BAB I PENDAHULUAN
I.I
LATAR BELAKANG PRIVATISASI BUMN Globaalisasi sudah semakin berkembang saat ini, dampak globalisasi pun sudah tampak terasa khususnya pada aspek perekonomian. Apalagi dengan adanya pasar bebas yang akan diberlakukan nantinya. Produk – produk lokal dan buatan dalam negeri pun menjadi semakin gencar bersaing dengan produk – produk dari luar negeri. Untuk itu perlu adanya peningkatan kualitas produk agar dapat bersaing dengan produk – produk luar negeri. Lalu, pemerintah pun melakukan kebijakan privatisasi terhadap beberapa perusahaan pemerintah yang dianggap kinerjanya kurang optimal, agar dapat memperbaiki kinerjanyauntuk dapat menghasilkan produk – produk berkualitas tinggi. Beberapa periode terakhir ini, marak kita dengar adanya kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan privatisasi ini, marak kita dengar adanya kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan privatisasi itu dilakukan terhadap bebrapa BUMN milik pemerintah, seperti yang terjadi terhadap PT Semen Gresik, Bank BCA dan PT Indosat. Privatisasi berarti mengalihkan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi. Dalam hal ini berarti pemerintah menjual aset milik pemerintah pada pihak swasta. Privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adlah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Misalnya kasus penjualan saham PT. Semen Gresik Group kepada Cemex. Kebijakan ini ditolak oleh serikat pekerja Semen Gresik (SPSG) dengan melakukan mogok kerja. Sementara itu, ada sebagian masyarakat berpikir secara realistis. Mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan privatisasi BUMN yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ternyata tidak dapat berjalan mulus sebagaimana yang diharapkan. Realisasi privatisasi BUMN tahun 2001 hanya mampu mencapai 50% dari target. Sembilan BUMN yang seharusnya diprivatisasi pada tahun 2001 terpaksa di carry over ke tahun 2002. Sementara itu, untuk 2002 sendiri, pemerintah menargetkan privatisasi untuk 15 BUMN. Pelaksanaan privatisasi yang terjadi samapi saat ini masih terkesan ruwet, berlarut – larut, dan tidak transparan. Dikatakan ruwet karena tidak adanya aturan yang jelas tentang tata-cara dan prosedur privatisasi. Proses privatisasi dari setiap BUMN dilakukan dengan prosedur dan perlakuan yang berbeda. Pelaksanaan privatisasi juga terkesan berlarut – larut. Keputusan yang sudah diambil pemerintah tidak bisa dengan segera dilaksanakan, karena berbagi alasan. Keputusan untuk menentukan pemenang tender privatisasi juga tidak ada aturan atau formula yang jelaas, sehingga terkesan pemerintah kurang transparan dalam proses privatisasi.
I.II
TUJUAN Pemerintah melakukan beberapa kebijakan privatisasi kepada beberapa BUMN, dengan acuan beberapa tujan yang hendak dicapainya. Pertama, pemerintah mengharapkan agar tercapai efisiensi perusahaan. Perusahaan yang semula kinerjanyan di anggap kurang optimal dan produktif, diharapkan dapat berkinerja lebih efisien dengan perubahan struktur kepemilikannya menjadi swasta. Jika manajemen perusahaan dikelola oleh pihak swasta, diharapkan akan dapat merubah iklim perusahaan menjadi lebih kondusif, dengan adanya perbaharuan penerapan program kerja dan teknologi. Kedua, dengan privatisasi diharapkan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah. Selama ini pemerintah menganggap bahwa ada beberapa BUMN yang kinerjanya di bawah garis bats kelayakan usaha. Dengan demikian anggaran pemerintah terpotong untuk perbaikan kinerja perusahaan tersebut, dengan melakukan privatisasi diharapkan dapat mengurangi beban anggaran yang semula digunakan untuk perbaikan kinerja perusahaan itu dapat dialihkan untuk program lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Ketiga, kebijakan privatisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan agar lebih kompetitif. Dengan adanya persaingan bebas yang diberlakukan saat ini, diharapkan perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global. Dengan privatisasi, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produknya sehingga patut bersaing dipasar global dengan produk – produk luar negeri yang berkualitas. Dengan beberapa tujuan pemerintah tersebut dalam melakukan kebijakan privatisasi, seharusnya dapat menjadi tolak ikur dalam menilai keberhasilan kebijakan privatisasi yang telah dilakukan. Apakah kebijakan tersebut benar – benar tercapai sesuai tujuan dan mampu berperan efektif dalam meningkatkan daya saing atau sebaliknya? Semua hal yang berkaitan dengan kebijakan privatisasi, hasil – hasilnya dan dampaknya bagi masyarakat perlu menjadi pemikiran dan perhatian kita, meningat kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, secara makro belum bisamemenuhi tujuan – tujuan yang diharapkan tersebut.
BAB II ISI
II.I
DEFINISI PRIVATISASI BUMN Privatisasi menurut UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN adalah penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat. Secara umum, privatisasi adalah pengubahan status kepemilikan pabrik – pabrik, badan – badan usaha, dan perusahaan – perusahaan, dari kepemilikan negara atau kepemilikan umum menjadi kepemilikan individu. Privatisasi adalah sebuah pemikiran dalam ideologi kapitalisme, yang menetapkan peran negara di bidang ekonomi hanya terbatas pada pengawasan pelaku ekonomi dan penegakan hukum. Pemikiran ini menetapkan pula jika sektor publik dibebaskan
dalam
melakukan
usaha,
investasi,
dan
inovasi,
maka
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan meningkat. Privatisasi yang dikenal pula dengan sebutan Liberalisme Baru (New Liberalism), mulai muncul pada era 80-an. Pemikiran ini dicetuskan oleh Milton Freedman, penasehat ekonomi Presiden AS saat itu, Ronald Reagan, dan Frederick High, penasehat ekonomi PM Inggris waktu itu, Margaret Thatcher. Pemikiran ini telah tersebar luas di negara – negara kapitalis, khususnya Amerika Serikat dan Eropa barat. Di sana pun telah berlangsung proses pengubahan status kepemilikan banyak pabrik, badan usaha, dan perusahaan dari kepemilikan negara menjadi kepemilikan individu. Akibatnya, aset dan perekonomian negara – negara tersebut tersentralisasi pada gelintir individu atau perusahaan tertentu.
Negara – negara kapitalis lalu
mempropagandakan pemikiran tersebut ke seluruh dunia, terutama negara – negara Dunia Ketiga. Mereka mengimplementasikannya melalui IMF, sebagai sebuah program reformasi yang dipaksakan atas negara – negara debitor.
Melalui program ini, privatisasi telah melicinkan jalan bagi hadirnya penanaman modal asing. Betapa tidak, penawaran pabrik, badan usaha, dan perusahaan milik negara atau milik umum, tentu menggoda para investor asing. Apalagi jika yang vditawarkan berkaitan dengan pengelolaan bahan mentah, atau menyangkut hajat hidup orang banyak yang menjadi tulang punggung perekonomian negara seperti sektor energi (minyak, gas, dan sebagainya), air minum, pertambangan, sarana transportasi laut (seperti pelabuhan), dan sebagainya. Pengertian privatisasi juga mengandung arti yang sangat banyak. Dari sisi manajemen, privatisasi adalah usaha untuk meningkatkan efisisensi dan efektifitas perusahaan. Dari sisi manajemen puncak perusahaan, tujuan privatisasi lebih ditekankan kepada manfaat terhadap pengelolaan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui privatisasi diharapkan akan dapat tercipta adanya keterbukaan pengelolaan perusahaan serta terbentuknya budaya displin organisasi yang tinggi disamping akan diperolehnya sumber pendanaan yang lebih murah bagi pengembangan perusahaan. Sementara itu dari sisi karyawan dapat timbul pandangan dan kekhawatiran akan kemungkinan hilangnya pekerjaan. Karena setelah diprivatisasi perhatian terhadap faktor efisiensi dan produktivitas karyawan akan sangat menonjol sehingga kemungkinan untuk diberhentikan karena tidak produktif, dapat setiap saat terjadi. Namun pada umumnya kekhawatiran ini diimbangi adanya peluang mendapatkan kepemilikan saham melalui employees stock ownership plan (ESOP) yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan. Dari sisi politik, privatisasi dianggap sebagai asingiasi atau denasionalisasi. Privatisasi diyakini bermuara dari paham neo-liberalisme yang berusaha memisahkan peran negara dalam penyelenggaraan bisnis kepada publik. Perekonomian seharusnya diserahkan kepada pasar sehingga hukum permintaan dan peb=nawaran yang bermain.bagi mereka yang menentang prib=vatisai melihat bahwa kebijakanini adalah bentuk penjajahan perekonomian yang membuat negara tidak mempunyai posisi tawar dibawah ketiak para kapitalis – kapitalis global.dari sisi anggaran, privatisasi adalah jalan alternatif untuk menambal lubang – lubang kas negara yang semakin menganga.
Kenaikan
harga
minyak
dunia,
subsidi
yang
semakin
membengkak, pajak yang seret, menjadikan perusahaan – perusahaan berplat merah ini menjadi tumbal APBN terlihat sehat. Kalau privatisasi ditentang, maka aset – aset BUMN tersebut yang di jual (sale asset). Intinya APBN adalah segalanya. Kita tidak bisa melihat privatisasi hanya dari satu sisi saja, begitupun juga ddengan perusahaan – perusahaan yang akan diprivatisasi. Tidak bisa kita melihat privatisasi sebagai hitam dan putih, karena privatisasi bukanlah tujuan, privatisasi hanyalah alat.
II. II
TUJUAN PRIVATISASI BUMN Alasan utama BUMN (Badan Usaha Milik Negara) diprivatisasi adalah demi menopang penerimaan negara dan pemerintah mengurangi defisit negara, menciptakan efisiensi ekonomi, mengurangi intervensi pemerintah pada perekonomian serta membuka pintu bagi persaingan yang sehat. Meskipun kinerja BUMN (Badan Usaha Milik Negara) itu sendiri bukanlah termasuk alasan utama dilakukannya privatisasi, idealnya privatisasi membuahkan perbaikan kinerja. Di Indonesia, menurut beberapa ekonom, alasan utama privatisasi BUMN ini bukanlah untuk mengikuti jalan neoliberal sepenuhnya. Alasan yang umum diajukan adalah untuk menyehatkan perusahaan negara. Ini sejalan dengan pasal 74 ayat 2 UU 19/2003 tentang BUMN. Ayat tersebut mengatakan bahwa salah satu tujuan privatisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan. Logikanya, dengan terjun ke pasar modal atau dimiliki oleh pihak asing, maka pimpinan perusahaan akan terikat oleh aturan pasar modal atau pemegang saham internasional yang begitu ketat. Para direksi harus melaksanakan prinsip-prinsip manajerial yang terbuka dan profesional. Jika tidak, maka mereka akan dikenai sanksi. Sebagai pemilik modal 100%, negara sebenarnya memiliki kontrol penuh terhadap BUMN. Kontrol tersebut seharusnya dilakukan oleh pemerintah pusat, DPR dan BPK. Oleh karena itu, pemikiran privatisasi dalam rangka menyehatkan BUMN ini
menunjukkan adanya kegagalan negara. Negara telah gagal mengontrol BUMN. BPK sebagai lembaga pemeriksa negara seharusnya mampu mengaudit BUMN. Hasil audit ini diberikan ke DPR yang menjalankan fungsi pengawasan negara. Jika kinerjanya buruk, maka DPR merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk mengganti direksi BUMN. Pemerintah pusat lah yang kemudian mengganti para direksi. Begitu kira-kira alur yang semestinya digunakan negara. Privatisasi pada hakekatnya adalah melepaskan dominasi negara kepada pihak lain. Melalui pembagian asset yang dimiliki BUMN, pembagian asset ini bisa dengan metode Initial Public Offering (IPO) yaitu menjual saham perusahaan dengan go public di stock exschange nasional maupun internasional, Joint Venture, Merger atau metode lainnya. Tujuan privatisasi awalnya memang untuk meningkatkan kinerja BUMN, namun ditengah perjalanan, privatisasi malah merugikan dan banyak menghasilkan konflik politik dan korupsi. Misalnya pengalaman pemerintah memprivatisasi PT Indosat menunjukkan prestasi yang kurang bagus, pemerintah tidak bisa mencapai target perolehan keuntungan, yang terjadi malah BUMN yang tidak diprivatisasi menunjukkan kinerja yang baik dan hampir menyaingi PT Indosat. Tujuan privatisasi yang dilakukan pemerintah saat ini hanya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan untuk menutup defisit APBN. Tujuan ini kurang strategis dan bertentangan semangat UUD 1945 Pasal 33, dimana dalam pasal itu pemerintah wajib menjadikan kekayaan negara untuk kepentingan
rakyat
Indonesia,
pertumbuhan
tanpa
pemerataan
telah
mengakibatkan kesejangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi. Walaupun beberapa kali pemerintah menegaskan bahwa keberadaan BUMN sepenuhnya untuk mensejahterakan rakyat, namun dalam realisasinya kinerja BUMN sulit berkembang, beberapa fakta menunjukkan pola birokrasi di BUMN sangat panjang, kemudian dari segi tranparasi dan akuntabilitas BUMN masih dipertanyakan, keadaan seperti ini yang mendorong pemerintah melakukan privatisasi padahal seharusnya pemerintah bisa menahan hasrat
swastanisasi ini dengan cara yang lebih mudah dan murah yaitu dengan melakukan restrukturisasi secara progresif dan reformatif.
II.III
KEUNTUNGAN PRIVATISASI BAGI BUMN Dari segi ekonomi mikro meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat meningkatkan good corporate governance (GCG), masuknya sumber keuangan baru ke perusahaan, dan pengembangan pasar. Manfaat alih teknologi dan peningkatan jaringan juga diharapkan dalam provatisasi BUMN yang melalui proses strategic sale. Dari sisi ekonomi makro, tujuan privatisasi beroroentasi pada ekonomi fiskal, yaitu untuk menambah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal. Obyektivitas ekonomi politik bertujuan melindungi asset nasional dengan pertimbangan melindungi bidang usaha yang berkaitan dengan nasionalisme, keamanan negara dan sumber daya alam. Contoh bias kita lihat untuk perusahaan perkebunan : kondisi pasar yang sedang fluktuatif tidak akan memengaruhi proses IPO, karena harga saham mereka masih terus diburu investor seiring dengan kenaikan harga jual kelapa sawit mentah.
II.IV
BAHAYA – BAHAYA PRIVATISASI Meskipun
diiklankan
bahwa
privatisasi
akan
menghasilkan
keuntungan-keuntungan, namun privatisasi sebenarnya menimbulkan eksesekses berbahaya yang akhirnya menafikan dan menghapus keuntungan yang diperoleh. Bahaya atau kerugian yang paling menonjol adalah:
Tersentralisasinya aset suatu negeri di sektor pertanian, industri, dan perdagangan– pada segelintir individu atau perusahaan yang memiliki modal besar dan kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi. Artinya, mayoritas rakyat tercegah untuk mendapatkan dan memanfaatkan aset tersebut. Aset tersebut akhirnya hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Dengan demikian, privatisasi akan memperparah buruknya distribusi kekayaan. Hal ini telah terbukti di negeri-negeri kapitalis, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.
II.V
PRIVATISASI BUMN YANG IDEAL Privatisasi dapat mendatangkan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia apabila setelah privatisasi BUMN mampu bertahan hidup dan berkembang di masa depan, mampu menghasilkan keuntungan, dapat memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat yang ada disekitarnya. Peningkatan kinerja BUMN diharapkan bukan hanya terjadi pada jangka pendek, tetapi juga pada jangka panjang. Untuk itu, fokus perhatian bukan hanya difokuskan pada perspektif keuangan saja, tetapi harus lebih komprehensif dengan memperhatikan perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan, dan pembelajaran. Dalam menjalankan tugasnya, manajemen BUMN dituntut untuk lebih transparan serta
mampu menerapkan
prinsip-prinsip good corporate
governance. Manajemen BUMN harus sadar bahwa setelah privatisasi, pengawasan bukan hanya dari pihak pemerintah saja, tetapi juga dari investor yang menanamkan modalnya ke BUMN tersebut. Pada tahun-tahun mendatang, BUMN akan menghadapi persaingan global, di mana batas wilayah suatu negara dapat dengan mudah dimasuki oleh produsen-produsen asing untuk menjual produk-produk dengan kualitas yang baik dan dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh karenanya, BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta memperluas jaringan pasar, bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global. Dengan privatisasi,
terutama dengan metode strategic sale kepada investor dari luar negeri, diharapkan BUMN memiliki partner yang mempunyai akses yang lebih baik di pasar global. Kebijakan privatisasi seperti ini diharapkan dapat mendorong BUMN untuk mengembangkan jangkauan pasarnya di pasar luar negeri. Disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam proses produksi menghasilkan produk dalam tempo yang lebih cepat, dengan kualitas yang lebih baik, serta harga pokok yang lebih kompetitif. Dibidang pemasaran teknologi baru, khususnya teknologi informasi, dapat dipakai sebagai sarana strategis untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan berkualitas dengan customer serta para supplier. Privatisasi diharapkan dapat memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN, sehingga BUMN akan mampu memberikan sarana kepada para karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan terus mengembangkan
diri,
sehingga
mampu
menghasilkan
produk
yang
berkualitas, dengan harga yang kompetitif. Masuknya investor baru dari proses privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja baru yang lebih produktif, dengan visi, misi, dan strategi yang baru. Perubahan suasana kerja ini diharapkan menjadi pemicu adanya perubahan budaya kerja, perubahan proses bisnis internal yang lebih efisien, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang diadopsi BUMN setelah proses privatisasi. Satu hal yang tidak kalah pentingnya, privatisasi BUMN diharapkan dapat menutup defisit APBN. Hal ini berarti bahwa harga saham dan waktu merupakan dua variabel yang perlu mendapatkan perhatian besar dalam proses privatisasi BUMN. Harga saham harus diperhatikan dalam kaitannya untuk mengejar target perolehan dana dalam rangka menutup defisit APBN, namun di sisi lain terdapat kendala waktu, di mana privatisasi harus segera dilaksanakan.
II.VI
STRATEGI PRIVATISASI BUMN Dengan melihat bentuk idealnya privatisasi BUMN, maka terbagi menjadi beberapa meyode yang cocok untuk privatisasi, yaitu: a) Privatisasi Melaluli Pasar Modal Pada strategi privatisasi melalui pasar modal, pemerintah menjual kepada publik semua atau sebagian saham yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada publik melalui pasar modal. Umumnya, pemerintah hanya menjual sebagian dari saham yang dimiliki atas BUMN tersebut. Strategi ini akan menghasilkan suatu perusahaan yang dimiliki bersama antara pemerintah dan swasta. Proporsi kepemilikan pemerintah atas BUMN ini akan menurun. Privatisasi melalui pasar modal cocok untuk memprivatisasi BUMN yang besar, memiliki keuntungan yang memadai, atau potensi keuntungan yang memadai yang dalam waktu dekat dapat direalisasi. Privatisasi melalui pasar modal dapat dilaksanakan apabila BUMN bisa memberikan informasi lengkap tentang keuangan, manajemen, dan informasi lain-lain, yang diperlukan masyarakat sebagai calon investor. Privatisasi melalui pasar modal akan menghasilkan dana yang bisa dipakai untuk menutup devisit APBN. Namun demikian, privatisasi tidak akan banyak merubah pola pengelolaan BUMN. Privatisasi BUMN melalui pasar modal akan mendatangkan investor dalam jumlah banyak dengan rasio penyertaan yang relatif kecil. Pemerintah masih menjadi pemegang saham mayoritas. Tidak ada pergeseran peran pemerintah dalam BUMN setelah privatisasi. Tidak ada transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak ada perubahan budaya kerja, serta tidak ada perluasan pasar di pasar global. Privatisasi melalui pasar modal belum tentu dapat memacu pertumbuhan perekonomian. Hal ini terjadi bisa dilihat dari komposisi investor yang membeli saham BUMN di pasar modal. Apabila sebagian besar penyertaan modal dilakukan oleh investor dalam negeri, berarti tidak banyak pertambahan uang beredar di masyarakat,
sehingga sulit untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, apabila sebagian besar investor berasal dari luar negeri, maka akan menyebabkan peningkatan uang beredar, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. b) Privatisasi Melalui Private Palcement oleh Investor Dalam Negeri deb]ngan Penyertaan di bawah 50% Pada strategi ini, pemerintah menjual sebagian kecil (kurang dari 50%) dari saham yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada satu atau sekelompok investor dalam negeri. Calon investor pada umumnya sudah diidentifikasi terlebih dulu, sehingga pemerintah dapat memilih investor mana yang paling cocok untuk dijadikan partner usahanya. Privatisasi dengan private placement oleh investor dalam negeri akan menghasilkan dana bagi pemerintah yang dapat dipakai untuk menutup devisit APBN 2002. Namun dengan penyertaan modal di bawah 50%, investor baru tidak memiliki kekuatan yang dominan untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan, sehingga peran pemerintah masih tetap dominan dalam BUMN. Secara umum kebijakan manajemen tidak akan mengalami perubahan, demikian pula teknologi dan budaya kerja yang ada tidak mengalami perubahan yang signifikan. Strategi penyertaan modal dari investor dalam negeri ini tidak menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga perekonomian tidak terdongkrak dengan adanya privatisasi. c) Privatisasi Melalui Private Placement oleh Investor Dalam Negeri dengan Penyertaan diatas 50% Seperti halnya alternatif sebelumnya, privatisasi melalui privat placement oleh investor dalam negeri dengan penyertaan di atas 50% akan menghasilkan dana bagi pemerintah untuk menutup devisit anggaran. Namun demikian alternatif ini tidak dapat mendongkrak perekonomian nasional, karena dana yang ditanamkan di BUMN berasal dari dalam negeri (sektor swasta). Penyertaan investor di atas 50% akan menyebabkan investor baru memiliki kekuatan untuk ikut menentukan kebijakan dalam menjalankan kegiatan operasional
BUMN, sehingga akan terjadi pergeseran peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana usaha menjadi regulator dan promotor kebijakan. Visi, misi dan strategi BUMN mungkin mengalami perubahan. Demikian pula pemanfaatan teknologi informasi, proses bisnis internal, serta budaya kerja akan mengalami perubahan. Kemampuan akses ke pasar internasional barangkali masih diragukan, karena sangat tergantung dari kemampuan investor baru untuk menembus pasar internasional. d) Privatisasi Melalui Private Placement oleh Investor Luar Negeri dengan Penyertaan di bawah 50% Alternatif ini akan menyebabkan adanya aliran dana masuk ke Indonesia, yang sangat berarti untuk mempercepat perputaran perekonomian dan penyerapan tenaga kerja. Investor luar negeri pada umumnya menginginkan adanya good corporate government dalam mengelola BUMN. Namun dengan penyertaan kurang dari 50% investor
baru
tidak
memiliki
kekuatan
untuk
memaksakan
kehendaknya. Investor luar negeri dapat diharapkan untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada BUMN. Keikutsertaan investor luar negeri dalam pengelolaan BUMN diharapkan dapan memberikan suasana baru dalam lingkungan BUMN, dan diharapkan dapat merubah budaya kerja karyawan BUMN menjadi lebih baik. Namun demikian semua harapan tersebut masih tergantung kepada pemerintah Indonesia yang masih memegang mayoritas saham BUMN tersebut. e) Privatisasi melalui Private Placement oleh Investor Luar Negeri dengan Penyertaan diatas 50% Strategi privatisasi melalui privat placement oleh investor luar negeri dengan penyertaan di atas 50% akan membawa dampak yang signifikan bagi BUMN dan pemerintah Indonesia. Pemerintah akan memperoleh dana yang diperlukan untuk menutup devisit APBN. Penyertaan modal dari luar negeri akan menyebabkan bertambahnya uang beredar di Indonesia, yang diharapkan dapat mendongkrak
percepatan perputaran perekonomian dan penyediaan lapangan kerja. Dengan penyertaan yang lebih besar, investor asing memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan dalam BUMN, sehingga akan terjadi pergeseran peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana usaha menjadi regulator dan promotor kebijakan.
BAB III PENUTUP
III.I
KESIMPULAN BUMN yang ada haruslah diselamatkan dan dikelola secara professional, sehingga mampu menjadi pilar dan pendorong perekonomian Nasional dan penciptaan lapangan kerja baru. BUMN dengan asset seluruhnya kurang lebih Rp. 1.000 triliun, seharusnya mampu meringankan beban Negara dengan memberikan dividen dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total asset, atau kurang lebih Rp. 50 triliun. Ditambah lagi pendapatan dari pajak dan program divestasi secara selective dan transparan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang significant kepada RAPBN. Proses Privatisasi BUMN hendaknya dilakukan secara cermat, dan bermanfaat dengan memperhatikan timing yang tepat dengan kriteria yang jelas BUMN mana saja yang boleh di privatisasi. Privatisasi hendaknya diarahkan dengan cara menjual saham baru dan Pemerintah dapat ikut ? membonceng? menjual saham lama . Dengan cara ini, pemerintah dan perusahaan sama-sama mendapatkan dana segar yang bermanfaat untuk menggerakkan ekonomi. Penjualan kepada single majority tidak selayaknya dilakukan karena dalam jangka panjang dapat menimbulkan resiko bagi negara dalam mengelola hajad hidup orang banyak yang harus ditangani oleh BUMN. Variasi investor yang membeli saham diprioritaskan berasal dari karyawan, rakyat banyak melalui investment fund, public, institutional investor, financial investor, dan strategic investor. Dengan variasi investor ini memungkinkan saham pemerintah terdilusi tetapi masih menjadi mayoritas. Apabila BUMN setelah privatisasi ataupun berubah status menjadi Perseroan Terbuka dan kepemilikan pemerintah kurang dari 50%, maka mulailah berubah menjadi perusahaan swasta, namun pengendaliannya masih tetap dapat dilakukan oleh pemerintah. asalkan saham seri A (prefered stock) masih tetap menjadi milik Pemerintah.
Melalui privatisasi diharapkan akan dapat pula merubah citra BUMN menjadi sebuah commercial entity yang dicintai dan didukung oleh pemiliknya (rakyat Indonesia) dengan membebaskan dirinya dari intervensi birokrat, menghilangkan KKN dalam internal managementnya, dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance din seluruh jajaran, dari pimpinan tertinggi sampai terbawah. Perlu dilakukan re-posisi, pengelompokan/ klasifikasi BUMN sesuai dengan kelompok bisnis-nya disamping klasifikasi BUMN yang harusnya menciptakan profit dan yang melayani masyarakat Tentu saja kementrian atau badan pengelola BUMN harus mampu membina masing-masing perusahaan untuk mencapai visi barunya dari hasil analisa reposisi dimaksud. Dengan reposisi, dimungkinkan dibentuknya holding untuk perusahaan BUMN sejenis dan kemungkinan merger untuk mencapai tingkat efisiensi yang optimal.