TUGAS MAKALAH
SWAMEDIKASI PENGGUNAAN TURBUHALER
Kelompok 5: 1. Hesti Pri Haryani
(1720343850)
2. Jelita Istiana Putri
(1720343851)
3. Jovita Lovenia Palendeng (1720343852) 4. Khindyarti Rifki Azizah
(1720343853)
5. Lira Riski Kusumawardani (1720343854) 6. Novialvi Sri Aryani Dewi
(1720343855)
7. Ponky Ari Wibowo
(1720343856)
8. Prasdian Nur Choiri
(1720343857)
9. Riawati Riantri Arna
(1720343858)
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien yang menderita penyakit asma tetapi juga pasien bronkitis kronis, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), bronkiektasis, dan sistik fibrosis. Keuntungan utama pada terapi inhalasi bahwa obat dihantarkan langsung ke dalam saluran pernapasan langsung masuk ke paru - paru, kemudian menghasilkan konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan risiko yang jauh lebih rendah terhadap efek samping sistemik yang ditimbulkan. Bioavailabilitas obat meningkat pada terapi inhalasi karena obat tidak melalui metabolisme lintas pertama (first - pass metabolism) (Ikawati, 2007). Inhaler dirancang untuk meningkatkan kemudahan dalam cara penggunaannya, namun tingkat penggunaan yang salah masih terdapat pada pasien asma atau PPOK meskipun mereka sudah pernah mendapatkan pelatihan (NACA, 2008). Hal ini juga ditunjukkan bahwa sejumlah besar layanan kesehatan tidak mampu menunjukkan teknik inhaler yang tepat. Inhaler adalah suatu alat untuk penggunaan obat secara inhalasi. Inhalasi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (FI IV) adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau sistemik. Secara garis besar ada 3 macam alat atau jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran, awalan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil (NACA, 2008). Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas. Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler,
Turbuhaler,
Easyhaler,
Twisthaler
memerlukan
inspirasi
(upaya
menarik/menghirup napas) yang kuat. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien. Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler (NACA, 2008).
B. Rumusan masalah 1. Apa saja bagian-bagian dari turbuhaler? 2. Bagaimana cara penggunaan turbuhaler? 3. Apa saja kesalahan yang mungkin terjadi saat penggunaan turbuhaler? 4. Bagaimana cara penyimpanan turbuhaler? 5. Bagaimana mekanisme obat turbuhaler dalam paru-paru?
C. Tujuan dan manfaat makalah 1. Mengetahui dan memahami cara penggunaan turbuhaler. 2. Mengetahui dan memahami cara penyimpanan turbuhaler. 3. Mengetahui dan memahami mekanisme obat turbuhaler dalam paru-paru.
BAB II PEMBAHASAN
Penyakit Asma merupakan keadaan dimana saluran pernafasan yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, dan menyebabkan peradangan. Gejala awal dari penyakit asma adalah dengan sesak nafas, batuk, dan suara menjadi bengek. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Asma sangat rentan terhadap rangsangan seperti debu, bulu, asap, udara dingin. Secara psikologis, sakit asma disebabkan karena penderita cenderung mempunyai sifat: 1. Mudah sekali tersinggung, dan sangat peka. 2. Pendiam, sulit bersosialisasi, dan cenderung menyimpan masalahnya untuk diri sendiri. 3. Pendendam. Jika ada masalah, kecewa, sakit hati dengan seseorang tidak mudah dilupakan.Bertahun-tahun akan tetap ada dalam ingatannya. Secara medis, sakit asma tidak dapat disembuhkan, tetapi hanya bisa dikelola (ditatalaksana) supaya tidak kambuh. Ada dua cara penatalaksanaan asma, yang pertama memberikan pil atau inhaler bila asma kambuh. Dengan inhaler ini, biasanya gejala asma langsung reda. Contoh inhaler ini adalah: berotec, alupent, dll. Yang kedua secara rutin penderita asma menghisap obat yang dapat mencegah munculnya gejala asma. Obat ini diberikan pada saat penderita dalam keadaan normal, tidak sedang kambuh asmanya. Contoh obatnya adalah Bricasma, Pulmicort, dan Symbicort. Secara psikologis, sakit asma dapat disembuhkan, dengan cara mengubah perilaku mudah tersinggung, pendiam, dan pendendamnya menuju perilaku yang lebih baik, tidak mudah tersinggung, tidak lagi pendiam, mau melepas maupun mencari pemecahan permasalahan yang selama ini dipendamnya, serta mudah memaafkan orang lain. Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan untuk memberikan obat ke dalam tubuh melalui paru - paru. Sistem penghantaran obat juga berpengaruh terhadap banyaknya obat yang dapat terdeposisi pada teknik terapi inhalasi. Ada 3 tipe penghantaran obat yang ada hingga saat ini, yakni: Metered Dose Inhaler (MDI), Metered Dose Inhaler (MDI) dengan Spacer, dan Dry Powder Inhaler (DPI).
1. MDI (Metered Dose Inhaler) atau Inhaler dosis terukur Inhaler dosis terukur merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai saluran respiratori. Propelan (zat pembawa) yang bertekanan tinggi menjadi penggerak, menggunakan tabung aluminium (canister). Partikel yang dihasilkan oleh MDI adalah partikel berukuran < 5μm.Penggunaan MDI membutuhkan latihan, para dokter sebaiknya mengajarkan pasiennya cara penggunaan dengan tepat, karena sebagian besar pasien sulit mempelajarinya hanya dengan membaca brosur atau leaflet. Penggunaan MDI mungkin tidak praktis pada sekelompok pasien seperti pada anak kecil, usia lanjut, cacat fisik, penderita artritis, kepatuhan pasien buruk dan pasien yang cenderung memakai MDI secara berlebihan . Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI adalah kurang nya koordinasi, terlalu cepat inspirasi, tidak menahan napas selama 10 detik, tidak mengocok canister sebelum digunakan, tidak berkumur - kumur setelah penggunaan dan posisi MDI yang terbalik pada saat akan digunakan(NACA, 2008). Obat dalam MDI yang dilarutkan dalam cairan pendorong (propelan), biasanya propelan yang digunakan adalahchlorofluorocarbons(CFC) dan mungkin freon/asrchon.Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga didalam tabung (canister) tetap berbentuk cairan. Kecepatan aerosol rata-rata 30 m/detik atau 100 km/jam (Dept. Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, 2009).Perlunya koordinasi antara penekanan canister dan inspirasi napas pada pemakaian inhaler. 2. MDI (Metered Dose Inhaler)dengan ruang antara (spacer) Ruang antara (spacer) akanmenambah jarak antara aktuator dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihirup menjadi berkurang dan akan menghasilkan partikel berukuran kecil yang masuk ke saluran respiratori yang kecil (small airway) (Rahajoe, 2008). Selain itu, juga dapat mengurangi pengendapan di orofaring. Ruang antara ini berupa tabung 80 ml dengan panjang 10 – 20 cm. Pada anak -anak dan orang dewasa pemberian bronkodilator dengan MDI dengan spacer dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI dengan spacer adalah posisi inhaler yang salah, tidak menggocok inhaler, aktuasi yang banyak tanpa menunggu atau mengocok alat pada saat diantara dosis, obat yang berada dalam spacer tidak dihirup secara maksimal dan spacer yang tidak cocok untuk pasien (NACA, 2008).
3. DPI (Dry Powder Inhaler) Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan, sehingga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan MDI. Menurut NACA (2008), inhaler tipe ini berisi serbuk kering. Pasien cukup melakukan hirupan yang cepat dan dalam untuk menarik obat dari dalam alat ini. Zat aktifnya dalam bentuk serbuk kering yang akan tertarik masuk ke paru-paru saat menarik napas (inspirasi). Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan turbuhaler adalah tidak membuka tutup, tidak memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam, tidak menahan napas, dan pasien meniup turbuhaler hingga basah. Selain itu, inspirasi yang kuat pada anak kecil (<5 tahun) sulit dilakukan, sehingga deposisi obat dalam sistem respiratori berkurang. Anak usia > 5 tahun, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah dilakukan, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI sehingga dengan cara ini deposisi obat didalam paru lebih besar dan lebih konstan dibandingkan dengan MDI tanpa spacer. Penggunaan inhaler jenis DPI (Dry Powder Inhaler) ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu, sehingga lebih praktis untuk pasien. Beberapa jenis inhaler bubuk kering yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu diskus, turbuhaler, dan handihaler.
Gambar 2. Bagian-bagian turbuhaler
4. Cara penggunaan terapi inhalasi Tabel 1. Cara penggunaan terapi inhalasi
Cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat tergantung pada tipe alat terapi yang digunakan oleh pasien, maka pasien harus mengetahui dan memahami langkah-langkah yang tepat dalam menggunakan alat terapi inhalasi yang mereka gunakan. Tahapan cara penggunaan inhaler memiliki langkah-langkah penting untuk menilai tepat atau tidak tepat penggunaan inhaler pada pasien tersebut (NACA, 2008). Berbagai jenis alat terapi inhalasi yang umumnya digunakan seperti inhaler MDI (Metered Dose Inhaler), MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer, DPI (Dry Powder Inhaler), nebulizer jet maupun nebulizer ultrasonik memiliki kelebihan dan kekurangan pada masing-masing alat terapi tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Terapi inhalasi Obat-obatan inhalasi adalah suatu obat yang kerjanya langsung ke jalan nafas, memberikan konsentrasi lokal yang tinggi dan menurunkan resiko untuk terjadinya efek sistemik (GOLD, 2008). Menurut National Asthma Council Australia (NACA, 2008) cara yang salah ketika mengkonsumsi obat-obatan yang menggu nakan alat inhalasi secara berkala akan menghambat pasien PPOK untuk mendapatkan hasil maksimal dari pengobatan itu. Beberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa : a. Berdasarkan tipe alat inhalasi yang diresepkan, pasien pada umumnya tidak menggunakan alat terapi dengan benar kecuali mereka mendapatkan instruksi yang jelas termasuk demonstrasi cara pemakaian alat terapi inhalasi tersebut. b. Resiko terjadinya kesalahan menggunakan alat terapi inhalasi pada umumnya tinggi pada pasien usia lanjut dan pasien cacat. c. Instruksi verbal yang jelas mengenai cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar dan dengan demonstrasi, sangat efektif apabila selalu diulangi setiap waktu dan hal ini dapat meningkatkan hasil klinis pasien.
Sebagian besar pasien yang diresepkan untuk mengkonsumsi obat-obatan dengan menggunakan alat inhalasi, tidak menggunakan alat inhalasi tersebut dengan benar. Sekitar 90% pasien menunjukkan cara yang salah dalam menggunakan alat inhalasi standard pressurised metered dose inhalers (MDIs) atau drypowder inhalers (DPIs) misalnya seperti Accuhaler, Aerolizer, Handihaler, dan Turbuhaler (NACA, 2008). Tabel 3. Beberapa tipe alat inhalasi
5. Sediaan turbuhaler Contoh sediaan turbuhaler yaitu Symbicort dengan komposisi Budesonide 160 mcg dan formoterol fumarate 4.5 mcg. Obat dikombinasikan untuk pengobatan asma bronkial. Formoterol dan budesonide, memiliki mekanisme aksi yang berbeda dan menunjukkan efek aditif untuk mengurangi insiden eksaserbasi asma.
Budesonide – glukokortikosteroid, setelah inhalasi pada dosis yang dianjurkan memiliki efek anti-inflamasi pada saluran bronkial, mengurangi keparahan gejala dan frekuensi eksaserbasi asma. Dalam penunjukan dihirup budesonide dalam bentuk catatan kejadian efek samping yang serius menurunkan, daripada dengan kortikosteroid sistemik. Mengurangi keparahan edema mukosa bronkus, produksi lendir, sputum dan hipersensitivitas saluran napas. Formoterol – selektif agonis β2-adrenoreceptor, menyebabkan relaksasi otot polos bronkial pada pasien dengan obstruksi jalan napas reversibel. Efek bronkodilator adalah tergantung dosis, terjadi dalam 1-3 menit setelah inhalasi, dan dipertahankan setidaknya 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Penggunaan gabungan formoterol dan budesonide mengurangi keparahan gejala asma, meningkatkan fungsi paru-paru dan mengurangi frekuensi eksaserbasi (Simbikort Turbuxaler, 2017). Tabel 4. Langkah-langkah penggunaan Turbuhaler dan beberapa kesalahan yang sering terjadi
Gamar 3. Turbuhaler, menunjukkan bibir yang menutup mouthpiece dengan rapat dan pasien melakukan inhalasi yang adekuat (NACA, 2008)
6. Cara penyimpanan turbuhaler Turbuhaler sebaiknya disimpan ditempat yang kering dan sejuk dimana suhu tetap dibawah 30 ℃, dengan keadaan tertutup rapat. Jangan simpan obat di kamar mandi atau dekat wastafel. Jangan meninggalkan turbuhaler di mobil pada hari yang panas atau dekat jendela dan simpanlah dimana anak-anak tidak dapat menjangkaunya. Turbuhaler harus tetap kering dan bersihkan bagian mulut turbuhaler seminggu sekali denagan tisu kering. Jangan menggunakan air atau cairan lainnya, sebab cairan yang masuk tersebut akan menyebabkan turbuhaler tidak bisa bekerja dengan baik. Kesalahan umum yang mungkin saja terjadi saat memakai turbuhaler: 1. Tidak membuka tutup 2. Tidak memutar searah jarum jam/berlawanan dengan arah jarum jam 3. Cara menghirup pelan dan lemah 4. Tidak menahan nafas 5. Pasien meniup menghirup turbuhaler terlalu banyak (Ikawati, 2007).
6. Contoh kasus penggunaan turbuhaler ANISSA, seorang ibu muda dengan 2 orang anak berkerja pada sebuah toko swalayan datang ke apotek. Beliau mengeluhkan bahwa sang ibu berusia 65 tahun memiliki riwayat asma dari beberapa tahun yang lalu. Beliau mengatakan bahwa Ibunya selalu menggunakan inhaler secara teratur namun beberapa minggu yang lalu saat ibunya mengeluhkan sesak nafas yang hebat bebebrapa hari, akhirnya dokter melakukukan penggantian terapi. Dokter memberikan Pulmicort turbuhaler 400 mcg 2 kali sehari. Namun sang Ibu mengeluhkan bahwa tidak ada perubahan pasca penggantian tersbut.
Beliau menjelaskan Ibunya tidak memiliki riwayat penyakit yang lain dan sedang tidak mengkonsumsi obat lainnya. Anissa meminta saran dari Apoteker untuk kembali memberikan Ibunya terapi sebelumnya. Kemungkinan cara penggunaan turbuhaler yang tidak tepat (sebaiknya dijelaskan cara penggunaan turbuhaler yang benar ). Jika memang tidak ada perubahan dikonsultasikan dengan dokter kembali.
BAB III KESIMPULAN
1. Turbuhaler digunakan dengan cara menghisap, kemudian dieruskan ke paru-paru. Pasien tidak akan mendapatkan kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indikator dosis yang akan memberitahu kita jika obat hampir habis. 2. Turbuhaler sebaiknya disimpan ditempat yang kering dan sejuk dimana suhu tetap dibawah 30 ℃, dengan keadaan tertutup rapat. 3. Kegiatan Konseling dan PIO sangat dibutuhkan bagi pasien pengguna inhaler agar kesalahan penggunaan obat dapat dihindari dan outcome klinis dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Anthariksa, Budhi, 2009, Penyakit paru obstruksi kronik, Departemen pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FKUI, RS Persahabatan Jakarta. Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), 2008, Executive summary global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease, http://www.golcopd.og/download.asp?intId=445 diakses 7 Agustus 2017. Ikawati, Z., 2007, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan, Pustaka Adipura, Yogyakarta. National Asthma Council Australia (NACA), 2008, Inhaler technique in adults with asthma or COPD. Rahajoe, N., 2008, Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama, Badan Penerbit IDAI, Jakarta. Simbikort Turbuxaler, 2017, http://omedicine.info/id/simbikort-turbukhaler.html diakses 7 Agustus 2017.