebagian besar disuplai dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi fosil yang merupkan energi tak terbarukan sebagai bahan bakar. Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama pemanfaatan energi terbarukan belum optimal disebabkan energi terbarukan belum kompetitif dibanding dengan energi konvensional minyak bumi dan gas alam. Bahan Bakar Minyak merupakan faktor penting dalam melakukan kegiatan atau aktivitas baik perorangan maupun industri. Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran energi yang didorong pesatnya laju pertambahan penduduk dan pesatnya industrialisasi dunia, mengakibatkan tersedotnya cadangan energi, khususnya energi fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Padahal cepat atau lambat sumber energi ini akan habis. Hal ini menyebabkan krisis Bahan Bakar Minyak.
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kondisi kelistrikan di Indonesia Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk suatu negara tentu saja sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan energi listriknya. Di Indonesia khususnya, masalah kelistrikan timbul akibat kebutuhan energi listrik yang meningkat lebih pesat dibandingkan kemampuan PT. PLN (Persero) untuk memenuhi pasokan listrik yang dibutuhkan. Akibatnya, terjadi pemadaman bergilir dimana-mana dan masih terdapat beberapa daerah di Indonesia yang belum mendapatkan kesempatan untuk dialiri listrik. Banyak perhatian di curahkan publik untuk mengetahui permasalahan kelistrikan nasional kita. Dengan berusaha untuk memberikan 1 saja jawaban dari 100 pertanyaan kecil diharapkan dapat menjawab sebuah pertanyaan besar. 1. Kapasitas Terpasang Sampai akhir tahun 2008 total kapasitas pembangkit terpasang di seluruh Indonesia mencapai 29.373 MW yang terdiri dari pembangkit milik PLN sebesar 24.763 MW serta pembangkit milik swasta atau IPP (Independent Power Producer) sebesar 4.610 MW. Sumatera 4.179 MW, Jawa-Bali 22.406 MW, Kalimantan 1.036 MW, Sulawesi 1.123 MW, Nusa Tenggara 300 MW dan Maluku dan Papua 330 MW. Untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Kapasitas Pembangkit Terpasang Tahun 2008 Dari keterangan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa, kemampuan negara kita untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakatnya sangatlah rendah. Apabila kapasitas pembangkit terpasang tiap daerah dibagi dengan jumlah penduduknya, maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan listrik penduduk Indonesia yang dapat dipenuhi saat ini rata-rata hanya sebesar 60 watt saja. Tentu saja kondisi ini sangat tidak kondusif apabila ingin mengembangkan infrastruktur dan meratakan pembangunan di Indonesia. 2. Rasio Elektrifikasi Nasional Rasio elektrifikasi adalah tingkat perbandingan jumlah penduduk suatu negara yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, rasio elektrisifikasi nasional telah meningkat dari 59% menjadi 65% atau sekitar 1,5% per tahun. Peningkatan rasio elektrifikasi tersebut dilakukan melalui sambungan baru pelanggan PLN dan pemanfaatan energi setempat (PLTMH, PLTB, PLTS Terpusat dan PLTS Tersebar yang khusus diperuntukkan bagi daerah-daerah terpencil). Gambar 1 menunjukan tentang kondisi rasio elektrifikasi Indonesia sampai dengan tahun 2009 (65%). Dari tahun 2000-2008 seperti ditunjukan pada Gambar 2, laju pertumbuhan pemasangan baru dan penambahan daya mencapai lebih dari dua kali lipat laju pertumbuhan kapasitas terpasang.
Gambar 1. Rasio Elektrifikasi Nasional 2009 per Propinsi
Gambar 2. Perkembangan Daya Mampu vs Beban Puncak
Gambar 3. Kondisi Sistem Kelistrikan Nasional 3. Tarif Dasar Listrik Tarif dasar listrik atau biasa disingkat TDL, adalah tarif yang boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan PLN. Saat ini TDL rata-rata adalah USD 0,065 /kWh. Pada awal 2008, tarif nonsubsidi pelanggan 6.600 VA ke atas sekitar Rp 1.122 per kilowatt-hour (kWh), sedang tarif subsidi sekitar Rp 656 per kWh. Mulai 1 Juli 2010, pemerintah memutuskan menaikkan TDL rata-rata 10%. Hal ini didasarkan pada Pasal 8 UU No.2 Tahun 2010, untuk menutupi kekurangan subsidi sebesar Rp4,8 triliun karena alokasi anggaran subsidi listrik ditetapkan Rp.55,1 triliun. Tetapi untuk TDL 450-900 VA, DPR memutuskan tidak ada kenaikan. Seperti yang kita lihat pada gambar dibawah ini, menurut data dari PT. PLN, berdasarkan aturan pemerintah tentang biaya operasi dan subsidi tahun 2009, besarnya subsidi listrik dari pemerintah adalah sebesar ~40% dari biaya operasi.
Gambar 4. TDL 2009
4. Harga Jual Listrik Rata-rata Rumah Tangga Negara Asia Tenggara Tahun 2009 pemerintah mengucurkan subsidi Rp 55,1 triliun. Subsidi tersebut diterangkan lebih rinci pada data pelanggan utama PT.PLN dibawah ini. Rumah Tangga Pelanggan Utama Dari total 40,2 juta pelanggan, rumah tangga merupakan pelanggan utama PLN. Sebagian besar pelanggan 450 watt. Pelanggan rumah tangga Rumah tangga kaya (> 6.600 watt): 96,5 ribu Rumah tangga (2.200-6.600 watt): 489,5 ribu Menengah (2.200 watt): 1,234 juta Menengah (1.300 watt): 3,461 juta Sedang (900 watt): 12,556 juta Kecil (450 watt): 19,277 juta Bisnis: 1,755 juta Industri: 47,8 juta Lainnya (pemerintah dan sosial): 1,256 juta
Jumlah pelanggan PLN : 40,2 juta pelanggan Penduduk yang belum terlayani listrik :18,9 juta kepala keluarga TDL di Indonesia adalah yang termurah apabila dibandingkan dengan enam negara Asean lainnya. Berdasar data Kementerian ESDM, TDL rumah tangga di Indonesia rata-rata berkisar Rp 518 per kWh. Bandingkan dengan negara tetangga lainnya yang bila dikonversi ke nilai Rupiah seperti Thailand sebesar Rp 782 per kWh, Malaysia Rp 829 per kWh, Vietnam Rp 848 per kWh. Tarif listrik rumah tangga di Philipina dan Singapura bahkan berada di atas Rp. 1400/kWh. Sedangkan untuk tarif industri, tarif di Indonesia juga termasuk yang termurah di ASEAN setelah Vietnam.
Gambar 5. TDL PLN Komparasi dengan Negara Tetangga
5. Peta Proyek Percepatan 5. 1 Peta Proyek Percepatan 10.000 MW Tahap 1
Gambar 6. Peta Proyek Percepatan 10.000 MW Tahap 1
5.2 Peta Proyek Percepatan 10.000 MW Tahap 2
Gambar 7. Peta Proyek Percepatan Tahap 2
3.2 Krisis Energi yang Terjadi di Indonesia Menurut Outlook Energi Nasional 2011, dalam kurun waktu 2000-2009 konsumsi energi Indonesia meningkat dari 709,1 juta SBM (Setara Barel Minyak/BOE) ke 865,4 juta SBM. Atau meningkat ratarata sebesar 2,2 % pertahun. Konsumsi energi ini sampai akhir tahun 2011, terbesar masih dikuasai oleh sektor industri, dan diikuti oleh sektor rumah tangga, dan sektor transportasi.
Gambar 1 Grafik laju konsumsi energi per sector Dari sektor ketenagalistrikan, saat ini pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batubara. Sedangkan daerah yang masih mengalami
kekurangan daya listrik seperti Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, dan Papua pembangkit listriknya masih menggunakan BBM, yang dalam komponen biaya pembangkitan masih merupakan komponen terbesar. Berikut ini adalah ilustrasi hitungan BPP listrik yg dilakukan oleh Direktorat Jenderal LPE ESDM tahun 2010 (sudah diaudit oleh BPK) sebagai berikut :
Jenis Pembangkitan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
IPP Rp. 580,83 /kWh PLTAir Rp. 149,21 /kWh PLTUap Rp. 622,91 /kWh PLTDiesel Rp. 4.796,11 /kWh ß PLTGas Rp. 1.642,06 /kWh ß PLTPanasbumi Rp. 776,09 /kWh PLTGU Rp. 813,27 /kWh
1. 2. 3. 4.
Biaya rata-rata Rp. 817,69 /kWh Pada Transmisi HV Rp. 874,61 /kWh Pada Jaringan TM Rp. 928,95 /kWh Pada Jaringan TR Rp. 1.074,48 /kWh BPP rata-rata Rp. 1.008,29 /kWh ( th.2010 )
Saat ini, selain meningkatkan rasio elektrifikasi Indonesia, pengurangan pemakaian BBM untuk pembangkitan listrik juga menjadi tujuan utama pemerintah. Dari tabel 1 dibawah ini terlihat bahwa dari tahun 2008-2009 pemerintah berusaha mengurangi pemakaian BBM dengan cara mempercepat pembangunan PLTU batubara dan gas bumi. Saat ini pemerintah juga sudah melarang direktur utama PT. PLN untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar BBM lagi di seluruh wilayah Indonesia.
Tabel 1 Pemakaian bahan bakar pembangkit listrik PLN
3.2 Beberapa Daerah yang mengalami krisis ketenagalistrikan
Sistem kelistrikan Indonesia diluar sistem Jawa – Bali dan Madura yang terinterkoneksi, sebagian besar merupakan sistem kelistrikan yang relatif belum berkembang. dimana satu sama lainnya masih terisolasi. Sistem masih terdiri dari sub-sistem dan sub-sistem kecil yang
masing-masing terpisah satu sama lain dan masih terdapat di daerah-daerah terpencil yang terisolasi. Berikut adalah kondisi kelistrikan di setiap wilayah di Indonesia per tahun 2004 : Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Kondisi kelistrikan di NAD terdiri dari beberapa sistem kelistrikan dengan beban puncak mencapai 192 MW. Beberapa sistem sudah terintegrasi dengan Sumatra Utara melalui jaringan 150 kV dan telah menyalurkan daya kurang lebih 94 MW. Pemanfaatan PLTD masih digunakan di berbagai daerah tersebar di NAD terutama bagi daerah yang belum terhubung dengan jaringan. Desa terlistriki untuk wilayah NAD sudah mencapai 94% dengan rasio elektrifikasi sebesar 67%. Sumatra Utara Pertumbuhan infrastruktur tenaga listrik di Sumatra Utara diperkirakan masih tinggi yaitu sebesar 7,7% pertahun. Tingkat permintaan energi listrik di Sumatra Utara adalah yang terbesar di Pulau Sumatra saat ini, namun rasio elektrifikasinya masih rendah, baru mencapai 69%. Tarif listrik di Sumatra Utara belum mencapai tingkat keekonomiannya. Saat ini adanya wacana untuk memberlakukan tarif regional dan sedang dibahas dengan DPRD setempat. Sumatra Barat Desa berlistrik sudah mencapai 90% sedangkan rasio elektrifikasinya baru mencapai 60%. Sistem kelistrikan Sumatra Barat sudah terintegrasi dengan sistem kelistrikan di Riau, namun masih terdapat tiga sistem yang terisolasi karena terkendala masalah kondisi geografisnya. Daya terpasang saat ini sebesar 675 MW dengan kemampuan suplai energi listrik sebesar 605 MW, sedangkan beban puncak mencapai 486 MW. Riau Tenaga listrik di Riau tidak hanya disuplai oleh PT. PLN namun juga terdapat captive power dengan total kapasitas terpasang sekitar 2.135 MW yang terdiri dari PLTU 855 MW, 690 MW, dan PLTD sebesar 590 MW. Jumlah desa terlistriki baru sebesar 50% dengan rasio elektrifikasi sebesar 38%. Sebagian besar kelistrikan Riau sudah terhubung dengan Sumatra Barat. Kondisi geografis Riau terdiri dari kepulauan sehingga penyediaan energi listrik untuk konsumen disuplai melalui beberapa sistem kecil yang terisolasi. Beban puncak mencapai 300 MW terdiri pada sistem integrasi mencapai 168 MW dan sistem terisolasi sebesar 132 MW. Riau menerima pasokan dari Sumatra Barat sebesar 20 MW sampai dengan 50 MW. Jambi Penduduk Jambi mencapai 2,4 juta jiwa dan yang memperoleh aliran listrik dari PT. PLN (Persero) hanya mencapai 37% dengan total pelanggan 219 ribu. Sistem kelistrikan di Propinsi Jambi sudah terintegrasi dengan Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu. Disamping itu masih terdapat kebutuhan tenaga listrik di Propinsi Jambi yang disuplai dengan sistem yang terisolasi. Beban Puncak untuk sistem integrasi di Jambi mencapai 60 MW dan sistem yang terisolasi dengan perkiraan beban puncak 28 MW dengan total konsumsi listrik mencapai 497 GWH. Kapasitas terpasang sistem terisolasi mencapai 147 MW yang disuplai dengan PLTD. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di Propinsi Jambi juga disuplai dengan captive power yang diperkirakan mencapai 280 MVA, yang terdiri dari pembangkit utama sebesar 225 MVA dan 55 MVA sebagai cadangan. Sesuai kebijakan Pemerintah Daerah dan rencana tata ruang daerah telah diperuntukan beberapa daerah sesuai keperluannya seperti daerah pariwisata terdapat di Jambi Bagian Barat, lahan
pertanian, perkebunan dan kehutanan diperuntukan di Propinsi Jambi Bagian Tengah, Jambi Bagian Timur akan dikembangkan menjadi daerah kawasan industri.
Sumatra Selatan Sistem kelistrikan di Propinsi Sumatera Selatan sudah terintegrasi dengan Propinsi Jambi dan Bengkulu. Sebagian kecil kebutuhan tenaga listrik disuplai dengan sistem yang terisolasi berkisar 47 GWH atau dengan beban puncak 13 MW. Beban Puncak yang dicapai untuk sistem integrasi di Sumatera Selatan mencapai 285 MW dengan konsumsi listrik mencapai 1500 GWH. Kapasitas terpasang sistem terisolasi hanya mencapai 22 MW yang disuplai dengan PLTD. Disamping listrik dari PT PLN (Persero) juga terdapat captive power yang diperkirakan mencapai 816 MVA, yang terdiri dari pembangkit utama sebesar 610 MVA dan 206 MVA sebagai cadangan. Bengkulu Beban puncak di Propinsi Bengkulu mencapai 48 MW dan sebagian besar sudah terintegrasi dengan total konsumsi listrik 225 GWH. Khusus untuk remote area dan listrik perdesaan masih disuplai sistem yang terisolasi dengan beban puncak 7 MW dan konsumsi 23 GWH. Kapasitas terpasang untuk area yang terisolasi diperkirakan sebesar 20 MW yang disuplai melalui PLTD dan 1,7 MW melalui PLTM. Rasio elektrifikasi Propinsi Bengkulu telah mencapai 50% lebih tinggi dibandingkan dengan Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Melalui Renstra Pemerintah Daerah Propinsi Bengkulu, seluruh desa diharapkan sudah dapat menikmati aliran listrik dengan mengupayakan masuknya listrik pada daerah yang sulit dijangkau dengan pemanfaatan energi setempat seperti PLTMH dan PLTS. Lampung Propinsi Lampung terdiri dari 1.940 desa, dan yang belum mendapat aliran listrik sebanyak 690 desa atau terdapat 35% desa yang belum berlistrik. Kapasitas terpasang terdiri dari PLTD dan PLTA dengan daya terpasang 230 MW dan daya mampu mencapai 139 MW sedangkan beban puncak mencapai 290 MW. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik 30% dari kebutuhan yang ada telah disuplai dari sistem pembangkit Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Selain penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) terdapat penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri (captive power) sebagai penggunaan utama maupun cadangan. Bangka Belitung Jumlah penduduk Propinsi Kepulauan Bangka Belitung 0,9 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4% per tahun dengan komoditi strategis pariwisata, pertanian, kelautan dan industri. Kondisi kelistrikan disuplai oleh PT PLN (Persero) dan pihak swasta untuk pemakaiannya sendiri dari PT Timah Tbk, dan PT Koba Tin. Melalui PT PLN (Persero) Propinsi Kepulauan Bangka dan Belitung memiliki daya mampu sebesar 31 MW dan beban puncak mencapai 31 MW. Penambahan daya dalam waktu dekat sangat diperlukan. Rasio elektrifikasi sudah mencapai 62% dari 185 desa, sedangkan desa yang belum berlistrik berjumlah 84 desa. Pemerintah Daerah sangat mendorong pencapaian diversifikasi energi.
Dengan adanya PLTU batubara skala kecil memungkinkan penganekaragaman sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik dan dapat mensubstitusi pemakaian BBM. Pemerintah Daerah juga sedang merumuskan tarif listrik regional.
Gambar 1 Jaringan Transmisi Pulau Sumatra Batam Kelistrikan di Batam disuplai oleh PT. Batamindo yang melistriki industri dan PT. PLN Batam. Kapasitas pembangkit PLN termasuk sewa adalah 195 MW sedangkan Non-PLN 150 MW. Kelistrikan yang disuplai oleh PLN Batam selama sepuluh tahun yang lalu tumbuh ratarata 20 % per tahun. Produksi dan penjualan tenaga listrik sampai Desember 2003 berturutturut adalah 725 GWh dan 656 GWh yang melayani konsumen rumah tangga 31%, komersial 46%, industri 14% dan publik dan lainnya adalah 9%. Penanganan losses jaringan telah berhasil dicapai dengan baik yang turun dari 35% sepuluh tahun yang lalu menjadi 9,5% saat ini. Beban puncak mencapai 117 MW dan daya mampu dari total kapasitas 195 MW adalah 156 MW. Untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen telah ada jaringan transmisi 150 KV sepanjang 25 kms dengan gardu induk kapasitas 180 MVA.
Gambar 2 Jaringan Transmisi Pulau Batam
3.4 Solusi dari krisis ketenagalistrikan yang terjadi 4.1 Menghemat Energi dalam Menggumakan Energi Listrik Di era modern ini, semua orang mengetahui bahwa dengan menggunakan energi listrik kita bisa menghasilkan berbagai macam bentuk energi. Kemajuan teknologi membuat beberapa peralatan listrik menjadi lebih efektif dan efisien. Indonesia kaya akan sumber energi, namun kapasitas listrik terpasangnya sangatlah rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Padahal Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk peringkat ke-4 terbanyak di dunia. Inilah penyebab utama Indonesia menjadi negara yang boros akan penggunaan energi.
Gambar 2 Konsumsi energi listrik dan kapasitas terpasang di setiap negara 4.2 Laju Pembangunan Pembangkit tenaga listrik Dalam kurun waktu 2000-2009, Indonesia telah membangun pembangkit listrik dengan laju pertumbuhan sebesar 2,4% pertahun. Selama kurun waktu tersebut, PLTU Batubara dan PLTGU mendom inasi kapasitas pembangkit listrik nasional dengan pangsa sebesar 33% dan 30%. Selama 9 tahun tersebut PLTA, PLTP, dan PLTD juga berkembang dengan laju pertumbuhan berturut turut sebesar 1,7%, 1,6% dan 1,7%. PLTG mengalami perkembangan yang cukup signifikan dengan laju pertumbuhan sebesar 8,8%.
Tabel 2 Laju peningkatan kapasitas pembangkit listrik PLN dan IPP Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasioanl (RUKN) 2010-2030, dalam kurun 20 tahun ke depan Indonesia memerlukan tambahan tenaga listrik kumulatif sebesar 172 GW. Dari jumlah itu, 82% (sekitar 142 GW) diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan Jawa-Madura-Bali (JAMALI).
Tambahan kapasitas PLTU Batubara mencapai pangsa sekitar 79% atau mendominasi dengan total penambahan kapasitas sebesar 116,4 GW. Tambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) selama kurun waktu tersebut adalah sebesar 3,8 GW.
Gambar 3 Rencana tambahan kapasitas pembangkit listrik Indonesia dalam rentang waktu 20102030 4.3 Tujuan Utama : Mengurangi Subsidi Pemerintah Permasalahan di bidang energi muncul saat kita mulai membicarakan subsidi BBM dari pemerintah. Indonesia mengalami kerugian berlipat-lipat dari program subsidi BBM untuk sarana transportasi saja, antara lain : (1) Devisa negara melayang dipakai untuk membeli minyak (2) Devisa negara melayang dipakai untuk subsidi BBM (3) BBM yang bersubsidi hanya dipakai oleh golongan menengah ke atas untuk menghadapi kemacetan di jalan raya perkotaan. Oleh karena itu, untuk pembangkitan listrik Indonesia harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar BBM. Sebagai contoh untuk memenuhi kebutuhan listrik di Wamena, pemerintah mengangkut solar menuju pembangkit listrik dengan menggunakan pesawat udara. Harga solar yang seharusnya Rp. 6.000/liter itu, harganya membengkak menjadi 16.000/liter. Atau dengan kata lain, biaya pengiriman solar ke Wamena tiap bulan saja menghabiskan biaya ratarata sebesar RP. 1.132.362.000,00. Bayangkan jika uang sebesar itu digunakan untuk membangun infrastruktur di Wamena. Untuk sekedar diketahui bahwa dalam kurun waktu 2004-2010 rata-rata subsidi BBM Indonesia adalah sebesar 90 trilyun rupiah. Sedangkan subsidi listrik terus meningkat dari tahun ke tahun mencapai sekitar 20 kali lipat dari tahun 2004.
Gambar 4 Besarnya subsidi BBM dan listrik setiap tahun Selain itu hampir setiap tahunnya subsidi BBM menunjukan suatu pola bahwa realisasinya selalu lebih tinggi dari perhitungan anggaran yang sudah direncanakan di APBN. Hal ini menunjukkan bahwa masih lemahnya mekanisme dalam perhitungan dan monitoring subsidi BBM maupun listrik. Subsidi yang dialokasikan sebenarnya masih belum tepat jumlah dan tepat sasaran. Jika kebijakan subsidi terus diterapkan, dan masyarakat masih saja boros menggunakan BBM dan listrik sesuai pola yang ada sekarang hingga tahun 2030, maka secara kumulatif diperlukan dana subsidi sebesar 3000 trilyun Rupiah (undiscounted cost)
Gambar 5 Subsidi BBM dan listrik dalam APBN dan realisasinya setiap tahun
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan a. Krisis energi adalah kekurangan (atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alamlainnya. b. Penyebab terjadinya krisis energi adalah hilangnya keseimbangan antara alam dan manusia (disharmoni kosmos), keserakahan yang tak kunjung usai, penyalahgunaan pemakaian energi, dan pemborosan energi listrik. c. Krisis energi dapat berdampak pada kenaikan biaya produksi listrik, yang menyebabkan naiknya biaya produksi. Bagi para konsumen, harga BBMuntuk mobil dan kendaraan lainnya meningkat, menyebabkan pengurangan keyakinan dan pengeluaran konsumen. d. Cara penanggulangan krisis energi antara lain : Mengurangi ketergantungan kita pada minyak, Menciptakan energi mix yang terdiversifikasi melalui energi terbarukan, Beban subsidi bahan bakar harus dikurangi untuk membebaskan pendanaan penting, dan Mencari energi alternatif. e.
f.
Proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia harus didukung oleh setiap lapisan masyarakat. Jangan ada lagi daerah yang menolak tempatnya dibangun pembangkit-pembangkit listrik skala besar non-BBM. Sebaliknya, pemerintah daerah jangan lagi mengijinkan pihak swasta untuk membangun proyek pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM untuk menyelesaikan masalah krisis listrik di daerahnya. Seluruh wilayah di Indonesia harus dapat menikmati listrik secara berkecukupan agar pertumbuhan ekonomi di setiap daerah bisa meningkat dengan merata. Tugas selanjutnya setelah semua daerah di Indonesia terlistriki adalah membuat sistem interkoneksi yang menghubungkan seluruh pulau di Indonesia. Apabila percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan ini berjalan dengan baik, hal ini memungkinkan kita untuk menghemat energi nasional
JAKARTA – Kondisi kelistrikan nasional hingga akhir 2014 berdasarkan catatan yang ada di Kementerian energi dan sumber daya mineral hingga akhir 2014 menunjukkan total kapasitas terpasang pembangkit 53.585 MW. 37.280 MW (70%) disumbangkan oleh PLN, Independent Power Producer (IPP) sebesar 10.995 MW (20%), Public Private Utility (PPU) sebesar 2.634 MW (5%), Izin Operasi Non BBM (IO) sebesar 2.677 MW (5%). Konsumsi energi rata-rata 199 TWh sedangkan produksi tenaga listriknya 228 TWh (hanya PLN dan IPP). Rasio elektrifikasi nasional tercatat sebesar 84,35 persen. Pemakaian listrik pergolongan terbesar untuk golongan rumah tangga yaitu sebesar 43%, disusul kemudian dengan industri sebesar 33%, bisnis 18% dan terakhir 6% publik. Kondisi Kelistrikan Awal Maret 2015, total sistem kelistrikan di Indonesia terdapat 22 sistem, dengan perincian, enam dalam kondisi normal (cadangan >20 persen), 11 siaga (cadangan <1 unit terbesar) dan 5 defisit (pemadaman sebagian). Bauran energi mix untuk pengadaan tenaga listrik. Batubara 52%, Gas 24%, BBM 11,7%, air 6,4%, panas bumi 4,4% dan energi lainnya sebesar 0,4%. Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang terus tumbuh, Pemerintah sedang mengupayakan penambahan kapasitas listrik sebesar 7.000 MW per tahun 35.000 MW dalam 5 tahun. Pembagian pengadaan tambahan tenaga listrik dibagi berdasarkan zona, Sumatera direnacanakan sebesar 8,75 GW, Kalimantan 1,87 GW, Sulawesi 2,70 GW, Jawa-Bali 20,91 GW, Nusa Tenggara 0,70 GW, Maluku 0,28 GW dan Papua 0,34 GW. Guna mendukung program, penambahan kapasitas listrik 35.000 MW, akan dibangun pula jaringan transmisi total diseluruh Indonesia sepanjang 46.597 kms yang terdiri dari, 2.689 kms untuk 70 kV, 33.562 kms untuk jaringan 150 kV, 5.262 kms untuk 275 kV, 3.541 kms untuk 500 kV, dan 1.543 kms untuk jaringan 500 kvDC (SF)
http://www2.esdm.go.id/berita/39-listrik/7169-kondisi-kelistrikan-nasional-saatini.html