MAKALAH MANAJEMEN BENCANA
TOPIK :
UPAYA-UPAYA DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
DAN PARADIGMA BARU PENANGGULANGAN BENCANA
DOSEN PEMBIMBING : Hj.ENI FOLENDRA ROSA,SKM.M.PH
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2014
DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 1
RIZA PRATAMA
NURRACHMA YAZRI
HAFIS DASUKI
EKI AJI SAPUTRA
FEBI LANATIYANTI
ANDI MUHAMMAD
VETI ANGGRAINI
EVA SUSANTI
EDO MARDIYANSYAH
RENO AGISTA
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan satu negara kepulauan yang luas,banyak memiliki
gunung berapi,terletak antara dua lempengan geologi yang selalu
bergerak,memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau serta dihuni oleh
penduduk dari berbagai etnis dan agama yang merupakan potensi sangat
strategis.kondisi tersebut mempunyai sisi positif yang membawa keuntungan
seperti tanah yang subur,sumber daya perairan melimpah,terdapatnya sumber
daya air yang cukup dan kekayaan budaya,tetapi disamping itu juga memiliki
sisi negatif sebagai kerugiannya seperti,seringnya terjadi bencana letusan
gunung berapi,gempa bumi,tanah longsor,banjir dan gelombang tsunami.
BENCANA
Definisi :
Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu yang mengakibatkan
ekologi,kerugian kehidupan manusia,serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar ( Depkes RI ,2001 )
Bencana merupakan setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis,hilangnya nyawa manusia,atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan
respons dari luar masyarakat atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu
yang memerlukan respons dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena
(WHO,2001).
Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola
kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak,
menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial
masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP).
Bencana juga didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi dal
am kehidupan masyarakat.Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa\
mengubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal
menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur
sosial masyarakat,serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar
( Bakornas PBP).
Bencana adalah Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia
maupun dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui batas
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan
sumberdaya mereka sendiri. ( United Nations International Strategy for
Disaster Reduction – UN ISDR, 2004 )
JENIS BENCANA
Bencana dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Bencana Alam (Natural Disaster)
Kejadian- kejadian alami seperti banjir,genangan ,gempa bumi,gunung
meletus,badai,kekeringan,wabah,serangan serangga dan lainnya
2. Bencana Ulah Manusia (Man-made Disaster)
Kejadian – kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat
udara atau kendaraan kebakaran,huru-hara,sabotase,ledakan,gangguan
listrik,gangguan komunikasi,gangguan transportasi dan lainnya.
Sedangkan cakupan bencana berdasarkan wilayah dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Bencana Lokal
Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan.Bencana ini terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan
disekitarnya.biasanya akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan,
terorisme, kebocoran bahan kimia, dan lainnya.
2. Bencana Regional
Bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cu
kup luas,dan biasanya disebabkan oleh faktor alam seperti badai,
banjir, letusan gunung, tornado, dan lainnya.
FASE – FASE BENCANA
Fase bencana digolongkan 3 bagian yaitu :
1. Fase Pre-impact
Merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat da
ri badan satelit dan meteorologi cuaca,fase ini seharusnya dilakukan
persiapan baik oleh pemerintah,lembaga dan warga masyarakat.
2. Fase Impact
Merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana.Inilah dimana saat manus
ia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini
terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan – bantuan darurat
dilakukan.
3. Fase Post-impact
Merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyyembuhan dari fase darurat,
juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas
normal. Secara umum dalam fase post-impact ini para korban akan mengalami
tahap respon psikologis mulai dari penolakan (denial),marah(angry),tawar
menawar(bergaining) depresi (depression) hingga penerimaan (acceptance)
1. PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA
Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigma
( paradigma shift) dari konvensional, yakni anggapan bahwa bencana
Merupakan kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera
mendapatkan pertolongan (berfokus pada emergency dan relief),
ke paradigma pendekatan holistic, yakni menempatkan bencana dalam tata
kerangka manajerial yang dikenali dari bahaya (hazard), kerentanan
(vulnerability), serta kemampuan(capacity) masyarakat.
Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan kejadian yang
tidak dapat dihindari,namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat dimini
malisai dengan mengurangi kerentanan masyarakat yang ada di lokasi rawan
bencana serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan
penanganan bencana.
2. KOORDINASI LEMBAGA PENANGANAN BENCANA
Tk Nasional =
Tk provinsi =
Tk kabupaten =
Tk kecamatan =
Tk kelurahan =
3. PENGURANGAN RESIKO BENCANA
Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap
darurat,dan pasca bencana.
1. Tahap Pra bencana;
yang terbagi menjadi saat tidak terjadi bencana dan potensi terjadi ben
cana
dilakukan kegiatan perencanaan penggulangan bencana, pengurangan resiko
bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan
analisis resiko bencana,penegakan rencana tata ruang,
pendidikan dan pelatihan, serta penentuan persyaratan standar
teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi
bencana).
2. Tahap Tanggap Darurat;
Kegiatannya mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya; penentuan status keadaan darurat; penyelamatan
dan evakuasi korban; pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih
dan sanitasi,pangan,sandang,pelayanan kesehatan , pelayanan psikososial,
danpenampungan tempat hunian); perlindungan kelompok
rentan (prioritas bagi kelompok rentan) serta pemulihan prasarana dan
sarana vital.
3. Tahap Pasca Bencana;
mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah,sosial psikologis,pelayanan kesehat
a rekonsiliasi dan resolusi konflik,sosial ekonomi dan budaya,keamanan dan
ketertiban, fungsi pemerintahan dan pelayanan public) dan rekontruksi
pembangunan, pembangkitan, dan p eningkatan berbagai sarana dan prasarana
termasuk fungsi pelayanan public).
4. SAFE COMMUNITY
Safe community adalah keadaan aman dan sehat dalam seluruh siklus kehid
upan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia . Safe community
merupakan nilai hakiki kemanuasiaan dimana peran masyarakat
(dari – oleh – dan untuk masyaarakat) merupakan unsur utama yang didukung
Pemerintah dan seluruh unsur terkait.
Pemerintah berperan sebagai fasilitator yang m emberdayakan seluruh
masyarakat untuk menciptakan safe community. Namun dalam penyelamatan
nyawa (life and limb saving) yang merupakan situasi.
Kritis dan membutuhkan pertolongan segera pada saat masyarakat tak
berdaya, hal tersebut adalah tugas pemerintah atau secara teknis disebut
sebagai kebutuhan masyarakat (public goods).
Safe community dapat terwujud di desa siaga, jika pada aspek care yang
terdiri atas kesiagaan (community preparedness), pencegahan (prevention),
dan upaya penanggulangan (mitigation) dikembangkan secara lintas sektoral,
seiring dengan aspek cure yang terdiri atas respons yang cepat (quick
respons) untuk life and limb saving serta rehabilitasi.
5. PERMASALAHAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Permasalahan secara umum dan khusus pada bidang kesehatan dalam
penanggulangan bencana di Indonesia sebagian besar mempunyai permasalahan
sebagai berikut :
1. Permasalahan secara umum
Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard)
Sikap atau perilaku yang mengakibatkan menurunnya
kualitas SDA (vulnerability)
Kurangnya informasi atau peringatan dini yang me nyebabkan
ketidaksiapan
2. Permasalahan di bidang kesehatan
Korban jiwa, luka dan sakit (berkaitan dengan angka kematian
dan kesakitan)
Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi tertular penyakit,dan menderita stress.
Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector
penyakit.
Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusa
k, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga
menjadi korban bencana.
Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menuru
n dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB
Penanggulangan bencana di bidang kesehatan
a. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban; kualitas tempat pengungsian; serta pengaturan limbah sesuai dengan
standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan
resiko penularan penyakit.
b. Pengendalian vector
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah,maka kemungkinan terdapat
nyamuk dan vector lain.Maka kegiatan pengendalian vector terbatas sangat
diperlukan baik dalam bentuk spraying atau fogging,larva siding,
maupun manipulasi lingkungan.
c. Pengendalian penyakit
Bila terdapat laporan diketahui terdapat peningkatan kasus penyakit,
terutama yang
berpotensi KLB, maka harus dilakukan pengendalian melalui intensifikasi
penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor resikonya umumnya
penyakit yang memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
d. Surveillances epidemiologi
Survey epidemiologi yang harus diperoleh dalam hal ini adalah
Reaksi sosial
Penyakit menular
Perpindahan penduduk
Pengaruh cuaca
Makanan dan gizi
Persediaan air dan sanitasi
Kesehatan jiwa
Kerusakan infrastruktur kesehatan
B. UPAYA PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
1. TAHAPAN PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
Upaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan tanggap
darurat dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah Kabupaten Alor. Upaya
penanggulangan dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis,
menyeluruh, efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam
memberikan bantuan kepada kelompok korban. Upaya penanggulangan dan
pemulihan tersebut dilakukan dengan pendekatan secara utuh dan terpadu
melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi
dalam pelaksanaan penanggulangan dampak bencana, yaitu:
1) Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Bakornas
PBP, Propinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Alor, serta LSM dan masyarakat
baik lokal maupun internasional juga beberapa instansi terkait di pusat.
Tahap ini bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk
segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran utama dari
tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan.
Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat
penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik
yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
2) Tahap Rehabilitasi
Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap
darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah,
infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang
sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk
memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai. Dalam tahap
rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang
terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma korban bencana.
3. Tahap Rekonstruksi
Tahap ini bertujuan membangun kembali kawasan Alor dengan melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha.
Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya
penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat kabupaten terutama
di wilayah rawan gempa(daerah patahan aktif)Sasaran utama dari tahap ini
adalah terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan di wilayah Alor
C. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN DALAM TAHAP TANGGAP DARURAT
Sejak terjadi bencana alam gempa bumi pada tanggal 12 November 2004,
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanggulangan dengan
memobilisasi sumber daya nasional dan daerah untuk upaya-upaya yang biasa
dilakukan dalam penanganan darurat. Dalam rangka mengkoordinasikan
pengendalian dan penanggulangan bencana dan segala upaya tanggap darurat,
pada tahap awal Gubernur NTT dan Bupati Alor secara langsung
mengkoordinasikan dan mengendalikan penanggulangan bencana dengan
pembentukan dan pelayanan posko Satlak PBP di Alor. Secara operasional,
pada tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:
(1) Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka.
(2) Penanganan pengungsi
(3) Pemberian bantuan darurat
(4) Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
(5) Penyiapan penampungan sementara
(6) Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan
pelayanan yang memadai untuk para korban;
Kegiatan tanggap darurat yang telah dilakukan di Alor adalah
pelaksanaan Kerja Bakti terpadu yang melibatkan 750 orang personil dari TNI
AD, Polri, Pol PP, Linmas, PNS, Pramuka dan organisasi pemuda pada 36
Desa/Kelurahan dalam wilayah di 4 Kecamatan yaitu Alor Timur Laut, Alor
Selatan, Alor Tengah Utara dan Teluk Mutiara. Kegiatan ini berhasil
membangun 86 buah rumah sangat darurat serta melakukan pembersihan puing-
puing bangunan yang rusak total maupun berat pada wilayah-wilayah tersebut.
Pelaksanaan pelayanan medis terhadap korban dilakukan sebagian besar
melalui posko kesehatan. Selain itu, di RSUD Kalabahi terdapat jumlah
pasien yang dilayani adalah sebanyak 27 orang, terdiri dari 10 orang
dinyatakan sembuh, 3 orang meninggal dan 14 orang dipulangkan dengan status
rawat jalan. Di samping itu juga diadakan dapur umum di Posko Satlak PBP
dan Kecamatan Alor Timur Laut.
Kemudian, sebagai salah satu upaya yang telah dilakukan dalam
menanggulangi kekurangan air bersih akibat adanya kerusakan jaringan air
bersih, Satlak memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Pelayanan
tersebut dilakukan dengan mobil tanki yang setiap hari mendistribusikan air
bersih kepada masyarakat.
D. UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM TAHAP REHABILITASI
Pemerintah melalui Departemen PU mengupayakan secara simultan kegiatan
rehabilitasi melanjutkan tahap tanggap darurat untuk segera memperbaiki
fasilitas umum yang rusak melalui program penanggulangan bencana alam Alor
tahun 2004. Kegiatan tersebut didanai melalui Dana Cadangan Umum Dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1305/KM3-43/SKOR/2004 kepada Bupati Alor
sebesar Rp.6,58 miliar dan Nomor 1306/KM3-43/SKOR/2004 kepada Gubernur NTT
sebesar Rp53,42 miliar, pada tanggal 21 Desember 2004 tentang Otorisasi
Anggaran Belanja Rutin (SKOR) tahun 2004 untuk keperluan bantuan dana
penanggulangan bencana alam gempa bumi di Kabupaten Alor, sehingga total
dana dari Pemerintah Pusat adalah Rp.60 miliar. Proses asistensi Lembaran
Kerja (LK) dari Dinas Kimpraswil Propinsi NTT ke Departemen PU dan Ditjen
Anggaran Keuangan dilaksanakan sejak tanggal 13 sampai dengan 20 Desember
2004. Dana SKOR tahun 2004 tersebut disalurkan melalui Rekening Khusus (RK)
pada tanggal 24 Desember 2004 untuk kegiatan sebagai berikut:
1) pembangunan/rehabilitasi perumahan tipe 36 tanpa dinding dan
pintu/jendela (bangunan fondasi, lantai, atap dan struktur);
2) rehabilitasi prasarana dan sarana air bersih;
3) pembangunan/rehabilitasi prasarana/sarana irigasi;
4) pembangunan/ rehabilitasi jalan dan jembatan;
5) pembangunan/rehabilitasi sekolah, pasar, perkantoran, rumah ibadah
serta sarana kesehatan dan lainnya. Laporan pelaksanaan secara rinci
terdapat di lampiran II.
Dalam rangka pengendalian program penanggulangan bencana alam gempa bumi di
Kabupaten Alor dibentuk Tim Bidang PU berjenjang sebagai berikut:
1. Pengendali Program Bidang PU Tingkat Pusat melalui Keputusan Menteri
PU Nomor 24/KPTS/M/2005 dengan Pedoman Pelaksanaannya.
2. Pelaksana Program Tingkat Propinsi melalui Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Timur.
3. Satgas untuk Koordinasi Pelaksanaan dan Supervisi Kegiatan Fisik
Tingkat Kabupaten melalui Keputusan Kepala Dinas Kimpraswil Propinsi
NTT Nomor KPW/TU05.01/360/19/KPTS/XII/2004 tanggal 24 Desember 2004.
Secara lebih rinci upaya-upaya yang telah dilakukan dalam tahap
rehabilitasi adalah sebagai berikut:
Bidang Sosial Budaya
(1) Sub Bidang Agama
Dalam pembangunan sarana ibadah telah dialokasikan dana sebesar
Rp.580.000.000,- untuk membantu 39 rumah ibadah di Alor. Perincian jumlah
bantuan per unit Rp. 14.871.795 dengan sebaran lokasi berada di 6 wilayah
kecamatan antara lain Kecamatan Alor Timur, Alor Timur Laut, Alor Selatan,
Alor Tengah Utara, Teluk Mutiara, Alor Barat Daya.
(2) Sub Bidang Kesehatan
Pada tahun 2004 Departemen Kesehatan mengalokasikan dana rehabilitasi
sarana kesehatan bantuan bencana alam untuk merehabilitasi 5 puskesmas, 2
puskesmas pembantu, 1 rumah dokter dan 1 rumah dinas paramedis dengan total
anggaran Rp.1,6 miliar termasuk penyediaan peralatan kesehatan dengan dana
Rp.1,0 miliar.
Selain itu Dinas Kimpraswil Kabupaten Alor melalui dana SKOR Bupati juga
telah mengalokasikan dana sebesar Rp.2,1 miliar untuk membangun 9 unit
sarana kesehatan yang terdiri dari 6 puskesmas dan 3 puskesmas pembantu.
Sedang Dinas PU melalui SKOR Gubernur, telah pula membangun 5 Puskesmas.
(3) Sub Bidang Pendidikan
Di bidang pendidikan, berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menjaga
agar proses belajar mengajar dapat tetap berjalan dengan membantu
penyediaan sarana dan prasarana termasuk rehabilitasi fasilitas pendidikan.
Pada tahun 2004, Departemen Pendidikan Nasional telah mengalokasikan dana
untuk merehabilitasi sarana dan prasarana sekolah di Kabupaten Alor yang
meliputi 8 SD/MI dan 1 SMP dengan total anggaran sebesar Rp.1,33 miliar.
Selain itu telah dialokasikan pula sebesar Rp.1,195 miliar melalui dana
SKOR Bupati yang digunakan untuk membangun 10 unit SD dan 3 unit SMP yang
tersebar di kecamatan Kecamatan Teluk Mutiara, Alor Barat Daya, Alor Barat
Laut, dan Pantar.
Pemerintah pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum juga mengalokasikan
dana sebesar Rp.8,4 miliar untuk membangun 28 unit bangunan sekolah tahan
gempa (3 ruang per sekolah) dengan rincian 15 sekolah dikelola oleh
pemerintah Provinsi (Rp 4,5 miliar) dan 13 sekolah dikelola oleh pemerintah
Kabupaten Alor (Rp. 3,9 miliar). Sekolah-sekolah tersebut tersebar di 6
kecamatan yaitu Kecamatan Teluk Mutiara, Alor Barat Laut, Alor Barat Daya,
Alor Tengah Utara, Alor Timur Laut, Alor Selatan.
Dalam rangka menjalankan upaya tanggap-Darurat rehabilitasi dan
rekonstruksi Kabupaten Alor secara sistematis dan menyeluruh, pemerintah
melakukan koordinasi penanganan dengan pembentukan Satgas Penanggulangan
Bencana Alam Gempa Bumi Sektor ke PU-an oleh Kepala Dinas Kimpraswil
Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui SK No.
Kpw/TU/05.01/360/19/XII/KPTS/2004 tanggal 24 Desember 2004.
Bidang Infrastruktur
(1) Sub Bidang Transportasi
a) Prasarana Jalan.
Dalam aspek transportasi, pada pelaksanaan tahap tanggap darurat
kegiatan yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana jalan dan menfungsikan
kembali ruas jalan nasional, propinsi dan kabupaten pada ruas jalan, sbb:
Jenis kerusakan jalan yang terjadi pada umumnya berupa longsoran tebing
yang menutup badan jalan, terjadi patahan/penurunan badan jalan, retaknya
tembok penahan badan jalan. Kerusakan pada jembatan selain adanya jembatan
yang runtuh, juga secara umum terjadi kerusakan pada abutmem, pasangan
penahan oprit dan pada stuktur jembatan lainnya. Rincian kerusakan
prasarana jalan pada ruas jalan nasional, propinsi dan kabupaten antara
lain sebagai berikut:
Ruas Jalan Nasional :
. Jalan Kalabahi-Taramana-Lantoka-Maritaing
. 13 buah jembatan
Ruas Jalan Propinsi
. Jalan Watatuku (Sp.Moru)-Mataraben
. Satu buah jembatan
Ruas Jalan Kabupaten
. Jalan Taraman – Alata
. Jalan Likuatang – Atimelang
. Jalan Bukapiting – Apui
. Jalan Mebung – Mainang
. Jalan Mainang – Apui
. Jalan Tulta – Mali
b) Transportasi Laut.
Pada bidang transportasi laut terjadi kerusakan ringan di dermaga
perintis Kalabahi. Namun demikian gempa juga menyebabkan kerusakan pada
beberapa fasilitas Pelabuhan Maritaing yang berlokasi 34 km dari pusat
gempa. Kerusakan terjadi pada fasilitas terminal, causeway dan trestle.
Sampai saat ini kedua prasarana transportasi laut tersebut sudah bisa
digunakan dengan baik namun pada fasilitas yang mengalami kerusakan akan
dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahun 2006.
c) Transportasi Udara.
Pada kegiatan tanggap darurat telah dilakukan upaya rehabilitasi
landasan pacu di Bandar Udara Mali Kabupaten Alor yang mengalami kerusakan
ringan Landasan pacu mengalami keretakan sepanjang 1.400 m dan penurunan
permukaan sedalam 40 cm. Bagian sisi landas pacu dan gedung terminal juga
mengalami keretakan. Bandar Udara Mali saat ini sudah dapat digunakan
kembali untuk pendaratan pesawat. Fasilitas yang masih mengalami kerusakan
direncanakan akan diperbaiki pada tahun 2005 – 2006.
(2) Sub Bidang Sumber Daya Air
Kerusakan pada prasarana sumber daya air akibat gempa bumi umumnya
terjadi pada bendung, pintu air, saluran pasangan batu yang pecah, dan
bangunan air yang pecah/retak. Kerusakan tersebut tersebar pada tujuh
Daerah Irigasi sebagai berikut :
Daerah Irigasi Waisika
Daerah Irigasi Bukapiting
Daerah Irigasi Kamot
Daerah Irigasi Benlelang
Daerah Irigasi Pailelang I
Daerah Irigasi Pailelang II
Daerah Irigasi Padang Panjang
Selain kerusakan pada prasarana irigasi terjadi kerusakan pada
jaringan irigasi air tanah sebanyak 16 sumur pompa dan embung irigasi
sejumlah 2 buah.
Pada tahun anggaran 2004 telah diperbaiki sebanyak tujuh daerah irigasi,
yaitu: DI Waisika, Bukapiting, Kamot, Benlelang, Pailelang I, Pailelang II,
dan Padang Panjang. Biaya yang digunakan untuk kegiatan tersebut sebesar
Rp.12,5 miliar.
Pelaksanaan penanganan pembangunan/rehabilitasi Daerah Irigasi dan
Pengembangan Pengelolaan Air Tanah dilakukan dengan penunjukan langsung
oleh Menteri PU kepada PT Adhi Karya sebagai kontraktor pelaksana dengan
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor KV.03.03-4a/10 tanggal 20 Desember
2004
(3) Sub Bidang Perumahan
Gempa bumi menyebabkan 2.517 unit rumah mengalami rusak total, 5.579
unit rumah mengalami rusak berat, dan 7.724 unit rumah mengalami rusak
ringan. Pada tahun anggaran 2004 melalui dana Cadangan Umum, Pemerintah
telah membantu pembangunan pondasi, struktur dan atap rumah penduduk yang
terkena gempa sebanyak 1.300 unit rumah type 36. Untuk kelengkapan atap dan
dindingnya diharapkan akan dilengkapi oleh masyarakat sendiri. Biaya yang
telah dikeluarkan untuk kegiatan tersebut mencapai Rp.13 miliar.
Disamping itu juga dilakukan pembangunan 70 unit rumah oleh TNI yaitu
35 unit plus 1 TK 3 ruang di Desa Waisika, 20 unit di Desa Air Mancur, dan
15 unit di Desa Taramana. Kegiatan pembangunan dilaksanakan pada tanggal 8
Januari s/d 3 Maret 2005. Rumah yang dibangun adalah tipe rumah 36 dengan
konstruksi fondasi, lantai, dinding dan atap (penghuni langsung bisa
menempati).
Pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan penunjukan langsung dengan
sistem konsorsium kontraktor lokal 500 unit (11 paket kontrak untuk 145
kontraktor) dan kontraktor kecil & menengah 800 unit (11 kontraktor dari
Kabupaten Alor & luar Kabupaten Alor).
Dengan demikian jumlah rusak total pada aspek perumahan yang dikerjakan
adalah sebanyak 1.370 unit (Lampiran II.9), sisa 905 unit yang akan
dikerjakan pada tahap berikutnya.
(4) Sub Bidang Air Bersih dan Sanitasi
Pada beberapa daerah sumur gali penduduk mengalami kekeringan akibat
adanya gempa bumi padahal sumur tersebut rata-rata tidak pernah mengalami
kekeringan meskipun di musim kemarau.
Pada tahun anggaran 2004, dilakukan rehabilitasi prasarana dan sarana
air bersih sistem perpipaan di Kota Kalabahi dan sarana air bersih untuk
tujuh desa, yaitu: Desa Taramana, Desa Kamot, Desa Nailang, Desa
Waisika/Bukapiting, Desa Nur Benlelang/Lembur Barat, Desa Likuatang, dan
Desa Lembur Timur/Desa Luba (Lampiran II.11) Biaya yang telah dikeluarkan
untuk kegiatan tersebut sebesar Rp.5,36 miliar.
Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana Air Bersih, Sanitasi,
Pasar dan Sampah dilakukan dengan penunjukan langsung kepada PT. Hutama
Karya sebagai kontraktor pelaksana sesuai persetujuan Surat Perintah Mulai
Kerja (SPMK) dari Menteri Pekerjaan Umum Nomor : KV.03.03-4a/11 tanggal 30
Desember 2004.
Untuk pengembangan dan pengelolaan air tanah, Departemen Pekerjaan
Umum melalui bidang permukiman dan prasarana wilayah mengalokasikan dana
Rp.2,5 miliar untuk membangun sarana penyediaan air bersih dengan sebaran
lokasi di 3 kecamatan yaitu kecamatan Alor Barat Laut, Teluk Mutiara, dan
Alor Tengah Utara. Penanganannya dilakukan oleh Dinas Kimpraswil Provinsi
NTT
Bidang Ekonomi
Untuk bidang ekonomi, kegiatan yang dilakukan adalah merehabilitasi
dan memulihkan sarana pasar di Kabupaten Alor. Terdapat tiga pasar yang
dibangun kembali yaitu Pasar Nailang, Pasar Lola dan Pasar Mebung.
Bidang Pemerintahan
Pada bidang pemerintahan, berdasarkan laporan fisik dan keuangan
penanggulangan bencana alam gempa bumi di Kabupaten Alor, Provinsi NTT pada
tahun anggaran 2004, maka beberapa pembangunan kantor pemerintahan yang
telah dilaksanakan oleh PT Adhi Karya sebagai konsultan dari Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah seperti tersebut.
Sumber : Hasil Survey Lapangan Bappenas dan tim, Juni-Juli 2005
Gambar Kantor Desa Tuleng Setelah Pembangunan
Gambar 4.2 Rumah Dinas Camat Alor Tengah Utara Setelah Pembangunan
E. UPAYA YANG AKAN DILAKUKAN PADA TAHAP REKONSTRUKSI
Tahap rekonstruksi merupakan tahap lanjutan dari tahapan rehabilitasi
yang bertujuan untuk memperbaiki kembali dan membangun pelayanan publik
pada tahap yang memadai dan membangun masyarakat serta wilayahnya dalam
tatanan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang sesuai dengan
aspirasi dan tuntutan masyarakat, sehingga minimal dapat berfungsi seperti
semula dan bahkan menjadi lebih baik lagi baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya.
Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin melibatkan masyarakat dalam
setiap proses. Pembangunan fisik hanya merupakan salah satu sarana untuk
mencapai tujuan yaitu semakin kuatnya modal sosial dan masyarkat yang lebih
berdaya.
Di lapangan, secara simultan kegiatan tahap rehabilitasi akan
dilanjutkan dengan tahap rekonstruksi. Sejalan dengan hal tersebut Kantor
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional bekerjasama dengan Kabupaten Alor dan Propinsi Nusa
Tenggara Timur, dengan masukan dari berbagai instansi/lembaga pemerintah
serta berbagai pihak, menyusun rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
wilayah Alor, yang dijabarkan dalam arahan kebijakan, strategi, kegiatan
pokok dan kerangka waktu pelaksanaannya.
Rencana yang disusun oleh Pemerintah ini akan dijadikan pedoman umum
dan acuan operasional bagi Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Alor dalam
pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam
kurun waktu 2005 – 2007 tahun ke depan, sesuai dengan kebutuhan.
F. MEKANISME KESIAPAN DAN PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi :
tahap prabencana,
saat tanggap darurat, dan
pascabencana.
A. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
Dalam situasi tidak terjadi bencana
Dalam situasi terdapat potensi bencana
1. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
2. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
B. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;
3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. pemenuhan kebutuhan dasar;
5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
C. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
1. rehabilitasi; dan
2. rekonstruksi.
D. Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah
mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa
mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.
Upaya Penanggulangan Bencana
Upaya-upaya yang dilakukan untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan :
1. Bantuan pelayanan medik.
o Mobilisasi tenaga kesehatan untuk membantu pelayanan medis
spesialistik yang tidak tersedia di lokasi bencana.
o Mobilisasi obat dan alat kesehatan.
o Mendirikan alat kesehatan yang statis dan mobile.
o Pengobatan gratis bagi semua pelayanan kesehatan.
o Mendirikan rumah sakit lapangan jika fasilitas RS di lokasi
bencana terkena dampak bencana.
2. Bantuan Pelayanan Gizi
o Promotif yaitu dengan cara menurunkan tim konselor, seperti
memberikan dukungan kepada para ibu agar tetap care pada
anaknya, dengan tetap memberikan ASI sebagai sebagai sumber gizi
paling optimal bagi bayi dan BADUTA (Bawah Dua Tahun).
o Kuratif yaitu dengan memberikan bantuan pangan terhadap korban
bencana umumnya populasi berisiko yaitu pada bayi dan Balita,
dengan memberikan MP.ASI.
3. Upaya Penyehatan Lingkungan
o Penyediaan, pengawasan dan perbaikan kualitas air.
o Tempat penampungan pengungsi
o Pembuangan kotoran
o Pembuangan sampah
o Pembuangan limbah
o Pengendalian Vektor
o Sanitasi makanan.
4. Upaya Surveilans Epidemiologi
5. Upaya Imunisasi
o Tetap melaksanakan program imunisasi di lokasi bencana.
o melaksanakan imunisasi terhadap penyakit yang berisiko
terjadinya KLB. seperti Tetanus Toxoid dan Campak.
6. Bantuan pelayanan Obat dan Alat Kesehatan.
o Memegang prinsip cepat, tepat dan sesuai kebutuhan.
Pengurangan Resiko Bencana
Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, ta
nggapdarurat,dan pasca bencana.
1. Tahap Pra bencana;
yang terbagi menjadi saat tidak terjadi bencana dan potensi terjadi ben
cana
dilakukan kegiatan perencanaan penggulangan bencana, pengurangan resikobenca
na, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan
analisis resiko bencana,
penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan,
serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
(kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana)
2. Tahap Tanggap Darurat;
kegiatannya mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan,dan sumber
daya; penentuan status keadaan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban;
pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih dan sanitasi, pangan, sandang,
pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan tempat
hunian); perlindungan kelompok rentan (prioritas bagi
kelompok rentan) serta pemulihan prasarana dan sarana vital.
3. Tahap Pasca Bencana;
mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah,sosial psikologis,pelayanan kesehat
an,rekonsiliasi dan resolusi konflik,sosial ekonomi dan budaya,keamanan dan
ketertiban,fungsi pemerintahan dan pelayanan public) dan rekontruksi
pembangunan, pembangkitan, dan p eningkatan berbagai sarana dan
prasarana termasuk fungsi pelayanan public).
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and
rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal
justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa
yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi
bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat
maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa
yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil
dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan
mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak
yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga,
moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan
sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang
masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi
efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah
bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi
kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik
saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi
seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen
Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang
perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi
dampak bencana yang terjadi.
Akhir-akhir ini diindonesia terjadi bencana alam seperti :
1. banjir
2. gunung meletus
3. gempa bumi
4.tanah longsor
5.tsunami
Sesuai dengan keadaan tersebut,sampai saat ini kita telah mempunyai
berbagai pengalaman untuk memberikan pelayanan medik dalam rangka
penanggulangan bencana,seperti bencana alam tsunami di maumere,gempa bumi
dijambi,tenggelamnya kapal ampomas,letusan gunung berapi didaerah istimewa
yogyakarta,dll
Dalam memberikan pelayanan medik pada berbagai bencana nasional tersebu
t jajaran kesehatan telah berhasil dengan baik dan mendapat pujian dan
berbagai sektor yang terkait dan dari berbagai pengalaman,kita juga telah
berhasil menyusun konsep pelayanan medik dalam penanggulangan
bencana.tetapi konsep tersebut belum disusun dalam suatu prosedur tetap
yang dapat dipelajari oleh saluran jajaran kesehatan di semua
tingkatan,agar pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan baik,cepat yang
didukung oleh kerjasama semua unit terkait.
Oleh
karena itu,agar pelayanan medik dalam penanggulangan bencana dapat
dilaksanakan terkoordinasi dengan baik, cepat dan tepat,seluruh unit di
semua tingkatan jajaran kesehatan perlu disusun prosedur tetap pelayanan
medik penanggulangan bencana
DASAR
1. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Keputusan Presiden RI No.43 Tahun 1990 Tentang Badan Koordinasi Nasi
onal Penanggulangan Bencana di Indonesia.
2.
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat / Ketua Badan
Koordinasi nasional penanggulangan bencana No.11 /KEP/Kesra/IX/1997,
Tentang Sekretariat BadanKoordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.
3. Keputusan MenKes RI No.448/Menkes/SK/VI/1993Tentang PembentukanTim
4. Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana di Setiap Rumah Sakit.
5.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/S K/I/I 99 Tentang Petunjuk
PelaksanaanUmum Penanggulangan Medik Korban Bencana.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 594/Menkes/SK/VI/1995 Tentang
Pembentukan Pusat penanggulangan krisis akibat bencana (crisis center
) di lingkungan departement kesehatan
7. Undang – undang No. 24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana
TUJUAN
Prosedur tetap pelayanan medik penanggulangan bencana ini disusun
dengan tujuan sebagai pegangan semua unit dan semua tingkatan jajaran
kesehatan sehingga semua unit dan jajaran tersebut dapat mempelajari dan
melaksanakan tugas dan peran masing-masing dalam memberikan pelayanan medik
penanggulangan bencana
KEBIJAKSANAAN UMUM
Berbagai kebijaksanaan umum yang ditetapkan dalam pelayanan medik
penanggulangan bencana
adalah:
A. Dalam pelayanan medik penanggulangan bencana kita gunakan sarana dan
prasarana pelayanan yang ada, hanya intensitas kerja ditingkatkan.
B. Pelayanan medik penanggulangan bencana dilaksanakan
dalam 3 (tiga) tahap :
1.Tahap persiapan/tahap pra-bencana. Pada tahap ini dilaksanakan :
Inventarisasi lokasi kemungkinan terjadinya bencana.
Inventarisasi sumber daya yang tersedia.
Penyusunan Prosedur Tetap
Pelatihan setiap petugas yang kemungkinan
terlibat (gladi posko, gladi lapangan)
Koordinasi sektor lain terkait.
Mempersiapkan sarana/prasarana sesuai Prosedur Tetap.
2. Tahap Terjadinya Bencana
Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalah:
Eskalasi Pelayanan Gawat Darurat sehari -hari menjadi Pelayanan Gawat
Darurat Bencana.
Melaksanakan Penilaian Kebutuhan dan dampak kesehatan secara cepat,
sebagai data dasar
untuk program bantuan kesehatan, monitoring, dan evaluasi.
Daerah bencana dibagi 3 (tiga) lingkaran, yaitu :
Daerah lingkaran I melakukan pertolongan medik secara cepat, tepat, dan
melalui Rapid Health and Need Assessment untuk meminta dan
Lingkaran II dan III,jika diperlukan.
Daerah lingkaran II mencegah meluasnya dampak bencana (man made
disaster:kebakaran/ industri), memberikan bantuan medik dan menerima
korban bencana.
Daerah lingkaran III menyiapkan dan memberikan bantuan medik (jika diper
-lukan) dan melakukan evakuasi korban bencana ke daerah lingkaran
II dan atau III
3.Tahap Pasca Bencana
Kegiatan yang dilaksanakan :
Upaya pemantauan dan pencegahan : dampak bencana sekunder (KLB)
kualitas lingkungan hidup.
Penyediaan kebutuhan pokok bagi penduduk di penampungan
sementara (air bersih,makanan, dan pelayanan kesehatan dasar)
Pelayanan medik bencana dibagi 3 (tiga) tahap:
1. Pra-Rumah Sakit
2. Antar Rumah Sakit
3. Di Rumah Sakit
Di daerah terjadinya bencana,didirikan triage Dalam pelayanan medik
penanggulangan bencana,Indonesia dibagi menjadi 5 (lima) wilayah:
1. Wilayah tanggung jawab RSUP H. Adam Malik,Medan,meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Riau,aceh dan Jambi.
2.
Wilayah tanggungjawab RSUP Dr. Ciptomangunkusumo,meliputi DKI Jakarta,L
ampung,Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
3.
Wilayah tanggungjawab RSUD Dr. Soetomo,Surabaya, meliputi Jawa Ti
mur Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat,Nusa
Tenggara Timur, dan Timor Timur.
4.
Wilayah tanggung jawab RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo,Ujung Pandang,melipu
ti Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah,Sulawesi Tenggara,Maluku dan Irian Jaya.
Provinsi lain,seperti Sumatera Barat,JawaBarat,JawaTengah,Yogyakarta
Bali dan Sulawesi Utara berdiri sendiri
Organisasi
1.
Di tingkat Pusat :Penanggungjawab Sekretaris Jenderal Depkes RI selaku
Ketua Crisis Center,dibantu oleh Dirjen Pelayanan Medik dan P2MPLP.
2. Dalam melaksanakan tugas konsultasi dengan BAKORNAS PB, di bawah
Menko Kesra dan sektor lain terkait.
3. Di tingkat Propinsi :Penanggungjawab adalah Kepala Kantor Wilayah
Depkes RI,dibantu olehKepala Dinas Kesehatan Dati I dan Direktur RS Ruj
ukan Wilayah.Dalammelaksanakan tugas
dibawah koordinasi SATKORLAK PB yang diketahui oleh Gubernur.
4. Di tingkat Kabupaten :Penanggung jawab adalah Kepala Dinas
Kesehatan Dati II, DibantuDirektur RS rujukan Dati II.Dalam melaksanaka
n tugas dibawah koordinasi SATLAK PB yang diketuai oleh
Bupati KDH Tk. II.
PELAKSANAAN PELAYANAN MEDIK
Fase pra-musibah masal/pra-bencana, tugas penanggungjawah
Dati I/Dati II:
1.
Menyusun Jadwal Rumah Sakit Siaga/Jaga setiap hari dandibuat untuk masa
siaga/jaga selama I(satu) bulan,diikuti bulan berikutnya.
2. Menyusun prosedur tetap Penanggulangan Musibah Masal/Bencana
(Rencana Operasional)sesuai kondisi setempat.
3. Mempersiapkan "Dana Khusus" Penanggulangan Musibah Masal/ Bencana
sesuai musibah masal/bencana potensial di wilayahnya.
4. Membentuk Pusat Siaga Bantuan Kesehatan (Pusbankes) 118 sebagai pusat
komunikasi dan koordinasi PB (sebaiknya di IRD RS) dan menyediakan
rumah sakit lapangan yang bisa
melakukan tindakan operasi semi definitif di lokasi bencana.
5. Mengidentifikasi dan mengkatagorikan jenis- jenis Ambulans yang ada
(milik Rumah Sakit, Pemda,ABRI,Swasta,dan lain-lain)
6. Menyusun Rencana Operasional (Contigency Plan) penanggulangan musibah
masal dan bencana yang ada di cakupan wilayahnya (Hazard mapping).
7.
Mengidentifikasi potensi saran pelayanan kesehatan yang ada, yaitu: juml
ah RSU Pemerintah, RS ABRI,RS Swasta,Puskesrnas dengan
perawatan,Puskesmas, dan Puskesmas Pembantu.
8. Menunjuk Rumah Sakit kelas tertinggi sesuai kemampuan pelayanannya
untuk dijadikan rujukan utama di wilayah cakupan.
9. Menghitung jumlah tempat tidur yang tersedia di setiap rumahsakit
(bekerja sama dengan PERSI).
10. Mencatat jumlah dokter umum dan spesialis di masing -masing
rumah sakit dan Puskesmas.
11. Mencatat jumlah tenaga perawat lapangan yang terlatih
(perawat PPGD/ Basic Trauma Life Support).
12. Mengadakan kerjasama dengan apotek Kimia Farma
di wilayahnya dan apabila tidak ada,dapat
menghubungi apotek Kimia Farma
terdekat di luar wilayah untuk memperoleh bantuan obat -
obatan life saving
dan obat-obatan lainnya.
13.
Menyediakan kantong plastik hitam (ukuran 2m) untuk pembungkus korban M
eninggal.
14. Mengembangkan Bank Darah di rumah sakit atau Unit Tranfusi Darah.
15. Mengadakan latihan/simulasi penanggulangan musibah masal/bencana
secara teratur (paling tidak 6 bulan sekali) secara lintas sektor.
16. Selalu memperbaharui dan memuktahirkan rencana operasional yang ada
Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah
mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang
ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan
pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari
suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan
dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk
menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan
penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya
mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya
seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi
bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah
serta dengan memberdayakan masyarakat dan peme Sementara itu upaya untuk
memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat
dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan
kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah
maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah
administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan
bencana yang potensial di wilayahnya.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh
pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:
1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung
usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar
tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;
2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya
mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan
bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
preventif kebencanaan;
3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat
yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi
kerja yang baik;
4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan
pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif
kebencanaan;
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam
setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
Upaya penanggulangan bencana tanah longsor
Upaya menghindari dan menanggulangi bencana tanah longsordapat dilakukan
dengan dua tahap, yaitu tahap preventif dan tahapbencana.
1) Tahap preventif
Tahap preventif atau tahap awal merupakan langkah utamadalam
mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana tanahlongsor.
Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi daerah rawan tanah longsor.
b. Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alamterutama mengenai
tanah longsor.
c. Melakukan pemantauan terhadap daerah rawan longsor untuk
mengidentifikasi gejala kemungkinan terjadinya longsor.
d. Pengembangan dan penyempurnaan pengelolaan dalam upayapenanggulangan
bencana tanah longsor.
e. Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini.
f. Mengembangkan pola pengelolaan lahan yang baik.
g. Hindari bermukim dan mendirikan bangunan di tepi lembahsungai yang
terjal.
2). Tahap bencana
Bencana terjadi tidak dapat diprediksi secara tepat. Tindakanyang
harus dilakukan ketika bencana tanah longsor terjadi, antaralain sebagai
berikut
a) Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah.
b) Mendirikan pusat pengendalian terutama bagi korban tanahlongsor.
c) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d) Dirikan dapur umum, pos kesehatan, dan penyediaan air bersih.
e) Pencegahan terjadinya wabah penyakit.
f) Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.
Daftar pustaka
PROSEDUR TETAP PELAYANAN MEDIK PENANGGULANGAN BENCANA Disusun Oleh : Ahmad
Kholid, S.Kep., Ns
Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat bencana PPK Kemenkes RI.
iwandahnial. les.wordpress.com/03/06/2009)
www.anneahira.com
Hasil Survey Lapangan Bappenas dan tim, Juni-Juli 2005
-----------------------
Badan koordinasi nasional penanganan bencana dan penanganan pengungsi
Bakornas PBP
Satuan koorࠀࠚࠛࡄࡌࡍࡷࢫࢬࢭࢮࣗࣞऑजदमয়ৢ౦ 쟰ꢸ룇螙 晸ξ咙Cᔠ땨幗ᘀ써팪䌀ᡊ伀Ɋ儀Ɋ帀Ɋ愀ᡊᔣ땨
幗ᘀ써팪㔀脈䩃䩏[?]䩑[?]䩞[?]䩡ᔣ 픗ᘀ 픗㔀脈䩃
䩏[?]䩑[?]䩞[?]䩡ᘝ 픗㔀脈䩃䩏[?]䩑[?]䩞[?]䩡ᔣ൨䜀ᘀꉨ䙇㔀脈䩃䩏[?]䩑[?]䩞[?]䩡
ᘝꉨ䙇㔀脈䩃dinasi
pelaksana penanggulangan
bencana & penanganan
pengungsi
Satkorlak PBP
Satuan pelaksana
penanggulangan bencana &
penanganan pengungsi
Satlak PBP
Satuan tenaga
penanggulangan bencana &
penanganan pengungsi
Satgas
Hansip / KMPB
Pertahanan sipil / Kelompok
masyarakat
penanggulangan bencana