35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1.1.2 Tugas dan Fungsi
Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :
Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan,
Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
Melaksanakan pelayanan medis khusus,
Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi),
Melaksanakan pelayanan rawat inap,
Melaksanakan pelayanan administratif,
Melaksanakan pendidikan para medis,
Membantu pendidikan tenaga medis umum,
Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.
1.1.3 Jenis-jenis rumah sakit
Rumah sakit umum
Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern.
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.
Rumah sakit terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain.Rumah sakit ini bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan.
Rumah sakit penelitian/pendidikan
Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.
Rumah sakit lembaga/perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.
Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.
Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan) adalah fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien rawat jalan. Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan didanai secara pribadi atau publik, dan biasanya meliputi perawatan kesehatan primer kebutuhan populasi di masyarakat lokal, berbeda dengan rumah sakit yang lebih besar yang menawarkan perawatan khusus dan melayani pasien rawat inap.
1.1.4 Komite Etik Rumah Sakit
Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.
Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses analisis dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan etika tidak terbatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit. Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.
sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada "tingkat manfaat" yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.
Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah yang tidak lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara akan melaksanakan fungsinya menyediakan kebutuhan hidup yang berkaitan dengan hidup berdampingan dengan orang lain di sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan sebagai "kebutuhan publik". Salahsatu contoh kebutuhan publik yang mendasar adalah kesehatan. Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak dan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat.
Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang kesehatan adalah adanya Puskesmas. Tujuan utama dari adanya Puskesmas adalah menyediakan layanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yanng relatif terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah.
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu lembaga yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan atau non profit organization. Walaupun demikian kita dapat menutup mata bahwa dibutuhkan sistem informasi di dalam rumah sakit.
Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang kesehatan.Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Untuk mempertahankan pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan pelayanan di rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam konstituisi, menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat. Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah selama ini dalam kebijakan politik di bidang kesehatan (heath politics), yang menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara tersusun, menyeluruh dan merata.
1.2 PENGERTIAN PELAYANAN KESEHATAN
Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan adalah :
a. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo
Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
b. Menurut Azwar (1996)
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.
c. Menurut Depkes RI (2009)
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
d. Menurut Levey dan Loomba (1973)
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang dimaksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses, output, dampak, umpan balik.
1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.
2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
3. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.
4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.
5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
6. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.
Contoh : Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas.
1. Input adalah : Dokter, perawat, obat-obatan,
2. Prosesnya : kegiatan pelayanan puskesmas,
3. Outputnya : Pasien sembuh/tidak sembuh,
4. Dampaknya : meningkatnya status kesehatan masyarakat,
5. Umpan baliknya : keluhan-keluhan pasien terhadaf pelayanan,
6. Lingkungannya : masyarakat dan instansi-instansi diluar
puskemas tersebut.
Tujuan Pelayanan Kesehatan :
1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.
2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari:
a. Preventif primer.
Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik.
b. Preventif sekunder.
Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.
c. Preventif tersier.
Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.
3. Kuratif (penyembuhan penyakit).
4. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental , cedera atau penyalahgunaan.
1.3 BENTUK DAN JENIS PELAYANAN KESEHATAN
Bentuk pelayanan kesehatan adalah:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)
Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:
a.Dokter Umum (Tenaga Medis)
b.Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services). Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.
Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)
Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a.Dokter Spesialis
b.Dokter Subspesialis terbatas
Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.
Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)
Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a.Dokter Subspesialis
b.Dokter Subspesialis Luas
Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.
Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
1.4 SYARAT POKOK PELAYANAN KESEHATAN
Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan
Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan.
2. Dapat diterima dan wajar
Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai
Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.Bermutu
Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu menurut Somers adalah:
1. Pelayanan kesehatan yang memadukan berbagai upaya kesehatan yakni peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit,pemulihan.
2. Pelayanan kesehatan yang tidak hanya memperhatikan keluhan penderita,tapi juga latar belakang ekonomi,sosial,budaya,psikologi dan lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SISTEM RUJUKAN
Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah rujukan kesehatan. Apa itu rujukan kesehatan? Rujukan kesehatan dapat disebut sebagai penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain.
Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :
1.Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
2.Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :
1.Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medic antara lain:
1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.
2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.
Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas. Rujukan ini mencakup:
a.Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.
b.Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.
c.Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.
Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:
1.Rujukan upaya kesehatan perorangan
a. Antara masyarakat dengan puskesmas
b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas
c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap
d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.
2.Rujukan upaya kesehatan masyarakat
a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota
b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral
c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).
Syarat syarat agar system rujukan dapat berfungsi secara tepat
1. kesadaran masyarakat dalam masalah kesehatan
2 . Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang adekuat dalam strategi pendekatan resiko dan system rujukan
3 . Setiap unit harus memiliki peralatan yang tepat
4 . Komunikasi dan transportasi yang mudah harus tersedia
Syarat rujukan
1. rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang untuik merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan mengetahui kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk
2. rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis daerah
3. agar rujukan dapat diselenggarakan tepat dan memadai
4. untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama perjalanan ketempat rujukan
5. rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
6. fasilitas pelayanan kesehatan dilarang merujuk dan menentukan tujuan rujukan atas dasar kompensasi/imbalan.
Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara:
1.horizontal
Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
2. Vertikal
Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ketingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg lebih rendah ke tingkat pelayanan yg lebih tinggi dilakukan bila:
Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik
Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,peralatan dan/atau ketenagaan
Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg tinggi ketingkat pelayanan yg lebih rendah dilakukan bila:
permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya
Kompentensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut
Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yg lebih rendah dengan alasan kemudahan,efisiensi dan jangka panjang
Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,prasarana,peralatan atau ketenagaan
System rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer dan faskes sekunder
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung kefaskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
Terjadi keadaan gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Bencana. Kriteria bencana ditentukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Kekhususan permasalahan kesehatan pasien. Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan.
Pertimbangan geografis, dan
Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
Pembinaan dan pengawasan system rujukan berjenjang
Ka dinkes kab/kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama
Ka dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua
Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga
REKAM MEDIS
Pengertian Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) pengertian rekam medis sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Tujuan Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar. Tertib administrasi merupakan salah satu factor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kegunaan Berkas Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) kegunaan berkas rekam medis dapat di lihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah :
a. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan peramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang diberikan kepada pasien.
c. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut masalah adanya kepastian hokum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat di pertanggungjawabkan.
e. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.
f.Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
PELAYANAN RAWAT JALAN
Definisi
Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization). Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing homes).
Pelayanan Rawat Jalan di Klinik Rumah Sakit
Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit (hospital based ambulatory care). Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat dibedakan atas 4 macam yaitu :
a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.
b. Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien-pasien rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang merujuk.
d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama
Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini memang tampak berkembang lebih pesat. Roemer (1981) mencatat bahwa peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat jalan di rumah sakit misalnya, adalah dua sampai tiga kali lebih dari peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat inap.
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin berkembangnya pelayanan dan juga sarana pelayanan berobat jalan ini. Jika disederhanakan, paling tidak dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu : ( Cambridge Research Institute, 1976; Avery dan Imdieke, 1984; Feste,1989):
1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, dan karena itu lebih banyak didirikan.
2. Kebijakan pemerintah yang untuk mengendalikan biaya kesehatan mendorong dikembangkannnya sebagai sarana pelayanan rawat jalan.
3. Tingakat kesadaran kesehatan penduduk yangmakin meningkat, yang tidak lagi membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja, tetapi juga untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan yang umumnya dapat dilayanai oleh sarana pelayanan rawat jalan saja.
4. Kemajuan ilmu teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan berbagai tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat inap, tetapi pada saat ini cukup dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.
5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk meningkakan pendapatan, kecuali lebih megembangkan pelayanan rawat jalan yang ada di rumah sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana pelayanan rawat jalan di luar Rumah Sakit.
Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan
Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah satu syarat pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu. Karena itu untuk dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka program menjaga mutu pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan.
Untuk ini diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga mutu pada pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan ditemukan beberapa ciri khusus, menyebabkan penyelenggaraan program menjaga mutu pada pelayanan rawat jalan tidaklah semudah yang diperkirakan, ciri-ciri khusus yang dimaksud adalah:
1. Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan sangat beraneka ragam, sehingga sulit merumuskan tolak ukur yang bersifat baku.
2. Tenaga pelaksana bekerja pada srana pelayanan rawat jalan umumnya terbatas, sehigga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu perangkat khusus yang diserahkan tanggung jawab penyelengaraa program menjaga mutu, dan pihak lain, apabila beban kerja terlalu besar, tidak memiliki cukup waktu untuk menyelengarakan program menjaga mutu.
3. Hasil pelayanan rawat jalan sering tidak diketahui. Ini disebabkan karena banyak dari pasien tidak datang lagi ke klinik.
4. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, sehingga penilaian yang objektif sulit dilakukan.
5. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah mungkin penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga menyulitkan pekerjaan penilaian.
6. Beberapa jenis penyakit yang datang berobat datang kesarana pelayanan rawat jalan mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya berada di luar kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga akan menyulitkan pekerjaan penilaian.
7. Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak selengkap rawat inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian tidak lengkap
8. Perilaku pasien yang datang kesarana pelayanan rawat jalansukar dikontrol, dan karenanya sembuh atau tidaknya suatu penyakit yang dalami tidak sepenuhnya tergantung dari mutu pelayanan yang diselenggarakan.
Pelayanan diunit Rawat Jalan Rumah Sakit secara global atau umum berdasarkan proses dan tugas masing masing:
Registrasi atau pendaftaran
Bertugas menerima pendaftaran pasien, menyediakan aplikasi pendaftaran pasien, melakukan pengisian form registrasi, menyediakan informasi jadwal praktek dokter, melakukan penjadwalan pasien rawat jalan, melakukan pendaftaran registrasi harian, memberikan bukti registrasi pemeriksaan kepada pasien, memberikan kartu berobat pasien.
Bagian pemeriksaan
Merupakan aspek pemeriksaan fungsional medis utama yang menghubungkan tugas tenaga medis seperti dokter, perawat dalam melakukan pemeriksaan dan diagnose penyakit pasien, mengisi rekam medis pasien, menganalisa data data medis pasien serta melakukan tindakan kesehatan terhadap pasien.
Bagian inventory medical record (rekam medis)
Bertugas mengatur data data dan informasi berkaitan dengan rekam medis pasien dari pemeriksaan pasien oleh dokter, mengatur penyusunan data therapy, mengatur catatan pasien, kode dan jenis tindakan, mengatur data hasil pemeriksaan, mengatur data diagnose pasien, menghubungkan dokumen rekam medis dengan hasil diagnose dari laboratorium, radiologi, dan unit lainnya, mencetak medical record, mencetak data terapy, mencetak catatan pasien, mencetak hasil pemeriksaan, mencetak diagnose akhir, mencetak rekap penyakit terbanyak, menyediakan data medical record pasien.
Bagian apotik/farmasi
Bertugas memfasilitasi kegiatan farmasi, melakukan pengisian resep, melakukan klasifikasi pemakaian produk obat, supplier obat, ketegori obat dan stok obat, melakukan pemilahan kategori resep obat racikan, kategori dan komposisi racikan obat, memberikan perhitungan biaya racikan, menghitung total penggunaan obat dan harga obat, memberikan bukti pemberian obat pada pasien, memberikan bukti pembayaran obat kepada pasien, menghubungkan penggunaan obat pasien dengan system rekam medis pasien, melakukan penyimpanan data data pemakaian obat pada pasien, melakukan inventory stok obat yang ada.
Pembayaran atau kasir
Bertugas untuk menyediakan proses pembayaran dan penagihan, pengisian biaya biaya perawatan, memberikan informasi tarif dokter, memberikan tarif asisten dan tarif jasa administrasi, menerima uang pembayaran biaya perawatan pasien tunai maupun non tunai, menerima uang pembayaran pembelian obat tunai maupun non tunai, pengisian resep online, pengalihan tagihan perawatan, mengisi selisih biaya perawatan, memberikan diskon biaya perawatan, update saldo kas/bank, mencetak daftar kas/bank, mencetak daftar uang muka, mencetak daftar bon sementara, mencetak transaksi mutasi bank, mencetak ulang kwitansi perawatan, mencetak tagihan perawatan, mencetak penerimaan perawatan, mencetak pembayaran utang, mencetak pengalihan biaya perawatan, mencetak potongan biaya perawatan, mencetak subsidi biaya perawatan, mencetak pendapatan pertindakan juga perjasa medis, memberikan bukti pembayaran kepada pasien, memberikan bukti tanda penagihan kepada pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal rawat jalan adalah sebagai berikut:
Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 % dokter spesialis.
Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah.
Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari Jumat pukul 08.00 – 11.00.
Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit.
Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.
PELAYANAN RAWAT INAP
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di rumah sakit.
Standar minimal rawat inap di rumah sakit adalah sebagai berikut:
Pemberian layanan rawat inap adalah Dokter spesialis, dan perawat dengan minimal pendidikan D3.
Penanggungjawab pasien rawat inap 100 % adalah dokter.
Ketersediaan pelayanan rawat inap terdiri dari anak, penyakit dalam, kebidanan, dan bedah.
Jam kunjung dokter spesialis adalah pukul 08.00 – 14.00 setiap hari kerja.
Kejadian infeksi paska operasi kurang dari 1,5 %.
Kejadian infeksi nosokomial kurang dari 1,5 %.
Kematian pasien lebih dari 48 jam : kurang dari 0,24 %.
Kejadian pulang paksa kurang dari 5 %.
Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %
ALUR PENDAFTARAN PASIEN RAWAT INAP
SISTEM ASURANSI
Cara Mendaftar Peserta BPJS Kesehatan
JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan kepanjangan dari Jaminan Kesehatan Nasional yang sistemnya menggunakan sistem asuransi. Artinya, seluruh warga Indonesia pada dasarnya dan juga nantinya akan wajib menyisihkan sebagian kecil uangnya untuk jaminan kesehatan di masa depan.
BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes. Begitupun juga BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).
Menjadi peserta BPJS dan JKN adalah merupakan hak bagi warga negara Indonesia dan pemerintah telah mencanangkan bahwasannya beberapa tahun kedepan diharapkan seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itula perlu dan pentingnya mengetahui akan syarat cara daftar peserta BPJS Kesehatan yang merupakan program pemerintah di bidang kesehatan ini.
Peserta BPJS Kesehatan
Anggota dan juga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini adalah terbagi menjadi 2 yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan peserta BPJS yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).
Bagi karyawan swasta, bisa mendaftar melalui perusahaan tempat bekerja. Kemudian perusahaan mendaftarkan ke kantor Askes yang sekarang sudah berganti nama jadi BPJS Kesehatan. Bisa melalui kantor cabang yang ada di provinsi, kabupaten, maupun kota.
Perusahaan kemudian membayar iuran sebesar yang sudah ditentukan pemerintah ke bank yang ditunjuk BPJS Kesehatan, yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan untuk karyawannya.
Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah, seperti wiraswasta, investor, petani, nelayan, pedagang keliling, dan lainnya, pendaftaran bisa dilakukan dengan langsung mendatangi kantor BPJS Kesehatan. Kemudian mengisi formulir dan menunjukkan salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau paspor.
Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah :
Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).
Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan.
Manfaat Tujuan JKN
Ada beberapa manfaat dari penggunaan Jaminan Kesehatan Nasional ini. Berikut beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari JKN ini yang disampaikan oleh Drg.Usman Sumantri. M. PH selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Nasional yaitu diantaranya :
1. Peserta jaminan kesehatan mendapat jaminan kesehatan meliputi fasilitas primer, sekunder dan tersier, baik milik pemerintah maupun swasta yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Menjamin kesehatan medis dari administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis seseorang sampai non-medis seperti akomodasi dan ambulan.
3. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif, kemudian pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
4. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Di mana pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan, penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan skrining kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertam sesuai dengan keluhan penyakit.
5. Menjamin pelayanan kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk pembayar iuran.
Berkaitan dengan manfaat tentu sangat erat hubungan dengan pola pembayaran yang diberikan BPJS kepada provider. Pola Pembayaran BPJS (PERPRES No 12 Tahun 2013 Pasal 39 ) adalah Pelayanan Primer (Puskesmas,klinik pratama,dokter praktek swasta) dengan Kapitasi, Pay for Performance, Pelayanan Sekunder ( RS Type C ) dan Pelayanan Tersier ( RS Type B dan A ) dengan INA -CBG's .Sistem tarif INA -CBG's adalah tarif paket, resiko pada provider,kewenangan dokter terbatas,hal inilah yang menimbulkan keluhan pasien Jamkesmas seperti yang sering tedengar dari media.Bagaimana tidak ,provider harus bisa menghemat paket biaya.,sementara pasien tidak memahami system pembayaran Ina Cbg's.Secara provider juga harus bisa menghidupi dirinya sendiri , terutama provider swasta .Sistem pelayanan berjenjang yang sudah dikonsepkan di Jamkesmas pun sampai saat ini juga belum bisa mendekati bagus.Masih terjadi rujukan terbalik,dari rumah sakit type A ke B atau dari type C ke RS pratama.Bukan seratus persen kesalahan di provider type A, tetapi kondisi dan situasi pelayanan dan kunjungan yang tidak bisa diprediksi.Jika benar provider type A penuh sesak dengan pasien, ada kemungkinan merujuk ke provider yang lebih rendah, agar tertolong.Besaran tarif untuk tiap type provider juga berbeda, sesuai dengan typenya,tentu provider type A yang paling tinggi tarif paketnya, dengan kasus yang sama dibandingkan dengan provider dibawahnya,karena type A dikategorikan sebagai provider dengan kecanggihan alat yang digunakan untuk jenis pelayanan yang lebih komplek. Berharap BPJS tahun 2014 memberikan manfaat yang maksimal , baik kepada peserta maupun provider, tanpa ada yang dirugikan dan kepada masyarakat Indonesia seluruhnya.
KONTROL INFEKSI DI RUMAH SAKIT
Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di antara pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak, relawan,mahasiswa, dan pengunjung.
Program yang efektif umumnya telah menentukan pemimpin program, staf terlatih, metode untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko infeksi secara proaktif, kebijakan dan prosedur yang sesuai, menentukan ,juga pendidikan staf, dan pengoordinasian program itu di seluruh rumah sakit.
Prinsip Pencegahan Infeksi dan Strategi Pengendalian Berkaitan Dengan Pelayanan Kesehatan.
Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian". Secara hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control – IPC), yang meliputi: pengendalian bersifat administratif, pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat pelindung diri (APD)
1. Pengendalian administratif.
Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi IPC, meliputi penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif biladilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan. Pengendalian administratif dan kebijakan – kebijakan yang diterapkan pada ISPA meliputi pembentukan infrastruktur dan kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar; prosedur – prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA diantara petugas – petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan pemantauan tingkat kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Langkah-langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi dini pasien dengan ISPA / ILI (Influenza like Illness) baik ringan maupun berat yang diduga terinfeksi MERS-CoV, diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera dilakukan kewaspadaan tambahan IPC seperti yang akan dijelaskan dibagian lain dari pedoman ini. Aspek klinis dan epidemiologi kasus harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
2. Pengendalian dan rekayasa lingkungan.
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga pemisahan jarak minmal 1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.
3. Alat Perlindungan Diri (APD).
Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang tersedia serta higiene sanitasi tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Meskipun memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan dalam upaya pengendalian dan penularan infeksi, namun upaya ini adalah yang terakhir dan paling lemah dalam hirarki kegiatan IPC. Oleh karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi utama pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian administratif dan rekayasateknis yang efektif, maka APD hanya memiliki manfaat yang terbatas.
Kewaspadaan Pencegahan Dan Pengendalian Diri.
1. Kewaspadaan Standar/ Standard Precaution
Kewaspadaan baku adalah tonggak yang harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk menghindari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka. Disamping itu juga mencakup: pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dansterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan. Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan kebersihan/ etika pernafasan. Petugas kesehatan harus menerapkan "5 momen kebersihan tangan",yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.
Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika terlihat kotor
Penggunaan APD tidak menghilangkan kebutuhan untuk kebersihan tangan. Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika melepas APD.
Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/ antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/ atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan,
Pelindung wajah dengan cara memakai masker medis/ bedah dan pelindung mata/eye-visor/ kacamata, atau pelindung wajah, dan
Gaun dan sarung tangan bersih.
Pastikan bahwa prosedur – prosedur kebersihan dan desinfeksi diikuti secara benar dan konsisten. Membersihkan permukaan – permukaan lingkungan dengan air dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti hipoklorit) merupakan prosedur yang efektif dan memadai. Pengelolaan laundry, peralatan makan dan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin.
2. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi tambahan ketika merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Tambahan pada Kewaspadaan Standar, bahwa semua individu termasuk pengunjung dan petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien dengan ISPA harus:
Memakai masker medis ketika berada dekat (yaitu dalam waktu kurang lebih 1 m) dan waktu memasuki ruangan atau bilik pasien.
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien dan lingkungan sekitarnya dan segera setelah melepas masker medis.
3. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi pada prosedur/tindakan medik yang menimbulkan aerosol
Suatu prosedur/ tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm). Terdapat bukti yang baik yang berasal dari studi tentang Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang disebabkan oleh virus corona (SARS-CoV), dimana terdapat hubungan yang konsisten antara transmisi patogen dengan intubasi trakea. Selain itu, beberapa studi juga menunjukkan adanya peningkatan risiko Infeksi SARS-COV yang terkait dengan trakeostomi, ventilasi non-invasif dan penggunaan ventilasi manual sebelum dilakukan intubasi. Namun, karena temuan ini diidentifikasi hanya dari beberapa studi yang kualitasnya dinilai rendah, maka interpretasi dan aplikasi praktis sulit dilakukan. Tidak ditemukan prosedur lain yang secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko penularan ISPA.
Tindakan kewaspadaan tambahan harus dilakukan saat melakuka prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi, khususnya, intubasi trakea.
Tindakan kewaspadaan tambahan saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan aerosol:
Memakai respirator partikulat (N95) ketika mengenakan respirator partikulat disposable, periksa selalu penyekat atau seal-nya.
Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah)
Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril, (beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril)
Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun
Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu disarana – sarana yang dilengkapi ventilasi mekanik,minimal terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 60 liter/ detik/pasien di sarana – sarana dengan ventilasi alamiah.
Membatasi jumlah orang yang hadir di ruang pasien sesuai jumlah minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien
Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan nya dan setelah pelepasan APD
4. Pengumpulan dan penanganan spesimen laboratorium
Semua spesimen harus dianggap berpotensi menular, dan petugas yang mengambil atau membawa spesimen klinis harus secara ketat mematuhi Kewaspadaan standar guna meminimalisir kemungkinan pajanan patogen:
Pastikan bahwa petugas yang mengambil spesimen memakai APD yang sesuai.
Pastikan bahwa petugas yang membawa/ mengantar specimen telah dilatih mengenai prosedur penanganan spesimen yang aman dan dekontaminasi percikan/ tumpahan spesimen.
Tempatkan spesimen yang akan dibawa/ antar dalam kantong spesimen anti bocor (wadah sekunder) yang memiliki seal terpisah untuk spesimen (yaitu kantong spesimen plastic Biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen (wadah primer), dan form permintaan yang jelas.
Pastikan bahwa laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan mematuhi praktek biosafety yang tepat dan persyaratan pengiriman sesuai dengan jenis organisme yang ditangani.
Bila memungkinkan semua spesimen dapat diserahkan langsung. Untuk membawa spesimen, jangan menggunakan sistem tabung pneumatik.
Bersama dengan form permintaan, tuliskan nama dari tersangka infeksi secara jelas. Beritahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen sedang diangkut.
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan rumah sakit lainnya,tergantung pada kegiatan dan layanan klinis rumah sakit yang bersangkuran, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien, dan jumlah pegawainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa system pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep dimana konsep inji memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. System pelayanan kesehatan juga memberikan beberapa teori seperti input, proses, output, dampak, umpan balik dan lingkungan. Dalam system pelayanan rumah sakit terdapat beberapa lembaga yang terkait seperti rekam medis, rawat jalan, rawat inap dan mencakup system rujukan, system asuransi serta adanya control infeksi dirumah sakit dalam rangka meningkatkan status kesehatan. System pelayanan kesehatan terbagi atas beberapa lingkup yang berbeda yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Sub system pelayanan kesehatan tersebut memiliki tujuan masing masing dengan tidak meninggalkan tujuan umum dari pelayanan kesehatan
3.2 Saran
Dalam system pelayanan kesehatan perlu terus ditingkatkan mutu serta kualitas dari pelayanan kesehatan agar system pelayanan ini dapat berjalan dengan efektif. Itu semua dapat dilakukan dengan melihat nilai nilai yang ada di masyarakat, dan diharapkan para petugas medis dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang bagus dan baik
DAFTAR PUSTAKA
Alimun hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Roadmap PT.Askes dan Aplikasi Software Ina Cbg's.
WHO. Infection prevention and control during health care for probable or confirmed cases of novel coronavirus (nCoV) infection – Interim Guidance.2013. Available online: http://www.who.int/csr/disease/coronavirus infections/IPCnCoVguidance_06May13.pdf.
Adisasmito,Wiku.2007.Sistem Kesehatan.Jakarta:PT Raja Gravindo Persada.
Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Notoatmodjo Soekidjo.2001.Peran Pelayanan Kesehatan Swasta dalam Menghadapi Masa Krisis. Jakarta:Suara Pembaruan Daily.
Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/597-memahami-sistem-kesehatan.html (Diunduh pada tanggal 16 oktober 2012).