MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN AMI
Disusun Oleh : Kelompok 2 : 1. Puji ida lestari 2. Westri lestari 3. Ihda putra nugraha 4. Ike firdaus fitriyana 5. Siti Rofingah 6. Indah Nurmawan s 7. Agung puji hartanto PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (TRANSFER) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP 2017
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Acute Myocardial Infarc (AMI) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya
nekrosis
miokard
yang
cepat
disebabkan
oleh
karena
ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001) Penyakit
Acute
Myocardial
Infarction
(AMI)
merupakan
penyebabkematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesiapada tahun 2002 dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO, 2008). Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di negara majudan diprediksikanmenjadi penyebab kematian terbesar di negara berkembang pada tahun 2020(Murray & Lopez, 1997). Tahun 2020 diperkirakan akan terdapat 25 jutakematian setiap tahun akibat penyakit kardiovaskular dimana hampir setengahnyaakibat penyakit jantung koroner. Pada tahun tersebut akan terdapat kenaikanangka mortalitas lebih dari 100% akibat penyakit jantung iskemi (Irawan, 2006). Penelitian Direktorat Jendral Pelayanan Medik Indonesia pada tahun 2007jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan dirumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakitjantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggiterjadi pada AMI (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) danpenyakit danpenyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009). Angka
kematian
pada
penyakit
kardiovaskular
di
Indonesia
meningkatsetiap tahunnya, tahun 2004 mendekati 30% dibandingkan tahun
1975 yang hanya 5%. DataSurvei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia saat ini menunjukkanpenyakit
serebrokardiovaskuler
adalah
penyebab
kematian
tertinggi di Indonesia.Sebuah penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota Penyebab terjadinya infark miokard akut adalah dengan proses berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain: arterosklerosis, trombus arteri, spasme, emboli koroner, anomali kongenital yang merupakan ganguan pada jantung seperti: hipertrovi ventrikel , dan penyakit sistemik seperti anemia oleh penyebab kapasitas pembawa oksigen bisa mengakibatkan iskemik jantung bila tidak tertolong akan mengakibatkan kematian jantung yang disebut infark miokard (Kasron, 2012). Beberapa penanganan manajemen nyeri di keperawatan diantaranya terapi oksigen, posisi semi fowler, relaksasi distraksi, dan dzikir. Dari
latar
belakang
diatas
penulis
tertarik
mengambil
Manajemen Nyeri pada pasien AMI. 2. Rumusan masalah Bagaimana penanganan manajemen nyeri pada pasien IMA 3. Tujuan Untuk mengetahu penanganan manajemen nyeri pada pasien IMA
judul
BAB II PEMBAHASAN
A.
KONSEP NYERI 1. Pengertian Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Nyeri seringkali dikaitkan dengan kerusakan pada tubuh yang merupakan peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun potensial. (Sulistyo, Andarmoyo. 2013). Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespon tehadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara, misalnya berteriak, menangis, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, dan universal. Dalam banyak literatur menyebutkan bahwa adanya definisi nyeri yang berbeda-beda dan hal ini merefleksikan bahwa sifat nyeri yang subjektif sehingga ada keragaman dalam cara memahami dan mengkategorikan pengalaman manusia yang kompleks ini (Mayangsari, Intan. 2016) Dari definisi diatas nyeri merupakan pengalaman emosional dan potensial. Kerusakan jaringan yang bersifat individu.
2. Karakteristik Nyeri Nyeri dapat diklarifikasikan kedalam berbagai kedalam beberapa golongan berdasarkan pada waktu lamanya serangan (smeltzer dan bare, 2002). a. Berdasarkan lamanya nyeri 1) Nyeri akut pengalaman sensori emosional yang tidak menyenangkn kerusakan jaringan aktual potensional, kerusakan yang tiba-tiba atau lambat, dari intensitas ringan sampai berat yang berlangsung kurang dari 6 bulan 2) Nyeri kronis merupakn pengalaman sensori atau emosional yang tidak menyenangkn kerusakan jaringan aktual potensional, kerusakan yang tiba-tiba atau lambat, dari intensitas ringan sampai berat yang berlangsung lebih dari 6 bulan 3)
Jenis nyeri
Jenis nyeri dibagi menjadi 3 : a. Nyeri perifer Nyeri perifer dibagi menjadi 3 (Wahid Iqbal Mubarok, 2007), yaitu 1) Nyeri superfisial nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa. 2) Nyeri viseral yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri dirongga abdomen, kranium dan thorax.
3) Nyeri alih yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri. b. Nyeri sentral Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis, batang otak, dan thalamus. c. Nyeri psikogenik Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Biasanya nyeri timbul karena faktor psikologis bukan fisiologis.
3. Perencanaan Menurut Nurarif & Kusuma. (2015) Perencanaan Masalah Keperawatan 1.
Nursing Outcome Classication (NOC)
a.
Comfort Level (tingkat kenyamanan) menurut Nurarif .A & Kusuma, H. (2015)
1) Melaporkan kesejahteraan fisik 2) Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala 3) Melaporkan kesejahteraan psikologis 4) Mengekspresikan kepuasan hati dengan lingkungan fisik 5) Mengekspresikan kepuasan hati dengan lingkungan sosial 6) Mengekspresikan kepuasan dengan tingkat kebebasan b. Pain control (kontrol nyeri) Menurut Nurarif & Kusuma. (2015) Kriteria hasil :
1) Mengenal penyebab nyeri 2) Tindakan pencegahan 3) Mengenal onset nyeri 4) Tindakan pertolongan non analgesik 5) Menggunakan analgesik secara tepat 6) Menggunakan sumber-sumber yang ada 7) Mengenal gejala nyeri 8) Melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan 9) Melaporkan kontrol nyeri c. Paint level (tingkat nyeri) Menurut Nurarif & Kusuma. (2015) Kriteria hasil : 1)
Melaporkan nyeri
2)
Pengaruh pada tubuh
3)
Frekuensi nyeri
4)
Lamanya episode nyeri
5)
Ekspresi mulut saat nyeri
6)
Ekspresi muka saat nyeri
7)
Kegelisahan, ketegangan otot
8)
Perubahan nadi
9)
Perubahan ukuran pupil
2. Nursing Interventions Classification (NIC) menurut Nurarif & Kusuma. (2015)
a. Paint management 1) Lakukan pengkajian nyeri akut secara komperhensif Termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi 2) Observasi reaksi non verbal 3) Gunakan teknik komunikasi traupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri nyeri akut pasien 4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri akut 5) Evaluasi pengalaman nyeri akut masa lampau 6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhii nyeri akut seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 7) Kurangi faktor prespitasi nyeri akut 8) Kaji sumber nyeri akut untuk menentukan intervensi 9) Ajarkan tentang relaksasi distraksi, nafas dalam, imajinasi terbimbing, kompres hangat 10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 12) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 13) Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri 14) Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri. 3.
Analgecik administrataion menurut Nurarif & Kusuma. (2015)
1) Tentukan lokasi , karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2) Cek intruksi dokter tentang jenis obat,dosis, dan frekuensi 3) Cek riwayat alergi 4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari Satu 5) Tentukan plhan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 6) Tentukan analgesik, pilihan, rute pemberian, dosis optimal 7) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 8) Monitro vital sign, sebelum, sesudah pemberian analgesik pertama kali. 9) Pemberian analgesik tepat waktu saat nyeri hebat
4. Etiologi Etiologi nyeri akut menurut Wahit Chayatin. Mubarok (2007) yang trauama pada jaringan tubuh iskemia jaringan, spasme otot yaitu suatu keadaan kotraksi yang tidak didasari atau tidak dikenali dan sering menimbulkan rasa sakit, inflamasi, pembengkakan jaringan post oprasi yang dilakukan pembedahan, faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri akut :
a.
Umur Umur dan tahapan perkembangan seserang merupakan variable penting mempengaruhi reaksi ekpresi terhadap nyeri akut. Anak-anak cendeung kurang mampu mengungkapkan nyeri akut yang mereka rasakan dibandingkan dengan orang dewasa( Perry & Potter , 2007 ).
b.
Lingkungan dan dukungan orang terdekat Banyak orang yng merasakan, lingkungan pelayanan kesehatan yang asing khususnya cahaya, kebisingan, dapat menambh nyeri yang dirasakan. Beberapa klien menggunakan nyerinya untuk memperoleh perhatian khusus dan pelayanan dari keluarganya (Perry & Potter, 2007).
c.
Kecemasan dan sensor lain Nyeri akut biasanya beertambah parah saat cemas, otot merenggang dan kelelahan muncul. Studi menunjukan bahwa klien yang dianjarkan sebelum operasi tentang apa yng dihadapi setelah operasi, tidak membuktikan analgetik sebanyak orang yang menjalankan prosedur operasi yang sama tapi tidak diberikan pendidikan sebelum operasi (Carol dan Priscillia, 2007).
d.
Pegalaman nyeri yang lalu Beberapa klien tidak pernah mengalami nyeri akut hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akut yang diasakan nanti, umumnya orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya
cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri akut yang hebat (Carol dan Priscilla, 2007).
5. Patofisiologi Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat deduktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar implus nyeri. Serabut saraf ini disebut serabut saraf nyeri, sedangkan jaringan tersebut juga disebut jaringan peka nyeri. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung pada jenis-jenis jaringan yaang dirangsang. Serta pada kondisi mental dan fisiknya. Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Noseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi diseluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat dikulit. (Carol dan Priscillia, 2007). Nosiseptor terletak dijaringan subkutis, otot rangka dan sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini juga disebut stimulus noksius. Selanjutnya stimulus noksius ditranmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan emosi dan perasaan tidak menyenangkan sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat proses tersendiri yaitu transduksi, presepsi. (Carol dan Priscillia, 2007).
tranmisi modulasi dan
a.
Proses tranduksi Tranduksi nyeri adalah adalah rangsangan nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat berupa rangsangan fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia (Carol dan Priscillia, 2007).
b. Proses transmisi. Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornue dorsalis menuju korteks serebri. Saraf sensori perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut neuron afferen primer (Carol dan Priscillia, 2007). c. Proses modulasi Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem anagesi endogen yang dihasilkanoleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis (Carol dan P riscillia, 2007). d. Proses persepsi Proses presepsi adalah hasil akhir proses interksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses
transduksi, transmisi,dan modulasi yang
pada gilirannya menghasilkan sesuatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. (Carol dan Priscillia, 2007).
5. Manifestasi Klinis Manfestasi Klinis Nyeri Menurut Nurarif & Kusuma. (2015) a.
Melaporkan secara verbal dan non verbal
b.
Posisi antalgik (menghindari nyeri)
c.
Gerakan melindungi
d.
Tingkah laku berhati-hati
e.
Muka topeng (nyeri)
f.
Gangguan tidur
g.
Terfokus pada diri sendiri
6. Penatalaksanaan 1.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis melibatkan opiat (narkotik), nonopiat atau obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obatobatan adjuvans atau koanalgesik. (Berman,et al. 2009). Nonopiat (analgesik non narkotika) termasuk obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja diujug saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan didaerah luka (Berman,et al. 2009).
2.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis
a. Distraksi
Distraksi diduga diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditranmisikan ke otak (smeltzer dan bare, 2002). b. Imajinasi terbimbing Imajinasi terbimbing untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan meningkatkan nyeri (smeltzer dan bare, 2002). c. Teknik relaksasi Yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan meningkatkan nyeri (smeltzer dan bare, 2002) 7. Pengkajian nyeri secra khusus Menurut Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo. (2010) mendefinisikan karakteristik nyeri dibagi menjadi Metode P, Q, R, S, T yaitu: a.
Faktor Pencetus (P : Provocate) Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010) mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera..
b.
Kualitas (Q : Quality) Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010) Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimatkalimat :tajam, tumpul, berdenyut, berpindah- pindah, seperti tertindih, perih, termasuk lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c.
Lokasi (R : Region) Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang merasakan tidak nyaman oleh klien.Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik (menyebar).
d.
Tingkat keparahan pasien (S: Skala) Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010) Tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif.
Pada
pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat pengalaman nyeri pada masing-masing individu berbeda beda. Berikut beberapa skala penilaian nyeri pada pasien menurut Donovan&Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010) : 1) Verbal Descriptor Scale (VDS )
Verbal Descriptor Scale (VDS ) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala deskriptif verbal merupakan
sebuah
garis
yang
terdiri
dari
beberapa
kalimat
pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. .
0
1
2
3
4
Nyeririn gan
Tid ak nye ri
5
6
7
Nyerisedan g
8
9 10
Nyerib eratter kontrol
Nyeri berat tidakt erkont rol
Gambar 1 Verbal Descriptor Scale (VDS ) 2) Numerical Rating Scale (NRS ) Numerical Rating Scale (NRS ) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10.Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien.Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
0
1
Tidak nyeri
2
3
4
5
6
Nyeri sedang
7
8
9
10
Nyeri hebat
Gambar 2 Numerical Rating Scale (NRS ) (0-10) 3) Visual Analog Scale (VAS ) Visual Analog Scale (VAS ) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiiki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang dirasakan.Skala Analog Visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
0 Tidak nyeri Gambar 3 Visual Analog Scale (VAS ) Keterangan: 0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan Secara obyektif klien dapat berkomunikasi. 4-6 : Nyeri sedang
10 Nyeri sangat hebat
Secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri dapat mendiskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah dan masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri tidak dapat mendiskripsikan, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 :Nyeri sangat berat Pasien sudah tidak mampu berkomunikasi dan memukul. 4)
Skala wajah Skala dengan enam gambar dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan.Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi pada anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
Gambar 4.1 Skala nyeri yang dikembangkan Wong & Baker
Gambar 4.2 Skala nyeri yang dikembangkan Wong & Baker e. Durasi (T : Time) menurut Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo.S.N, (2010)) Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, rangkaian nyeri.
Perawat dapat menanyakan : “Kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari ?” , “Seberapa sering nyeri kambuh ?”, atau dengan kata-kata lain yang semakna. Dari data obyektif yang timbul pada diagnosa keperawatan nyeri pada Nyeri yaitu: 1. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
2. Respon autonomik (misalnya, diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil) 3. Perilaku dikstrasi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan atau aktivitas lain, aktivitas berulang) 4. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela nafas panjang) 5. Perilaku menjaga atau sikap melindungi 6. Gangguan tidur(mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan menyeringai).
B. DEFINISI AMI 1. Pengertian Acute Myocardial Infarc (AMI) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya
nekrosis
miokard
yang
cepat
disebabkan
oleh
karena
ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (M. Widiastuti Samekto, 13 : 2001) Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare, 768 : 2002)
2. Etiologi (kasuari, 2002)
1. Faktor penyebab a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
b.
Faktor pembuluh darah
Ateroskerosis
Spasme
Arteritis
Faktor sirkulasi
Hipotensi
Stenosos aurta
Insufisiensi
Faktor darah
Anemia
Hipoksemia
Polisitemia
Curah jantung yang meningkat :
Aktifitas berlebih
Emosi
Makan terlalu banyak
c. Kebutuhan oksigen meningkat pada :
Kerusakan miocard
Hipertrofi miocard
Hypertensi diastolic
3. Manifestasi Klinis Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering kita lihat pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan
beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack)Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut: a. Nyeri Dada Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan
nyeri dada.
Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. b. Sesak Nafas Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: 1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial 2. Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. 3. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. 4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat. 5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan 6. Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas. c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan d. Gejala Lain Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas) 4. Tanda dan gejala 1)
1) Nyeri : a. Nyeri yang terjadi secara mendadak dan terus menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama. b.
Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangatlah sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri) d. Nyeri dapat menjalar kearah rahang dan leher e. Nyeri sering diserta dengan sesak nafas, pucat, dingin, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. 5. Komplikasi a. Aritmia b. Bradikardia sinus c. Irama nodal d. Gangguan hantaran atrioventrikular e. Gangguan hantaran intraventrikel f. Asistolik g. Takikardia sinus h. Flutter atrium i.
Fibrilasi atrium
j.
Takikardia atrium multifokal
k. Kontraksi prematur ventrikel l.
Flutter dan Fibrilasi ventrikel
m. Renjatan kardiogenik
6. Pemeriksaan penunjang 1. EKG Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q.patologis 2. Enzim jantung CPKMB, LDH, AST 3. Elektrolit Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, hipokalemi , hiperkalemi 4. Sel darah putih Leukosit ( 10.000-20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan inflamasi 5. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada ke-2 ke-3 AMI, menunjukan inflamasi 6. Klinis Mungkin normal, tergantung abdominalitas fungi dan perfusi organ akut atau kronis 7. Kolesterol atau trigesida serum Meningkat, menunjukkan ateriosclerosis sebagai penyebab AM I 8. Foto dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaranjantung diduga GJK atau aneurisma vetrikular
BAB III TATALAKSANA NYERI A. Penanganan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan
jantung,
menurunkan
beban
kerja
jantung
(memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI: 1. Proses relaksasi secara fisiologis akan membalikkan efek stres yang melibatkan bagian parasimpatik dari sistem saraf pusat tersebut (Domin, 2001). Relaksasi akan menghambat peningkatan saraf simpatik, sehingga hormon penyebab disregulasi tubuh dapat dikurangi jumlahnya. Sistem saraf parasimpatik yang memiliki fungsi kerja berlawanan dengan saraf simpatik, akan memperlambat atau memperlemah kerja alat-alat internal tubuh. Sehingga terjadi penurunan tanda-tanda vital seperti detak jantung, irama nafas dan tekanan darah, ketegangan otot, tingkat metabolisme, dan produksi hormon penyebab stress. Seiring dengan penurunan tingkathormon penyebab stress, maka seluruh badan mulai berfungsi pada tingkat lebih sehat dengan lebih banyak energi untuk penyembuhan (healing), penguatan (restoration), dan peremajaan (rejuvenation) (Domin, 2001). Hasil penelitian diatas juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa relaksasi Islami yang diberikan selama kurang lebih 20 menit mampu menurunkan kecemasan pada pasien AMI ketika diberikan pada awalmasukICU(Mardiyono, 2011) Respon nyeri tidak lepas dari peran reseptor nyeri atau disebut juga dengan nosiseptor yang mencakup ujung saraf bebas yang berspon terhadap berbagai stimulus termasuk nyeri. Zat kimia yang menyebabkan nyeri adalah histamin, bradikinin, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hidrogen. Masing-masing zat tersebut tersebut tertimbun ditempat cidera sel, hipoksia, atau
kematian sel (Corwin, 2009). Hal inilah yang terjadi pada pasien AMI yang pada bagian myocardial terdapat infark. Berdasarkan
bukti
eksperi-mental
menunjukkan
bahwa
kemungkinan transmisi stimulus nyeri dari medula spinalis ke otak dapat dipengaruhi oleh neuron desenden yang mencetuskan potensial aksi
pada
sel
meningkatkan
medula transmini
spinalis.
Input
stimulusnyeri
desenden atau
dapat
spina
dapat
mengurangi
kemungkinan bahwa stimulus dipersepsikan sebagai nyeri. Jaras desenden ini dapat dioptimalkan sehingga mampu mempengaruhi persepsi
dan
toleransi
nyeri
penderita
dengan
menekankan
kemampuan jaras desenden melalui teknik distraksi atau relaksasi (Corwin,
2009).
Prinsip
ini
kemudian
yang
diadopsi
untuk
menurunkan nyeri mengunakan relaksasiIslami. Penurunan nyeri pada pasien AMI diatas selaras dengan penggunaan relaksasi Islami berupa SEFT yang pernah dilakukan oleh Hakam (2009) dengan hasil penurunan nyeri pada pasien yang diberikan terapi relaksasi dikombinasikan dengan analgesik lebih baik daripada pasien yang diberikan analgesik saja. Senada dengan penelitian
tersebut,
hasil
penelitian
lain
(Yuniarsih,
2014)
menunjukkan penurunan nyeri pada pasien yang diberikan terapi SEFT. Penelitian lain (Sitepu, 2009) menerapkan terapi dzikr selama 30 menit untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi pada 6-8 jam dan 24-30 jam pada pasien Muslim dengan hasil penurunan yang signifikan antara sebelum dan sesudah terapi(p<0,01). Kondisi relaks yang dihasilkan melalui proses relaksasi dapat memberikan pengaruh terhadap skala nyeri didasarkan pada teori Gate Control (Ganong, 2002) yang menjelaskan bahwa nyeri yang terjadi pada seseorang akibat adanya rangsang tertentu dapat diblok ketika terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan stimulus pada serabut yang
mengirimkan sensasi tidak nyeri diblok pada sirkuit gerbang penghambat. Pemblokan ini dapat dilakukan melalui pengalihan perhatian ataupun dengan tindakan relaksasi (Andersen et. al, 2005). 2. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal dsn memposisikan setengah duduk atau semi fowler . Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul. Pengaruh saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigen binasal kanul pada responden infark miokard akut Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05) maka disimpulkan bahwa ada pengaruh perubahan saturasi oksigen yang sangat signifikan sebelum pemberian terapi oksigen dengan setelah pemberian terapi oksigen pada pasien infark miokard akut RSUD Dr. Moewardi di Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan terapi oksigen binasal kanul dapat mengembalikan saturasi oksigen dari kondisi hipoksia ringan ke kondisi normal secara bermakna. Dimana pada pasien dengan infark miokard terjadi sumbatanataupun penyempitan arteri koroner secara mendadak yang menyebabkan jaringan miokard mengalami iskemik, maka dengan pemberian terapi oksigen dapat mempengaruhi tonus otot arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi dari arteri koroner (sebagaimana kondisi hipoksia dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner), sehingga suplai darah dan oksigen ke jaringan miokard yang mengalami iskemik dapat kembali baik yang pada akhirnya dapat mempertahankan fungsi pompa ventrikel dan fungsi sistim kardiovaskuler secara umum sebagai salah satu sistim transportasi oksigen yang menentukan saturasi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika Berman,et al, (2009). Buku Ajar Praktek Kepe rawatan Klinis, EGC, Jakarta. Carol dan priscillia, (2007), Ilmu Penyakit Dalam Jillid II, Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Donovan&Girton 1984, dalam Prasetyo.S.N, 2010, Buku konsep Asuhan Keperawatan Nyeri edisi pertama, GrahaIlmu, Yogyakarta Diasta bagas, et al, Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja Di AL-Hikmah, Trayon, KarangGede, Boyolali. Diss Univweritas
Muhammadiyah
surakarta,
2016.
http://Scholar.Google.co.id/scholar?q=penelitian+nyeri+akut+pada+ga stritis+di+jawa+tengah &btnG=&HL=Id&as_sdt=0%2C5 Kozier,dkk.2010. Buku Ajar Fundamental Konsep, Proses, & Praktik jilid 2. Jakarta : EGC Nurarif & Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Sulistyo. "Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri." (2013).Potter, P.A., & Perry A.G, (2007). Buku ajar F undamental : K onsep, proses dan praktek . Jakarta. EGC.
Tamsuri . 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri . E disi 8, Vol 2. Jakarta : EGC. Wahit dan Chayatin, (2007), Buku Ajar Kebutuhan Dasar manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik, Jakarta : EGC
Brunner dan Suddarth, (2002). Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Penerbit Buku kedokteran EGC: Jakarta. http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/viewFile/138/128