BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik melandasi pelaksanaan pemerintahan di daerah pada asas desentralisasi. Kaidah asas inilah yang kemudian melahirkan makna otonom, dengan substansi penyerahan kewenangan kewenan gan dalam pelaksanaan pelaksan aan pemerintahan di daerah. Di samping samp ing asas desentralisasi dikenal juga asas dekonsentrasi dengan substansi yang agak berbeda yaitu penugasan dari pemerintah pusat. Makna kewenangan yang diserahkan, dilimpahkan dan ditugaskan sifatnya untuk mengatur dan mengurus pelaksanaan pemerintahan di daerah. d aerah. Di dalam struktur pemerintahan negara kita, pada prinsipnya kekuasaan negara dibagi menjadi tiga kekuasaan besar yaitu : Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Montesque dalam trias politica. Walaupun secara umum, Indonesia tidak menganut teori ini sepenuhnya hal ini dikarenakan selain tiga pembagian kekuasaan tadi terdapat pula kekuasaan lain, yaitu kekuasaan Audit yang dilakukan oleh BPK dan fungsi konstitusional yang dilakukan oleh MPR. Kekuasaan Legislatif di dalam pemerintahan negara kita dilakukan oleh DPR yaitu dalam hal merumuskan peraturan perundang-undangan, walaupun dalam pelaksanaannya DPR tidak berdiri sendiri tetapi terdapat peran pemerintah ataupun presiden untuk menetapkan suatu peraturan perundang-undangan. Demikian pula sebaliknya, jika inisiatif peraturan perundangan muncul dari pemerintah atau presiden maka rancangan tersebut harus mendapat persetujuan dari DPR sebelum disahkan menjadi undang-undang. Walaupun demikian, fungsi dari DPR adalah sebagai legislator. Keanggotaan DPR dipilih secara langsung melalui pemilu legislatif yang merupakan wakil-wakil dari partai politik.
Good mengikuti
governance menghendaki prinsip-prinsip pengelolaan
pemerintahan yang
baik,
dijalankan seperti
dengan
transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan tranparansi dalam pengelolaan keuangan negara, karena aspek keuangan negara menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa. Sebagaimana diketahui bahwa fungsi manajemen dalam beberapa literatur diungkapkan terdapat beberapa fungsi, yaitu , Controlling (Pengawasan) dan Evaluating (Evaluasi). Controlling dan eveluating merupakan dua fungsi manajemen yang sangat dibutuhkan, terlebih apabila rentang kendali pimpinan sudah sedemikian luas. Good Governance mensyaratkan adanya pengawasan yang dilakukan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di bawah lingkup organisasi yang bersangkutan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh unit pengawasan di luar organisasi yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar
belakang
diatas,
penulis
dapat
merumuskan
sebuah
permasalahan yang akan dibahas, yaitu :”Bagaimana fungsi pelaksanaan pengawasan dan evaluasi dalam manajemen pemerintahan” ?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui fungsi pelaksanaan pengawasan dan evaluasi dalam manajemen pemerintahan.
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengertian Fungsi Pelaksanaan Pemerintahan
Kemampuan menyelenggarakan pemerintahan sangat ditentukan oleh kecakapan menajerial dari eksponen pemerintahan dan berfungsinya sistem manajemen. Pola penyelenggaraan pemerintahan desa di satu sisi harus mengikuti tuntutan modernitas, namun di sisi lain harus peka terhadap konteks budaya setempat. Dari tinjauan tersebut, apabila governance sudah berjalan dengan baik serta dalam tataran implementasinya telah mengakomodasi empat komponen yang meliputi : Hak azazi manusia (human right ), masyarakat madani (civil society), demokratisasi dan globalisasi, maka kepemerintahan yang ada telah berkualifikasi baik atau diistilahkan ” good governance”. Selanjutnya menurut (A.S Horby,), menyebutkan bahwa governance atau governing yaitu ” mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam suatu negeri ”(Kushandajani, 2001). Apabila ditinjau dari segi dinamika,
kepemerintahan
berarti
segala
kegiatan
atau
usaha
yang
terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Dari segi struktural fungsional, kepemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara. Dari segi aspek tugas dan kewenangan negara maka kepemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara. B. Pengertian Pengawasan 1. Pengawasan
Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired
results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual activities conform the planned activities. Menurut
Winardi
“Pengawasan
adalah
semua
aktivitas yang
dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”. Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokan
dan
ketidakcocokan
dan
menemukan
penyebab
ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan
publik
yang
bercirikan
good
governance
(tata kelola
pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini,
pengawasan
menjadi
governance itu sendiri.
sama
pentingnya
dengan
penerapan good
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Pengawasan Intern dan Ekstern Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control ) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di
Indonesia,
dengan
menempatkannya
di
bawah
pengawasan
Kementerian Dalam Negeri. 2. Pengawasan Preventif dan Represif Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga
dapat
mencegah
terjadinya
penyimpangan.”
Lazimnya,
pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya
penyimpangan
pelaksanaan
keuangan
negara
yang
akan
membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. 3. Pengawasan Aktif dan Pasif Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid ) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti
kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid ) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.” 2. Tipe-Tipe Pengawasan
Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain: a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control). b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control) c. Pengawasan Feed Back (feed back control) Fungsi pengawasan secara umum dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi prefentif dan fungsi represif. Yang dimaksud dengan fungsi prefentif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum ada kejadian dalam arti lain tindakan ini bisa disebut dengan tindakan berjaga-jaga atau pencegahan. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan represif, yaitu tindakan yang dilakukan setelah adanya kejadian dalam kata lain tindakan ini dapat disebut dengan tindakan langsung. Pemerintah sebagai wujud dari kedaulatan rakyat mempunyai tugas untuk melaksanakan amanah yang telah diembannya, namun bagaimanapun subjek pemerintah dalam hal ini aparatur pemerintah tidaklah selalu senantiasa melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan berbagai kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang menjalankan. Oleh karena itu perlu adanya suatu lembaga yang dapat mengawasi segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Prof. Dr. Muchsan SH, dalam pengawasan tersebut meliputi dari perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah. Dimana yang menjadi objek dari pengawasan disini meliputi aparatur pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, serta sarana yang digunakan oleh
pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Tahapan awal (tahap perencanaan) didalam pembuatan kebijakan adalah menganalisa kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat lalu menyesuaikannya dengan undang-undang yang berlaku. Kedua adalah proses perencanaan, lembaga yang mempunyai peran penuh (Full Power) didalam menjalankan pengawasan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam pasal 20 A UUD 1945 yang berbunyi; “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” dan dipertegas dengan pasal 21 yang berbunyi:
“Anggota
Dewan
Perwakilan
Rakyat
berhak
mengajukan
rancangan undang-undang.” Dengan adanya pasal-pasal tersebut, DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap proses dari suatu rancangan perundang-undangan,
sehingga
meminimalisir
tindakan-tindakan
yang
bersifat menyimpang. Selepas dari tahap pengawasan, ada tahap pelaksanaan. Pada tahap ini yang berperan sebagai pengawas ada berbagai macam yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu lembaga formal dan lembaga nonformal. Yang dimaksud dengan lembaga formal adalah lembaga di yang didasari oleh UUD atau UU, sedangkan lembaga nonformal adalah lembaga independen. 3. Tahapan-Tahapan Proses Pengawasan
1. Tahap Penetapan Standar Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan. Bentuk standar yang umum yaitu : a. standar phisik b. standar moneter c. standar waktu 2. Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Digunakan sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat.
3. Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Beberapa proses yang berulang-ulang dan kontinue, yang berupa atas, pengamatan l laporan, metode, pengujian, dan sampel. 4. Tahap
Pembandingan
Pelaksanaan
dengan
Standar
dan
Analisa
Penyimpangan Digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan menganalisanya mengapa bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat pengambilan keputusan bagai manajer. 5. Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, dimana perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan. 4. Bentuk-Bentuk Pengawasan
1. Pengawasan Pendahulu (feeforward control, steering controls) Dirancang
untuk
memungkinkan
mengantisipasi
koreksi
dibuat
penyimpangan
sebelum
kegiatan
standar
dan
terselesaikan.
Pengawasan ini akan efektif bila manajer dapat menemukan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang perubahan yang terjadi atau perkembangan tujuan. 2. Pengawasan Concurrent (concurrent control) Yaitu pengawasan “Ya-Tidak”, dimana suatu aspek dari prosedur harus memenuhi syarat yang ditentukan sebelum kegiatan dilakukan guna menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan. 3. Pengawasan Umpan Balik (feedback control, past-action controls) Yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. 5. Fungsi Pengawasan
Yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan rencana semula.
C. Pengertian Fungsi Evaluasi
Evaluasi merupakan fungsi organik administrasi dan manajemen yang terakhir. Evaluasi dapat didefinisikan pula sebagai suatu proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasilhasil yang seharusnya dicapai. Karena tidak adanya suatu organisasi yang selalu mencapai tujuannya dengan sempurna, maka perlu adanya beberapa usaha-usaha yang harus dilakukan, antara lain : 1. Menentukan tujuan yang realistis dan efisien; 2. Menentukan standard kualitas pekerjaan yang diharapkan; 3. Meneliti sampai pada tingkat apa, standart yang telah ditentuka itu dicapai; 4. Mengadakan penyesuaian baik berupa rencana, organisasi, motivasi, maupun pengawasan. Untuk memudahkan evaluasi terhadap kebijakan, Broomly (1989) mengusulkan 3 hirarki kebijakan negara: 1. Policy level , yaitu bahwa kebijakan negara direpresentasikan oleh keinginan lembaga legislatif. Melalui Kebijakan tersebut ditentukan arah kebijakan sebuah negara yang memiliki ruang lingkup sangat luas. 2. Organizational level , yaitu suatu kebijakan yang dirumuskan oleh lembaga eksekutif sebagai jabaran dari kebijakan negara. Meskipin kebijakan ini lebih kecil ketimbang level sebelumnya, tetapi cakupan materi dan sekupnya relatif cukup besar, karena kebijakan ini masih mampu mengcover wilayah suatu negara. 3. Operational level, yaitu suatu kebijakan yang merupakan penjabaran teknis kebijakan yang dibuat oleh lembaga eksekutif (organizational level). Pada level ini, hasil dari sebuah kebijakan dapat dilihat oleh masyarakat. Operational level policy ditujukan bagi progran dan kegiatan yang langsung bersinggungan dengan masyarakat luas. Dalam konteks otonomi daerah, maka program dan kegiatan yang secara langsung menyentuh pada grass root adalah pada pemerintah.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola penyelenggaraan pemerintahan desa di satu sisi harus mengikuti tuntutan modernitas, namun di sisi lain harus peka terhadap konteks budaya setempat. Dari tinjauan tersebut, apabila governance sudah berjalan dengan baik serta dalam tataran implementasinya telah mengakomodasi empat komponen yang meliputi : Hak azazi manusia (human right ), masyarakat madani (civil society), demokratisasi dan globalisasi, maka kepemerintahan yang ada telah berkualifikasi baik atau diistilahkan ” good governance”. Apabila ditinjau dari segi dinamika, kepemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Dari segi struktural fungsional, kepemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara. Dari segi aspek tugas dan kewenangan negara maka kepemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara. B. Saran-saran
Supaya pengawasan dan evaluasi dapat diselenggarakan secara optimal maka membutuhkan peningkatan Sumber Daya Manusia (skill) Pejabat Pengawas peningkatan
Pemerintah sarana
penyelenggaraan
(PPP),
kerja
peningkatan
pengawasan.
anggaran
Selain
itu,
pengawasan, supaya
pemerintahan dapat diselenggarakan dengan
sehingga terlaksana dengan optimal.
dan
pengawasan independen
DAFTAR PUSTAKA
Broomly, D.W. 1989, Economic Interest and Institution: The Conceptual Foundations of Public Policy http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html http://tips-belajar-internet.blogspot.com/2009/08/tipe-tipe-pengawasan.html http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/01/09/pentingnya-pengawasan/ http://tizna.student.fkip.uns.ac.id/2010/04/22/analisis-artikel-perencanaan-dan pengawasan- serta-contoh-kasusnya/ Kushandajani, (2001), Manajemen Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
FUNGSI PELAKSANAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASI DALAM MANAJEMEN PEMERINTAHAN Tugas Mata Kuliah MANAJEMEN PEMERINTAHAN Dosen : GAJALI RAHMAN, S. Sos, M.Si
DI BUAT OLEH : NAMA
:
NOOR IRIADY
NIM
:
D2B111009
PROGRAM STUDI
:
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN BANJARMASIN 2012