MAKALAH SWAMEDIKASI GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)
Disusun Oleh Kelompok 4 : Yasri Lukita Ningtyas
1720343836
Yoga Andoyo Aji
1720343837
Yos Abdon Kolimon
1720343838
Yuliana Devianti
1720343839
Yulinda Kussukmawaty
1720343840
Aikta Wulan
1720343841
PROGRAM PROFESI APOTEKER XXXIII FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2017
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)
A. Definisi Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung (mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus. Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi). B. Patofisologi Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring. C. Etilogi Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus. D. Klasifikasi DerajatKerusakan
GambaranEndoskopi
A
Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm
B
Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubugan
C
Lesi
yang
konfulen
tetapi
tidak
mengenai/mengelilingi seluruh lumen D
Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esophagus)
E. Gejala a. Gejala khas: Dapat diperburuk oleh kegiatan yang memperburuk gastroesophageal reflux seperti posisi telentang, membungkuk, atau makan makanan tinggi lemak . Mulas
Kurang Air ( hipersalivasi )
Bersendawa
Regurgitasi
b. Gejala atipikal: Dalam beberapa kasus, gejala-gejala extraesophageal mungkin satusatunya gejala yang hadir, sehingga lebih sulit untuk mengenali GERD sebagai penyebabnya, terutama ketika studi endoskopi yang normal. Asma nonallergic Batuk kronis Suara serak Faringitis Nyeri dada Erosi gigi c. Gejala Peringatan: Gejala-gejala ini mungkin menunjukkan komplikasi GERD seperti barrett esophagus, struktur esofagus, atau kanker kerongkongan .
Nyeri terus menerus
Disfagia
Odynophagia
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
Tersedak
F. Manifestasi Klinik a. Gejala yang terlihat dari refluks gastroesofagus dan esofagitis adalah rasa panas dalam perut atau pirosis. Hal ini digambarkan sebagai sensasi hangat atau panas substernal yang dapat menyebar ke leher dan sering kali memburuk akibat aktivitas yang memperburuk refluks esofagus (contohnya: posisi terlentang, terlalu membungkuk, makan-makanan yang tinggi kadar lemaknya). Gejala lainnya adalah hipersaliva, bersendawa dan muntah. b. Gejala yang tidak khas adalah asma non alergi, batuk kronik, serak, faringitis, erosi gigi, dan rasa sakit pada dada seperti angina.
c. Pengobatan yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi paparan asam yang terlalu lama seperti rasa sakit yang berkelanjutan, disfagia, dan odinofagia. Komplikasi berat lainnya adalah penyempitan esofagus, perdarahan, Barret’s esophagus (perubahan abnormal, metaplasia, sel-sel bagian terbawah esofagus) dan adenokarsinoma esofagus.
G. Diagnosa Cara yang paling baik dalam diagnosa adalah dengan melihat sejarah klinis, termasuk gejala yang sedang terjadi dan faktor resiko yang berhubungan. Endoskopi tidak perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gejala tipikal, terutama jika pasien merespon baik terhadap pengobatan GERD. Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi, pasien yang mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus menerus. Selain endoskopi, tes yang sering digunakan untuk diagnosa adalah pengamatan refluksat ambulatori, dan manometri. Endoskopi dilakukan untuk melihat lapisan mukosa pada esophagus, sehingga dapat diketahui tingkat keparahan penyakit (erosif atau nonerosif) dan kemungkinan komplikasi yang telah terjadi, karena memungkinkan visualisasi dan biopsi mukosa esofagus. Pengamatan refluksat ambulatori meliputi pengamatan pH refluksat. Pengamatan ini berguna untuk mengetahui paparan asam yang berlebih pada mukosa esofagus dan menentukan hubungan gejala yang dialami dengan paparan asam tersebut. Pasien diminta untuk mencatat gejala-gejala yang dialami selama pengamatan pH sehingga dapat diketahui hubungan gejala dengan pH dan efektivitas pengobatannya. Manometri esophageal digunakan untuk penempatan probe yang tepat dalam pengukuran pH dan untuk mengevaluasi peristaltik serta pergerakan esofagus sebelum operasi antirefluks. Metode ini mengukur tekanan pada lambung, LES, esofagus, dan faring.
H. Faktor Resiko
Kegemukan
Konsumsi alkohol
Hamil
Merokok
Asma
Diabetes
Melemahnya fungsi LES
Lambatnya pengosongan isi lambung
I. Guideline Terapi
J. Terapi Farmakologi
Obat Pompa Proton Inhibitor Efektif menurunkan sekresi asam Contoh : esomeprazol, lansoprazole, omeprazole, pantoprazole, rabeprazole
Antasida Menetralkan keasaman lambung
Asam alginat Melapisi mukosa, menaikkan pH dan menurunkan refluk
Antagonis reseptor H2 Mengurangi sekresi asam lambung Contoh simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin
Prokinetik
Mempercepat pengosongan lambung dan memperkuat LES
Sucralfat Obat tambahan untuk menyembuhkan dan mencegah kerusakan esofagus
K. Terapi Non Farmakologi -
Pola hidup sehat, yaitu: 1. Meninggikan posisi kepala saat tidur 2. Menghindari makan menjelang tidur ( 2 jam sebelum tidur) 3. Berhenti merokok dan alkohol (mengurangi tonus LES) 4. Kurangi lemak dan jumlah makanan (meningkatkan distensi lambung) 5. Turunkan berat badan, jangan berpakaian ketat (meningkatkan tekanan intraabdomen) 6. Hindari teh, coklat, pepermint, kopi, minuman bersoda (meningkatkan sekresi asam) 7. Hindari
antikolinergik,
(menurunkan tonus LES) -
Terapi endoskopi
-
Operasi
teofilin,
diazepam,
opiat,
antagonis
kalsium
KASUS DAN PENYELESAIANNYA 1.
L.F, wanita 48 tahun datang ke Apotek mengeluhkan rasa panas di perutnya. Rasa panas ini muncul setiap hari selama 6 minggu terakhir. Pasien mengatakan rasa panas ini muncul beberapa kali setelah makan dan kadang-kadang membuatnya terbangun di malam hari. Akhir-akhir ini pasien merasakan kesulitan dalam menelan makanan padat. Pasien merokok 2 pak setiap hari dan 2 gelas wine setiap makan malam.
Penyelesaian: 1. Subjective Nama
: L,F
Umur
: 48 Tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Keluhan
: Rasa panas muncul beberapa kali setelah makan selama 6
minggu & kesulitan dalam menelan makanan padat. Riwayat Sosial
: Merokok 2 pak setiap hari dan 2 gelas wine setiap makan
malam. 2. Objective Tidak Ada 3. Assement Pasien mengalami penyakit refluks esofagus yang dimana pasien mengalami panas diperut serta kesulitan dalam menelan makanan, juga pola hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan merokok dan meminum 2 gelas wine setiap makan malam yang menyebabkan kenaikan asam lambung. 4. Plan a. Terapi Non Farmakologi -
Pasien harus mengubah pola gaya hidupnya dengan tidak memakan yang memicu asam lambung meningkat.
-
Tidak merokok dan minum alkohol lagi.
b. Terapi Farmakologi -
Diberikan Obat golongan H2RA karena termasuk lini pertama pengobatan GERD yaitu Ranitidin dengan dosis 150 mg 2x sehari (Pagi dan Malam)
5. Monitoring -
Monitoring efek samping obat
6. KIE -
Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang harus diminum adalah Ranitidin 2x sehari saat pagi dan malam.
2.
-
Menghentikan konsumsi alkohol dan menghentikan kebiasaan merokok.
-
Istirahat yang cukup orang dewasa minimal selama 6 jam perhari
-
Hindari stress
Seorang ibu datang ke Apotek untuk membelikan anaknya yang bernama RM obat, ibu mengatakan anaknya laki-laki usia 10 tahun mengeluhkan rasa panas di perut. Rasa panas ini muncul setiap hari selama 2 minggu terakhir. Ibu mengatakan rasa panas ini muncul beberapa kali setelah makan dan kadang-kadang bersendawa.
Penyelesaian: 1. Subjective Nama
: Anak RM
Umur
: 10 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki Keluhan
: mengeluhkan rasa panas di perut anaknya. Rasa panas ini muncul
setiap hari selama 2 minggu terakhir. Ibu mengatakan rasa panas ini muncul beberapa kali setelah makan dan kadang-kadang bersendawa. 2.
Obyektif Tidak Ada
3. Assesment Berdasarkan keluhan diatas kemungkinan pasien An. RM mengalami GERD pada gejala ringan. 4. Plan a. Terapi Non Farmakologi Pasien harus menerapkan gaya hidup sehat: -
Waktu tidur cukup, untuk anak-anak minimal 8 jam perhari
-
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung sepeti yang mengandung asam yang tinggi (jeruk, strawberry)
-
Menghindari setress
-
Olahraga yang teratur
b. Terapi farmakologi
Diberi Antasida yaitu Milanta syrup dengan dosis ½ - 1 sendok takar (2,5 mL – 5 mL) sebanyak 3x sehari, karena antasida termasuk lini pertama pengobatan GERD. 5. Monitoring -
Monitoring penggunaan obat
-
Monitoring rasa nyeri akibat GERD
6. KIE -
Memberi tahu ibu pasien obat Milanta syrup diminum ½ - 1 sendok takar (2,5 mL – 5 mL) sebanyak 3x sehari
-
Istirahat yang cukup untuk anak-anak selama 8 jam perhari.
-
Mengkonsumsi makan-makanan yang bergizi.
DAFTAR PUSTAKA Elin dkk, 2013, Iso Farmakoterapi Jilid 1, Jakarta, PT.ISFI Penerbitan
Bestari, MB, 2011, Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), Bandung, Universitas Padjajaran. Fauzi dkk, 2016, Informasi Spesialite Obat Indonesia, PT.ISFI Penerbitan. Wells, BG. 2009, Pharmacotherapy Handbook, The McGraw-Hill Companies Asroel, Harry A (2002), Penyakit Refluks Gastroesofagus, [jurnal], Fakultas Kedokteran, Bagian Tenggorokan Hidung danTelinga, Universitas Sumatera Utara.,Digitized by USU digital library Hamida, Hayati Faisal.Diagnosis dan Tatalaksana Manifestasi Refluks Esofagus dan Komorbiditasnya, [jurnal], Universitas Indonesia Ndraha, Suzanna.Penyakit Refluks Gastroesofageal Vol. 27, No. 1 April 2014, Konsultan Gastroenterohepatologi, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Krida Wacana Jakarta.