ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN
“
”
MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal A. Yani
DISUSUN OLEH: FAJAR NURHIDAYAT
213215036
RENI RAENIPAH
213215024
TINA WAHYU SUHESTI
213215012
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN A. YANI CIMAHI PROGRAM STUDI S-I ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2016
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya, penulis karunianya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ma kalah berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan”. Kekerasan ”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta saran yang membangun bagi penulis sangat diharapkan sekali untuk perbaikan kedepannya. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Namun berkat doa, bimbingan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak kesulitan itu dapat penulis atasi. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dosen Keperawatan Jiwa.
2.
Rekan-rekan satu kelompok dan seperjuangan yang selalu bersemangat serta menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3.
Semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat
dari Allah SWT, di dunia maupun di akhirat. Amin.
Cimahi, Maret 2016 Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................... ................................................................................ .................................... ............. i DAFTAR ISI .............................................. ..................................................................... ............................................ ...................................... ................. ii BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ......................... ............................................... ...........................................1 .....................1 1.1.
LATAR BELAKANG........................................... .................................................................. ....................................1 .............1
1.2.
PENGERTIAN ........................................... .................................................................. ............................................. ........................2 ..2
1.3.
RENTANG RESPON MARAH........................................... ................................................................3 .....................3
1.4.
TANDA DAN GEJALA ........................................... ................................................................. ................................4 ..........4
1.5.
FAKTOR PENYEBAB ......................................... ............................................................... ....................................4 ..............4
1.6.
MEKANISME KOPING........................................... ................................................................. ................................7 ..........7
1.7.
POHON MASALAH ............................................ ................................................................... ....................................7 .............7
1.8.
PROSES KEPERAWATAN ........................................ .............................................................. .............................8 .......8
BAB II SPTK ................................................. ....................................................................... ............................................ ..................................19 ............19 2.1.
SP 1 KONTROL DENGAN TEKNIK NAFAS DALAM ......................19 ......................19
2.2.
SP 2 KONTROL DENGAN PUKUL KASUR DAN BANTAL ............23
2.3.
SP 3 KONTROL SECARA VERBAL....................................................26 VERBAL ....................................................26
2.4.
SP 4 KONTROL DENGAN SPIRITUAL .......................................... ..............................................30 ....30
2.5.
SP 5 KONTROL DENGAN OBAT......................................... ........................................................33 ...............33
DAFTAR PUSTAKA ............................................ .................................................................. ............................................ ..........................37 ....37
ii
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Adanya kelemahan atau ketidakmampuan pada 3 unsur tersebut dapat menyebabkan jiwa seseorang terganggu bahkan bisa menjadi gangguan jiwa. Pada mulanya gangguan jiwa dianggap suatu hal yang gaib, sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi dan intelegensi. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa adalah aib dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman. Pada umumnya ada 7 masalah keperawatan antara lain gangguan konsep diri: harga diri rendah, isolasi sosial: menarik diri, gangguan sensori persepsi: halusinasi, perubahan proses pikir: waham, resiko perilaku kekerasan, resiko bunuh diri dan deficit perawatan diri. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagaian caman bagi individu (Stuart dan Sundeen, 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan kunstruktif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress dan merasa bersalah, dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini peran serta keluarga dalam membantu menyelesaikan masalah sangat berperan penting, karena keluarga merupakan orang yang terdekat. Namun peran perwat merupakan ujung tombak tombak dalam pelasanan kesehatan jiwa.
1
Masalah perilaku kekerasan banyak ditemukan pada pasien gangguan jiwa, sering terjadi pada alasan masuk keluarga mengatakan pasien mengamuk, marahmarah, merusak, mengancam bahkan melukai orang lain. Hal tersebut memerlukan penanganan yang spesifik untuk mengarahkan pasien dalam mengelola rasa marah yang maladaptive menjadi adative dan konstruktif.
1.2. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Adapun beberapa definisi lain mengenai perilaku kekerasan yaitu: Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. (Depkes RI, 2006) Prilaku kekerasan kekerasan suatu keadaan dimensi seseorang melakukan tindakan yang dapat membahyakan, secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain (Iyus yosep, 146:2007). Prilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang, yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000). Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Perilaku kekerasan dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan emosi secara mendalam dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik pada diri sendiri maupun orang lain dan merusak lingkungan.
2
1.3. RENTANG RESPON MARAH
Respon adaptif
Asertif
Frustasi
Respon maladaptif
Pasif
Agresif
Kekerasan
1.3.1 Rentang Respon Adaptif
1)
Asertif Adalah suatu respon marah dimana individu mampu mengatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain yang akan memberikan kelegaan pada individu. 2)
Frustasi Adalah suatu respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman, individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan alternative lain. 1.3.2 Respon Maladaptif
Respon Maladaptif adalah respon yang di berikan individu dalam menyelesaikan
masalahnya
menyimpang
dari
norma-norma
sosial
dan
kebudayaannya suatu tempat. Respon Maladaptif yaitu : 1)
Pasif Adalah perilaku yang ditandai dengan perasan tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya, merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, dan sulit diajak bicara. 2)
Agresif Adalah suatu bentuk perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan mental untuk bertindak dan masih terkontrol. 3)
Perilaku Amuk
3
Adalah perasaan marah di sertai dengan rasa permusuhan yang kuat dan hilang kontrol, di mana individu
dapat merusak diri orang lain dan lingkungan
(Dalami, 2009). 1.4. TANDA DAN GEJALA
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang perilaku pada pasien. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala pasien dengan perilaku kekerasan: 1.4.1 Data Objektif (DO)
1)
Muka merah dan tegang
2)
Pandangan tajam
3)
Otot tegang
4)
Mengatupkan rahang dengan kuat
5)
Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
6)
Berbicara kasar
7)
Berdebat, mengancam secara verbal dan fisik
8)
Sering memaksakan kehendak
9)
Melempar makanan/memukul jika senang
1.4.2 Data Subjektif (DS)
1)
Mengeluh perasaan terancam
2)
Mengungkapkan perasaan tidak berguna
3)
Mengungkapkan perasaan jengkel
4)
Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak dan bingung.
1.5. FAKTOR PENYEBAB 1.5.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan, diantaranya: 1)
Faktor psikologis Phsycoanalytical theory; theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
4
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas. Frustration-aggresion theory; theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini mengguanakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut : a.
Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif
b.
Severe emotional deprivation atau deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanakkanak, atau seduction parenteral, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya (trust (trust ) dan harga diri.
c.
Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
2)
Faktor Sosial budaya Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa “agresi tidak berbeda dengan respon-respon respon -respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melaluli observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini biasa diinternal atau eksternal. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
5
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif. 3)
Faktor Biologis Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai
dasar biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah system limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nucleus periforniks hypothalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, medesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi kerusakan fungsi system limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori). Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif : serotonin, dopamine, norepinephrine, acetilcolin, dan asam amino gaba. Faktor-faktor yang mendukung : a.
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b.
Sering mengalami kegagalan
c.
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d.
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
1.5.2 Faktor Presipitasi
Secara umum seorang akan merespon terhadap masalah apabila merasa dirinya terancam. Bila dilihat dari sudut perawat klien, maka factor yang mencetuskan terjadinya PK adalah terbagi 2, yaitu: a.
Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan/ kurang PD.
b.
Lingkungan : ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik interaksi social. (Yosep, 2007) Faktor – faktor faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan:
6
a.
Ekspresi diri: ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidarias seperti dalam sebuah konser, penonton sepakbola, geng sekolah, perkelahian masal dst.
b.
Ekpresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c.
Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
1.6. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti: a.
Displacement (pemindahan): pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
b.
Sublimasi: mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat.
c.
Proyeksi: pengalihan buah buah pikiran atau impuls kepada orang lain yang tidak dapat di toleransi.
d.
Represi: pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran dari kesadaran seseorang.
e.
Denial (penyangkalan): menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas tersebut.
f.
Reaksi formasi: pengembangan sikap dan perilaku yang ia sadari, yang bertentangan dengan apa yang ia rasakan atau ingin lakukan. (Abdul ( Abdul Nasir, Nasir , 2011)
1.7. POHON MASALAH Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Perilaku Kekerasan
Gangguan sensori persepsi Halusinasi 7
1.8. PROSES KEPERAWATAN Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 5 tahapan yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masingmasing
berkesinambungan
serta
memerlukan
kecakapan
keterampilan
professional tenaga keperawatan. Proses keperawatan adalah metoda ilmiah yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu tekhnik penyelesaian masalah (Problem Solving.) (Keliat, 2006) Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa, karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan dengan kemampuan yang dimiliki. (Keliat, 2006) Dalam penyusunan asuhan keperawatan melalui tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 1.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan klien dan pola pertahanan klien mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosis keperawatan. (Keliat, 2006) I.
Pengumpulan Data
1)
Identitas Klien Data yang perlu dikaji dalam identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan, nomor rekam medik, ruangan, tanggal masuk dan tanggal dikaji, diagnosis medik dan alamat serta identitas penanggung jawab.(Keliat, 2006) 2)
Alasan Masuk Kaji dan tanyakan pada klien dan keluarga, apakah yang menyebabkan
klien dibawa ke RSJ, upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah perilaku kekerasan dan bagaimana hasilnya. (Keliat, 2006)
8
3)
Faktor Predisposisi Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya, jika pernah tanyakan apakah pengobatan yang telah diberikan berhasil sehingga klien dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa, tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, tanyakan pula kepada klien/keluarga apakah ada anggota kluarga yang lain yang mengalami gangguan jiwa jika ada tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga tersebut serta tanyakan tentang pengalaman yang tidak menyenangkan (kegagalan, kehilangan /perpisahan / kematian, trauma selama tumbuh kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu. (Keliat, 2006) 4)
Faktor Presipitasi Yaitu stimulus yang diekspresikan oleh individu sebagai suatu tantangan,
ancaman, tuntutan yang memerlukan energi ekstra ekstr a yang digunakan untuk koping. 5)
Pengkajian Fisik Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ, observasi tanda-
tanda vital, tinggi dan berat badan, apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan, dan kaji lebih lanjut tentang system dan fungsi organ serta jelaskan sesuai s esuai dengan keluhan yang ada (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan bisanya terlihat gelisah, amuk atau kemarahan disertai peningkatan tanda-tanda vital. 6)
Psikososial
a.
Genogram Genogram minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien
dan keluarga, pola komunikasi dalam keluarga, pengambilan keputusan dan pola asuh (Keliat, 2006). b.
Konsep diri
(1)
Citra tubuh: tanyakan tanyakan pada klien mengenai persepsi persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukainya. (Keliat, 2006)
9
(2)
Identitas diri: tanyakan pada klien mengenai status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan posisinya, serta kepuasan sebagai laki-laki atau perempuan. (Keliat, 2006)
(3)
Peran: tanyakan mengenai tugas tugas dan peran yang diemban dalam keluarga/masyarakat serta kemampuannya dalam melaksanakan tugas tersebut. (Keliat, 2006)
(4)
Ideal diri: tanyakan tentang harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran:
harapan terhadap lingkungannya dan harapan terhadap
penyakitnya. (Keliat, 2007) (5)
Harga diri: diri: tanyakan hubungan klien dengan dengan orang lain sesuai dengan no no 1,2,3,4
serta
penilaian/penghargaan
orang
lain
terhadap
diri
dan
kehidupannya. (Keliat, 2006) c.
Hubungan sosial Orang terdekat dalam kehidupan klien, tempat mengadu, tempat bicara,
minta bantuan atau sokongan. Kelompok apa saja yang diikuti klien dalam masyarakat. Sejauh mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat. (Keliat, 2006) d.
Spiritual
(1)
Nilai keyakinan: pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut, pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
(2)
Kegiatan ibadah : kegiatan kegiatan ibadah di rumah rumah secara individu individu dan dan kelompok. Pendapat klien/keluarga tentang gangguan jiwa. (Keliat, 2006)
e.
Status Mental
(1)
Penampilan: observasi penampilan penampilan dari dari ujung rambut sampai ujung kaki, apakah penampilan rapi, penggunaan baju sesuai atau tidak serta cara berpakaian sesuai atau tidak. (Keliat, 2006)
(2)
Pembicaraan: amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat (Keliat, 2006). Pada umumnya klien dengan perilaku kekerasan pembicaraannya cepat, keras, mendominasi pembicaraan, berkata-kata dengan ancaman, pembicaran kacau.
10
(3)
Aktivitas motorik : kaji melalui observasi dan wawancara terhadap keluarga mengenai ekspresi lesu, tegang, gelisah, agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan), tik (gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol), grimasen (gerakan otot-otot muka yang berubah-ubah dan tidak terkontrol), tremor, konfulsif (kegiatan yang dilakukan berulang-ulang) (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan mengalami agitasi, peningkatan kegiatan motorik, mondar mondar mandir dan gelisah.
(4)
Alam perasaan: perasaan: observasi keadaan sedih, putus asa, gembira berlebih, ketakutan dan khawatir (Keliat, 2006). Pada klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid biasanya gembira, sedih berlebihan tidak sesuai dengan situasi saat ini, alam perasaan tidak sejalan dengan perilaku, ekpresi raut muka terlihat marah.
(5)
Afek: observasi keadaan keadaan afek apakah datar, tumpul, tumpul, labil, serta tidak sesuai (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan emosi labil dan cepat berubah-ubah.
(6)
Interaksi selama wawancara wawancara meliputi: Bermusuhan atau tidak koperatif atau mudah tersinggung, kontak mata kurang depensif dan curiga (Keliat, 2006). Pada saat berinteraksi dengan klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid kemungkinan sifat bermusuhan dan curiga akan muncul, klien mudah tersinggung, mendominasi pembicaraan, berusaha mempertahankan pendapat, mudah curiga terhadap orang lain yang mencoba mendekatinya dan tidak mudah percaya terhadap orang lain.
(7)
Persepsi : kaji apakah klien mengalami halusinasi, jika iya kaji isi halusinasi, halusinasi, frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi, dan perasaan klien terhadap halusinasinya (Keliat, 2006). Perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya halusinasi pendengaran .
(8)
Proses pikir : kaji apakah terdapat adanya sirkumtansial (pembicaraan berbeli-belit tetapi sampai pada tujuan), tangensial (pembicaraan berbeli belit dan tidak t idak sampai pada tujuan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak memiliki hubungan antar satu kalimat dengan kalimat lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat dari satu topik ke topik lainnya,
11
ada hubungan yang tidak logis), blocking (pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa adanya gangguan ekternal, perseverasi (pembicaraan yang diulangulang) (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan pada saat berbicara diulang berkali-kali dan tidak dimengerti, berbicara terus menerus dan tidak mampu menyusun pikiran dan idenya. (9)
Isi pikir: kaji dari data hasil wawancara apakah terdapat obsesi obsesi (pemikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha untuk menghilangkannya); Fobia (ketakutan yang patologis/ tidak logis terhadap objek/situasi tertentu); Hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada); Depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang, atau lingkungannya); Ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna, dan terkait pada dirinya); Pikiran magis (keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil / diluar kemampuannya); (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid biasanya mengalami waham curiga, obsesi dan pikiran magis. Waham (keyakinan yang berlebih dan tidak sesuai dengan kenyataannya, baik waham agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistik).
(10) Tingkat kesadaran: pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi, yaitu tentang keadaan bingung dan sedasi (melayang-layang antara sadar dan tidak); stupor (gangguan motorik, seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang sikap canggung) dilakukan melalui observasi ; dan orientasi waktu, orang dan tempat didapat melalui wawancara (Keliat, 2006). (11) Memori: kaji apakah terjadi gangguan pada daya ingat jangka panjang, jangka pendek, daya ingat saat ini, konfabulasi (cerita atau pembicaraan yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya) (Keliat, 2006). Kemungkinan akibat perilaku kekerasan yang dialami mengalami gangguan memori daya ingat jangka panjang, pendek maupun saat ini. (12) Kemampuan penilaian: kaji apakah apakah terjadi gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang
12
lain), atau terjadi gangguan kemampuan penilaian bermakna (tidak dapat mengambil keputusan yang sederhana walaupun dengan bantuan orang lain) (Keliat, 2006). (13) Tingkat konsentrasi konsentrasi dan berhitung: kaji mengenai konsentrasi, perhatian dan dan kemampuan dalam berhitung (Keliat, 2006). (14) Daya tilik diri: kaji apakah klien mengingkari penyakit penyakit yang diderita dengan adanya perilaku mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan berpandangan mengingkari penyakit. f.
Kebutuhan Persiapan Pulang
(1)
Makan : observasi dan tanyakan tentang: frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka/tidak suka/pantang) dan cara makan; serta observasi kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan.
(2)
Defekasi/berkemi: observasi kemampuan klien untuk pergi ke WC, menggunakannya,
membersihkannya;
serta
kemampuan
dalam
membersihkan diri dan merapihkan pakaian. (3)
Mandi: observasi observasi dan tanyakan tentang frekuensi, frekuensi, cara mandi, menyikat menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, cukur (kumis, rambut, dan jenggot); observasi kebersihan tubuh dan bau badan.
(4)
Berpakaian: observasi kemampuan kemampuan klien untuk mengambil, memilih, dan mengenakan pakaian serta alas kaki; observasi penampilan dandanan klien; tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian.
(5)
Istirahat dan tidur: observasi dan tanyakan tentang lama dan waktu tidur tidur siang dan malam; persiapan sebelum tidur; aktivitas sesudah tidur.
(6)
Penggunaan Obat: observasi dan tanyakan tentang penggunaan obat obat (frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara pemberian); reaksi obat.
(7)
Pemeliharaan kesehatan: tanyakan pada klien dan keluarga keluarga tentang apa, bagaimana, kapan, dan tempat perawatan lanjutan; siapa sistem pendukung yang dimiliki.
(8)
Aktivitas di dalam rumah: tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan, mengolah, dan menyajikan makanan; merapihkan rumah; mencuci pakaian; mengatur kebutuhan sehari-hari.
13
(9)
Aktivitas di luar rumah:
tanyakan kemampuan klien berbelanja untuk
keperluan sehari-hari; melakukan perjalanan mandiri (berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi dan umum); aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah (Keliat, 2006) g.
Mekanisme koping Data didapatkan dari melalui wawancara pada klien atau keluarga tentang
koping yang biasa digunakan baik adaptif maupun mal adaptif. h.
Masalah psikososial dan lingkungan Masalah psikososial dan lingkungan didapatkan melalui wawancara dengan
klien atau keluarga tentang masalah-masalah berhubungan dengan dukungan kelompok lingkungan pendidikan pekerjaan, perumahan ekonomi pelayanan kesehatan dan lain-lain. i.
Pengetahuan Pengetahuan didapat dari hasil tanya jawab dengan klien atau keluarga
tentang penyakit jiwa, faktor predisposisi, faktor presipitasi, penggunaan obatobatan penyakit fisik, mekanisme koping dan lain-lain (Keliat, 2006 : 85) j.
Daftar masalah keperawatan Daftar masalah keperawatan ditulis sesuai dengan masalah yang ditemukan
pada saat melakukan pengkajian baik data subjektif maupun objektif. Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul antara lain: (1)
Resiko Mencederai : diri, orang lain / lingkungan.
(2)
Perilaku kekerasan
(Kumpulan Materi Keperawatan Jiwa RSJ Provinsi Jawa Barat, 2010). II.
Analisa Data Dari data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi dua
macam yaitu data objektif yang ditemukan secara nyata (data ini didapat melalui observasi dan periksaan secara langhsung) dan data subjektif yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya (data ini didapat dari wawancara perawat kepada klien dan keluarga). Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang di kumpulkan yaitu :
14
a.
Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan, klien hanya hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena kar ena tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b.
Klien memerlukan
peningkatan
kesehatan berupa upaya preventif dan
promotif sebagai program antisipasi terhadap masalah. c.
Ada masalah dengan kemungkinan resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah atau aktual, terjadi masalah
disertai data pendukung (Keliat, 2006 : 4). 1.7.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (Status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2001). Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar bagi pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (Doenges, 2007). Diagnosa keperawatan ditetapkan melalui tahapan: 1)
Analisa data yang ditemukan baik data subjektif maupun data objektif
2)
Tetapkan rumusan diagnosis dalam bentuk rumusan diagnosis tunggal Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal.
Rumusannya adalah rumusan “problem”, etiologi dari diagnosa tidak perlu dicantumkan tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Rumusan diagnosa ditunjang oleh semua data mayor dan satu atau lebih data minor. Adapun data yang diperoleh sesuai dengan diagnosanya, antara lain:
15
Tabel 1.1 Diagnosa keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan No
1
Diagnosa
Deskripsi
Data Mayor
Data Minor
Perilaku
Kemarahan
Subjektif :
Subjektif :
kekerasan
yang
a.Mengancam a. Mengancam
a.mengatakan a. mengatakan ada
diekspresikan
b.Mengumpat b. Mengumpat
yang mengejek,
secara
c.Bicara c. Bicara
mengancam
Keperawatan
berlebihan dan tidak
keras
dan kasar. Objektif :
terkendali baik a.Agitasi a. Agitasi secara
verbal b.Meninju b. Meninju
b.mendengar b. mendengar suara
yang
menjelekkan c.merasa c. merasa
orang
maupun
c.Membanting c. Membanting
lain mengancam
tindakan
d.Melempar d.Melempar
dirinya.
dengan
Objektif :
mencederai
a.menjauh a. menjauh
orang lain dan atau
merusak
dari
orang lain b.katatonia b. katatonia
lingkungan
Menurut buku Satuan Asuhan Keperawatan Jiwa oleh RSJ Cimahi tahun 2007 sesuai dengan Musyawarah Nasional menerangkan bahwa, diagnosa keperawatan terdiri dari satu komponen yaitu P (problem) saja (sin gle diagnosis). (Workshop : Standar Proses Keperawatan Jiwa, 2007). Dari masalah perilaku kekerasan dapat ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut: a. Perilaku kekerasan b. Isolasi sosial c. Gangguan persepsi sensori halusinasi d. Defisit perawatan diri
16
1.7.3 Perencanaan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001 : 57) Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan. Rencana tindakan keperawatan disesuaikan standar asuhan keperawatan jiwa. Dalam membuat suatu perencanaan harus sesuai dengan keadaan agar mendukung terlaksananya rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan, tindakan keperawatan dan evaluasi, adapun tujuannya adalah sebagai berikut : a) Klien mampu berorientasi kepada realitas secara bertahap b) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan c) Klien mampu minum obat dengan prinsip 5 benar
Tujuan Pasien mampu : - Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan - Menyebutkan jenis perilaku perilaku kekerasan yang pernah dilakukan - Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan - Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan - Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara : - Fisik - Sosial /
Kriteria Evaluasi Setelah ….x
pertemuan, pasien mampu : - Menyebutkan penyebab, tanda, gejala dan akibat perilaku kekerasan - Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan Setelah ….x
pertemuan, pasien mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagakan cara fisik untuk mengontrol perilaku
17
Intervensi SP I penyebab, tanda dan - Identifikasi penyebab, gejala serta akibat perilaku kekerasan - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam - Masukkan dalam jadwal harian pasien
SP 2 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal - Masukkan dalam jadwal harian pasien
- -
verbal Spiritual Terapi psikofarmak a (patah obat)
kekerasan Setelah ….x
pertemuan pasien mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagakan cara sosial / verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan Setelah ….x
pertemuan, pasien mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagakan cara spiritual Setelah ….x
pertemuan pasien mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagakan cara patuh obat
18
SP 3 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2) - Latih secara sosial / verbal - Menolak dengan baik - Meminta dengan baik Mengungkapka n dengan baik - Mengungkapkan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
SP 4 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3) - Latih secara spiritual: - Berdoa - Sholat - Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 5 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4) - Latih patuh obat : - Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B - Susun jadwal minum obat secara teratur - Masukkan dalam jadwal harian pasien
BAB II STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
2.1. SP 1 KONTROL DENGAN TEKNIK NAFAS DALAM
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Mahasiswa
:
Nama Klien / Ruangan
:
No. CM
:
Hari/tanggal
:
Pertemuan Ke/Hari ke
:
Fase
: SP I
I.
Proses Keperawatan
A.
Kondisi Klien Data Subjektif:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Klien mengatakan tidak punya teman Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
B.
Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
19
C.
Tujuan keperawatan
Terciptanya BHSP dengan pasien.
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Pasien
dapat
menyebutkan
jenis
perilaku
kekerasan
yang
pernah
dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
Pasien
dapat
menyebutkan
cara
mencegah/mengontrol
perilaku
kekerasannya dengan teknik nafas dalam D.
Tindakan keperawatan
1)
Bina hubungan saling percaya.
2)
Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
3)
Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
4)
Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah.
5)
Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6)
Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan.
7)
Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik latihan menarik nafas dalam.
8)
Masukan latihan menarik nafas dalam ke dalam jadwal harian.
II.
Strategi komunikasi terapeutik
A.
Orientasi
Salam terapeutik dan perkenalan diri Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Fajar. Nama bapak siapa ?
Membuka pembicaraan Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah tidur semalam nyenyak pak? Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini?
20
Kontrak (Waktu, tempat, topik) Baiklah pada hari ini saya akan membantu bapak untuk menyelesaikan maslaah bapak, nanti kita akan berbincang-bincang sebentar mengenai masalah bapak, katanya bapak masih suka merasa kesal ya. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
Tujuan Tujuan kita berbincang-bincang hal ini agar mengetahui tentang perasaan kesal bapak dan berlatih cara mengontrolnya yaitu dengan menarik nafas dalam.
B.
Fase kerja “Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat bapak marah” “Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien) “Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?” “Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah -marah, membanting pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan me nimbulkan kerugian?” ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.” ”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
21
”Begini pak, kalau tanda-tanda tan da-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan – lahan lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.
Bagus
sekali,
bapak
sudah
bisa
melakukannya. melakukannya.
Bagaimana
perasaannya?” “Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”. “Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan teknik menarik nafas dalam ke dalam jadwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!” C. Fase terminasi
Evaluasi Evaluasi subjektif “Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang kemarahan bapak dan latihan nafas dalam tadi?” Evaluasi objektif “Nah sekarang coba bapak sebutkan lagi tanda-tanda tanda -tanda kemarahannya! Iya bagus pak, sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus pak.”
Rencana tindak lanjut “Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang dijadwalkan tadi.”
Kontrak yang akan datang Topik “Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita akan latihan cara yang ke dua yaitu memukul bantal” Waktu “Waktunya mau mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita berbincang- bincang bincang lagi ya selama 15 menit.”
22
Tempat “Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa, sampai bertemu lagi ya besok.”
2.2. SP 2 KONTROL DENGAN PUKUL KASUR DAN BANTAL
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Mahasiswa
:
Nama Klien / Ruangan
:
No. CM
:
Hari/tanggal
:
Pertemuan Ke/Hari ke
:
Fase
: SP II
I.
Proses Keperawatan
A.
Kondisi Klien Data Subjektif:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Klien mengatakan tidak punya teman Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
B.
Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
23
C.
Tujuan keperawatan
Mengevaluasi kegiatan harian pasien.
Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 yaitu pukul kasur / bantal.
Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang ke 2 ke dalam jadwal harian pasien.
D.
Tindakan keperawatan
1)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2)
Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
3)
Masukkan dalam jadwal harian pasien
II.
Strategi komunikasi terapeutik
A.
Orientasi
Salam terapeutik dan perkenalan diri Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Fajar. Nama bapak siapa ?
Membuka pembicaraan Bagaimana perasaan bapak sekarang? Apakah Apakah tidur semalam nyenyak pak? pak? Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini?
Kontrak (Waktu, tempat, topik) Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik yang ke dua yaitu memukul kasur dan bantal. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
Tujuan Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan marah bapak dengan dengan cara kedua yaitu dengan memukul kasur dan bantal.
B.
Fase kerja “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, apa yang bapak lakukan? Iya benar sekali 24
pak, nah selain bapak dapat melakukan nafas dalam
bapak juga dapat
melakukan pukul kasur dan bantal, ini adalah cara yang kedua yang dapat bapak lakukan untuk untuk mengontrol kemarahan bapak.” “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kasur bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Ya bagus sekali bapak melakukannya.” melakukannya.” “Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”. “Bagaimana kalau sekarang kita masukan masukan latihan teknik memukul kasur dan bantal ke dalam jadwal j adwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!” C.
Fase terminasi
Evaluasi Evaluasi subjektif “Bagaimana perasaan bapak setelah kita ber bincang-bincang tentang latihan l atihan teknik memukul kasur dan bantal tadi?” ta di?” Evaluasi objektif “Nah “Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus pak.”
Rencana tindak lanjut “Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang dijadwalkan tadi.”
Kontrak yang akan datang Topik “Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita ki ta akan latihan cara yang ketiga yaitu mengontrol secara verbal” verbal ” Waktu “Waktunya “Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita berbincang- bincang bincang lagi ya selama 15 menit.”
25
Tempat “Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa, sampai bertemu lagi ya besok.”
2.3. SP 3 KONTROL SECARA VERBAL
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Mahasiswa
:
Nama Klien / Ruangan
:
No. CM
:
Hari/tanggal
:
Pertemuan Ke/Hari ke
:
Fase
: SP III
I.
Proses Keperawatan
A.
Kondisi Klien Data Subjektif:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Klien mengatakan tidak punya teman Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
B.
Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
26
C.
Tujuan keperawatan
Mengevaluasi kegiatan harian pasien, SP I, SP II.
Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
D.
Tindakan keperawatan
1)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I, SP II)
2)
Latih cara mengontrol marah dengan cara verbal
3)
Masukkan dalam jadwal harian pasien.
II.
Strategi komunikasi terapeutik
A.
Orientasi
Salam terapeutik dan perkenalan diri “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya Fajar.”
Membuka pembicaraan “Bagaimana perasaan bapak bapak sekarang? Apakah Apakah tidur semalam
nyenyak
pak?Bagaimana pak sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Kegiatan apa yang sudah bapak lakukan pagi ini? Coba saya liat jadwal hariannya.”
Kontrak (Waktu, tempat, topik) Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan cara verbal yaitu menolakk, meminta, dan mengungkapkan perasaan marah dengan baik. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau kala u 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
Tujuan Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan marah
bapak
dengan
cara
verbal,
yaitu
mengungkapkan persasaan marah dengan baik. 27
menolak,
meminta,
dan
B.
Fase kerja “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, apa yang bapak lakukan? Iya benar sekali pak, nah selain bapak dapat melakukan nafas dalam dan pukul kasur bantal bapak juga dapat melakukan dengan cara yang ketiga secara verbal yaitu menolak, meminta, dan mengungkapkan perasaan marah bapak dengan baik.” baik.” “Sekarang mari kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalm, dan pukul kasur bantal dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak: “1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin kan bapak bilang penyebab marah bapak karena minta uang sama istri tidak dikasih. Coba bapak minta uang dengan baik: “Bu, saya perlu uang buat beli rokok.” Nanti bisa bapak coba untuk meminta baju, obat dan lain lain, coba bapak praktekan!” “2. Menolak dengan baik, ba ik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya katakana: “maaf saya tidak bisa melakukannya.” “3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak dapat mengatakan: “Saya jadi ingin marah karena perkataanmu perkataanmu tadi itu.” Coba bapak praktekan!” “Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”. “Bagaimana kalau sekarang kita masukan masukan latihan dengan cara verbal ini ke dalam jadwal harian bapak yaa? Mau berapa kali sehari? Iya baik kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!”
28
C.
Fase terminasi
Evaluasi Evaluasi subjektif “Bagaimana perasaan bapak setelah kita ber bincang-bincang tentang cara verbal tadi?” tadi?” Evaluasi objektif “Nah “Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus pak.”
Rencana tindak lanjut “Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang dijadwalkan tadi.”
Kontrak yang akan datang Topik “Bagaimana kalau besok kita ketemu kete mu kembali?Nanti kita akan latihan cara yang keempat yaitu mengontrol kekeasan secara spiritual” spiritual ” Waktu “Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita berbincang- bincang bincang lagi ya selama 15 menit.” Tempat “Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana k alau alau di taman? Sampai jumpa, sampai bertemu lagi ya besok.”
29
2.4. SP 4 KONTROL DENGAN SPIRITUAL
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Mahasiswa
:
Nama Klien / Ruangan
:
No. CM
:
Hari/tanggal
:
Pertemuan Ke/Hari ke
:
Fase
: SP IV
I.
Proses Keperawatan
A.
Kondisi Klien Data Subjektif:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Klien mengatakan tidak punya teman Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
B.
Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
C.
Tujuan keperawatan
Mengevaluasi kegiatan harian pasien (SP I, SP II, SP III).
Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara keempat yaitu spiritual.
30
Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang keempat yaitu dengan cara spiritual ke dalam jadwal harian pasien.
D.
Tindakan keperawatan
1)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SPI, SP II, SP III)
2)
Latih cara keempat yaitu spiritual.
3)
Masukkan dalam jadwal harian pasien
II.
Strategi komunikasi terapeutik
A.
Orientasi
Salam terapeutik dan perkenalan diri “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya Fajar.”
Membuka pembicaraan “Bagaimana perasaan bapak bapak sekarang? Apakah Apakah tidur semalam
nyenyak
pak? Bagaimana pak latihan yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara rutin?Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya?”
Kontrak (Waktu, tempat, topik) Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan berbincang-bincang mengenai cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik yang keempat yaitu mencegah rasa marah dengan cara ibadah. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
Tujuan Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan marah bapak dengan cara keempat yaitu dengan ibadah.
B.
Fase kerja “Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, mana yang mau dicoba? Nah kalau kala bapak sedang marah coba bapak langsung
31
duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga ambil air wudhu kemudian sholat.” sholat. ” “Nah, sebaiknya sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”. “Coba bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya ! Bagaimana kalau sekarang kita masukan latihan ibadah ke dalam jadwal harian bapak yaa? Iya baik kita catat ya, nanti jangan lupa di praktikan ya!” C.
Fase terminasi
Evaluasi Evaluasi subjektif “Bagaimana perasaan bapak setelah kita ber bincang-bincang tentang latihan l atihan teknik spiritual yaitu ibadah tadi?” tadi?” Evaluasi objektif “Nah “Nah sekarang coba ulangi latihan yang tadi sudah dilakukan! Iya bagus pak.”
Rencana tindak lanjut “Nanti jika saya tidak ada, bapak latihan sendiri yaa sesuai yang dijadwalkan tadi.”
Kontrak yang akan datang Topik “Bagaimana kalau besok kita ketemu kembali?Nanti kita ki ta akan latihan cara yang kelima yaitu mengontrol perilaku kekerasan dengan obat” obat ” Waktu “Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.” menit.” Tempat “Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa, sampai bertemu lagi ya besok.”
32
2.5. SP 5 KONTROL DENGAN OBAT
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Mahasiswa
:
Nama Klien / Ruangan
:
No. CM
:
Hari/tanggal
:
Pertemuan Ke/Hari ke
:
Fase
: SP V
I.
Proses Keperawatan
A.
Kondisi Klien Data Subjektif:
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Klien mengatakan tidak punya teman Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
B.
Diagnosa Keperawatan Perilaku Kekerasan
C.
Tujuan keperawatan
Mengevaluasi kegiatan harian pasien(SP I, SP II, SP III, SP IV).
Pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara kelima yaitu dengan obat.
33
Pasien mampu memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan yang kelima yaitu obat ke dalam jadwal harian pasien.
D.
Tindakan keperawatan
1)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SPI, SP II, SP III, SP IV)
2)
Latih cara kelima yaitu mengonsumsi obat.
3)
Masukkan dalam jadwal harian pasien
II.
Strategi komunikasi terapeutik
A.
Orientasi
Salam terapeutik dan perkenalan diri “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Iya benar sekali, nama saya Fajar.”
Membuka pembicaraan “Bagaimana perasaan bapak bapak sekarang? Apakah Apakah tidur semalam
nyenyak
pak? Bagaimana pak sudah dilakukan latihan lati han tarik nafas dalam, dal am, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara rutin? Coaba kita lihat jadwal kegiatannya.”
Kontrak (Waktu, tempat, topik) Baiklah sesuai dengan kontrak kita kemarin pada hari ini kita akan berbincang-bincang mengenai cara kelima yaitu cara meminum obat yang benar untuk mengatasi rasa marah. Bagaimana apakah bapak bersedia? Mau berapa lama kita bincang-bincangnya? Bagaimana kalau 10 menit pak? bagaimana kalau kita berbincang di depan ruangan saya ya pak, bagaimana apakah setuju pak?
Tujuan Tujuan kita berbincang-bincang ini adalah berlatih cara mengontrol perasaan marah bapak dengan cara kelima yaitu meminum obat dengan benar.
B.
Fase kerja “Bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum obat? Bagus!”
34
“Obatnya ada 3 macam pak, yang warna oranye adalah CPZ gunanya agar pikiran tenang. Yang putih ini namanya THP agar rileks dan tenang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari, jam 7, jam 1 siang, dan jam 7 malam.” “Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa mengisap ngisap es batu. Bila mata terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu. Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label dikotak obat, apakah benar nama bapak tertulis di situ, berapa dosis yang harus diminum, dan jam berapa saja harus diminum. Baca juga nama obatnya apakah sudah benar? Disini minta obatnya sama perawat kemudian cek lagi apakah benar obatnya.” “Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.” “Nah, sekarang kita masukan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya pak, Jangan lupa minum obat obat sesuai jadwal pak !” !” C.
Fase terminasi
Evaluasi Evaluasi subjektif “Bagaimana perasaan bapak setelah kita ber bincang-bincang tentang cara meminum obat yang benar tadi?” ta di?” Evaluasi objektif “Nah sekarang “Nah sekarang coba ulangi jenis obat yang bapak minum! Bagaimana cara meminum obat yang benar? Iya bagus pak.”
Rencana tindak lanjut “Nanti jika jika saya tidak ada, bapak minum obat sendiri yaa sesuai yang dijadwalkan tadi.”
35
Kontrak yang akan datang Topik “Bagaimana kalau besok besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah” marah” Waktu “Waktunya mau jam berapa pak? Bagaimana kalau jam 10.00? Kita berbincang-bincang lagi ya selama 15 menit.” Tempat
“Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman? Sampai jumpa, sampai bertemu lagi ya besok.”
36
DAFTAR PUSTAKA
Budi Ana Keliat. (1992). Peran serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC Budi Ana Keliat, dkk (1998). Proses (1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Dermawan, Deden . (2013). Keperawatan jiwa, konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan. Yogyakarta Goyen Publishing. Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
37
LAMPIRAN SOAL Pilihan Ganda. 1. Dalam rentang respon perilaku kekerasan dimana ada perasaan marah disertai rasa permusuhan yang kuat dan hilang kontrol dapat merusak diri sendiri dan orang lain disebut… a. Rentang respon adaptif asertif b. Rentang respon adaptif frustasi c. Rentang respon maladaptive pasif d. Rentang respon maladaptive agresif e. Rentang respon maladaptive amuk 2. Seclution adalah…. a. Tindakan keperawatan berupa pengekangan fisik secara mekanik/isolasi b. Pemberian obat-obatan untuk mengendalikan mengendalikan agitasi yang akut c. Terapi aktivitas kelompok untuk meningkatkan hubungan hubungan intra personal d. Strategi antisipatif berupa bersikap tenang dan bicara lembut. e.Pendidikan
yang
diberikan
mengenai
cara
berkomunikasi
dan
mengekspresikan perasaan. 3. Data mayor dari perilaku kekerasan adalah… a. Mengancam, bicara keras dan kasar b. Agitasi c. Mengatakan ada yang mengejek dan mengancam. d. Merasa orang lain mengancam dirinya. e. Mendengar suara-suara yang menjelekan 4. Suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan adalah… a. Perilaku kekerasan. b. Halusinasi c. Rendah diri d. Waham. e.Kecemasan.
38
5. Tanda dan gejala pada pasien perilaku kekerasan kecuali… a. Muka merah, dan pandangan tajam. b. Curiga dan merasa ketakutan. c. Memukul, mengamuk. d. Nada suara tinggi, berdebat. e. Otot tegang, memaksakan kehendak 6. Yang bukan termasuk rentang respon marah adalah… a. Asertif. b. Frustasi c. Waham dan rendah diri d. Perilaku pasif e. Agresif Amuk. 7. Perilaku kekerasan mengancan, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, termasuk tanda dan gejala secara… a. Fisik b. Perilaku. c. Emosi d. Verbal e. Intelektual 8. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan, kecuali… a. Resiko cedera b. Perubahan sensori c. Perubahan persepsi halusinasi d. Perilaku kekerasan e. Gangguan rasa cemas. Essay 1. Sebutkan intervensi SP I dan SP II pada perilaku kekerasan! 2. Sebutkan tujuan khusus pada SP II perilaku kekerasan!
39