BAB VI MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK
A. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan Publik adalah suatu keputusan atau seperangkat keputusan untuk menghadapi situasi atau permasalahan yang mengandung nilai – nilai tertentu, memuat ketentuan tentang tujuan, cara dan sarana serta kegiatan untuk mencapainya. Kebi Kebija jaka kan n
Publ Publik ik
seba sebaga gaii
kepu keputu tusa san n
dala dalam m
rang rangka ka
peny penyel elen engg ggar araa aan n
nega negara ra
pemerintahan negara tersebut : 1. Pilihan Pilihan pemerintah pemerintah untuk dilakukan dilakukan atau tidak dilakukan dilakukan,, 2. Bertuj Bertujuan uan mengha menghadap dapii situas situasii atau atau permas permasalah alahan an tertent tertentu u yang yang bermak bermakna na “demi “demi kepentingan publik” 3. Memand Memandu u tindak tindakan an atau atau pola pola tindak tindak pelayana pelayanan n yang yang dilaks dilaksana anakan kan oleh Pejaba Pejabatt Pemerintah 4. Selalu dilandas dilandaskan kan pada peraturan peraturan – peraturan perundang perundang – undangan undangan
B. Pengertian Pengertian Manajemen Manajemen Kebijakan Kebijakan Publik Publik
Manaje Manajemen men kebija kebijakan kan publik publik merupa merupakan kan keselu keseluruh ruhan an pengel pengelola olaan an proses proses dalam berbagai tahapannya (formulasi, implementasi dan evaluasi kinerja) termasuk unsur unsur /aspek /aspek yang yang terdap terdapat at dalam dalam setiap setiap tahapa tahapan n ( tehnis tehnis,, substa substansi nsi,, pelaku pelaku dan kelembagaannya), agar mampu mengaktualisasikan nilai – nilai dan prinsip – prinsip kepemerintahan yang baik ( good governanvce). Manaje Manajemen men kebija kebijakan kan publik publik,, sebaga sebagaii konsep konsep dalamw dalamwilay ilayah ah atau domein publik, ditempatkan sebagai kerangka pengelolaan (framework) terhadap public debate yang ditandai oleh terdapatnya konflik nilai, konflik kepentingan, aneka pilihan publik
(public choice), akuntabilitas publik dan lingkup politis. Mana Manaje jeme men n
kebi kebija jaka kan n
publ publik ik haru haruss
mamp mampu u
meng mengel elol olaa
pera perana nan n
atau atau
admini administr strato atorr negara negara terseb tersebut ut secara secara serasi serasi dan sinerg sinergik. ik. Dengha Denghan n multi multi perana peranan, n, orga organi nisa sasi si publ publik ik dan dan admi admini nist stra rato torr publ publik ik baik baik berta bertang nggu gung ng jawab jawab di bida bidang ng admini administr strati atiff maupun maupun politi politis, s, ditunt dituntut ut memili memiliki ki kompet kompetens ensii untuk untuk menjem menjembat batani ani kepentingan publik dengan perumusan kebijakan.
C. Stratifikasi Kebijakan Publik 1. Berdasarkan Pendekatan Manajemen Pemerintahan
a. Kebijakan Stratejik berkaitan dengan penetapan politik dan strategi dasar negara, yang menyentuh wewenang lembaga negara dan penyelenggaraan tugas pokoknya. b. Kebijakan Manajerial terdiri dari Kebijakan Umum dan Kebijakan Khusus . Kebijakan umum mengatur dan
menertibkan
tata
kehidupan
negara
sedangkan
kebijakan
khusus
berkedudukan sama tetapi dalam urusan tertentu pemerintahan. c. Kebijakan Teknis Operasional berkedudukan sebagai acuan dalam pelaksanaan pencapaian sasaran-sasaran tertentu secara tehnis dalam rangka pelaksanaan kebijakan pemerintah pada umumnya. 2. Berdasarkan Pendekatan Tingkat Pemerintahan
a. Kebijakan Nasional / Pusat b. Kebijakan Daerah Provinsi c. Kebijakan Kabupaten / Kota
3. Berdasarkan Bentuk dan Hierarki Peraturan Perundang–undangan
Dalam praktek penyelenggaraan NKRI, statifikasi perundang-undangan diatur berdasarkan Tap MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan,yang menurut : a. Pasal 2 jo Pasal 3
1. UUD 1945 2. Tap MPR 3. Undang – undang 4. Peraturan Perundang-undangan Pengganti Undang-undang 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah b. Pasal 4 ayat 2
Sesuai dengan tata urutan perundang-undangan di atas, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Selain yang tertuang dalam Tap MPR No.III/MPR/2000, ditemukan juga
berbagai peraturan hukum yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan yuridis, diantaranya adalah : a. Keputusan MK b. Peraturan-peraturan Lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan c. Perubahan UUD d. Keputusan KPU e. Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
4. Berdasarkan Sifat Ketentuan Hukum a. Kebijakan Publik yang Ketentuannya Bersifat Regeling (Mengatur)
Kebijakan ini bersifat pengaturan berisi aturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norms, mengikat secara umum, mengatur hal – hal yang bersifat umum yang bersumber dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Yang termasuk jenis kebijakan publik yang bersifat regeling biasanya diwadahi dalam bentuk Undang – undang, Perpu serta Peraturan perundangan yang lebih rendah daripadanya. Bentuk kebijakan publik yang bersifat regeling merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen
verbinden voorshrift) atau disebut juga dengan istilah Undang – undang dalam arti materiil (wet in materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari pemerintah yang mengikat umum. b. Kebijakan Publik yang Ketentuannya Bersifat Beschiking ( Penetapan )
Kebijakan ini merupakan perbuatan hukum sepihak dari Pemerintah/lembaga negara. Dari segi HAN, kebijakan ini bersifat konkrit individual dan final. Dalam hal ini misalnya Tap MPR, Ketetapan Presiden dan peraturan lain yang berlaku secara einmalig. c. Kebijakan Publik yang bersifat Interne Regelingen
Kebijakan ini bersifat mengatur kedalam, yang meliputi pengaturan tentang keanggotaan dan tata kerja lembaga. Jenis kebijakan ini biasanya berupa peraturan tata tertib lembaga.
D. Sistem Kebijakan Publik
Sistem kebijakan publik adalah tatanan kelembagaan yang mencerminkan tatanan kewenangan (otorita) sekaligus wahana bagi manajemen sebagian atau keseluruhan proses kebijakan publik (formulasi, implementasi dan evaluasi kinerja
kebijakan) yang mengakomodasi 4 faktor dinamis yang merupakan unsur-unsur dari sistem kebijakan, seperti : 1. Lingkungan kebijakan 2. Pembuat dan pelaksana kebijakan 3. Isi kebijakan 4. Kelompok sasaran kebijakan
E. Prinsip dan Karakteristik Sistem Kebijakan Publik Berdasarkan Sistem Admninistrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia
SANKRI sebagai sebagai tatanan kelembagaan dan manajemen NKRI dengan dimensi-dimensi nilainya, yang menjadi landasan falsafah negara, cita-cita dan tujuan bernegara dan sistem penyelenggara pemerintahan negara juga berperan sebagai sistem pengelolaan kebijakan negara NKRI. Nilai – nilai dasar / prinsip kepemerintahan yang baik yang dianut dalam SANKRI : 1. Demokratis Sistem kebijakan harus dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat, menyampaikan aspirasi mereka, dan ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran bagi seluruh rakyat. 2. Desentralistik Memberikan
kepercayaan
kepada
lembaga
&
masyarakat
daerah
untuk
menyelenggarakan proses kebijakan 3. Transparan Diketahui dengan sebenarnya oleh masyarakat 4. Partisipasi Harus dapat mengarahkan semangat partisipasi masyarakat 5. Rasional (profesional) Harus memperhatikan persyaratan kompetensi termasuk etika dan perilaku yang konsisten terhadap kebangsaan 6. Berkepastian Hukum Mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kebenaran 7. Akuntabilitas Menjamin keterpaduan seluruh proses kebijakan dan kebijakan itu sendiri
F. Ruang Lingkup Proses dan Pelaku Kebijakan Publik 1. Ruang Lingkup Proses Kebijakan Publik
Proses kebijakan publik merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan yang mencakup paling
tidak tiga kelompok kegiatan utama yaitu (a) pembuatan atau formulasi
kebijakan, (b) pelaksanaan kebijakan, (c) Evaluasi kinerja kebijakan. Proses formulasi atau pembuatan kebijakan dapat diberi pengertian dari berbagai disiplin ilmu. a) Dari sudut ilmu politik
Merupakan usaha merumuskan pembuatan kebijakan negara sebagai proses transformasi atau pengubahan input politik menjadi output politik. Proses kebijakan publik, input politik berupa tuntutan tuntutan kebijakan (policy
demand)
dari
masyarakat
selanjutnya
tuntutan
kebijakan
tersebut
ditransformasikan dan atau dianalisa oleh penguasa menjadi output politik berupa kebijakan-kebijakan sebagai suatu solusi dari tuntut b) Dari sudut stackeholders atau pelaku Pembentukan
kebijakan
yang bertanggungjawab
ialah
bahwa
prosesnya
melibatkan interaksi antara para ilmuwan, pemimpin organisasi profesi, para administrator dan para politisi. Pengertian lebih rinci yang mengakomodasi baik proses, pelaku maupun substansi yakni “Keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian masalah, perumusan kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dan arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi, monitoring dan peninjauan kembali.” Pada tahapan implementasi, harus ada kontrol dari publik, apabila kebijakan publik tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan atau bahkan menciptakan kesenjangan sosial, maka keputusan kebijakan publik tersebut perlu mendapatkan peninjauan kembali atau direvisi, ditunda, atau dibatalkan sama sekali. Administrasi negara pada dasarnya adalah suatu “sistem kebijakan. Proses kebijakan publik yang diawali dengan kegiatan penyusunan agenda kebijakan dilakukan berdasarkan masalah yang dihadapi. Pada proses pengembangan issue atau masalah tersebut peran masyarakat harus diberi ruang gerak disamping peran dari pemerintah. Untuk mengetahui kepentingan publik yang sebenarnya, pengembangan issue tersebut dapat dilakukan melalui berbagai saluran resmi seperti DPR,
DPD,DPRD dan eksekutif dalam bentuk public hearing , jajak pendapat, maupun saluran tidak resmi. Masyarakat mempunyai peran yang sangat menonjol dimana mereka mempunyai hak dan kesempatan untuk mempengaruhi pemerintah dalam penentuan skala prioritas.
2. Pelaku Kebijakan Publik
Keterkaitan dan peran stackeholder dalam proses kebijakan publik
Kebijakan Publik
Keterangan: Garis atau alur aspirasi Alur penetapan kebijakan publik
Gambar tersebut dapat digunakan untuk memahami siapa pelaku sebenarnya dari perumusan kebijakan publik. Masing-masing pemeran serta tersebut mempunyai kekhususan peran, meliputi warga negara biasa, pemimpin organisasi, anggota DPR, pimpinan badan legislatif, aktivis partai, pimpinan partai, hakim, PNS, ahli-ahli tehnik dan manajemen dunia usaha. Pelaku proses kebijakan publik pada dasarnya dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu resmi (Pemerintah, Presiden, MA) dan tidak resmi (Parpol, LSM,kelompok kepentingan, manajemen indidu). Berikut adalah penjelasan mengenai para pelaku pembuat kebijakan yang dibagi dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi.
a. Para pemeranserta resmi dalam Perumusan Kebijakan 1) Lembaga / Instansi Pemerintahan
Lembaga / instansi pemerintahan menjadi sumber utama mengenai usul-usul pembuatan Undang-undang dalam sistem politik. Lembaga/instansi tersebut secara khas tidak hanya menyarankan Undang-undang, tetapi juga secara aktif melakukan lobi dan menggunakan tekanan-tekanan dalam penatapan Undangundang. 2) Presiden (Eksekutif)
Presiden sebagai kepala eksekutif atau pemegang kekuasaan mempunyai peran yang sangat penting dalam perumusan kebijakan. Hal ini dimungkinkan oleh UUD 1945 yang memberikan wewenang kepada eksekutif untuk menjalankan pemerintahan. 3) Lembaga Yudikatif
Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945, pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia menganut sistem dua tahap yang tercermin dari bermuaranya pelaksanaan kekuasaan kehakiman pada lembaga (a) MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya, (b) MK, yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Lembaga pemegang kekuasaan legislatif mempunyai peranan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan. 4) Lembaga Legislatif
Di Indonesia lembaga legislatif di tingkat pusat yaitu DPR yang bersama-sama dengan pihak
eksekutif
(Presiden
dan
kabinetnya). Setiap peraturan
perundang-undangan yang menyangkut persoalan-persoalan publik harus mendapat persetujuan dari lembaga legislatif. b. Para Pemeranserta tidak resmi dalam Perumusan Kebijakan
Dikatakan tidak resmi karena meskipun mereka telibat aktif dalam perumusan kebijakan, akan tetapi mereka tidak mempunyai kewenangan yang sah untuk membuat keputusan yang mengikat. 1. Kelompok Kepentingan