PENGELOLAAN LIMBAH : STUDI PERMASALAHAN PENCEMARAN SUNGAI CITARUM AKIBAT
LIMBAH DI KABUPATEN BANDUNG
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkunngan)
Dasar Kesehatan Lingkungan Kelas A
Senin, 03 Oktober 2016
Pukul 07.00 – 08.40/Ruang Kuliah 8
Dosen Pengampu:
Rahayu Sri Pujiati, S.KM., M.Kes.
Anita Dewi Moelyaningrum, S.KM., M.Kes.
Ellyke, S.KM., M.Kes.
Prehatin Trirahayu Ningrum, S.KM., M.Kes.
Disusun oleh:
Viona Reza Maulinda
152110101125
FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat-Nya, penulis
mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar
Kesehatan Lingkungan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan ibu Rahayu
Sri Pujiati, S.KM., M.Kes., ibu Anita Dewi Moelyaningrum, S.KM., M.Kes.,
ibu Ellyke, S.KM., M.Kes., dan ibu Prehatin Trirahayu Ningrum, S.KM.,
M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan mengenai
permasalahan pengelolaan limbah di Indonesia dan solusi pemecahan
masalahnya yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber informasi, referensi dan berita. Makalah ini disusun dengan berbagai
rintangan baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Jember. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu, penulis meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Jember, 26 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
TOPIK PERMASALAHAN 4
BAB 2 PEMBAHASAN 6
2.1 Analisis Permasalahan 6
2.2 Penyebab Permasalahan 6
2.3 Alternatif Pemecahan Masalah 7
BAB 3 PENUTUP 10
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim,
di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air
kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik
lainnya (grey water) (Wikipedia, 2016).
Limbah adalah bahan sisa yang tidak diperlukan dan dibuang, limbah
pada umumnya mengandung bahan pencemar dengan konsentrasi bervariasi. Bila
dikembalikan ke alam dalam jumlah besar, limbah ini akan terakumulasi di
alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem alam.Penumpukan limbah di
alam menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Untuk mengurangi pencemaran
akibat limbah maka dibutuhkan pengelolaan limbah. Pengelolahan limbah ini
merupakan upaya merencanakan melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
pendayagunaan limbah, serta pengendalian dampak yang ditimbulkannya. Upaya
pengelolaan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang limbah,
unsur-unsur yang terkandung serta penanganan limbah,selain itu perlu
keterampilan mengelola limbah agar menjadi bahan yang ekonomis.
Pencemaran lingkungan di Indonesia terutama pencemaran sungai, danau
dan sarana perairan umum lainnya dalam beberapa tahun belakangan ini terus
meningkat. Penyebab utama pencemaran ini adalah akibat limbah rumah tangga
(40%), limbah industri (30%) dan sisanya berasal dari limbah pertanian dan
peternakan. Saat ini baru sekitar 25% dari limbah cair yang dihasilkan
telah diberikan perlakuan sebelum dibuang ke perairan umum, sedangkan
sisanya langsung dibuang ke perairan umum (Kurniadie, 2011). Hal ini
berarti 75% limbah yang dibuang ke perairan umum. Jumlah itu dirasakan
sangat banyak karena pembuangan limbah ke perairan umum dapat menganggu
kehidupan ekosistem air.
Kabupaten Bandung merupakan kawasan yang dipandang memiliki posisi
perekonomian yang sangat strategis dalam konstelasi perekonomian nasional
(Indonesia) maupun Jawa Barat. Pertimbangan-pertimbangan tersebut merujuk
pada beberapa indikator, seperti kedekatan wilayah perekonomian Kabupaten
Bandung dengan pusat perekonomian dan pemerintahan Jawa Barat. Dilihat dari
peran sektoral, peran sektor industri di Kabupaten Bandung dalam skala
regional maupun nasional juga sangat strategis berkaitan dengan industri
tekstil produk tekstil (TPT), industri alas kaki, industri kerajinan,
produk budi daya pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian.
Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB Kabupaten Bandung pada
tahun 2013 mencapai 59,79%, sedangkan sektor pertanian 7,74% (BAPPEDA
KABUPATEN BANDUNG, 2014).
Namun, keberadaan sektor industri di Kabupaten Bandung ini tidak
diimbangi dengan pengelolaan limbah industri yang sesuai dengan ketentuan.
Hal ini mengakibatkan tercemarnya sungai – sungai yang ad di Kabupaten
Bandung salah satunya yaitu Sungai Citarum. DAS Citarum mempunyai masalah
banjir dan penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air diduga disebabkan
oleh banyaknya
permukiman dan industri yang tumbuh di DAS Citarum (Suryaningsih & Harsoyo
2010).
DAS Citarum telah menjadi sumber kehidupan dan penghidupan
masyarakat Jawa Barat khususnya serta DKI Jakarta pada umumnya. Pada DAS
ini bermukim 11,255 juta penduduk dengan sekitar lebih dari 1.000 industri
yang sekaligus sebagai sumber pencemaran paling dominan (Wangsaatmaja, 2005
dalam Suryaningsih & Harsoyo, 2010). Mengacu pada hal tersebut, jika
pencemaran Sungai Citarum tidak segera diatasi maka akan mengancam
keberlangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada Sungai Citarum. Oleh
karena itu, penulis menyusun makalah ini dengan mengangkat topik
permasalahan pencemaran Sungai Citarum untuk tujuan membahas penyebab –
penyebab terjadinya pencemaran serta memberikan alternatif pemecahan
permasalahannya.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pencemaran Sungai Citarum?
2. Apa saja penyebab – pemyebab timbulnya pencemaran Sungai
Citarum?
3. Bagaimana alternative pemecahan masalah pencemaran Sungai
Citarum?
TOPIK PERMASALAHAN
Pencemaran Air Citarum Parah
BANDUNG, KOMPAS —Meski pencemaran air Sungai Citarum sudah masuk kategori
parah, belum ada langkah nyata penanganan limbah kimia beracun dan
berbahaya pada sungai tersebut. Padahal, selain untuk mengairi areal
pertanian, air Citarum juga digunakan setiap hari untuk minum 25 juta warga
Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Selain limbah cair kimia bahan beracun dan berbahaya (B3), Citarum juga
menampung limbah domestik (40 persen), yakni limbah rumah tangga dari
jutaan penduduk di tujuh kabupaten/kota di Jabar yang dilintasi Sungai
Citarum. Limbah pabrik dan rumah tangga itu bercampur dengan 10 ton sampah
per hari.
"Yang terjadi malah pembiaran, terutama pembuangan limbah berbahaya dari
pabrik ke perairan umum," ujar Deni Riswandani dari Komunitas Elemen
Lingkungan Majalaya, Kabupaten Bandung, Selasa (8/10).
Deni menduga, salah satu penyebab pencemaran adalah limbah cair B3 yang
dibuang pabrik tekstil di Majalaya. Dari 217 pabrik tekstil, sekitar 60
persen langsung membuang limbah ke Citarum.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Ali Masykur Musa, akhir minggu lalu,
mengunjungi Citarum di Desa Tanggulun, Majalaya. Berdasarkan laporan uji
petik BPK pada 2012 di tujuh wilayah yang dilintasi Sungai Citarum,
katanya, ditemukan 8 perusahaan di Kabupaten Bandung dan Purwakarta
membuang limbah cair tanpa izin ke Citarum. Selain itu ada 23 perusahaan di
Kabupaten Bandung dan Bandung Barat membuang limbah cair melebihi baku
mutu.
Menurut catatan Greenpeace Indonesia, sekitar 2.800 ton bahan kimia
berbahaya beracun dibuang ke Citarum setiap tahun. Di beberapa tempat,
tingkat pencemaran air itu sangat berbahaya karena Ph-nya di angka 14,
padahal yang diperbolehkan di perairan umum Ph-nya 6.
Banyak pula bahan kimia yang tak bisa terurai sehingga bertahan di alam dan
masuk ke dalam rantai makanan manusia. Contohnya bahan kimia berbahaya itu
dimakan ikan-ikan pada perikanan keramba jaring apung, terutama di Waduk
Saguling. Selain Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Jatiluhur diairi Sungai
Citarum. Ikan-ikan dari Saguling dan Cirata dipasarkan ke Jawa Barat dan
DKI Jakarta.
"Jika makan ikan dari waduk ini jangan makan kepalanya, khawatir mengandung
racun," ujar Asisten Analis Hidrologi dan Sedimentasi Badan Pengelola Waduk
Cirata, Tuarso.
Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Anang Sudarna
mengatakan, berbagai upaya dilakukan BPLHD, termasuk mengajukan pabrik
pencemar ke pengadilan tidak membuahkan hasil maksimal. "Kami tengah
menyusun rencana aksi gerakan Citarum bersih yang akan diluncurkan akhir
November ini. Rencana aksi kali ini bersifat multipihak, sebab kami sadar
tidak akan mampu mengendalikan pencemaran sendirian," ujarnya.
Syaifuddin Akbar dari bagian tindak pidana Kementerian Lingkungan Hidup
mengatakan bahwa penang anan pencemaran sungai melalui proses hukum tak
efektif. Dari 77 kasus pidana yang ke pengadilan, 52 persen hukumannya
percobaan 10 bulan, 13 persen dihukum ringan, dan sisanya bebas. (DMU/CHE)
(AMPL, 2015)
Sumber : Kompas dalam http://www.ampl.or.id/digilib/read/96-pencemaran-
air-citarum-parah/49271
BAB 2 PEMBAHASAN
Analisis Permasalahan
Pencemaran Sungai Citarum yang sudah tergolong parah belum menjadi
perhatian pemerintah untuk dilakukannya tindakan penanganan padahal Sungai
Citarum digunakan sebagai air minum oleh 25 juta warga Jawa Barat dan DKI
Jakarta. Sungai Citarum telah terindikasi tercemar oleh limbah cair kimia
B3, limbah pabrik dan limbah rumah tangga. Hal ini dikarenakan pembuangan
limbah oleh beberapa pabrik yaitu sebanyak 217 industri tekstil, 8
perusahaan di Kabupaten Bandung dan Purwakarta yang membuang limbah tanpa
izin dan 23 perusahaan di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat membuang
limbah cair tidak sesuai dengan prosedur.
Menurut catatan Greenpeace Indonesia terdapat 2800 ton bahan kimia
beracun dibuang ke Sungai Citarum sehingga membuat pH Sungai Citarum
berubah menjadi 14. Banyak pula bahan kimia yang tidak dapat terurai dan
akhirnya dapat dimakan oleh ikan – ikan di Sungai Citarum. Hal ini tentunya
sangat berbahaya jika ikan – ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia. Upaya –
upaya hukum telah dilakukan oleh BPLHD, namun tidak membuahkan hasil yang
maksimal.
Penyebab Permasalahan
Penyebab utama dan terbesar dari pencemaran Sungai Citarum yaitu
diakibatkan pencemaran oleh limbah domestik yang langsung dibuang ke sungai
tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu (Imansyah, 2012). Area
permukiman pada area zona tercemar berat, yaitu di Kota Bandung dan Kota
Cimahi yang lebih padat dibandingkan area lainnya membuktikan bahwa daerah
permukiman merupakan salah satu yang menjadi sumber pencemaran air di DAS
Citarum. Jenis limbah yang berasal dari daerah pemukiman (limbah domestic)
biasanya berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah
organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri.
Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah
anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan,
logam, karet, dan kulit. Sampahsampah ini tidak dapat diuraikan oleh
bakteri (non biodegrable) (Cahyaningsih & Harsoyo, 2010).
Hal senada juga diungkapkan oleh Habibi, bahwa sumber pencemar
utama diketahui berasal dari aktivitas industri dan domestik. Faktanya,
terdapat sekitar 60% industri pengolahan di Jawa Barat yang keberadaannya
juga berimplikasi pada terjadinya gangguan sistem hidrologi. Sedangkan
dalam konteks bahan kimia beracun, kontaminan utama yang mempengaruhi
kualitas air Sungai Citarum adalah limbah yang berasal dari kegiatan
industri (logam dan senyawa non-logam), pertanian (pupuk sintetis dan
pestisida), jasa (minyak dan logam) dan domestik (deterjen, logam, plastik)
(Ecology, 2004).
Industri – industri di Kabupaten Bandung masih banyak yang belum
mengoptimalkan penggunaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai
penyaring limbah buangan industri. Akibatnya, beberapa anak sungai Citarum
terus tercemar. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Bandung, Endang
Widayati menuturkan, dari total 66 perusahaan di Majalaya yang dipantau dan
diinventarisir oleh BPLHD Kabupaten Bandung, sebanyak 62 perusahaan memang
sudah memiliki IPAL. Namun, dari total tersebut, hanya 46 perusahaan yang
memanfaatkan IPAL secara optimal. Artinya, limbah yang dibuang melalui
proses IPAL oleh perusahaan telah memenuhi standar baku mutu, baik itu dari
aspek administrasi ataupun teknis (Ilham, 2015). Tidak ditegakannya hukum
terhadap pencemaran lingkungan maupun perusak lingkungan mengakibatkan
pelanggaran terus terjadi (Kurniasih, 2002).
Alternatif Pemecahan Masalah
Pencemaran Sungai Citarum akibat limbah domestik adalah masalah yang
sangat mendesak untuk diselesaikan karena DAS Citarum sejak tahun 1962
merupakan tempat keberadaan 3 waduk besar (Saguling, Cirata dan Jatiluhur)
yang menghasilkan daya listrik 5 milyar kwh/tahun atau setara dengan 16
juta ton BBM/tahun, mengairi jaringan irigasi pertanian seluas 300.000 ha
di kawasan Pantura Jawa Barat, dan menjadi sumber air minum bagi kawasan
urban Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang dan Jakarta.
Jika pencemaran akibat limbah domestik ini tidak segera ditangani, maka
akan menimbulkan berbagai permasalahan terutama permasalahan kesehatan yang
berdampak pada kehidupan penduduk sekitar DAS Citarum.
Diperlukan suatu inovasi untuk memecahkan masalah pencemaran Sungai
Citarum ini. Berikut penulis paparkan alternatif pemecahan masalah yang
penulis sadur dari berbagai sumber:
1. Teknik Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih
untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan
kadar polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-
enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan
beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak
beracun dan berbahaya. Teknologi bioremediasi dalam pengendalian badan
air tercemar dapat dilakukan melalui proses: isolasi, pengujian bakteri
dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi bakteri, dan perbanyakan
bakteri. Isolat bakteri tersebut dapat berasal dari bakteri "indigenous"
atau dari "commercial product". Baik bakteri "indigenous" maupun
commercial product" dapat mereduksi bahan pencemar logam Pb, nitrat,
nitrit, bahan organik (COD), sulfida, kekeruhan, dan amonia di sungai
maupun danau. Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan melalui tahapan:
pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur, perbanyakan kultur tahap I,
perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur produksi. Sedangkan
perbanyakan bakteri yang berasal dari commercial product tinggal
mengencerkan produk dengan dosis yang telah ditetapkan pada kemasannya
(Priadie, 2012)
2. Free Water Surface Constructed Wetland (FWS) menggunakan tanaman air
Free Water Surface Constructed Wetland dapat dilakukan dengan berbagai
macam tanaman air seperti eceng gondok, Lemmna (gulma itik), gulma air
terapung, gulma air submerged dan emergent. Instalasi pengolah limbah
cair dengan pola aliran permukaan atau free water surface contructed
wetland terdiri dari kolam atau saluran dengan menggunakan tanah atau
medium untuk mendukung perakaran tumbuhan dan air. Proses pembersihan
bahan organic pencemar dilakukan melalui metabolisme bakteri baik yang
berupa bakteri yang hidup bebas dan bakteri yang melekat pada sistem
perakaran (Kurniadie, 2011).
3. Membangun lembaga "koordinasi penyelamatan dan pemeliharaan sungai
citarum".
Lembaga ini bertugas untuk mengelola sungai citarum, berkoordinasi
dengan masyarakat, dengan lembaga- lembaga terkait untuk mengatasi
pencemaran, memelihara dan semaksimal mungkin untuk mengurangi tingkat
pencemaran pada sungai Citarum.
4. Melakukan proyek pembersihan sungai . Seperti sampah plastik dan lainya
sebaiknya diangkut melalui alat khusus pembersih sungai , misal perahu
pembersih.
5. Memberikan pendidikan atau wawasan pada masyarakat melalui training atau
seminar secara gratis mengenai " Kesadaran Pemeliharaan Sungai Citarum"
dan melakukan koordinasi secara berkelanjutan dengan masyarakat,
terutama para pemuda di sekitar Sungai Citarum. Untuk mengatasi semua
masalah pencemaran di Sungai Citarum , yang kita perlukan adalah sebuah
kerja yang serius secara terus menerus. Tanpa adanya manajemen dan
koordinasi semua pihak maka tak akan ada pemecahan yang tepat untuk
mengatasi masalah itu, kita memerlukan waktu, komitmen dan manajemen.
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
a) Pembuangan limbah domestik yang tidak sesuai dengan IPAL oleh
industri – industri di sekitar kawasan Sungai Citarum mengakibatkan
Sungai Citarum menjadi sumber perairan umum yang tidak layak
digunakan.
b) Penyebab utama tercemarnya Sungai Citarum adalah limbah domestik
yang langsung dibuang ke sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih
dahulu oleh industri – industri di kawasan Sungai Citarum.
c) Alternatif pemecahan masalah pencemaran Sungai Citarum yang dapat
diterapkan yaitu teknik bioremediasi, Free Water Surface Constructed
Wetland (FWS) menggunakan tanaman air, membangun lembaga "koordinasi
penyelamatan dan pemeliharaan sungai citarum", melakukan proyek
pembersihan sungai serta memberikan pendidikan atau wawasan pada
masyarakat melalui training atau seminar secara gratis mengenai "
Kesadaran Pemeliharaan Sungai Citarum"
Saran
Penulisan makalah yang berjudul "Pengelolaan Limbah: Studi
Permasalahan Pencemaran Sungai Citarum Akibat Limbah Domestik di
Kabupaten Bandung" ditujukan untuk memenuhi tugas Dasar Kesehatan
Lingkungan. Sebagai saran, alangkah baiknya jika makalah juga
ditujukan kepada masyarakat luas agar mengetahui permasalahan
pengelolaan limbah yang dihadapi dan alternatif pemecahan
masalahnya. Sebagai penutup. penulis berharap kritik dan saran yang
bertujuan untuk perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
AMPL, POKJA. 2015. Pencemaran Air Citarum Parah. Jakarta : POKJA AMPL
Kelompok Kerja Air Minum dan Kesehatan Lingkungan, 2015.
BANDUNG, BAPPEDA KABUPATEN. 2014. Penyusunan Perencanaan Green Economy di
Kabupaten Bandung. Bandung : BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG, 2014.
Distribusi Spasial Tingkat Pencemaran Air di DAS Citarum. Cahyaningsih,
Andriati and Harsoyo, Budi. 2010. 2, Bandung : Jurnal Sains &
Teknologi Modifikasi Cuaca, 2010, Vol. XI.
Ecology, Institute of. 2004. Annual Report of Saguling Dam. 2004.
Habibi, Muhammad. tt. Pencemaran Sungai Citarum Akibat Industri
Manufaktur. Samarinda : s.n., tt.
Ilham. 2015. Ini yang Menyebabkan Sungai Citarum Tercemar. NEWS
republika.co.id. [Online] Republika, September 27, 2015. [Cited:
September 27, 2016.]
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/09/27/nvc8ng361-
ini-yang-menyebabkan-sungai-citarum-tercemar.
Kurniadie, Denny. 2011. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis.
Bandung : Widya Padjajaran, 2011. ISBN.
Pengelolaan DAS Citarum Berkelanjutan. Kurniasih, Nia. 2002. 2, s.l. :
ejurnal.bppt.go.id, 2002, Vol. III.
Studi Umum Permasalahan dan Solusi DAS Citarum serta Analisis Kebijakan
Pemerintah. Imansyah, Muhammad Fadhil. 2012. 11, Bandung : Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, 2012, Vol. XXV.
Teknik Bioremediasi sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Priadie, Bambang. 2012. 1, Bandung : Program Studi
Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP, 2012, Vol. X. ISSN.
Wikipedia. 2016. Limbah. Indonesia : Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 2016.