KOMUNIKASI, INFORMASI DAN KONSELING OBAT “ SWAMEDIKASI “
Dosen : Dra. Alfina Rianti, M.Pharm, Apt.
Disusun Oleh (Kelompok V) : 1. Ridwan mahpudin (16344218) 2. Fajar dwi w.
(16344167)
3. Dessy alifa hari
(16344177)
4. Yeni rakhmawati
(16344183)
5. Renti aprianti
(16344186)
6. Nuraeni
(16344190)
7. Rumsah
(16344194)
8. Erna marcia
(16344198)
9. Usi alfiah zain
(16344207)
PROGRAM PROFESI APOTEKER APOTEK ER ANGKAT ANGKATAN XXXIII XX XIII INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan panjatkan puji syukur syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan maka Swamedikasi Makalah ini telah kami susun dengan baik dan mendapatkan bantuan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga tugas kelompok Komunikasi, Komunikasi, Informasi dan Konseling obat ini memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca. Jakarta, Mei 2017
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan, maka berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari
pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya.
Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi alternatif yang diambil oleh masyarakat. Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error). Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi). Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional, swamedikasi memberikan keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan nasional (Depkes, 2008). Biaya sakit dapat ditekan dan dokter sebagai tenaga profesional kesehatan lebih terfokus pada kondisi kesehatan yang lebih serius dan kritis. Namun bila tidak dilakukan secara benar justru menimbulkan masalah baru yaitu tidak sembuhnya penyakit karena adanya resistensi bakteri dan ketergantungan; munculnya penyakit baru karena efek samping obat antara lain seperti pendarahan sistem pencernaan, reaksi hipersensitif, drug withdrawal symptoms; serta meningkatnya angka kejadian keracunan (Galato, 2009). Data faktual menunjukkan bahwa 66% orang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi sebagai usaha pertama dalam menanggulangi penyakitnya. Persentase tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan 44% penduduk yang langsung berobat jalan ke dokter (BPS, 2009). Meski
begitu, tingginya angka ini harus tetap diwaspadai, pasalnya pada pelaksanaan swamedikasi, diprediksi akan banyak terjadi kesalahan penggunaan obat (medication error ) yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaanya (Depkes,2006). Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal (Dirjen POM, 1997). Apoteker dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1, OWA 2 dan OWA 3. Wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. Apoteker hendaknya memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
1. Landasan hukum Masyarakat berharap dapat lebih terlibat aktif dalam pengelolaan kesehatan diri dan keluarga. Di zaman modern hal tersebut dapat disimpulkan dengan dua alasan utama, yaitu ketersediaan informasi yang dapat diakses bebas melalui media manapun serta keterbatasan waktu yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan begitu, dimanapun berada, masyarakat cenderung dapat mengatasi masalah kesehatan yang sifatnya sederhana dan umum diderita. Selain itu, cara ini terbukti lebih murah dan lebih praktis (BPOM, 2004). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik, mendefenisikan Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter. Yang pada diktum ke dua pada putusan, dijelaskan bahwa Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB APOTIK ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pada diktum ke empat dalam putusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990, juga di tuliskan “Apoteker di Apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud diktum kedua (Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB APOTIK ditetapkan oleh Menteri Kesehatan) diwajibkan : 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan. 2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. 3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Jenis obat yang temasuk dalam daftar OWA, tertulis dalam kepmenkes tentang OWA 1, OWA 2, dan OWA 3. Dalam OWA 2 merupakan tambahan dari daftar obat yang telah ditetapkan dalam OWA 1, demikian juga OWA 3, merupakan tambahan dari OWA 1 dan OWA 2. Permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk
mengobati apa?), dosis (seberapa banyak?, seberapa sering?), effek samping, dan kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?). Jenis obat yang digunakan 1. Tanpa resep dokter : a. obat bebas tak terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar hijau b. obat bebas terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar biru 2. Obat Wajib Apotek (OWA) Merupakan obat keras tanpa resep dokter, tanda: lingkaran hitam, dasar merah 3. suplemen makanan Dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas , Obat Bebas (OB) di defenisikan sebagai obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.sedangkan Obat bebas Terbatas (OBT) didefenisikan sebagai; obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi ber warna hitam. Seseorang melakukan swamedikasi karena berdasar pengalamannya atau keluarga, menggunakan sisa obat orang lain, menggunakan salinan resep ( copy resep) dan menggunakan obat OTR dari apotek atau toko obat. Syarat suatu obat swamedikasi : 1. Obat harus aman,kualitas dan efektif, 2. Obat yang digunakan harus punya indikasi, dosis, bentuk sediaan yang tepat, 3. Obat yang diserahkan harus disertai informasi yang jelas dan lengkap Agar penggunaan obat tanpa resep dapat berjalan aman dan efektif, masyarakat harus melaksanakan beberapa fungsi yang biasanya dilakukan secara profesional oleh dokter saat mengobati pasien dengan obat etikal. Fungsi tersebut antara lain : mengenali gejala dengan akurat, menentukan tujuan dari pengobatan, memilih obat yang akan digunakan, mempertimbangkan riwayat pengobatan pasien, penyakit yang menyertai dan penyakit kambuhan, memonitor respon dari pengobatan dan kemungkinan terjadinya ADR (WHO, 2000). Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat yang:
1.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2.
Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3.
Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
4.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5.
Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi
Swamedikasi atau Pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep / obat bebas / obat OTC (over the counter). Biasanya obat-obat bebas tersebut dapat diperoleh di toko obat, apotik, supermarket hingga di warung-warung dekat rumah. Sedangkan obat-obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter biasa disebut dengan obat resep. Swamedikasi dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut Menurut situs.WSMI (World Self-Medication Industry), pengobatan sendiri atau swamedikasi yang bertanggung jawab (responsible self-medication) biasa digunakan untuk menegaskan penggunaan obat bebas yang tepat oleh pasien atau konsumen, dengan bantuan tenaga kesehatan bila diperlukan. Sebaliknya, untuk peresepan sendiri (self prescription), mengacu pada penggunaan yang tidak tepat dari obat rese p oleh pasien atau konsumen karena tanpa pengawasan dari dokter. Sayangnya hingga saat ini peresepan sendiri masih banyak terjadi di banyak negara, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Selain pengobatan sendiri atau swamedikasi, saat ini juga berkembang perawatan sendiri (self care). Perawatan sendiri ini lebih bersifat pencegahan terjadinya penyakit atau menjaga supaya penyakitnya tidak bertambah parah dengan perubahan pola hidup, menjaga
pola
makan,
menjaga
kebersihan
dll.
Menurut
WHO,
peningkatan
kesadaran/alasan untuk perawatan sendiri ataupun pengobatan sendiri (swamedikasi) diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini : Faktor Sosial ekonomi. Dengan
meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin tinggi tingkat pendidikan & semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi. Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan, sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan. Gaya hidup. Kesadaran mengenai adanya dampak beberapa gaya hidup yang dapat berakibat pada kesehatan, membuat semakin banyak orang yang lebih perduli untuk menjaga kesehatannya daripada harus mengobati bila terjadi penyakitnya kelak. Kemudahan memperoleh produk obat. Saat ini pasien & konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau klinik. Faktor kesehatan lingkungan. Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk untuk dapat menjaga & mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit. Ketersediaan produk baru. Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia. Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Melakukan Swamedikasi
Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan supaya pengobatan sendiri tersebut dilakukan dengan tepat & bertanggung jawab, seperti yang medicastore ambil dari situs CHCA (Consumer Healthcare Products Association) berikut ini : Pada pengobatan sendiri, individu atau pasien memegang tanggung jawab utama terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label obat dengan seksama & teliti. Kemudian perhatian khusus perlu diberikan bagi penggunaan obat untuk kelompok tertentu, seperti pada anak-anak., lanjut usia ataupun wanita hamil & menyusui.
Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri, maka ia harus dapat :
mengenali gejala yang dirasakan
menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk pengobatan sendiri atau tidak
memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya
mengikuti instruksi yang tertera pada label obat yang dikonsumsi Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat yang dikonsumsi,
dengan cara membaca label obat dengan teliti. Dan berkonsultais ke dokter bila perlu, hal ini terutama bila dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi yang dilakukan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Setiap orang yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi juga harus menyadari kelebihan ataupun kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan. Dengan mengetahui manfaat & resikonya, maka pasien atau konsumen tersebut juga dapat melakukan penilaian apakah pengobatan sendiri atau swamedikasi tersebut perlu dilakukan atau tidak. Tips Melakukan Swamedikasi
Adapun tips untuk melakukan kegiatan Swamedikasi terhadap diri sendiri maupun orang-orang sakit disekitar kita, diantaranya : Kita sebagai pasien harus dapat membaca dan mencermati secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang disiapkan di dalam kemasan seperti komposisis zat aktif, indikasi, kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, dosis dan cara penggunaan. Memilih obat dengan kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya jika gejala penyakitnya adalah pusing. Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk penggunaan jangka pendek saja (seminggu), karena jika gejala menetap atau bahkan makin memburuk maka pasien harus segera ke dokter. Perhatikan aturan pemakaian obat, seperti cara penggunaan, dosis, frekuensi pemakaian, obat digunakan sebelum atau sesudah makan dan sebagainya. Penting juga untuk memperhatikan masalah kontraindikasi dan atau makanan minuman atau obat lain yang harus dihindari ketika mengkonsumsi obat tersebut, bagaimana penyimpanannya.
Kriteria Obat yang Digunakan Dalam Swamedikasi
Sesuai
permenkes
No.919/MENKES/PER/X/1993,
kriteria
obat
yang
dapat
diserahkan tanpa resep: Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit, Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia,
Obat
dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Jenis obat yang digunakan :
Obat bebas (OTC “Over the counter”) tanpa resep dokter, obat bebas : tanda lingkaran hitam, dasar hijau
Obat bebas terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar biru
Obat Wajib Apotek (OWA) Merupakan obat keras tanpa resep dokter, tanda: lingkaran hitam, dasar merah
Suplemen makanan
Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah maka apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen. Berikut adalah peranan apoteker dalam pengobatan sendiri atau swamedikasi, yang faikshare ambil dari situs WHO : Peran apoteker sebagai komunikator
Apoteker harus menginisiasi dialog dengan pasien atau dokter pasien tersebut bila diperlukan, untuk memperoleh riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Untuk dapat memberikan saran mengenai obat bebas yang sesuai, maka apoteker harus bertanya pertanyaan yang sesuai
kepada pasien & juga mampu memberikan informasi penting yang dibutuhkan (seperti cara konsumsi obat atau indeks keamanan obat). Apoteker juga harus mempersiapkan diri & dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk melakukan skrening terhadap kondisi atau penyakit tertentu, tanpa melampaui kewenangan seorang dokter. Apoteker juga harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat. Apoteker juga harus dapat menggunakan & mengartikan sumber informasi lain, untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien atau konsumen. Apoteker harus dapat membantu pasien melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi yang tepat & bertanggung jawab, atau memberikan saran ke pasien untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter bila diperlukan. Apoteker harus dapat menjamin kerahasiaan informasi tentang keadaan kesehatan pasien. Peran apoteker sebagai penyedia obat
Apoteker harus dapat menjamin, bahwa obat-obatan yang disediakannya berasal dari sumber resmi yang dapat dipercaya serta mempunyai kualitas yang baik.
Apoteker juga harus menyediakan penyimpanan yang tepat untuk obat-obatan yang ada.
Peran apoteker sebagai seorang pengajar & pengawas.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik, maka apoteker juga disarankan untuk berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan kemampuan diri yang berkelanjutan, seperti misalnya melanjutkan pendidikannya lagi. Selain itu, apoteker biasanya juga didampingi oleh staf non-apoteker lain, yang perlu untuk diawasi & diberikan pelatihan yang sesuai. Oleh karena itu, apoteker juga sebaiknya membuat :
Pedoman penyerahan ke apoteker.
Pedoman untuk tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam hal penanganan obat.
Peran apoteker sebagai rekan setara
Untuk dapat memberikan informasi yang tepat, maka sangat penting bagi apoteker untuk dapat memiliki kerjasam yang baik dengan berbagai kalangan, seperti : Tenaga kesehatan lainnya, Perkumpulan seprofesi, Industri farmasi, Pemerintahan (baik lokal maupun nasional), Pasien & masyarakat umum, Sebagai promotor kesehatan, Sebagai seorang anggota tenaga kesehatan, maka apoteker juga harus dapat : Berpartisipasi dalam skrining masalah kesehatan untuk dapat mengidentifikasi adanya masalah
kesehatan. Berpartisipasi dalam hal promosi masalah kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran mengenai masalah kesehatan ataupun pencegahan penyakit. Menyediakan saran kepada individu untuk membantu mereka membuat pilihan yang tepat.
BAB III PEMBAHASAN A. DIARE 1. DEFINISI Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.(1) 2. KLASIFIKASI DIARE a. Diare Akut Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan
penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
(2)
b. Diare Persisten Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. c. Diare kronis Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih. 3. PENYEBAB Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.(3)
4. PENULARAN
Faktor risiko yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit diare adalah:
Sarana air bersih, adalah semua sarana air bersih yang dipakai sebagai sumber air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat, yang perlu diperhatikan antara lain; Kualitas jumlah air yang digunakan oleh masyarakat, kuantitas (jumlah) air, serta jenis sumber air bersih yang digunakan. Pembuangan kotoran, berupa jamban yang dipergunakan oleh masyarakat yang memenuhi syarat antara lain: kotoran manusia tidak mencemari lingkungan, kotoran manusia tidak mencemari air dan tanah, tidak terjamah oleh manusia dan vektor. Pembuangan air limbah, limbah berasal dari industri, rumah tangga yang memenuhi persyaratan antara lain: tidak mencemari air permukaan dan tanah dan tidak menjadi sarang vector. Pembuangan sampah, yaitu pengelolaan sampah yang tidak memenuhi persyaratan. Kandang ternak, kandang ternak diharapkan memenuhi syarat, antara lain: tidak menjadi satu dengan rumah, aliran limbah dari kandang tidak mencemari air permukaan, pembuangan kotoran yang baik.
Secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, Keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan.
Gambar 1. Mekanisme Penularan Diare
5. SWAMEDIKASI DIARE Tujuan utama swamedikasi diare adalah rehidrasi pasien setelahnya baru mengatasi gangguan penyerta seperti demam dan badan lemas. Tabel 1. Tanda dan gejala diare sesuai dengan tingkat dehidrasi No
Tanda dan Gejala
1
Keadaan Umum
2
Denyut nadi
3
Pernafasan
4
Ubun-ubun besar
Dehidrasi Ringan Sadar, gelisah, haus
Dehidrasi Sedang Gelisah, mengantuk
Dehidrasi Berat
Mengantuk, lemas, anggota gerak dingin, berkeringat, kebiruan, mungkin koma, tidak sadar. Normal kurang Cepat dan Cepat, haus, dari 120/menit lemah 120- kadang-kadang tak 140/menit teraba, kurang dari 140/menit Normal Dalam, Dalam dan cepat mungkin cepat Normal Cekung Sangat cekung
Penatalaksanaan(6) Menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb) Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sediki demi sedikit. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Tabel 2. Dosis Pemberian Oralit
Gambar 2. Cara Pemberian oralit
b. Beri Zinc Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c. Beri makanan untuk mencegah kurang gizi.
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (s etiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi, missal Disentri dan Kolera
Swamedikasi Diare Jika gejala penyakit dirasakan berat oleh pasien sebaiknya konsultasikan dahulu dengan Apoteker dan/atau dokter agar terhindar dari kesalahan swamedikasi ataupun penggunasalahan obat. Hal yang dapat dilakukan apoteker dalam swamedikasi kasus diare adalah : a. Mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien (5) , hal ini diperlukan untuk menggali lebih jauh penyebab sakit yang diderita pasien berdasarkan riwayat penyakit, riwayat pengobatan dan lain sebagainya. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah : 1. Berapa lama anda mengalami diare ( > 2 hari ) ? 2. Apakah diare terjadi secara tiba-tiba ? 3. Seberapa sering diare terjadi ? 4. Apa karakter feses anda ( konsistensi, bau, dan warna ) ? 5. Apakah feses anda mengandung darah atau lender ? 6. Apakah diare anda dibarengi dengan gejala yang lain seperti demam, tidak enak badan, anoreksia, muntah, pusing, jantung berdebar, gas, atau sakit perut ? 7. Apakah anda pernah mencoba obat diare? Produk apa? Apakah efektif? 8. Berapa umur anda? 9. Apakah anda sering buang air besar secara normal? 10. Apakah keluarga anda mengalami gejala yang sama? 11. Apakah baru-baru ini diet anda berubah? 12. Apakah anda menghubungkan awal diare dengan penyebab khusus seperti maknan (produk susu) atau obat? 13. Apakah baru-baru ini anda pergi ke luar kota atau ke luar negeri? 14. Apakah baru-baru ini anda mengkonsumsi air non clorinasi seperti dari sungai, kolam atau danau? 15. Apakah baru-baru ini anda minum obat resep atau non resep? Obat apa? 16. Apakah anda menderita penyakit diabetes, jantung, pembuluh darah, atau penyakit kronik lain?
b. Pemberian obat anti diare sebaiknya jangan, namun apabila diare tidak berhenti juga dapat diberikan : Tab Norit, Kaolin, Pektin ataupun Attapulgit
Obat ini bekerja dg megurangi frekuensi buang air besar, memadatkan feses dan menyerap racun penyebab diare. Pemakaian : 6-12 Th : 1 tablet setiap buang air besar, sehari maksimum 12 tab >12
Th : sehari 3x3-4 tab norit 250 mg atau setiap 8 jam
Tidak diperbolehkan untuk anak dibawah 5 tahun Hentikan pemakaian jika diare sudah berhenti, karena dapat menyebabkan konstipasi/sembelit
Dapat juga diberikan Diapet yg mengandung ekstrak jambu biji c. Memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien, dapat berupa leaflet atau brosur d. Memberikan saran kepada pasien atau keluarga pasien untuk segera ke fasilitas Kesehatan, jika :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
6. PENCEGAHAN DIARE
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air harus direbus terlebih dahulu sampai mendidih sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. menerapkan 10 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
B. BATUK PILEK 1. DEFINISI BATUK DAN PILEK Batuk adalah mekanisme tubuh berupa dorongan udara yang kuat dari dalam paru yang berguna untuk membersihkan saluran pernapasan dari benda asing dan lendir yang berlebihan yang merupakan stimulus untuk t erjadinya batuk. Pilek merupakan infeksi rongga hidung dan saluran napas karena adanya virus serta suatu gejala berupa gangguan pernapasan karena terjadi sumbatan hidung, bersin-bersin, dan dihasilkannya ingus (lendir dari hidung). Beberapa hal yang dapat menyebabkan pilek adalah alergi (cuaca dingin, debu, dan bulu hewan) dan menghirup benda asing atau yang sifatnya iritan, seperti asap dan Pilek ditularkan melalui percikan udara pada saat batuk, bersin dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak dengan cairan hidung atau mulut. Batuk pilek merupakan infeksi akut atau peradangan dari selaput lendir hidung yang disebabkan oleh virus. Jika ada benda asing misalnya debu, asap, cairan dan makanan yang masuk ke dalam saluran pernafasan secara tidak sengaja selain udara, maka otomatis akan terjadi batuk untuk mengeluarkan atau menghilangkannya.
2. JENIS BATUK Jenis Batuk : 1. Batuk produktif (dengan dahak) Penyebab sekret jika berwarna bening (bronkitis), bernanah (infeksi bakteri), berubah warna (kekuningan dengan peradangan) dan berbau (infeksi bakteri anaerob) 2. Batuk non-produktif (kering).
Jenis Batuk Berdasarkan lamanya batuk : 1. Batuk akut (kurang 3 minggu) Penyebab paling sering karena infeksi saluran napas atas (khususnya common cold, sinusitis bacterial akut, dan pertusis), atau karena kelainan yang lebih serius seperti pneumonia, emboli paru, dan congestive heart failure. 2. Batuk kronik (lebih dari tiga minggu) Pada perokok meningkatkan kemungkinan PPOK atau kanker bronkogenik. 3. PENYEBAB DAN PENULARAN BATUK PILEK Penyebab batuk paling sering adalah postnasal drip, asma, dan gastroesophageal reflux. Gejala batuk-pilek yang dapat diamati adalah tenggorokan sakit dan gatal, yang mungkin disertai pengeluaran dahak, sakit otot perut bila batuk terus-menerus,hidung meler atau tersumbat, sakit kepala, kelelahan 4. SWAMEDIKASI BATUK PILEK Tujuan utama swamedikasi batuk pilek adalah untuk megurangi gejala yang diakibatkan batuk pilek dan menghindari factor resiko penyebab batuk pilek. Jika gejala penyakit dirasakan berat oleh pasien sebaiknya konsultasikan dahulu dengan Apoteker dan/atau dokter agar terhindar dari kesalahan swamedikasi ataupun
penggunasalahan obat. Hal yang dapat dilakukan apoteker dalam swamedikasi kasus batuk pilek adalah(5) :
Mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien 1. Apa gejala yang anda alami? Apakah anda mengalami hidung tersumbat, atau ingusan. Sakit tenggorokan, batuk (berdahak atau tidak berdahak), demam, sakit otot, nyeri sendi atau sakit telinga? Apakah anda mengalami mata merah, mata gatal, hidung gatal, bersin atau hidung berair? Apakah anda mengalami sesak dada/ 2. Sudah berapa lama gejala ini anda rasakan? 3. Apkaah anda atau keluarga anda memiliki riwayat alergi, asma, atau dermatitis atopic (masalah kulit kronik)? 4. Apakah anda memiliki penyakit saluran pernapasan seperti asma, bronchitis atau emphysema? 5. Apakah anda mengalami penyakit diabetes, glaucoma, jantung, tiroid atau tekanan darah tinggi? 6. Obat resep atau non resep apa yang anda minum? Berapa lama anda minum obat tersebut? 7. Obat apa yang telah anda gunakan untuk gejala flu dan alergi? Apakah obat tersebut efektif? Apakah menyebabkan efek samping? 8. Apakah pekerjaan anda membutuhkan kewaspadaan mental, koordinasi atau keterampilan fisik? Memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien, dapat berupa leaflet atau brosur Farmakologi (Pemberian obat batuk) 1. Ekspektoransia Sebagai mukolitik atau sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis. Contoh : acetyl-sisteina, erdostein, ambroxol, Amonium klorida,Natrium sitrat, Guaiakol dan senyawa-senyawanya guaifenesin. 2. Antitusif a. Noskapin adalah suatu alkaloida dari candu, dengan daya meredakan geletika batuk, lebih lemah daripada kodein, tetapi tidak menimbulkan ketagihan, sesak napas, dan sembelit. Dosis : dewasa 3-4 kali sehari 30-50 mg, maksimal 250 mg sehari. b. Dekstrometrofan adalah turunan buatan dari kodein dengan efek menekan batuk yang hampir sama kuatnya, tetapi juga tanpa sifat-sifat buruknya. Efek sampingnya hanya berupa rasa kantuk ringan dan perasaan mual. Dosisnya : 3-4 kali sehari 15 mg.
3. Antihistaminika Terapi untuk mengobati kasus alergi yang disebabkan oleh debu, makanan, ataupun kasus yang lain. Dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Contoh : ocuson, chlorpheniramin maleat, dextamin, dexteem plus, celestamin, cetirizin, methylprednisolon. Dosis : 3-4 x sehari 1-2 tablet pc 4. Tablet hisap Pada keadaan darurat gula-gula (drop, permen), atau tablet hisap (yang digunakan padanyeri tenggorok) juga dapat meringankan batuk, karena pada hakekatnya gerakan menelan sudah memberikan efek menekan rangsangan batuk. 5. Rinitis Alergika dan Rinitis Vasomotor Bekerja sebagai simpatomimetik agent yang secara langsung merangsang reseptor adrenergik dengan cara menghilangkan gejala flu seperti bersin, rasa gatal pada hidung dan mata (terfenadin), hidung tersumbat (pseudofedrin). Contoh : actifed, rhinofed, tremenza, alerfed,nichofed. Dosis : 3 x sehari 1 tablet Efek samping : gangguan saluran cerna, insomnia, gelisah, takikardia. 6. Kombinasi obat batuk dan pilek Bekerja sebagai analgetik antipyretik, antitusif, ekspektoran, antihistamin dan dekongestan hidung. Contoh : paratusin tablet/syr, fludexin tablet/syr, fludane tablet/syr. Dosis : dewasa : 3 x sehari 1 tablet, anak : 2-5 tahun : 3 x sehari 1 sendok obat 6-10 tahun : 3 x sehari 2 sendok obat
Non Farmakologi 1. Minum air putih sekurang-kurangnya 8-10 gelas setiap hari. Asupan cairan sangat penting untuk menjaga agar lendir/dahak tetap encer. 2. Anjurkan untuk menghindari paparan alergen yang terkandung di udara untuk pasienyang mengalami alergi 3. Berhenti merokok 4. Jaga agar udara dalam ruangan tetap bersih 5. Hindari asap rokok atau debu 6. Hindari udara yang terlalu dingin dan terlalu kering 7. Hindari konsumsi alkohol atau kafein karena dapat menyebabkan tubuh kehilangan cairan. 8. Cukup istirahat / tidur. Memberikan saran kepada pasien atau keluarga pasien untuk segera ke fasilitas kesehatan jika keadaan tidak membaik dalam waktu 3 hari.
C. MAAG 1. DEFINISI Maag (gastritis) Maag adalah penyakit yang ditimbulkan oleh kelebihan asam yang diproduksi oleh lambung yang menyebabkan iritasi di selaput lendir lambung. Dalam kondisi normal asam diperlukan untuk membantu pencernaan dalam mengolah makanan yang kita makan. Namun produksi asam di lambung dapat lebih besar dari yang dibutuhkan bila pola hidup kita tidak teratur dan sehat.Maag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit yang dapat kambuh apabila si penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Maag dapat muncul secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat (akut), waktu yang lama (kronik), atau karena kondisi khusus seperti adanya penyakit lain (4) Dalam dunia kesehatan, istilah yang dipakai adalah ulkus peptikum (tukak peptik), yang bisa menyerang lambung maupun duodenum. Lambung dan duodenum adalah bagian dari organ pencernaan kita. Organ ini terletak di sebelah kiri rongga dada dengan posisi miring ke bawah, menjorok ke kanan mendekati ulu hati. Kadang-kadang orang yang terkena sakit ini akan menunjuk atau memegang perut sebelah kiri atau ulu hati, tepat dibawah tulang dada. 2. PENYEBAB DAN GEJALA
Penyebab Beberapa penyebab terjadinya gastritis : 1. Infeksi bakteri H. Pylori,virus (termasuk herpes simpleks), jamur dan parasit 2. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus 3. Penggunaan alkohol secara berlebihan. 4. Kelainan autoimmune 5. Pola makan, makan tidak teratur 6. Jenis makanan, Makanan atau minuman yang merangsang produksi asam lambung, contohnya : Pedas, asam, kopi, teh, dan alkohol. 7. Stres emosi 8. Asam Lambung Berlebihan Gejala Gejala Gejala maag (gastritis) antara lain: 1. Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan 2. Mual dan Muntah kehilangan selera makan kembunG 3. Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan 4. Kehilangan berat badan 5. Sering mengalami nyeri ulu hati
3. SWAMEDIKASI MAAG Swamedikasi pada penyakit maag dimaksudkan untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan akibat sakit maag seperti nyeri ulu hati ataupun perasaan kembung, menghindari factor pencetus maag dan masyarakat memahami betul bagaimana swamedikasi yang baik. Jika gejala penyakit dirasakan berat oleh pasien sebaiknya
konsultasikan dahulu dengan Apoteker dan/atau dokter agar terhindar dari kesalahan swamedikasi ataupun penggunasalahan obat. Hal yang dapat dilakukan apoteker dalam swamedikasi kasus Maag adalah(5) :
Mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien, yaitu : 1. Dapatkah menggambarkan rasa sakit anda? Seberapa parah? 2. Apakah ada gejala lain yang menyertai rasa sakit anda? 3. Berapa lama anda mengalami rasa sakit ini? 4. Apakah rasa sakit anda konstan atau datang dan per gi? 5. Dimana dan kapan rasa sakit terjadi? 6. Apakah rasa sakit bertambah parah saat anda berbaring? 7. Apakah rasa sakit adapat dihilangkan dengan makanan? 8. Apakah anda minum alcohol? 9. Apakah berat badan anda turun? 10. Apakah anda mengalami muntah darah atau bahan hitam seperti kopi? 11. Apakah feses anda ada darah atau hitam? 12. Apakah anda pernah ke dokter untuk gejala ini? 13. Apakah dulu anda menggunakan antasida untuk mengobati rasa sakit ini? Bagaimana anda minum antasida tersebut? Apakah dapat menghilangkan sakit anda? 14. Obat resep atau non resep apa yang anda minum secara teratur? Apakah anda merokok? 15. Apakah anda atau keluarga anda pernah mengalami penyakit ulcer? 16. Apakah anda mengalami maslah kesehatan seperti penyakit diabete, jantung, atau ginjal? 17. Apakah anda dalam diet khusus seperti diet rendah garam? Memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien, dapat berupa leaflet atau brosur Secara Farmakologi 1. Minum obat yang mengandung senyawa Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dikenal dengan Antasida, bekerja dengan cara menetralkan asam lambung. Obat maag ini tersedia dalam beberapa bentuk sediaan, yaitu suspensi, serbuk, dan tablet yang harus dikunyah dahulu. Antasida juga terdapat dalam bentuk kombinasi dengan obat lain, contoh : simeticon, untuk tujuan mempercepat efek. Efek samping yang mungkin terjadi dari penggunaan antasida adalah diare dan sembelit Aturan pakai untuk dewasa : sehari 3-4 kali 1-2 tablet satu jam sebelum makan dengan cara dikunyah.
2.
Terapi Obat Tradisional
Buah Pepaya : Buah pepaya masak pohon, kupas, cuci dengan air masak yang diberi garam sedikit, dipotong-potong lalu dimakan. Sehari dua kali sehabis makan. Temulawak : Rimpang Temulawak dipotong dinginkan, minumairnya.
kecil-kecil,
direbus,
Kunyit : 2 jari tangan kunyit dikupas dan dibersihkan, diparut dan seduh dengan air matang, peras dan diamkan. Ambil bagian yang jernihnya, minum sehari 2 kali pagi sebelum makan dan malam sebelum tidur
Non Farmakologi Berikan saran kepada pasien untuk dapat dilakukan di rumah a. Makan yang teratur, tidak boleh terlambat makan dan tidak terlalu kenyang dan dikunyah 30-40x b. Tidak dianjurkan mengkonsumsi makanan yang terlalu asam dan pedas c. Jangan mengkonsumsi makanan tinggi kafein misalnya teh dan kopi d. Usahakan tidak terlalu stress karena akan merangsang produksi asam lambung Segera ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya, jika dalam 3 hari kondisi belum membaik, BAB berdarah, atau muntah berkelanjutan
BAB IV KESIMPULAN
1. Swamedikasi atau pengobatan sendiri (self-medication) adalah pengobatan yang dilakukan seseorang secara mandiri mulai dari mengenali penyakit atau gejala yang dialami sampai dengan pemilihan dan penggunaan obat. 2. Kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek (OWA). 3. Sesuai
permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993,
kriteria
obat
yang
dapat
diserahkan tanpa resep: Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. 4. Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah maka apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Al-Fina Ria’nti, Apt., M. Pharm, Bahan Ajar Mata Kuliah Farmasi Klinik : Swamedikasi Buku Saku Petugas Kesehatan, Lintas Diare : Lima Langhak Tuntaskan Diare, Departemen kesehatan RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
Ulfa Sagita. Juli 2010. Menanggulangi http://ulfa10.student.umm.ac.id/pdf
Penyakit
Asam
Lambung ,
https://www.scribd.com/document/333930533/Yanfar-7-Swamedikasi-Pendahuluan