MAKALAH PERUNDANG-UNDANGAN KESEHATAN
"KAJIAN TERHADAP KASUS PENGEDARAN PILL PCC DI KENDARI"
OLEH :
ANGGOTA KELOMPOK :
1. NI LUH WIDNYANI PUTRI (151058)
2. TAMU RAMBU NINU ANDALI (151059)
3. NI WAYAN JULIANI PUTRI (151060)
4. KADEK AYU YULIASTINI (151062)
5. NI LUH NADA PREMA DEWI (151063)
6. NI PUTU AYU DITA RIYANTI (151064)
7. NI PUTU TISNA PARAMITHA (151065)
8. NI MADE NANSI YULIANDARI (151066)
9. NI KADEK AYU EVA WAHYUNI (151067)
10. NI MADE SUKARDINI (151068)
AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan
oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah,
meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni,2006). Menurut Undang-
Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi,untuk manusia.
Namun,dibalik semua manfaat obat yang telah disebutkan, terdapat
efek lain dari obat itu misalnya menimbulkan euforia saat penggunaan
dalam jumlah besar. Hal ini menjadikan celah yang dapat disalahgunakan
oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab dengan menkonsumsi,
misalnya para pecandu obat terlarang. Mereka menyalahgunakan obat-
obatan medis tersebut karena obat tersebut dapat dijumpai dengan mudah
di lingkungannya sendiri dan harganya pun lebih murah jika
dibandingkan dengan obat terlarang itu sendiri.
Salah satunya yang akhir – akhir ini diberitakan peredaran dan
penyalahgunakan obat PCC. Obat PCC itu sendiri adalah kepanjangan dari
Paracetamol, Cafein, dan Carisoprodol. Obat ini merupakan obat ilegal
khususnya peredaran sediaan carisoprodol tunggal karena sejak tahun
2013 melalui Keputusan Kepala Badan POM No.HK.04.1.35.06.13.3535
tentang Pembatalan Izin Edar Carisoprodol Tunggal. Berdasarkan hal
tersebut, kami ingin mengkaji secara normatif kasus pengedaran obat
PCC dengan UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Obat PCC, Kandungan, Indikasi, dan
Penggunaanya
2. Untuk Mengetahui Proses Penarikan Obat PCC
3. Mengetahui Kasus Peredaran Obat PCC
4. Untuk Mengetahui Kajian Normatif Pada Kasus Peredaran Obat PCC
Dengan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
BAB II
ISI
2.1 Definisi Obat PCC
Obat PCC merupakan obat yang mempunyai kandungan bahan
aktif generik yang terdiri paracetamol atau acetaminophen, caffeine
dan carisoprodol. Komponen obat tersebut masing-masing memberikan efek
kerja yang berbeda namun saling berkaitan untuk mendukung masing-
masing efek kerja obat.
Paracetamol atau disebut acetaminophen termasuk ke dalam jenis
obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas. Paracetamol biasanya
digunakan untuk mengurangi gejala rasa sakit ringan hingga sedang
seperti sakit kepala, flu, nyeri karena haid, sakit gigi, hingga nyeri
sendi. Ada beberapa efek samping paracetamol, seperti mual, sakit
perut bagian atas, gatal-gatal, kehilangan nafsu makan, urin berwarna
gelap serta feses pucat hingga warna kulit dan mata menjadi kuning.
Namun, gejala-gejala seperti di atas tidak umum dirasakan oleh orang
banyak, tentu jika mengonsumsi sesuai aturan.
Kafein biasa digunakan sebagai kombinasi dari painkiller. Dalam
hal ini, kafein bisa ditambahkan bersama dengan paracetamol. Kafein
juga digunakan untuk pegobatan asma, infeksi kandung kemih, hingga
tekanan darah rendah. Jika berlebihan, kafein bisa menyebabkan
beberapa efek samping seperti cemas, serangan panik, naiknya asam
lambung, peningkatan tekanan darah dan insomnia. Bagi Anda yang memang
memiliki masalah kesehatan seperti maag atau hipertensi, efek ini bisa
dengan mudah terjadi.
Karisoprodol merupakan derivat meprobamat yang bekerja sebagai
relaksan otot, yang diduga terkait dengan efek sedasinya. Efek samping
yang sering ditemukan adalah kantuk, efek samping lainnya tidak
berbeda dengan pelemas otot yang bekerja sentral lainnya. Di Indonesia
Karisoprodol digolongkan sebagai obat keras berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 6171/A/SK/73 tanggal 27 Juni 1973 tentang
tambahan obat keras No. 1 dan No. 2 .
2.2 Proses Penarikan Obat PCC
Pada penggunaannya sebelum 2014, obat yang mengandung
Carisoprodol telah dilarang peredarannya sejak 2013 lalu. Badan POM
melakukan penarikan terkait obat ini dengan alasan salah satunya
adalah penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat carisoprodol
menimbulkan risiko overdosis yang dapat menyebabkan masalah susunan
saraf pusat (SSP), depresi pernafasan, hipotensi, kejang, hingga
kematian. Dilansir melalui ndrugs.com, obat ini banyak disalahgunakan
khususnya bagi mereka yang mempunyai ketergantungan obat. Gejala yang
dilaporkan akibat penyalahgunaan obat carisoprodol insomnia, muntah,
kram perut, sakit kepala, tremor, otot berkedut, ataksia, halusinasi,
dan psikosis. Metabolit meprobamate yang terkandung didalamnya dapat
menyebabkan ketergantungan.
2.3 Kasus Obat PCC
KENDARI, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi
Tenggara (Sultra) kembali menahan tujuh orang yang diduga sebagai
pengedar pil PCC di Kendari. Penangakapan itu berdasarkan hasil
pengembangan petugas kepolisian di beberapa lokasi dalam kota Kendari.
Kepala bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra, AKBP
Soenarto mengungkapkan, penangkapan 16 orang tersangka itu didukung
juga dari keterangan 50 orang saksi. "Kami sudah menetapkan dan
menahan 16 orang tersangka dari 10 laporan polisi. Barang bukti yang
kami sita 5.428 yang terdiri dari 3.043 butir PCC, tramadol 1.647
butir, 738 butir promed dan uang tunai 7.666.000 rupiah serta hp
Samsung," ungkap Soenarto dalam konfrensi pers di Mapolda Sultra,
Senin (18/9/2017). Berdasarkan pengakuan tersangka, lanjut Soenarto,
satu kaleng PCC berisi 1.000 butir yang dibeli dengan Rp 600.000 dari
pemasok. "Jika dijual dengan kemasan satu sachet seharga 25.000
rupiah, maka mereka bisa meraup keuntungan Rp 1.250.000," terangnya
2.4 Kajian Normatif PCC
Berkaitan dengan peredaran PCC , secara normatif peraturan yang
dilanggar, yakni Pasal 197 dan Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 106 ayat (1) "sediaan farmasi dan
alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar".
Kemudian pasal 197 disebutkan bahwa "setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada pasal 106 ayat
1 dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak
1.500.000.000.".
Dalam kedua pasal tersebut, pelaku telah melanggar UU Kesehatan
yang secara sengaja mengedarkan PCC, dimana obat tersebut
dikategorikan sebagai obat keras yang peredarannya dibatasi dan
khususnya pada peredaran sediaan carisoprodol tunggal telah ilegal
karena sejak 2013 telah dilarang beredar bebas, kecuali atas resep
dokter. Dalam hal ini pelaku dapat dikenakan kurungan penjara paling
lama 15 tahun dan denda paling banyak 1.500.000.000., menurut pasal
197 pada UU No. 36 Tahun 2009. Dengan diberikannya tindak pidana bagi
pengedar obat PCC diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pengedar
maupun pemakai, dan sebagai pembelajaran bagi kepolisian dan BPOM
dalam pengawasan obat sehingga kasus seperti penyalahgunaan obat
seperti ini tidak terulang lagi. Diperlukan juga peran serta
masyarakat dalam pemberian informasi pada aparat maupun instansi
terkait agar tidak menimbulkan dampak yang besar dan penyalahgunaan
sehingga nantinya dapat dicegah maupun diminimalisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa obat PCC merupakan obat yang mempunyai
kandungan bahan aktif generik yang terdiri paracetamol atau
acetaminophen, caffeine dan carisoprodol. PCC telah disalahgunakan
oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab, yang menimbulkan risiko
overdosis yang dapat menyebabkan masalah susunan saraf pusat (SSP),
depresi pernafasan, hipotensi, kejang, hingga kematian. Berkaitan
dengan dengan adanya kasus peredaran ilegal obat PCC, secara kajian
normatif peraturan UU No.36 Tahun 2009 yang dilanggar ialah pasal 197
dan pasal 106.
3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memberikan kajian normatif lain dari
berbagai peraturan yang ada, dan menentukan pasal/peraturan yang
dilanggar mengenai kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://apotekeranda.com/indikasi-efek-samping-obat-pcc/. Diakses pada
tanggal 11 Oktober 2017.
2. Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
3.http://regional.kompas.com/read/2017/09/18/12300851/kasus-obat-pcc-di-
kendari-polisi-tetapkan-16-orang-jadi-tersangka. Diakses pada tanggal 11
Oktober 2017.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.