TAKSONOMI BLOOM, PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN SOAL C1 – C6, C6, DAN JENIS TES PILIHAN GANDA MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Pengembangan Instrumen Penilaian Yang dibina oleh Bapak Muhardjito, Dr., M.S. dan Ibu Vita Ria Mustika, S.Pd., M.Pd.
Oleh : Nining Tin Wayuni Wayuni 140351604247 Sintia Dwi Astiwi Ast iwi 140351601752
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM September 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Secara tassein tassein
bahasa
dan nomos .
taksonomi
diambil
dari
Tassein yang
berarti
untuk
bahasa
Yunani
mengelompokkan
yaitu dan
nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat pula diartikan secara istilah yaitu, sebagai pengelompokan pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang yang lebih tinggi bersifat lebih umum atau masih luas dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik atau lebih terperinci. Taksonomi
dalam
pendidikan
dibuat
untuk
mengklasifikasikan
tujuan pendidikan. Pada Taksonomi Bloom, Bloom, tujuan pendidikan di di bagi menjadi tiga yaitu: 1) Ranah Kognitif, yang meliputi aspek- aspek kognitif pada diri seseorang seperti cara berfikir, pengetahuan, pemahaman, 2) Ranah Afektif, yang yang meliputi aspek- aspek perasaan dan emosi seperti bakat, minat, sikap, 3) Ranah Psikomotorik, yang meliputi aspek- aspek psikomotor seperti olahraga, menggambar. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Guru sebagai seorang pendidik perlu memahami berbagai taksonomi tujuan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran, dan dapat memilih
mana
yang
sesuai
dengan
mata
pelajaran
yang
diasuh
dan
kegiatan
pembelajaran yang dirancangnya. Taksonomi tujuan pembelajaran
diperlukan dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Perlu adanya kejelasan terminologi tujuan yang digunakan dalam tujuan
pembelajaran karena tujuan pembelajaran berfungsi untuk
memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan perilaku yang dianggap sebagai bukti hasil belajar. 2. Sebagai alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan evaluasi. Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah (Irijanti, 2008). Pendidik atau guru dalam setiap proses pembelajaran, tentunya selalu melakukan pengukuran terhadap pencapaian peserta didik. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan. Pengukuran tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan tes atau pun ujian-ujian lain yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan oleh guru. Biasanya tes yang digunakan adalah soal buatan guru itu sendiri. Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain. Soal tes yang diujikan tentunya harus sudah melalui t ahap validasi dan bersifat reliable untuk dapat diujikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, butir soal yang telah ada seharusnya tetap dikembangkan dengan merancang kisi-kisi yang berdasarkan indikator-indikator soal yang telah ada (Suharsimi, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dari taksonomi bloom? 2. Apa saja teori yang melandasi taksonomi bloom? 3. Bagaimana taksonomi dapat menjadi tujuan pendidikan? 4. Bagaimana isi dari taksonomi bloom yang telah direvisi? 5. Bagaimana uji reliabilitas suatu soal pilihan ganda? 6. Bagaimana uji validitas suatu soal pilihan ganda? 7. Bagaimana menentukan batas atas dan batas bawah? 8. Bagaimana menentukan taraf kesukaan atau tingkat kesukaran?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Dapat mengerti pengertian dari taksonomi bloom 2. Dapat mengerti teori-teori yang melandasi taksonomi bloom 3. Dapat mengerti taksonomi sebagai tujuan pendidikan 4. Dapat mengerti isi dari taksonomi bloom yang telah direvisi 5. Dapat mengerti uji reliabilitas suatu soal pilihan ganda
6. Dapat mengerti uji validitas suatu soal pilihan ganda 7. Dapat mengerti cara menentukan batas atas dan batas bawah 8. Dapat mengerti cara menentukan taraf kesukaan atau tingkat kesukaran
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan nomos yang berarti ilmu pengetahuan (Yaumi, 2013). Taksonomi adalah sistem klasifikasi. Taksonomi berarti klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi. Taksonomi merupakan suatu tipe sistem klasifikasai yang berdasarkan data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolongkan-golongkan dalam sistematika itu (Santrock, 2007). Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya. Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objective Cognitive Domain”, dan pada tahu 1964 terbitlah karya“Taxonomy of Educataional Objectives, Affective Domain”, dan karyaya yang berjudul “ Handbook on F ormative and Summatie Evaluation of Student Learning” pada tahun 1971 serta karyanya yang lain “Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor dan setiap ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya (Winkel, 1987). Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama dikenal taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan dan pengamalan (Indris, 1992). B. Teori Belajar yang Melandasi Taksonomi Bloom
Teori belajar merupakan serangkaian prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar (Khodijah, 2014). a. Teori Belajar Behavioristik (Tingkah Laku)
Belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Proses belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman (Hamzah, 2010). b. Teori Belajar Kognitif Teori belajar kognitif merupakan teori belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Teori kognitif menekankan pentingnya proses mental seperti berpikir dan memfokuskan pada apa yang terjadi pada pembelajaran sehingga dapat menginterpretasi dan mengorganisir informasi secara aktif (Hamzah, 2010). c. Teori Belajar Humanistik Teori ini merupakan teori yang paling abstrak. Teori ini memandang bahwa proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Para pendidik membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya dengan mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka (Dalyono, 2010). Teori ini yang melatari dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Bloom dengan tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) yang harus dikuasai atau dipelajari oleh peserta didik. Taksonomi ini, banyak membantu para praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur (Hamzah, 2010). C. Taksonomi Tujuan Pendidikan
Proses pembelajaran di kelas merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah.
Sebelum
pelaksanaan
pembelajaran
guru
perlu
merumuskan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada siswa. Apabila dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak tahu mana pelajaran yang penting dan mana yang tidak. Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan terdiri dari domain-domain kognitif,
afektif dan psikomotor. Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan
belajar,
saat
ini
para
ahli
pada
umumnya
sepakat
untuk
menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy). Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu: 1. Ranah
kognitif;
ranah
yang
berkaitan
aspek-aspek
intelektual
atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension),
penerapan
(application),
penguraian
(analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation) 2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya
mencakup:
penerimaan
(receiving/attending),
sambutan
(responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization) 3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation),
D. Taksonomi Bloom Sesudah Direvisi
Taksonomi Bloom mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Lorin Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: 1) dimensi proses kognitif, 2) dimensi pengetahuan. Perspektif dua dimensi Anderson dan Krathwohl dapat digambarkan dengan tabel berikut:
Mengingat (C1)
Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi pengethuan faktual, konseptual, prosededural, atau meta kognitif, atau kombinasi
dari
beberapa
pengetahuan
beberapa
ini.
Untuk
mengakses pembelajaran siswa dalam katagori proses kognitif yang paling sederhana ini, guru memberikan pertanyaan mengenali tau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika siswa belajar materi yang diujikan. Guru dapat mengubah kondisinya. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dalam menyelesaikan masalah karena
pengetahuan tersebut di pake dalam tugas-tugas-tugas yang lebih
kompleks. Mengenali Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuh dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Mengingat Kembali Proses, mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang di butuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Soalnya sering berupa pertanyaan. Memahami (C2)
Proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah memahami. Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkontruksi makna dari pesan pesan pembelajaran baik berupa lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan
melalui pelajaran buku atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. Pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami. Proses-proses kognitif dalam proses memahami
meliputi
menafsirkan,
mencontohkan,
mengklasifikasikan,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.
Mengaplikasikan (C3)
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan
berkaitan
erat
dengan
pengetahuan
prosedural.
Dalam
mengimplementasikan, memahami pengetahuan konseptual merupakan prasyarat untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan prosedural.
Menganalisis (C4)
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagianbagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antara bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis ini meliputi
proses-proses
mengatribusikan.
kognitif
Tujuan-tujuan
membedakan,
pendidikan
yang
mengorganisasi, diklasifikasikan
dan dalam
menganalisis mencakup belajar untuk menentukan potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan), dan menentuan tujuan
dibalik
informasi
itu
(mengatribusikan).
Kategori-kategori
proses
memahami, menganalisis, dan mengevaluasi saling terkaitan dan kerap kali digunakan untuk melakukan tugas-tugas kognitif
Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kreteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses
kognitif
memeriksa
(keputusan-keputusan
yang
diambil
berdasarkan kriteria internal), dan mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil
berdasarkan kriteria eksternal). Perlu diingat bahwa tidak semua keputusan bersifat evaluatif. Misalnya, siswa membuat keputusan apakah suatu contoh sesuai dengan suatu kategori.
Mencipta (C6)
Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Meskipun mengharuskan berfikir secara kreatif, mencipta bukanlah ekspresi kreatif yang bebas sama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-tuntutan tugas atau situasi belajar.
Dari tabel di atas maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkatan tingkah laku pada taksonomi bloom yang lama menggunakan kata sifat sedangkan Anderson mengubahnya dengan menggunakan kata kerja. 2. Tingkatan terendah (C1) Pemahaman diganti dengan Mengingat. 3. Tingkatan C5 Sintesis dan dan tingkatan C6 Evaluasi dilebur menjadi Mengevaluasi yang berkedudukan pada tingkatan C5. 4. Tingkatan C6 digantikan menjadi Mencipta.
Dimensi pengetahuan
Aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi Taksonomi Bloom meliputi: Pengetahuan faktual
Peserta didik harus mengetahui elemen dasar untuk sebuah disiplin atau cara memecahkan masalah di dalamnya. Pengetahuan konseptual
Keterkaitan di antara unsur-unsur dasar struktur yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-sama. Pengetahuan prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural kerap kali beupa rangkaian langkah yang harus diikuti. Pengetahuan ini mencangkup pengetahuan tentang keterampilan, algoritme, teknik, dan metode yg semuanya disebut sebagai prosedur Pengetahuan metakognitif
Pengetahuan Metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Pengetahuan Metakognitif meliputi pengetahuan tentang strategi umum yg dapat dipakai untuk beragam tugas, kondisi-kondisi yg memungkinkan pemakaian strategi , tingkat efektifitas strategi, dan pengetahuan diri.
E. Uji Instrumen 1. Uji Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia yang digunakan saat ini, sebenarnya diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris dan berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya,keajegan, konsisten, keandalan, kestabilan. Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika tes tersebut menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan tidak bertentangan. Menurut Sugiono (2010) Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya
untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Sedangkan Sukadji (2000) mengatakan bahwa reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Menurut Nursalam (2004) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Menurut Arifin (1991), suatu tes dapat dikatakan andal ( reliable) jika tes tersebut mempunyai hasil yang taat asas (konsisten). Sedangkan Sudjana (2004) mengatakan bahwa reliabilitas suatu tes adalah ketepatan atau kejegan tes tersebut
dalam
menilai
apa
adanya,
artinya
kapan
pun
tes
tersebut
digunakanakan memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Berdasarkan beberapa pendapat tentang reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reliabilitas adalah tingkat konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama dan tes yang sama pula ketika diuji pada waktu yang berbeda. Atau, konsistensi skor juga dapat diperoleh dengan soal yang berbeda tetapi memiliki kesamaan dari berbagai aspek. Jenis- Jenis Reliabilitas
Salah satu syarat agar hasil suatu tes dapat dipercaya adalah tes tersebut harus mempunyai reliabilitas yang memadai. Oleh karena itu Djali (2008) membedakan reliabilitas menjadi 2 macam, yaitu :
1.
-
Reliabilitas Konsistensi tanggapan, dan
-
Reliabilitas konsistensi gabungan item
Reliabilitas Konsistensi Tanggapan Reliabilitas ini selalu mempersoalkan mengenai tanggapa responden atau
objek terhadap tes tersebut apakah sudah baik atau konsisten. Dalam artian apabila tes yang telah di cobakan tersebut dilakukan pengukuran kembali terhadap obyek yang sama, apakah hasilnya masih tetap sama dengan pengukuran
sebelumnya.
Jika
hasil
pengukuran
kedua
menunjukkan
ketidakonsistenan, maka hasil pengukuran tersebut tidak mengambarkan keadaan obyek yang sesungguhnya. Untuk mengetahui apakah suatu tes atau instrument tersebut sudah mantap atau konsisten, maka tes/instrument tersebut harus diuji kepada obyek ukur yang sama secara berulang-ulang. Ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan responden terhadap tes (Djali ; 2008) yaitu :
Teknik test-retest ialah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu
tes yang sama pada waktu yang berbeda.
Teknik belah dua ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan
dua kelompok item yang setara pada saat yang sama.
B entuk eki valen ialah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan
menggunakan dua tes yang dibuat setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes dalam waktu yang bersamaan. 2.
Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item Apabila terhadap bagian obyek ukur yang sama, hasil pengukuran
melalui item yang satu kontradiksi atau tidak konsisten dengan hasil ukur melalui item yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur) sebagai suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya. Untuk itu jika terjadi hal demikian maka kita tidak bisa menyalahkan obyek ukur, melainkan alat ukur (tes) yang dipersalahkan, dengan mengatakan bahwa tes tersebut tidak reliable atau memiliki reliabilitas yang rendah. Dalam menentukan reliabilitas sebuah alat evaluasi dalam hal ini instrumen tes, dapat dikelompokkan berdasarkan jenis instrumen tersebut, yaitu: (1) Tes Objektif , (2) Tes Uraian, dan (3) Tes Afektif. 2. Uji Validitas
Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur. Dengan demikian, instrumen yang valid
merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Penggaris dinyatakan valid jika digunakan untuk mengukur panjang, namun tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat. Artinya, penggaris memang tepat digunakan untuk mengukur panjang, namun menjadi tidak valid jika penggaris digunakan untuk mengukur berat. Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Tujuan uji validitas:
Mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya. Agar data yang diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran tersebut. 3. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang pandai (kurang/tidak menguasai materi). Untuk menguji daya pembeda diperlukan langkah-langkah sebagai berikut. a.
Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
b.
Mengurutkan skor total mulai dari skor terbesar sampai dengan skor terkecil.
c.
Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik banyak (diatas 30) dapat ditetapkan 27%.
d.
Menghitung rata-rata skor untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).
e.
Menghitung daya pembeda soal.
f.
Membandingkan daya pembeda dengan criteria.
4. Taraf kesukaran atau tingkat kesukaran
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal (Arikunto, 1999). Taraf kesukaran item yaitu pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu item atau tes (Arifin, 1990). Taraf kesukaran suatu tes dinyatakan oleh indeks kesukaran yang diberi simbol (P). Analisis tingkat kesukaran soal ini didasarkan pada persentase murid yang menjawab benar pada tiap soal-soalnya. Butir-butir tes hasil belajar dapat dikatakan baik, apabila butir-butir tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah dengan kata lain derajat tingkat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup. Angka indeks kesukaran besarnya antara 0,00 – 1,00 artinya, angka indeks kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan tinggi adalah 1,00 atau satu. Tujuan tingkat kesukaran diadakan adalah ada kaitannya dengan boleh atau tidaknya soal itu dipakai, yang perlu diingat adalah yang terlalu sulit dan yang terlalu mudah tidak banyak manfaatnya, karena tidak mampu membedakan antara peserta tes yang baik. Sehingga tes demikian itu daya deskriminasi kurang baik. Formulasi indeks kesukaran adalah: + =
Diketahui: TK = Tingkat kesukaran yang dicari U = Banyak menjawab dengan benar kelompok tinggi L = Banyak menjawab dengan benar kelompok rendah T = Total pintar dan lemah (Purwanto, 2009) Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria sebagai berikut: P > 0,70
= mudah
0,30 ≤ P ≤ 0,70
= sedang
P< 0,30
= sukar (Harahap, 2012)
F. Contoh soal
Mengingat C1 Pesawat sederhana adalah… a. alat yang dapat mempermudah manusia dalam melakukan usaha. b. alat yang dapat mengurangi usaha yang dilakukan manusia. c. alat yang dapat memperbesar usaha yang dilakukan manusia. d. alat yang dapat terbang yang dibuat dengan bahan-bahan sederhana. e. alat yang dibuat dengan teknologi modern. Kunci jawaban: a Penyelesaian:
Pesawat sederhana adalah alat yang dapat mempermudah manusian dalam melakukan usaha, tanpa mengurangi atau menambah usaha yang dilakukan.
Yang dimaksud dengan titik kuasa pada tuas adalah… a. titik dimana beban diletakkan. b. titik dimana tuas diletakkan. c. titik dimana gaya diberikan. d. titik yang terletak di ujung tuas. e. titik yang terletak di tengah tuas Kunci jawaban: c Penyelesaian:
Titik kuasa adalah titik dimana gaya diberikan oleh manusia.
Memahami C2
Alat yang prinsip kerjanya berdasarkan prinsip bidang miring ditunjukkan oleh gambar
nomor … a. 1 dan 2 b. 1 dan 3 c. 2 dan 3 d. 3 dan 4 e. 4 dan 1 Kunci jawaban: a Penyelesaian:
Sekrup (gambar 1) dan kapak (gambar 2) merupakan contoh pesawat sederhana yang menerapkan prinsip bidang miring. Sedangkan gerobak (gambar 3) dorong dan palu (gambar 4) adalah contoh pesawat sederhana jenis pengungkit
Alat seperti gambar di atas adalah contoh pesawat sederhana yang menerapkan prinsip … a. katrol. b. pengungkit. c. bidang miring. d. roda-roda. e. Sekrup Kunci jawaban: b Penyelesaian:
Gambar yang ditunjukkan pada soal adalah gunting. Gunting adalah contoh pesawat sederhana yang menerapkan prinsip pengungkit. Mengaplikasikan C3
Besar gaya yang diperlukan untuk mengungkit batu tersebut adalah … a. 200 N b. 300 N c. 600 N d. 800 N e. 1000 N Kunci jawaban: b Penyelesaian:
Diketahui: W = 1200 N IW = 20 cm IF = 80 cm Ditanyakan: F = …? Jawab: F . IF = W . IW F = (W . IW) / IF F = (1200N.20cm)/80cm F = 300 N
Besar gaya yang diperlukan untuk menaikkan balok ke titik B adalah … a. 50 N b. 100 N c. 150 N d. 250 N e. 500 N
Kunci jawaban: d Penyelesaian:
Diketahui: W = 500 N s = 10 cm h = 5 cm Ditanyakan: F = …? Jawab: F.s=W.h F = (W . h) / s F = (500N.5cm)/10cm F = 250 N Menganalisis C4 Berikut adalah data hasil percobaan mendorong balok seberat 500 N di atas bidang miring yang memiliki tinggi 5 m.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa … a. semakin besar sudut kemiringan bidang miring, maka gaya yang diperlukan akan semakin kecil. b. semakin besar sudut kemiringan bidang miring, maka usaha yang diperlukan akan semakin besar. c. perubahan gaya tidak menyebabkan perubahan usaha. d. jika gaya yang kita berikan bertambah besar, maka bidang miringnya akan menjadi semakin curam dengan sendirinya. e. tingkat kemiringan bidang miring tidak mempengaruhi besar usaha yang diberikan, namun mempengaruhi besar gaya yang diperlukan.
Kunci jawaban: e Penyelesaian:
Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiringan bidang mir ing tidak mempengaruhi besar usaha yang diberikan, namun mempengaruhi besar gaya yang diperlukan.
Pemasangan gagang pintu yang paling baik adalah pada … a. titik A karena lengan kuasa paling panjang, sehingga pada titik ini, gaya yang diperlukan paling kecil. b. titik A karena lengan beban paling panjang, sehingga pada titik ini, gaya yang diperlukan paling besar. c. titik B karena lengan kuasa paling panjang, sehingga pada titik ini, gaya yang diperlukan paling kecil. d. titik B karena lengan beban paling panjang, sehingga pada titik ini, gaya yang diperlukan paling kecil. e. di tengah-tengah pintu agar seimbang. Kunci jawaban: c Penyelesaian:
Proses pemasangan pintu menerapkan prinsip tuas jenis kedua, dimana beban terletak di antara titik tumpu dan titik kuasa. Pemasangan gagang pintu yang baik terletak pada titik dengan lengan kuasa terbesar, sehingga diperoleh keuntungan mekanis terbesar. KM = IF / IW Pada soal, titik dengan lengan kuasa terbesar adalah titik B.
Mengevaluasi C5 Seseorang ingin memindahkan sebuah balok dengan berat 500 N dari tanah ke atap sebuah gedung. Gaya maksimum yang dapat diberikan oleh orang itu adalah 100 N. Agar orang itu dapat memindahkan balok tersebut, maka cara terbaik yang dapat dilakukan adalah … a. menggunakan pengungkit untuk memantulkan balok ke atap gedung. b. menggunakan 1 buah katrol yang dipasang di atap gedung untuk menarik balok tersebut. c. menggunakan bidang miring yang disenderkan dari tanah ke atap gedung. d. menjinjing balok ke atap gedung. e. Menggunakan 5 katrol yang dipasang secara majemuk untuk menarik katrol kea tap gedung. Kunci jawaban: e Penyelesaian:
Diketahui: W = 500 N F = 100 N Ditanya: Bagaimana agar W = F? Jawab: Diperlukan pesawat sederhana yang memberikan keuntungan mekanis minimal = 5 Keuntungan mekanis katrol majemuk adalah: KM = n = banyaknya katrol yang digabung Berdasarkan hal itu, maka kita harus menggabung 5 katrol untuk dapat nilai KM = 5
Proses pemindahan batu ke atas truk yang paling mudah adalah … a. pada gambar 1, karena panjang bidang miring lebih pendek, sehingga gaya yang diberikan lebih kecil. b. pada gambar 1, karena panjang bidang miring lebih pendek, sehingga batu lebih cepat sampai ke atas truk. c. pada gambar 2, karena bidang miring lebih panjang, sehingga usaha yang diperlukan lebih kecil. d. pada gambar 2, karena bidang miring lebih panjang, sehingga gaya yang diperlukan semakin kecil. e. cara memindahkan batu pada kedua gambar itu tidak efesien, lebih baik langsung saja angkat batunya ke atas truk. Kunci jawaban: d Penyelesaian:
Pada bidang miring berlaku persamaan F.s=W.h Untuk mempermudah mengangkat barang dengan bidang miring (memperkecil nilai F), maka panjang bidang miring harus diperbesar.
Mencipta C6
Keuntungan mekanis sistem katrol tersebut adalah … a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5
Kunci jawaban: b Penyelesaian:
F . IF = W . IW F . 2IW = W . IW KM = W / F = 2
Keuntungan mekanis sistem katrol tersebut adalah … a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5 Kunci jawaban: c Penyelesaian:
F . IF = W . IW F . 3IW = W . IW KM = W / F = 3
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan Taksonomi Bloom dikembangkan untuk tujuan pendidikan, disusun secara hirarki dengan maksud untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri siswa sebagai hasil buah pembelajaran. Secara garis besar terbagi menjadi tiga ranah atau kawasan “domain”, yaitu ranah kognitif (berkaitan dengan kognisi atau penalaran/pemikiran dalam bahasa pendidikan Indonesia disebut “cipta”, ranah afektif (berkaitan dengan afeksi atau “rasa”), dan ranah psikomotor (berkaitan dengan psikomotor atau gerak jasmani-jiwani, gerak-gerik jasmani yang terkait dengan jiwa). Pada tahun 1990 seorang murid Bloom, Lorin Anderson merevisi taksonomi ini dengan maksud untuk menyempurnakannya sehingga sesuai dengan keadaan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Dalam revisi ini, Anderson tetap mempertahankan klasifikasi hirarkis ranah kognitif dalam enam tingkatan yang telah dibuat Bloom sebelumnya sekalipun dengan nomen yang sedikit berbeda. Misalnya dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Selain itu, masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Selain beberapa hal di atas, taksonomi Bloom juga dapat dijadikan acuan bagi seorang guru dalam menyusun soal-soal untuk evaluasi. Hendaknya soal-soal tersebut dapat meliputi seluruh tingkat atau ranah kognitif, disusun dari yang termudah yaitu tingkat terendah dari ranah kognitif (C1) hingga ranah kognitif tertinggi (C6), meski karyanya tidak dalam bentuk benda, namun dalam bentuk hipotesis (dugaan) atau rancangan sementara. Dengan demikian, guru akan dapat mengetahui ranah kognitif mana yang telah dicapai oleh para siswanya dan dapat menyusun suatu strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa yang masih mencapai tingkat rendah untuk ranah kognitifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (1990). Evaluasi Instruksional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. ed. Rev. IV. Yogyakarta: Rineka Cipta. Dahara, Ratna. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Erlangga. Dalyono. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Endah, Yessy. 2015. Buku Mata Ajar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Deepublish. Hamzah, B. U. (2010). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Harahap, F. D. (2012). Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab. Pekanbaru: Educationmattermost Publishing. Indris, Z. &. (1992). Pengantar Pendidian I. Jakarta: Grasindo. Iriyanti. 2008. Taksonomi Bloom Revisi. Yogyakarta : PTK Matematika. Jufri, Wahab. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung : Pustaka Reka Cipta. Khodijah, N. (2014). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Purwanto, N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Proses Belajar Mengajar . Bandung: Rosdakarya. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan Tejemahan. Jakarta: Kencana. Sutriasih & Sumeri, Titik. 2014. Mengembangkan dan Menggunakan Butir-Butir Vermalia, Seftima. 2011. Analisis Pemahaman Konsep Kimia Pada Materi Pokok Redoks Menggunakan Soal Pilihan Ganda Beralasan Pada Siswa Kelas XII. Skripsi diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tes (Pilihan Ganda). Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Winkel, W. S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Wiranataputra, Udin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.