Sudah Benar-Benar Menerapkan SMKP Atau SMK3 Lainnya ? Kenapa Masih Insiden August 17, 2017 Darmawan Saputra Safety Safety,, SMKP Minerba, Minerba, Tentang SMKP 0
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan merupakan produk dari Kementrian ESDM SMK SM K P Mine Mi nerba rba – Sistem yang diatur di dalam Permen ESDM No 38 Tahun 2014. Kehadiran SMKP sendiri memberikan angin segar kepada pemerhati K3 di pertambangan, pasalnya industri pertambangan merupakan salah satu bidang industri dengan karakteristik Risiko Tinggi yang perlu terus dikendalikan agar tidak terjadi kerugian, terganggunya operasional, kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sejak dikeluarkannya pada akhir tahun 2014, SMKP terus menjadi perhatian khusus bagi perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan pertambangan mineral mineral dan batubara. batubara. Tidak seperti sistem sistem manajemen manajemen lainnya, SMKP hadir dengan mewajibkan seluruh perusahaan di industri pertambangan baik perusahaan pertambangan maupun perusahaan jasa pertambangan pertambangan untuk menerapkan menerapkan SMKP. Tidak tanggung-tanggung, untuk membuat perusahaan benar-benar menerapkan menerapkan SMKP ini telah disiapkan pasal yang menerangkan menerangkan tentang sanksi yang yang akan diberikan jika jika tidak menerapkan, menerapkan, mulai penyetopan penyetopan sebagian sampai pencabutan ijin.
Sudahkah Perusahaan Tempat Anda Bekerja Menerapkan SMKP ? Harapannya Sudah…. Menerapkan SMKP bisa dibilang “Gampang-Gampang “ Gampang-Gampang Susah“, Susah“, mengapa demikian ? Bagi perusahaan yang sudah terbiasa menerapkan sistem manajemen manajemen seperti SMK3, ISO atau OHSAS tentu tidak akan kesulitan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan mengimplementasikan SMKP Minerba karena persyaratan yang diminta oleh sistem manajemen ini tidak berbeda jauh dari Sistem Manajemen pendahulunya. Namun bagaimana dengan dengan Perusahaan yang yang belum terbiasa terbiasa menjalankan sistem, sistem, terutama terutama perusahaan jasa pertambangan dengan dengan skala kecil seperti seperti suplier atau penyedia penyedia jasa lain. lain. Perusahaan ini akan mengalami mengalami kesulitan dalam menjalankan SMKP, terlebih jika mereka tidak memiliki kemauan kuat untuk menerapkanny menerapkannya. a.
Apakah Sistem Manajemen Berdampak Positif Terhadap Kinerja K3 ? Pertanyaan ini juga memiliki tantangan bagi praktisi K3, pasalnya adalah tidak jarang level manajemen perusahaan (termasuk (termasuk pemilik modal) modal) mempertanyakan hal itu “Bagaimana korelasi antara menerapkan Sistem manajemen dengan perbaikan Kinerja K3 ?” Pertanyaan seperti ini cukup beralasan, karena di beberapa perusahaan yang pada dasarnya sudah menerapkan Sistem manajemen K3 masih saja terjadi kecelakaan. Bagaimana jika pertayaan itu dirubah menjadi “ Apakah “ Apakah Perusahaan Sudah Sudah Menerapkan Dengan SungguhSungguhSungguh Sistem Manajemen Tersebut ? atau hanya sekedar pemenuhan elemen/klausul saja ?” Menerapkan Sistem Manajemen memang dinilai akan menambah budget bagi sebagian pengusaha, inilah yang menyebabkan penerapan Sistem Manajemen tidak benar-benar berjalan. Disamping itu, karena kurangnya kesadaran akn pentingny pentingnyaa Sistem Manajemen membuat sebagian orang yang menjalankan merasa terbebani (mendapat tambahan kerja). Hasil audit menunjukkan pencapaian yang rendah, dan tidak ada keinginan untuk membenahi. Padahal Audit merupakan salah satu tools bagi perusahaan untuk menangkap ketidaksesuaian yang ada di dalam bisnis yang sedang mereka jalankan, sehingga bisa dibenahi sedini mungkin.
Pendekatan Secara Sistem Manajemen Untuk Kinerja K3 Yang Lebih Baik Clare Galagher dalam bukunya yang berjudul Health berjudul Health and Safety Management Management Systems : An Analysis Analysis of System Types and Effectiveness menyatakan ada hubungan yang erat antara penerapan sistem manajemen dengan performance K3 K3 di tempat kerja. Penelitian dilakukan pada tahun 1992 dengan melibat melibatkan kan 146 perusahaan dengan kriteria “Perusahaan dengan sistem manajemen yang baik” dan “perusahaan dengan sistem manajemen yang buruk”. Elemen yang dipelajari dalam penilitian ini mencakup:
Pengelolaan organisasi Perenanaan
Integrasi dengan sistem manajemen perusahaan program K3 (Inspeksi, Investigasi, Prosedur, Pelatihan dan Pembelian)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki Kinerja K3 yang bagus merupakan perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen dengan baik, dan sebaliknya Perusahaan yang menerapkan sistem manajemen dengan buruk menunjukkan hasil bahwa dukungan dari senior manajemen sangat minim dan kinerja K3 tidak menunjukkan hasil yang baik. Penelitian yang dilakukan Clare Galagher menjawab keraguan tentang pentingnya menerapkan Sistem Manajemen K3 untuk menuju kinerja K3 yang lebih baik. Pada sebagian kasus mungkin akan terkesan kontradiksi, bahwa kecelakaan masih terjadi pada perusahaan yang sudah menerapkan Sistem Manajemen, dan sebaliknya pada perusahaan yang tidak memikirkan sistem justru tidak terjadi kecelakaan. Untuk menjawab itu, berikut analoginya : 1. 2. 3. 4.
Poor Input – Poor Output – > Sangat wajar karena buruk Poor Input – Good Output – > Keberuntungan Good Input – Poor Output – > Ada yang salah dalam penerapannya Good Input – Good Output – > Berhasil
Mari untuk saling berbenah di tempat kerja masing-masing, membangun dan mengimplementasikan Sistem manajemen Keselamatan Pertambangan dengan sepenuhnya agar kinerja K3 terus membaik dari waktu ke waktu.
Membangun Budaya 5R di Area Kerja August 16, 2015 Darmawan Saputra apa itu 5R , artikel tentang 5R atau 5S, contoh 5R budaya kerja jepang, makalah konsep 5R , membangun budaya 5R di perusahaan , pengertian 5R , Safety 1
Konsep 5R Dalam Perusahaan – Kerapihan tempat kerja dan kedisiplinan pekerja untuk menata area kerjanya menjadi faktor penting untuk meningkatkan efisiensi kerja. Tempat kerja yang tidak tertata dan penempatan peralatan atau perkakas yang tidak rapi dapat menghambat kelancaran pekerjaan, dan akan membuat waktu penyelesaian pekerjaan juga semakin lama. Konsep 5R atau 5S yang yang merupakan budaya kerja negara Jepang memberikan solusi untuk mengatasi problem housekeeping ini. Konsep 5R adalah konsep pemanfaatan tempat kerja yang mencakup peralatan, dokumen, bangunan atau ruangan, untuk menciptakan area kerja yang rapi dan meningkatkan disiplin kerja. Mengapa Perlu menerapkan 5R di Perusahaan ? 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Meningkatkan efisiensi kerja Meningkatkan produktifitas Meningkatkan Kualitas Kerja Meningkatkan Kinerja Keselamatan dan Kesehatan kerja Meningkatkan rasa kedisiplinan Meningkatkan citra perusahaan Bagaimana Menurut Anda Meja Kerja di Bawah ini…?
pic/kupukupukuningku Kaitan kerapihan dengan keselamatan kerja sangatlah erat, area kerja yang tidak rapi dapat menyebabkan kecelakaan, area kerja yang tidak bersih juga berbahaya. Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai 5R atau 5S sangat membantu menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman. 5R atau 5S terdiri dari Ringkas (Seiri), Rapi (Seiton), Resik (Seiso), Rawat (Seiketsu), Rajin (Shitsuke).
Ringkas (Seiri) Ringkas dapat dilakukan dengan cara menyingkirkan barang-barang, atau berkas yang tidak diperlukan dan memisahkan berkas atau barang yang sering digunakan dan yang jarang digunakan. Kebiasaan menyimpan atau mengumpulkan barang-barang tanpa mengetahui kapan akan digunakan akan menjadi sampah di area kerja kita, penumpukan barang-barang ini kan membuat area kerja tidak ringkas. Kebiasaan seperti itu akan memerlukan ruang yang semakin luas untuk menampung barang-barang tersebut.
Rapi ( Seiton) Anda pernah mengalami kehilangan alat tulis disaat-saat mendesak, atau kesulitan mencari berkas..? Entah karena tertinggal di ruangan lain atau karena lupa meletakkan, itu tanda bahwa tempat kerja anda tidak rapi.
Rapi dapat dilakukan dengan mengatur barang-barang pada tempat yang telah disiapkan agar mudah di akses dan lebih efektif. Berikat label-label untuk memudahkan dalam mengakses, dan letakkan barang yang berat di bagian bawah serta yang ringan di bagian atas.
Resik (Seiso) Bersihkan seluruh area kerja agar lebih bersih, mulailah membersihkan dari bagian paling atas dan lanjutkan ke bagian bawah sampai semua area dibersihkan. Lakukan penggantian untuk barang atau perlengkapan yang mungkin sudah tidak layak, seperti kabel, lantai kerja yang rusak, selang yang bocor, keran yang rusak, dan sebagainya.
Rawat (Seiketsu) Kondisi area kerja yang sudah rapi dan resik harus terus dijaga konsistensinya, buatlah standar prosedur untuk dijadikan acuan oleh seluruh karyawan. Buatlah standar seperti warna label atau garis demarkasi di area kerja. Standar ini harus disahkan dan diletakkan pada area yang mudah dilihat oleh seluruh karyawan.
Rajin (Shitsuke) Semua konsep yang telah diterapkan ini harus tetap dijaga, untuk membantu agar penerapan 5R ini dapat terus dijaga dapat dilakukan dengan :
Pengembangan kesadaran karyawan, Inspeksi atau Audit 5R Lomba 5R Kampanye 5R (rambu, spanduk, banner, dan lainnya) Lompa Ide perbaikan (Continuous Improvement)
Membangun budaya 5R di perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan, oleh karena itu peranan level managemen sangat memegang peranan penting untuk memberikan contoh dan menjadi panutan dalam membangun budaya 5R di perusahaan. Aturan yang jelas dan pelaksanaan audit yang terus menerus sangat diperlukan, bila diperlukan perlu adanya aturan mengenai sangsi terhadap karyawan yang tidak melaksanakannya.
Cara Mengelola Fatigue di Area Kerja February 14, 2015 Darmawan Saputra cara mengidentifikasi fatigue, Fatigue, Fatigue management plan, program pencegahan fatigue, Safety 0
Pengelolaan Fatigue – Fatigue merupakan hal yang sangat penting untuk dikelola, data s tatistik menunjukkan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh fatigue cukup tinggi. Beberapa kecelakaan mengakibatkan kerusakan harta benda, cidera pada pekerja, dan bahkan sampai kehilangan nyawa. Dengan besarnya dampak yang ditimbulkan, maka fatigue harus dikelola dengan tujuan untuk menekan tingkat kecelakaan dan kerugian akibat kecelakaan. Manajemen risiko fatigue dapat dilakukan untuk membuat kebijakan yang mengatur tentang fatigue dan membangun kesadaran pekerja terhadap bahaya fatigue. Perencanaan manajemen fatigue harus dilakukan apabila suatu kegiatan operasional mencakup: 1. 2. 3.
Tidak hanya dilakukan pada siang hari Lebih dari 48 jam dalam seminggu, termasuk lembur, keadaan emergensi, dan lain-lain. Tidak memiliki 2 hari libur selama 7 hari (seminggu)
Perencanaan manajemen fatigue juga harus dilakukan apabila bahaya Fatigue teridentifikasi pada risk assessment (HIRA/IBPR).
Apa yang harus dicover dalam manajemen fatigue? Perencanaan manajemen fatigue harus mencakup level manajemen, staff, dan kontraktor, yang bekerja sesuai dengan waktu yang ditetapkan (roster) maupun pekerjaan yang tidak terencana seperti lembur, on call duty, dan keadaan emergensi yang mengakibatkan pekerja melebihi waktu kerja yang ditentukan.
Bagaimana mengembangkan dan mengimplementasikan manajemen fatigue? Pada dasarnya pendekatan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan fatigue manajemen plan ini dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen yang lain yang ada pada perusahaan tersebut.
Kebijakan dan komunikasi adalah hal utama Pengembangan dan implementasi manajemen fatigue diawali dengan pembuatan kebijakan yang mengatur tentang risiko fatigue dan membangun prosedur konsultasi. Konsultasi sangat penting dalam mengembangkan perencanaan yang efektif. Bagaimana suatu kebijakan disosialisasikan dan dimengerti oleh setiap pekerja, diatur dalam prosedur konsultasi/komunikasi. Selain itu, ini juga sangat berguna untuk mengidentifikasi peran dan tanggung jawab setiap pekerja dalam mengimplementasikan program perencanaan ini. Pendekatan manajemen risiko yang terdiri dari identifikasi, penilaian risiko, pengendalian dan evaluasi harus dikembangkan dan diimplementasikan. hal ini akan memerlukan training sebelum program dikembangkan, dan menjadi bagian dari imlementasi. Perencanaan manajemen fatigue harus didokumentasikan dan diimplementasikan. efektifitas dari semua kontrol harus dipantau dan dievaluasi, dan hasilnya digunakan untuk meninjau perencanaan secara teratur. Tujuannya adalah untuk menghasilkan perencanaan menejemen fatigue, untuk mengimplemantasikan rencana yang ada, dan untuk mengintegrasikan manajemen fatigue dengan sistem manajemen yang sudah ada.
Bagan alur manajemen fatigue Kesimpulannya bahwa pengembangan dan implementasi program perencanaan manajemen fatigue memerlukan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Membuat kebijakan perusahaan Konsultasi dengan pekerja Menentukan tugas dan tanggung jawab setiap pekerja Identifikasi bahaya, penilaian risiko, kontrol dan evaluasi Dokumentasi dari perencanaan Implementasi Mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur
8.
Review secara berkala dan perbaikan secara terus menerus
Sumber: Fatigue management plan (NSW)
Mengapa Harus Menggunakan Helm Safety di Dalam Unit November 24, 2015 Darmawan Saputra alat Pelindung Diri, HIRA / IBPR , Keselamatan dan kesehatan kerja, kewajiban menggunakan helm safety saat bekerja , Penggunaan helm keselematan saat bekerja, Safety 0
Penggunaan APD di Dalam Sarana (LV) – Alat pelindung dir i (A PD ) merupakan salah satu kewajiban yang harus digunakan dan dirawat oleh pekerja di tempat kerja, tujuan dari penggunaan APD adalah untuk mengurangi risiko yang dapat menimpa pekerja. Di dalam Hirarki Pengendalian Risiko, APD merupakan langkah terakhir yang digunakan untuk mengendalikan risiko yang terbaca dalam Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko (IBPR/HIRADC). Dalam Group SHE di media sosial ada yang menanyakan terkait penggunaan Safety Helmet di dalam mobil sarana (Light Vehicle), padahal di dalam unit tersebut sudah terdapat seat belt dan ROPS untuk mengurangi tingkat keparahan ( severity) pada saat terjadi kecelakaan. Untuk menjawab hal tersebut, perlu ditelaah terlebih dahulu mengapa hal tersebut bisa diterapkan. Sebagai gambaran bahwa tidak semua perusahaan tambang dan industri lainnya menerapkan peraturan penggunaan helm di dalam mobil.
Apa dasar pengambilan kebijakan penggunaan safety helmet di dalam mobil? Pengambilan kebijakan tersebut tentunya didasari dari Risk Assessment yang dilakukan perusahaan tersebut. Perusahaan menilai bahwa risiko dari aktivitas mengemudikan kendaran (mobil) belum bisa diterima (Unacceptable).
Apa fungsi dari Seat Belt dan ROPS, Kalau belum bisa menurunkan Risiko?
Pemasangan ROPS dan penggunaan Seat Belt tentunya sangat membantu dalam menurunkan risiko, penggunaan kedua kendali tersebut dapat menurunkan tingkat keparahan ( severity). Hal ini berfungsi jika terjadi kecelakaan. Bagaimana kontrol terhadap benturan di kepala saat pengoperasian unit? Bagaimana benturan di kepala saat terjadi kecelakaan? Kesimpulannya adalah penggunaan safety helmet di dalam kabin unit boleh saja asal dasarnya jelas, justru hal ini sangat bagus. Bahwa kebijakan seperti ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap Safety cukup tinggi. Perusahaan sampai peduli terhadap aktivitas yang memiliki Nilai Risiko rendah, dengan menganggap Nilai Risiko rendah sebagai Risiko yang belum bisa diterima ( Unacceptable) menjelaskan bahwa perusahaan tersebut ingin menjaga pekerjanya sampai ke kerugian terkecil. Bahkan ada salah satu perusahaan yang mengharuskan driver atau operator unit menggunakan kacamatan saat mengoperasikan kendaraan, hal ini didasari karena perusahaan ingin mencegah kerusakan mata driver / operator dari lentingan kaca kabin unit jika terjadi kecelakaan. Bersyukurlah anda sebagai pekerja yang memiliki pemilik perusahaan yang memiliki komitmen setinggi itu terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Walau kebijakan tersebut terkesan berlebihan, namun tujuan dari semua itu sangatlah baik bagi keselamatan pekerja. Tugas bagian K3LH harus mampu membantu perusahaan dalam menjelaskan hal tersebut ke pekerja, jangan sampai kebijakan yang baik ini ditanggapi berbeda oleh pekerja yang dikarenakan kurangnya penjelasan dari manajemen.
Keselamatan Kerja Itu “PEMBOROSAN” Atau “INVESTASI”..? February 16, 2017 Darmawan Saputra Biaya Keselamatan Kerja, Budget untuk safety, Meyakinkan manajemen tentang keselamatan kerja, Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Safety, safety itu biaya atau investasi 0
ROI of Safety – Keselamatan Kerja merupakan bagian yang tidak terpisah dari suatu bidang usaha, bahkan keselamatan kerja disebut sebagai hak bagi s etiap pekerja untuk mendapatkan perlindungan saat bekerja sehingga bisa bekerja lebih aman dan tidak terjadi kecelakaan… Yang jadi pertanyaan, apakah menerapkan keselamatan kerja menjadi mudah walaupun semua tahu bahwa keselamatan kerja itu penting…? …Tidak juga.. …kita melihat dari sisi pekerja terlebih dahulu.. walaupun perusahaan sudah menyediakan alat pelindung diri ataupun membuat peraturan yang bisa membantu karyawan agar lebih aman saat bekerja, masih juga ditemukan pekerja tidak mau memakai atau mengikuti aturan tersebut… dan yang terjadi adalah kecelakaan.. Terus dari sisi Manajemen… Meyakinkan manajemen terkait penti ngnya safety lebih sulit dibanding dengan karyawan… terutama jika berkaitan dengan biaya.. Biaya yang dikeluarkan untuk Keselamatan Kerja dinilai menjadi biaya yang tidak menghasilkan profit bagi pemilik modal… oleh karena itu tidak jarang bahwa masih banyak manajemen perusahaan yang enggan mengeluarkan biaya untuk menunjang program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Biaya Keselamatan Kerja Adalah Sasaran Utama Efisiensi Biaya Operasional
Paradigma manajemen seperti itu wajar saja.. karena tujuan dari bisnis adalah keuntungan…untuk mencapai keuntungan yang maksimal tentu operasional harus didesain lebih lean dengan meminimalkan biaya operasional… Biaya-biaya yang tidak menghasilkan keuntungan akan ditekan, termasuk didalamnya adalah biaya tentang Safety.. Mengapa begitu…? Coba Anda lihat contoh kasus berikut.. “jika Anda membeli mobil dengan merk tertentu, coba bandingkan antara mobil denga n grade rendah dan grade yang tinggi, kira-kira apa yang membedakan sehingga harganya berbeda…? Anda akan menemukan bagian-bagian yang berkaitan dengan Safety dihilangkan, misalnya Air bag , Seat Belt lebih jelek kualitasnya, dan lain-lain. Itu menandakan bahwa aspek safety akan menjadi sasaran utama efisiensi biaya operasional… Ini merupakan tugas Bagian Keselamatan Kerja untuk meyakinkan manajemen tentang biaya K3 merupakan suatu investasi bukan hanya biaya yang tidak menghasilkan keuntungan…sehingga bisa mengalokasikan biaya untuk aspek Keselatan Kerja.
Bagaimana Cara Meyakinkan Manajemen Tentang Biaya Safety Adalah Investasi..? Sekali lagi bahwa meyakinkan manajemen adalah tantangan besar, namun bukan berarti hal ini tidak mungkin. Sebalum Anda mencoba meyakinkan manajemen terkait pentingnya biaya S afety, tentu Anda harus memiliki senjata yang tepat.. …Senjata yang paling ampuh adalah Menunjukkan besarnya Keuntungan jika menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja… Sebelum Anda mengajukan alasan ke manajemen, tentu Anda harus mengumpulkan biaya-biaya jika terjadi gangguan yang berkaitan dengan Keselamatan Kerja seperti kecelakaan dan karyawan sakit… Anda harus mengkalkulasikan biaya langsung dan biaya tidak langsung pada suatu kasus kecelakaan.. …Sehingga Anda bisa mengkonversikannya dengan kerugian perusahaan jika tidak menerapkan Keselamatan Kerja… yang perlu disiapkan didalam melakukan analisa biaya pada suatu kecelakaan tentu Anda harus memahami apa itu biaya langsung dan biaya tidak langsung.. Untuk mengetahui lebih tentang biaya langsung dan biaya tidak langsung dalam Kecelakaan akan kita bahas pada artikel selanjutnya.. Anda akan mengetahui seberapa besar biaya tidak langsung dibanding dengan biaya langsung kecelakaan.. Jika Anda menyajikan perhitungan yang rasional, maka meyakinkan manajemen tentang biaya Safety adalah Investasi bukanlah hal yang tidak mungkin..
Kerugian Kecelakaan Diibaratkan Seperti Gunung Es, Inilah Kenapa Pengusaha Sering Terlena February 19, 2017 Darmawan Saputra Biaya langsung dan biaya tidak langsung akibat kecelakaan kerja , Direct cost and indirect cost incident, Iceberg thoery incident cost, jenis biaya kecelakaan kerja, Safety, Teori gunung es biaya kecelakaan 0
Teori Gunung E s – Untuk membuktikan apakah Biaya yang dikeluarkan untuk Keselamatan Kerja termasuk “Pemborosan” atau “Investasi”, Anda harus mengetahui kerugian apa saja yang bisa terjadi jika ada kecelakaan di tempat kerja… Kerugian akibat kecelakaan kerja merupakan jumlah kerugian untuk korban ditambah dengan kerugiankerugian lain (material dan non material) akibat dari kecelakaan tersebut. Menurut Teori yang dikemukakan oleh Frank E Bird Jr, bahwa kerugian akibat kecelakaan diibaratkan seperti gunung es yang ada di air… bagian yang nampak di permukaan justru lebih k ecil dibanding dengan bagian yang tidak terlihat…
Kerugian-kerugian akibat kecelakaan kerja sendiri dikenal dengan Kerugian Langsung dan Kerugian Tidak Langsung Teori Gunung Es ini menjelaskan bahwa bagian yang nampak di permukaan merupakan kerugian langsung (kerugian yang diasuransikan), sedangkan bagian yang tidak terlihat adalah kerugian tidak langsung (kerugian yang tidak diasuransikan).
Rasio Kerugian Langsung dan Kerugian Tidak Langsung Kecelakaan Menurut Heinrich Pada tahun 1931, Heinrich merilis hasil study yang dilakukan pada tahun 1926 tentang biaya kecelakaan. Didapat bahwa rasio perbandingan biaya langsung dan tidak langsung adalah 1 : 4. Heinrich menulis hasil penelitian dan analisa diperoleh bahwa biaya yang keluarkan jika terjadi kecelakaan adalah 4 kali lebih besar dibanding dengan biaya pengobatan pekerja yang mendapat cidera. Rasio biaya kecelakaan ini banyak menjadi literatur di berbagai buku yang membahas mengenai kerugian kecelakaan. Walaupun penelitiannya dilakukan pada tahun 1926, namun hasil penilitian masih diakui banyak orang.
Kerugian Kecelakaan Menurut Frank E Bird Jr Pada tahun 1974, Bird memperkenalkan teori gunung es tentang biaya kecelakaan. Pada teori gunung es ini, Bird Jr menerangkan bahwa Biaya dari kecelakaan sebenarnya dapat diukur dan dapat dikontrol. Teori Gunung es yang dikemukakan Bird Jr menunjukkan bahwa kerugian dari kecelakaan dikategorikan menjadi biaya yang diasuransikan dan biaya yang tidak diasuransikan.
Iceberg – F.E. Bird Jr. dan G.L. Germain; 1985
Tahun 1985, F.E. Bird J r. dan G.L. Germain mengemukakan biaya apa saja yang masuk ke dalam kategori biaya yang diasuransikan dan biaya yang tidak diasuransikan. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa biaya yang diasuransikan (biaya kompensasi dan biaya medis) cukup kecil bila dibandingkan dengan biaya yang tidak diasuransikan. Pada level terkecil, perbandingan antara biaya yang diasuransikan dan biaya yang tidak diasuransikan adalah 1 : 6. Dimana 1 merepresentasikan biaya diasuransikan, dan 6 adalah biaya yang tidak diasuransikan (5 untuk kerusakan harta benda + 1 untuk biaya lainnya). Sedangkan untuk level maksimum, perbandingan antara biaya yang diasuransikan dan biaya yang tidak diasuransikan mencapai 1 : 53 (dimana 53 adalah 50 untuk biaya kerusakan harta benda + 1 untuk biaya lainnya) Ini menjelaskan bahwa biaya yang tidak diasuransikan akibat kecelakaan yang terjadi bisa mencapai 53 kali lebih besar dibanding biaya kompensasi dan pengobatan korban.
Apa Saja Biaya Yang Termasuk Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung Kecelakaan..? Untuk mengetahui biaya apa saja yang masuk ke Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung akibat Kecelakaan dapat mengacu pada teori gunung es di atas. Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang langsung dikeluarkan oleh perusahaan akibat kecelakaan yang terjadi, Sepeti biaya pengobatan pekerja yang cidera dan biaya kompensasi sesuai regulasi yang berlaku. Yang termasuk biaya langsung adalah : Biaya pengobatan dan biaya kompensasi karyawan yang mendapat cidera. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) merupakan biaya lain diluar biaya langsung yang juga dihitung sebagai kerugian akibat kecelakaan. Biaya ini memang sulit untuk dihitung, namun bisa dikonversikan sehingga bisa dihitung. Yang termasuk Biaya tidak Langsung Kecelakaan diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Biaya Kerusakan bangunan Biaya Kerusakan alat/mesin yang digunakan Biaya perbaikan peralatan Biaya karena terhentinya produksi Biaya karena banyaknya pekerja lain yang terhenti mengikuti investigasi Biaya dari pengawas yang juga ikut investigasi Akomodasi lainnya Biaya lembur karyawan dan lain-lain
Cukup banyak sekali biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan yang terjadi, itu semua dihitung sebagai kerugian dan akan mengurangi profit.
Mengapa Anda saya ajak membahas ini, tentu ini akan berkaitan dengan bagaimana Anda membuktikan bahwa Biaya / budget tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan “Pemborosan” atau “Investasi” (Kita akan ulas pada artikel selanjutnya) Demikian pembahasan mengenai teori Gunung Es ( Iceberg ) yang membahsa mengenai biaya langsung dan biaya tidak langsung akibat kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ini, harapannya sebagai Praktisi K3, kita jangan hanya melihat biaya langsung saja dalam mengkalkulasi kerugian kecelakaan. Namun, mengikutkan biaya tidak langsung yang sebenarnya lebih besar dalam total kerugian kecelakaan di statistik perusahaan. Referensi : 1. 2. 3.
Rethinking ratios of Indirect to Direct Costs by Fred A. Manuele https://www.wcf.com/hidden-costs-accidents http://www.preston.gov.uk/businesses/health-and-safety/accidents/costs-accidents/
Arti dan Makna Logo K3 yang digunakan di Indonesia budiwibowo June 3, 2016 SMK3 No Comments
Arti dan Makna Logo K3 Arti dan Makna Logo K3 ini menjelaskan mengenai tujuan dari Mensukseskan kampanye Keselamatan dan Kesehatan Kerja di masing masing perusahaan sesungguhnya memerlukan usaha dan effort yang besar, hal ini juga memerlukan dukungan dari berbagai macam pihak, agar semua memahami dan ikut serta dalam mengimplementasikan budaya K3 di masing masing perusahaan,
maka disarankan agar perusahaan perusahaan di indonesia yang menerapkan sistem Manajemen K3, menggunakan Logo / Simbol K3 di Perusahaan. Lambang (Logo/Simbol) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) arti dan maknanya terdapat dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Penjelasan Arti dan Makna Logo K3 dan Berikut penjelasan mengenai arti dan makna lambang/logo/simbol K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 1. 2. 3. 4. 5.
Palang : Bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). Roda Gigi : Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani. Warna Putih : Bersih dan suci. Warna Hijau : Selamat, Sehat dan Sejahtera. Sebelas gerigi roda : Sebelas bab dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Pemasangan Arti dan Makna Logo K3 Secara umum lambang K3 ataupun logo (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dapat dipasang pada seragam kerja maupun APD (helm keselamatan) sebagai wujud komitmen sebuah Perusahaan terhadap penerapan K3 didalam tempat kerja. Selain itu logo ataupun lambang K3 juga biasa dipasang pada dokumen-dokumen K3, poster, ramburambu maupun papan nama pada Perusahaan sebagai bagian dari komitmen Perusahaan terhadap K3 di lingkungan tempat kerja. Dengan adanya K3 diharapkan keselamatan serta kesehatan para pekerja tetap menjadi perioritas utama didalam bekerja. Logo ini akan menjadi pengingat bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian yang sangat penting dalam menjalankan aktivitas pekerjaan sehari-hari, sehingga akan tercipta budaya K3 yang baik di dalam perusahaan / organisasi, karena betapapun pentingnya pekerjaan tetapi tetap harus mementingkan keselamatan kerja, karena apabila terjadi kondisi tidak aman, hal ini akan merugikan karyawan itu sendiri, merugikan perusahaan, merugikan customer. kampanye budaya K3 adalah menjadi tanggung jawab management perusahaan beserta seluruh karyawannya untuk itu dengan adanya logo, dan memahami makna logo yang mereka pakai, tentu saja hal ini akan mengakibatkan dampak positif bagi kemajuan dan implementasi K3 di Indonesia. Demikian sedikit penjelasan mengenai Logo K3, semoga bermanfaat…. Related
SMK3 Menurut PP 50 Tahun 2012May 30, 2016In "Sertifikasi SMK3" PDCA dalam SMK3 Perusahaan Konstruksi/ ManufactureJune 21, 2016In "Sertifikasi SMK3" Safety Leadership ( Kepemimpinan Dalam K3)August 4, 2017In "AUDIT SMK3"
Related posts: 1. Manfaat Penerapan SMK3 Bagi Perusahaan yang menerapkannya 2. SMK3 Menurut PP 50 Tahun 2012 Tags : Arti dan makna lambang K3, Arti lambang K3, Konsultan K3, Logo K3, Makna Lambang K3, Sertifikasi SMK3
Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko K3 Hebbie Ilma Adzim Sistem Manajemen K3 | Selasa, Oktober 01, 2013
Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko merupakan salah satu syarat elemen Sistem Manajemen Keselamatan Kerja OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1. Identifikasi Bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan K3 di lingkungan Perusahaan. Identifikasi bahaya termasuk di dalamnya ialah identifikasi aspek dampak lingkungan operasional Perusahaan terhadap alam dan penduduk sekitar di wilayah Perusahaan menyangkut beberapa elemen seperti tanah, air, udara, sumber daya energi serta sumber daya alam lainnya termasuk aspek flora dan fauna di lingkungan Perusahaan.
Identifikasi Bahaya dilakukan terhadap seluruh aktivitas operasional Perusahaan di tempat kerja meliputi : 1. Aktivitas kerja rutin maupun non-rutin di tempat kerja. 2. Aktivitas semua pihak yang memasuki termpat kerja termasuk kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu. 3. Budaya manusia, kemampuan manusia dan faktor manusia lainnya. 4. Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat kerja. 5. Infrastruktur, perlengkapan dan bahan (material) di tempat kerja baik yang disediakan Perusahaan maupun pihak lain yang berhubungan dengan Perusahaan. 6. Perubahan atau usulan perubahan yang berkaitan dengan aktivitas maupun bahan/material yang digunakan. 7. Perubahan Sistem Manajemen K3 termasuk perubahan yang bersifat sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas kerja. 8. Penerapan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berlaku. 9. Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur operasional, struktur organisasi termasuk penerapannya terhadap kemampuan manusia.
Identifikasi bahaya yang dilaksanakan memperhatikan faktor-faktor bahaya sebagai berikut : 1. Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang). 2. Kimia (bahan/material/gas/uap/debu/cairan beracun, berbahaya, mudah meledak/menyala/terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif, radioaktif, oksidator, penyebab kanker, bahaya pernafasan, membahayakan lingkungan, dsb). 3. Fisik/Mekanik (infrastruktur, mesin/alat/perlengkapan/kendaraan/alat berat, ketinggian, tekanan, suhu, ruang terbatas/terkurung, cahaya, listrik, radiasi, kebisingan, getaran dan ventilasi). 4. Biomekanik (postur/posisi kerja, pengangkutan manual, gerakan berulang serta ergonomi tempat kerja/alat/mesin). 5. Psikis/Sosial (berlebihnya beban kerja, komunikasi, pengendalian manajemen, lingkungan sosial tempat kerja, kekerasan dan intimidasi). 6. Dampak Lingkungan (air, tanah, udara, ambien, sumber daya energi, sumber daya alam, flora dan fauna).
Penilaian resiko menggunakan pendekatan metode matriks resiko yang relatif sederhana serta mudah digunakan, diterapkan dan menyajikan representasi visual di dalamnya.
Pengendalian resiko didasarkan pada hierarki sebagai berikut : 1. Eliminasi (menghilangkan sumber/aktivitas berbahaya). 2. Substitusi (mengganti sumber/alat/mesin/bahan/material/aktivitas/area yang lebih aman). 3. Perancangan (modifikasi/instalasi sumber/alat/mesin/bahan/material/aktivitas/area supaya menjadi aman). 4. Administrasi (penerapan prosedur/aturan kerja, pelatihan dan pengendalian visual di tempat kerja). 5. Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja dengan paparan bahaya/resiko tinggi).
Keseluruhan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko didokumentasikan dan diperbarui sebagai acuan rencana penerapan K3 di lingkungan Perusahaan. Dokumentasi identifikasi bahaya dapat menggunakan contoh sederhana dari link berikut : form identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.
Keselamatan Kerja Dan Hukum Alam January 14, 2018 Darmawan Saputra Safety 0
Keselamatan Kerja – Menyambut bulan K3 Nasional 2018, dengan tema pokok “Melalui budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mendorong terbentuknya Bangsa yang Berkarakter”. Tema yang sangat kompetitif dan visioner.
Bagaimana Kondisi Masyarakat Indonesia Saat Ini ? Jika kita lihat masyarakat Indonesia (Masyarakat umum dan Industri) masih sangat menggantungkan keselamatan pada keberuntungan atau “Bejo”. Coba kita lihat di jalan raya masih banyak kita jumpai pengendara motor sambil ber-HP ria, tanpa helm dan melanggar lalu lintas. Begitupun yang mengendarai mobil, masih banyak yg bangga saat melanggar.
Masyarakat industri atau pekerja pun begitu, banyak pekerja yg masih belum mengindahkan aturan, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan lain sebagainya. Banyak orang yang menganggap kecelakaan (kecelakaan kerja atau di jalan raya) disebabkan “SIAL” belaka. Walaupun melanggar aturan pun mereka tidak akan celaka kalau pas tidak apes. Dan kalaupun kecelakaan, jika Tuhan tidak menghandaki maka mereka akan tetap selamat. Inilah paradigma yg banyak berkembang di masyarakat.
Apa yang mereka Lupakan ? Allah SWT menciptakan Bumi ini sangat s empurna, rinci dan seimbang. Salah satu yang diciptakan adalah “Hukum Alam” seperti Gr avitasi. Kita sering lupa bahwa secara fisik (badaniah), kita semua akan mengikuti hukum alam itu. Contoh : pekerja di ketinggian,kalau tidak pakai sabuk keselamatan (safety harness) jika mereka jatuh maka gaya gravitasi akan berlaku. Tidak pakai helm saat berkendara, jika terjatuh maka sekeras apapun kepala manusia pasti masih kalah keras dengan aspal (walaupun orang yg paling keras kepala sekalipun). Tapi ada aja orang yang mengalami kecelakaan tapi tidak cidera (kalau lihat kecelakaannya seharusnya cidera atau mati), iya bisa aja seperti itu, itulah yg dinamakan Mukjizat dari Allah SWT. Namun apakah Allah akan mengeluarkan Mukjizatnya secara terus menerus ? Itu kuasa Allah Kita lihat peluangnya,,mana yang lebih besar terjadi ketika kita melanggar hukum alam. Apakah Allah akan memberikan mukjizat atau kita sebagai manusia akan mengikuti hukum alam. Misal, bekerja di ketinggian 11 meter tanpa safety harness. Terus jatuh…kita selamat karena mukjizat atau kita akan patah tulang atau mati karena mengikuti hukum alam (lihat peluangnya ya..) Mengikuti ketetapan Allah SWT merupakan salah satu bentuk berserah diri, namun apakah seperti itu bentuk berserah dalam hal keselamatan. Tentu tidak.. Kita harus berusaha terlebih dahulu,baru kemudian berserah. Contoh : Kita meletakkan barang berharga di luar rumah, dan beranggapan bahwa kalau barang hilang berarti sudah takdir dari Tuhan (berserah diri). Atau Anda akan memasukkan barang tersebut dan menjaga dibdalam rumah,jika tetap dicuri baru itulah takdir Tuhan. Tentu bentuk berserah yg paling tepat adalah contoh ke dua.
Begitupun di Keselamatan Kerja, kita harus usaha terlebih dahulu baru kemudian berserah kepada Tuhan YME. Kaidah K3 itu meminimalkan peluang kecelakaan, dan yang menyempurnakan adalah doa.
Bagaimana dari Pemerintah ? Sayangnya, pemerintah pun sepertinya masih belum concern penuh ingin membudayakan K3. Bisa kita lihat iklan motor kebut-kebutan, sinetron anak muda mengendarai motor ugal-ugalan, sinetron yg menunjukkan mengendarai mobil tanpa seat belt atau sambil telepon. Lulus sensor #tepokjidat Propaganda ini yang bikin masyarakat sedikit banyak menyontoh perilaku berkendara tidak aman. Untuk membentuk karakter tentu harus didukung oleh semua stakeholder, dan televisi selaku media pembentuk opini pun harus berperan. Yang diperkuat oleh praktisi dan akademisi. Dengan Bulan K3 Nasional, pemerintah melalui Kemenaker telah memiliki Visi untuk membudayakan K3 di Indonesia. PASTI BISA
K3 Pertambangan dan KO Pertambangan dalam SMKP February 8, 2015 Darmawan Saputra Keselamatan operasi adalah, organisasi dan personil smkp, Safety, struktur organisasi SMKP, Tentang SMKP, Tugas bagian K3 pertambangan, tugas bagian KO pertambangan 0
K3 Pertambangan adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi pekerja tambang agar selamat dan sehat melalui upaya pengelolaan keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan Operasi Pertambangan (KO Pertambangan) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi operasional tambang yang aman, efisien dan produktif, melalui
upaya antara lain pengelolaan sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan, pengamanan instalasi , kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan, kompetensi tenaga teknik, dan evaluasi kajian teknis pertambangan. Pada peraturan SMKP dinyatakan bahwa perusahaan wajib membentuk dan menetapkan bagian K3 Pertambangan dan Bagian KO Pertambangan, berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja serta sifat atau luasan pekerjaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, Bagian K3 Pertambangan dan bagian KO Pertambangan harus berada langsung di bawah KTT atau di bawah PJO untuk perusahaan jasa pertambangan. Bedakan antara K3 Pertambangan dengan Bagian K3 Pertambangan, atau KO Pertambangan dengan Bagian KO Pertambangan K3 Pertambangan dan KO Pertambangan merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan perusahaan, sedangkan Bagian K3 Pertambangan dan Bagian KO Pertambangan adalah orang atau departemen yang ditugaskan mengurus hal tersebut sesuai tugasnya masingmasing. Tugas Bagian K3 Pertambangan : 1.
2.
3.
4. 5. 6.
Mengumpulakan dan menganalisa data, dan mencatat rincian dari setiap kecelakaan atau kejadian berbahaya, kejadian sebelum terjadinya kecelakaan, penyebab kecelakaan, menganalisa kecelakaan, dan pencegahan kecelakaan. Mengumpulkan data mengenai area dan kegiatan yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat dengan maksud untuk memberikan saran kepada KTT tentang tata cara kerja dan penggunaan alat-alat deteksi serta alat-alat pelindung diri. Memberikan penerangan dan petunjuk mengenai K3 kepada semua pekerja tambang, melalui pertemuan-pertemuan, ceramah, diskusi, pemutaran film, dan media atau alat publikasi lainnya. Membentuk dan melatih anggota Tim Penyelamat tambang Menyusun statistik kecelakaan, dan Melakukan evaluasi K3
Tugas Bagian KO Pertambangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Mengumpulkan dan mengevaluasi rekaman hasil pemeriksaan dan pemeliharaan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan. Mengumpulkan dan mengevaluasi rekaman hasil pengamanan instalasi Mengumpulkan dan mengevaluasi rekaman hasil pengujian dan penyelidikan terhadap kelayakan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan tambang Mengumpulkan rekaman hasil kajian teknis KO Pertambangan Mengumpulkan data kompetensi tenaga teknik Mengumpulkan rekaman jadwal pemeliharaan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan. Melakukan analisa data dari rekaman KO Pertambangan dan memberikan rekomendasi tindak lanjut.
SMKP – Keselamatan Operasi Pertambangan September 25, 2015 Darmawan Saputra apa itu keselamatan operasi, Keselamatan Operasi pertambangan, KO pertambangan, Safety, Tentang SMKP, yang perlu dilakukan untuk pemenuhan KO pertambangan 0
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan ( SMKP ) – Keselamatan Operasi Pertambangan (KO Pertambangan) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi operasional tambang yang aman, efisien dan produktif, melalui upaya antara lain pengelolaan sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan, pengamanan instalasi , kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertambangan, kompetensi tenaga teknik, dan evaluasi kajian teknis pertambangan. Dalam melaksanakan KO Pertambangan, Kepala Teknik Tambang wajib menyusun, menetapkan, menerapkan, mendokumentasikan, dan mengevaluasi prosedur pengelolaan KO pertambangan. KO Pertambangan harus dilaksanakan oleh tenaga teknik yang memiliki kompetensi. Beberapa hal yang harus dilaksanakan perusahaan terkait KO Pertambangan adalah sebagai berikut: Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan. Perusahaan harus memiliki prosedur terkait pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan. Selain itu juga harus disusun jadwal untuk pemeliharaan dan perawatannya, yang harus dilakukan sesuai yang telah dijadwalkan. Pengamanan instalasi
Perusahaan diminta membuat prosedur terkait pengamanan instalasi seperti instalasi kelistrikan, instalasi hydraulic , instalasi pneumatic , instalasi bahan bakar cair, instalasi gas, instalasi air, instalasi proteksi kebakaran, instalasi komunikasi. Kelayakan Sarana, Prasarana, Instalasi, dan Peralatan pertambangan
Perusahaan harus memiliki Prosedur Pengujian kelayakan (commissioning) Sarana, Prasarana, Instalasi, dan Peralatan pertambangan. Selain itu harus dilakukan evaluasi secara berkala dan mendokumentasikan hasil pengujian kelayakan yang telah dilakukan. Kompetensi tenaga teknis Penunjukan tenaga teknis untuk menyusun dan menetapkan prosedur, membuat prigram dan jadwal, melaksanakan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan, serta mengevaluasi dan mendokumentasikan hasilnya. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan
Perusahaan harus melakukan kajian teknis untuk setiap kegiatan awal atau baru sebelum dimulainya kegiatan pertambangan. Perusahaan juga harus melakukan kajian teknis untuk setiap perubahan atau modifikasi terhadap proses, sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan.
Itulah beberapa hal yang harus dilaksanakan terkait dengan Keselamatan Operasi Pertambangan (KO Pertambangan). Secara garis besar KO Pertambangan bukanlah hal baru, karena beberapa hal di atas sudah banyak dilakukan oleh perusahaan pertambangan ataupun perusahaan jasa pertambangan seperti komisioning unit, prosedur management of change (MOC) untuk setiap perubahan, penunjukan tenaga teknis (juru las, juru ledak, juru ukur, dan lain-lain).
Bagaimana Cara Membuat Dokumen SMK3 Posted on July 15, 2016July 15, 2016
Setiap perusahaan yang telah mengimplementasikan SMK3 Berdasarkan PP No.50 tahun 2012 pastinya sudah mempunyai dokumen-dokumen untuk pelaksanaannya agar lebih efektif dan efisien serta kemudahan pengendalian telusur. Dalam SMK3 PP No.50 Tahun 2012, persyaratan perusahaan terkait dengan pemenuhan dokumentasi yaitu pada kriteria : 2.2.1 Manual SMK3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana, dan prosedur K3, instruksi kerja, formulir, caatan dan tanggung jawab serta wewenang tanggung jawa K3 untuk semua tingkatan dalam perusahaan. 2.2.2 Terdapat manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses, atau tempat kerja tertentu 2.2.3 Manual SMK3 mudah didapat oleh semua personil dalam perusahaan sesuai kebutuhan Dari ketiga Kriteria di atas menjelaskan terkait Manual yang harus dibuat perusahaan sebagai acuan untuk dapat membuat Dokumentasi SMK3. Yang dimaksud dengan Manual SMK3 biasanya terdiri dari 4 Level yang terdiri dari Manual, Prosedur, Instruksi Kerja dan Formulir Kerja / Checklist.
Dokumentasi SMK3 yang baik harusnya seperti gambar di atas, yaitu berjenjang mulai dari Level I – Level IV yang lebih dikenal dengan Hirarki Pengendalian Dokumen. Tatacara pembuatan dokumentasi SMK3 juga diatur dalam SMK3 PP No.50 tahun 2012 yaitu pada kriteria : 4.1.1 Dokumen K3 mempunyai identifikasi status, wewenang, tanggal pengeluaran dan tangggal modifikasi 4.1.2 Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen tersebut 4.1.3 Dokumen K3 edisi terbaru disimpan secara sistimatis pada tempat yang ditentukan
4.1.4 Dokumen usang segera disingkirkan dari penggunaannya sedangkan dokumen usang untuk keperluan tertentu diberi tanda khusus 4.2.1 Terdapat sistem untuk membuat, menyetujui perubahan terhadap dokumen K3 4.2.2 Dalam hal terjadi perubahan diberikan alasan terjadinya perubahan dan tertera dalam dokumen atau lampirannya dan menginformasikan keoada pihak terkait 4.2.3 Terdapat prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh yang mencantumkan status dari setiap dokumen tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang usang. Didalam pembuatan Dokumen SMK3, perusahaan juga diharuskan membuat Dokumen HIRARC untuk Pengendalian Risiko perusahaan. Pengendalian Risiko yang harus dilakukan perusahaan harus mengikuti Kaidah Hirarki Pengendalian Risiko spt Gambar Piramida Terbalik berikut ini :
1. 2. 3. 4.
5.
ELIMINASI [memodifikasi proses, metode / materi untuk mengurangi dampak K3]. SUBSITUSI [mengganti materi, zat atau proses dengan yg tidak/kurang berdampak]. REKAYASA ENGINEERING [menyingkirkan atau memisahkan risiko agar dampak yang mungkin terjadi minim dengan metode-metoda kerja untuk perlindungan, penyimpanan di tempat, ruang atau waktu terpisah]. PENGENDALIAN ADMINISTRASI [menyesuaikan waktu dan kondisi dengan proses administrasi, misalnya dengan membuatkan standar procedure (PS) atau working instruction (PS), Works Permit, Pelatihan-pelatihan dan serta kebutuhan Sertifikasi Operator dan Sertifikasi Alat Berat]. ALAT PELINDUNG DIRI / APD [yang sesuai & memadai guna menghindari keparahan dari dampak yang mungkin terjadi. APD ini digunakan sebagai upaya terakhir].