AKHLAK MENURUT AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir dan Hadis Tematik
Dosen Pengampu: Dr. Saifuddin, M. Ag
Oleh: Ridha Zahidah Assafitri NIM. 11.0211.0798
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI PROGRAM PASCASARJANA (S2) BANJARMASIN 2012
Akhlak Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah
A. Pendahuluan
Al-Qur‟an Al-Qur‟an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan persoalan -persoalan akidah, syari‟ah, dan akhlak dengan jalan meletakkan dasar -dasar -dasar prinsipil mengenai persoalan-persoalan tersebut Allah SWT menugaskan Rasulullah untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar dasar- dasar itu: “kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikir (Al-Qur‟an) (Al- Qur‟an) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir. (Q.S. Al-Nahl:44). Di samping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah SAW, Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Qur‟an. Al-Qur‟an. Al-Qur‟an Al-Qur‟an bisa menjadi obat bagi obat bagi setiap penyakit pada orang-orang yang beriman1, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.(Q.S. Al-Israa: 82) Sehubungan
dengan
dasar-dasar
prinsipil
Islam,
makalah
ini
membahas tentang permasalahan akhlak. Namun karena luasnya cakupan permasalahan akhlak, maka dalam makalah ini penulis hanya membahas tentang: pengertian akhlak, akhlak kepada Allah SWT, dan Akhlak kepada sesama manusia, Rasulullah sebagai contoh teladan.
1
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al Al -Qur’an, Qur’an, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Rabbani Press, 2000), h. 13
1
B. Akhlak Menurut Al-Qur’an Dan Sunna h 1. Pengertian Akhlak
Secara etimologi (bahasa) perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jama‟ dari kata khuluq. Khuluq di dalam kamus Al-Munjid adalah budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. 2 Kata akhlak walaupun terambil dari kata bahasa Arab, kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Qur‟an. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal, kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Qur‟an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut sebagai konsinderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul. 3
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S. Al-Qalam (68): 4) Khuluq berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), Makhluq (yang diciptakan) dan Khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak mencakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan).4 Imam Gajali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
.
2
Asmaran As, Pengantar studi Akhlak , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 1 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat) , (Bandung: Mizan, 2007), h. 336 4 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 1 3
2
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”5 Menurut Ibnu Miskawaih karakter (khuluq) merupakan suatu keadaan jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa berpikir atau dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada dua jenis. Yang pertama, alamiah dan bertolak dari watak. Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal yang paling kecil, atau ketakutan mendengar suatu berita, atau tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang telah membuatnya kagum. Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktik terus-menerus menjadi karakter.6 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, dia akan muncul secara spontan bila diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, dan tidak memerlukan dorongan dari luar. Akhlak disebut sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa, karena seandainya ada seseorang yang menyumbangkan hartanya dalam jumlah besar setelah mendapat dorongan dari seorang da‟i, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapatkan dorongan dari luar. Tapi manakala tidak ada dorongapun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Nilai-nilai Akhlak mencakup akhlak terhadap diri sendiri, seperti optimism dalam hidup, tidak mengenal putus asa, kedisiplinan dan lain-lain. Akhlak terhadap makhluk-makhluk lain, seperti penyayang terhadap binatang dan menjaga kelestarian alam dan sebagainya. Dan akhlak terhadap Tuhan, seperti tunduk dan patuh terhadap-Nya, berprasangka baik terhadap-Nya. 5
Ibid , h. 1-2 Abu Ali Akhmad Al-Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan Akhlak Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat, (Bandung: Mizan, 1994) h. 56 6
3
Demikian akhlak islam mencakup cakupan yang sangat luas dan sangat menyeluruh sehingga tak ada satupun aspek kehidupan yang luput dari jangkauan-Nya.7 Dalam Al-Qur‟an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak maupun yang teoritis ataupun praktis. Diantaranya yaitu; AlBaqarah 112, 157, Ali Imran 7-9, 199, An-Nisaa 125, At-Taubah 61, Al-Israa 23-29, Al-Anbiyaa 127, Al-Mu‟minun 1, 57-61, As-Sajadah 15, Al-Ahzab 21, Al-Mumtahanah 4-6, Al-Qalam 4. 8
2. Akhlak Terhadap Allah SWT a. Taqwa
Allah berfirman Pada surah Al-Baqarah:
7
M. Ishom El Saha dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Lista Fariska Putera, 2005), h. 45 8 Afzalurrahman, Indeks Al-Qur’an, terj. Ahsin W. Al-Hafidz, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 2
4
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan
orang-orang
yang
meminta-minta;
dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah [2]: 177) Imam I bnu Katsir menafsirkan ayat ini, “bahwa Allah SWT ketika memerintakan orang-orang mu‟min untuk menghadap kearah Baitul Maqdis kemudian memerintahkan mereka untuk berpindah menghadap kearah Ka‟bah, sebagian ahli kitab dan umat Islam merasa sulit untuk melaksanakannya, sehingga Allah SWT menurunkan ayat ini untuk menjelaskan hikmah perintah- Nya, dan mengikuti syri‟at Nya. Inilah hakikat kebaikan, ketakwaan dan keimanan yang sempurna.”9 Selain itu kualitas ketakwaan seseorang juga menentukan tingkat kemuliaannya di sisi Allah SWT. Semakin maksimal takwanya semakin mulia dia di sisi Allah SWT. 10 Allah Berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Q.S. Al-Hujurat [49]: 13)
9
Ibnu Katsir, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al -Adzhim, jilid 1, (Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999), cet.ke-2, h. 485 10 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 21
5
Kalau kita perhatikan penjelasan Imam Ibnu Katsir, hakikat takwa
sebenarnya
ialah
ketika
seorang
hamba
tidak
lagi
mempertanyakan apa maksud dari sebuah perintah at au larangan. Yang dia lakukan hanyalah tunduk dan patuh terhadap per intah dan menjauhi larangan. Hal inilah yang dilakukan oleh sahabat Nabi Abu Bakar yang selalu tunduk dan patuh terhadap apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga beliau diberikan gelar As-Shiddiq. Namun demikian, bukan berarti pula kita tidak boleh bertanya-tanya dan mencari hikmah dari setiap perintah dan larangan Allah SWT. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi, Rasulullah SAW memerintahkan kita agar selalu bertakwa kepada Allah dimanapun dan kapanpun berada, disertai dengan perbuatan baik. Beliau bersabda:
:
11
“Dari Abu Dzar beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: “bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, iringilah (hapuslah) perbuatan buruk itu dengan kebaikan, dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R. At-Tirmidzi)
b. Cinta Kepada Allah SWT
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah:
11
Al-Tirmidzi, Muhammad Bin Isa Bin Saurah bin Adhahak, Sunan Al-Tirmidzi, jilid 7 (disadur dari maktabah Shameela), h. 488
6
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Q.S. AlBaqarah [2]: 165) Imam Ibnu katsir menjelaskan bahwa hamba-hamba Allah itu karena cinta mereka kepada Allah SWT, dan sempurnanya ma‟rifah mereka, serta ketundukan dan pengakuan terhadap keesaan Allah, mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, bahkan mereka hanya menyembah-Nya dan bertawakkal kepada-Nya, dan menyerahkan semua urusan mereka kepada-Nya. 12 Syarat an bukti bahwa seseorang hamba mencintai Allah, ditegaskan dalam surah Ali Imran:
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar -benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran [3]: 31) Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
: )
(
13
“Barang siapa yang terdapat adanya tiga perkara, maka dia akan merasakan kemanisan iman. Yang tiga perkara itu ialah: mencintai 12
Ibnu Katsir, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al -Adzhim, jilid 1, (Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999), cet.ke-2, h. 13 Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mu ghirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid I (disadur dari Maktabah Shameela), h. 34
7
Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain-lain, mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata-mata, membenci kembali kepada kufur seperti kebenciannya bila dilemparkan ke dalam api neraka” (H.R. Bukhari)
3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia a. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Banyak sekali ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan seseorang untuk berbakti kepada orang tuanya. Al-Qur‟an menggunakan istilah ihsana sebanyak 6 kali, lima diantaranya dalam konteks berbakti kepada orang tua (Al-Baqarah: 83), (An-Nisa: 36), (Al-An‟am: 151), (Al-Isra:23), dan (Al-Ahqaf: 15), dan menggunakan kata husn sekali pada surah Al-Ankabut: 8.14 dalam hal ini sedangkan hadist sering menggunakan istilah birrul walidain. Di antara ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan hal tersebut ialah:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapa (Q.S. Annisa [4]:36) Kata ihsan digunakan untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat pada pihak yang lain, kedua perbuatan baik. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam dibandingkan makna “adil”, karena adalah memperlakukan orang lain sama dengan perlakuannya dengan anda, sedangkan ihsan memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda.15 Sehubungan dengan ayat diatas, ada sebuah hadis 14
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), h 125 15 Ibid , h. 126
8
yang menerangkan kedudukan bakti kepada kedua orang tua dalam islam yaitu:
:
.
: .
: .
16
.
“Telah diriwayatkan oleh Abu Al-Walid Hisyam Bin Abdul Malik, beliau berkata: telah diriwayatkan oleh Syu‟bah, beliau berkata: Al-Walid bin Al-Aizar telah meriwayatkan kepadaku, beliau berkata: Aku telah mendengar Abu „Amr Al -Syaibani berkata : Telah meriwayatkan kepada kami pemilik rumah ini, sambil menunjuk rumah Abdullah (bin Mas‟ud), bahwa beliau berkata: Aku telah bertanya ke pada Nabi SAW, “Apakah amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah SWT? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”, kemudian beliau bertanya lagi: “kemudian apa?” Rasulullah bersabda: “Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua)” kemudian beliau bertanya lagi: Kemudian apa? Rasulullah menjawab: Jihad fi sabililah” (H.R. Bukhari)
b. Kasih Sayang dan Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak
16
Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mughirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid II (disadur dari Maktabah Shameela), h.34
9
Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Furqan: 74) Qurratu‟ayyun berarti cahaya mata, permata hati, sangat menyenangkan. Inilah tipologi anak yang ideal. Kriteria tipologi ini antara lain tunduk dan patuh kepada Allah SWT, berbakti kepada orang tua, bermuamalah dengan baik sesama manusia. Atau dengan ungkapan lain beriman, berilmu dan beramal. Hablun minallah dan hablun minannasnya berjalan dengan baik. 17 Tetapi untuk mendapatkan anak semacam ini, bukanlah semudah membalikan telapak tangan. Karena pada dasarnya setiap anak dilahirkan membawa potensi dasar yang sama. Disebut dengan fitrah, tinggal bagaimana orang tuanya membina dan mendidiknya menjadi seorang muslim yang taat kepada Allah. Dalam sebuah hadis Beliau bersabda:
18
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi” (H.R. Bukhari) Oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mengembangkan fitrah atau potensi dasar keislaman anak tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi muslim yang benar-benar menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT. 19 Bukan sebaliknya, anak menjadi musuh bagi kedua orang tuanya, sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Allah SWT di dalam surah Al-Taghabun:
17
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 176 18 Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 5, h. 321 19 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2006), h. 177
10
Artinya: “Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteriisterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah
Maha
Pengampun
lagi
Maha
Penyayang. ”
(Q.S.
Al-
Taghabun:14) Maksud dari ayat di atas kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau Ayahnya untuk melakukan perbuatan perbuatan yang tidak dibenarkan agama. c. Kewajiban Anak Berbakti Kepada Orang Tua
Berbuat baik kepada kedua orang tua suatu perbuatan yang amat disukai Allah SWT, sebagaimana hadis Nabi SAW:
: :
:
.
: )
:
(
:
.
:
Artinya: diriwayatkan dari Abu Abdirrahman Abdullah ibn Masud ra, dia berkata: Aku bertanya kepada Nabi SAW: Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT? Beliau menjawab: “shalat tepat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: kemudian apa? Beliau menjawab: “Birrul walidain”. Kemudian Aku bertanya lagi: Seterusnya apa? Beliau menjawab:”Jihad fi sabilillah” (H.R. Muttafaqun „alaih) 11
Pada surah Luqman disebutkan bahwa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan
kepada
Allah
SWT.
Al-Qur‟an
seringkali
menggandengkan perintah menyembah Allah dan perintah berbakti kepada kedua orang tua. 20 Seperti firman Allah SWT:
… Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa…(Q.S. Al-An‟am: 151)
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
20
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 128
12
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. (Q.S. Al-Isra: 23) Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an mengisahkan luqman tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada puteranya pada surah Luqman, yaitu:
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q. S. Luqman: 14) Allah memerintahkan kepada hamba-Nya, agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua ibu bapaknya, karena Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah ditambah kelemahan si janin, kemudian setelah lahir, memiaranya dengan menyusuinya selama dua tahun, maka hendaklah engkau bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau berbakti dan berbuat baik kepada kedua ibu bapakmu, namun bila keduanya memaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya, maka janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka. Jadi hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan
13
baik, hormat dan sopan. Dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman kepada Allah dan kembali taat dan bertaubat kepadanya. 21
4. Rasulullah Sebagai Contoh Teladan
Nabi Muhammad SAW adalah uswah (teladan) dalam sifatnya yang luhur. 22 Al-Qur‟an sendiri yang menegaskan dalam surah Al-Ahzab:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al-Ahzab [33]:21) Kata “Uswah” tampak dirangkaikan dengan kata “Rasulillah”. Namun tidak mudah memisahkan atau memilah mana pekerjaan atau ucapan yang bersumber dari kedudukan beliau sebagai rasul, dan mana pula yang dalam kedudukan lainnya.
23
Namun, Keteladanan tersebut
dapat dilakukan oleh setiap manusia, karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia.24 Keluhuran budi pekerti Nabi SAW juga terlukis dalam surah AlQalam:
21
Ibnu Katsier, Mukhtasar Tafsir Ibnu katsier , terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), h. 257 22 Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), h. 27 23 Ibid , h. 34 24 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat), (Bandung: Mizan, 2007), h. 54
14
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S. Al-Qalam [68]:4) Salah satu bukti dari sekian banyak bukti tentang keagungan Rasulullah-menurut Sayyid Quthub-adalah kemampuan beliau menerima pujian ini dari sumber Yang Maha Agung itu dalam keadaan mantap tidak luluh di bawah tekanan pujian yang demikian besar i tu, tidak pula goncang kepribadian beliau, yakni tidak menjadikan beliau angkuh. Beliau menerima pujian itu dengan penuh ketenangan dan keseimbangan. Keadaan beliau itu, menurut Sayyid Quthub, menjadi bukti melebihi bukti yang lain tentang keagungan beliau. 25 Ma‟mar menceritakan dari Qatadah, „Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab: “Akhlak beliau adalah Al-Qur‟an”. Dan itu berarti bahwa Nabi SAW menjadi percontohan Al-Qur‟an, baik dalam hal perintah, larangan, sebagai karakter sekaligus perangai beliau.26 Rasulullah sebaik-baik manusia yang memiliki budi pekerti yang tinggi dan tutur katanya halus tidak pernah menbentak. Seperti yang tergambar dalam hadis dari Anas, yaitu:
: ( !
– 87 :
:
. : – 93 :
)
Anas r.a. berkata: Aku telah melayani (menjadi pelayan) Nabi saw. Selama sepuluh tahun, maka tidak pernah membentak saya dengan
25
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati 2002), h.244 26 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir , diterjemahkan M. Abdul Ghaffar, Abu Ihsan AlAtsari, (Bogor: Pustaka Imam Syafi‟I,2004) h.250 -251
15
kalimat: Uf. Juga tidak pernah menegur: mengapa anda berbuat itu, atau mengapa anda tidak berbuat itu? (Bukhari, Muslim) 27 Di dalam Al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang akhlak Nabi Muhammad saw. Ayat tersebut sekaligus menjadi nama lain dari Rasulullah SAW salah satunya adalah al rauf (belas kasihan):
Artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan, sangat menginginkan (keinginan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S. At-Taubah [9]: 128)
C. Kesimpulan
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, dia akan muncul secara spontan bila diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, dan tidak memerlukan dorongan dari luar. Sebagai seorang muslim, contoh teladan yang patut kita tiru adalah Rasulullah SAW. Dan itu berarti bahwa Nabi SAW menjadi percontohan Al-
27
Muhammad Fuad „Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996) h. 882
16
Qur‟an, baik dalam hal perintah, larangan, sebagai karakter sekaligus perangai beliau. Hakikat takwa sebenarnya ialah ketika seorang hamba tidak lagi mempertanyakan apa maksud dari sebuah perintah atau larangan. Yang dia lakukan hanyalah tunduk dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan. Agar dapat merasakan kemanisan iman yang harus kita lakukan yaitu: mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain-lain, mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata-mata, membenci kembali kepada kufur seperti kebenciannya bila dilemparkan ke dalam api neraka. Kewajiban seorang anak adah berbakti kepada orang tua, orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mengembangkan fitrah atau potensi dasar keislaman anak tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi muslim yang benar-benar menyerahkan diri secara total kepada Allah SWT.
Daftar Pustaka
Afzalurrahman, Indeks Al-Qur’an, terj. Ahsin W. Al-Hafidz, Jakarta: Amzah, 2009.
17
Al-Miskawaih, Abu Ali Akhmad, Tahdzib Al-Akhlaq, Menuju Kesempurnaan Akhlak Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat, Bandung: Mizan, 1994. Al-Tirmidzi, Muhammad Bin Isa Bin Saurah bin Adhahak, Sunan Al-Tirmidzi, jilid 7 (disadur dari maktabah Shameela) Asmaran As, Pengantar studi Akhlak , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Baqi, Muhammad Fuad „Abdul, Al- Lu’lu’ Wal Marjan, terj. H. Salim Bahreisy, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996. Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Mughirah, Shahih Al-Bukhari, Jilid I (disadur dari Maktabah Shameela)
El Saha, M. Ishom dan Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur’an Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah Dalam Al-Qur’an, Jakarta: PT. Lista Fariska Putera, 2005. Ilyas,
Yunahar, Kuliah
Akhlak ,
Yogyakarta:
Lembaga
Pengkajian
dan
Pengamalan Islam (LPPI), 2006. Katsier, Ibnu, Mukhtasar Tafsir Ibnu katsier , terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990. Katsir, Ibnu, Abu Al-Fida Ismail bin Umar Bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al Adzhim, jilid 1, cet.ke-2, Lebanon: Dar Al-Theiba, 1999. Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir , diterjemahkan M. Abdul Ghaffar, Abu Ihsan AlAtsari, Bogor: Pustaka Imam Syafi‟I, 2004. Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al -Qur’an, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 2000. Shihab, Quraish, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2007.
18
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Shihab, Quraish, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat), Bandung: Mizan, 2007.
19