BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit meniere adalah suatu penyakit kronis yang terjadi pada sejumlah besar penduduk diseluruh dunia. Dengan insidensi berkisar antara 17- 513 pada 100000 populasi. Penyakit ini dicirikan dengan episode vertigo yang hilang timbul, vertigo dapat terjadi dalam hitungan menit sampai jam, dengan tuli sensorineural yang fluktuatif, tinitus, dan telinga penuh.6-7 Sifat kekambuhan penyakit ini secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, terutama selama periode gejala akut. vertigo terutama mempengaruhi dimensi fisik, sedangkan tinnitus dan penurunan pendengaran mempengaruhi dimensi psikososial dalam kehidupan pasien.12 Telah banyak teori yang diajukan untuk menjelaskan etiologi dan patofisiologi dari penyakit meniere, dan teori tentang hidrops endolimfe yang paling diyakini untuk terjadinya penyakit meniere. Diagnosis penyakit ini berdasarkan gejala klinis dan tes audiometri. Namun, gejala yang ditunjukan bersifat subjektif dan tidak spesifik, sehingga sering terjadi misdoagnosis, dan penting untuk dilakukan pemeriksaan yang objektif dan reliabel. Walaupun penyakit ini belum dapat disembuhkan, namun lebih dari 85 persen pasien mengalami perbaikan dengan perubahan gaya hidup dan pengobatan medis, atau tindakan invasif minimal seperti pemberian gentamisin intratimpani dan sampai terapi operasi yang lebih invasi seperti operasi pada kantong endolimfatik, pemotongan saraf vestibuler dan labirinektomi.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi 2.1.1. Sistem Pendengaran 2.1.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna) dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan dan tidak terdapat muskulus. Liang telinga berbentuk menyerupai huruf S dan memiliki panjang sekitar 2.5 cm. Sepertiga lateral dari meatus tersebut terdiri dari tulang rawan. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada dua pertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar ini melapisi bagian pinggir dari membran timpani.3,5 Telinga luar memiliki peran pasif namun penting dalam fisiologi pendengaran karena adanya sifat akustik dari telinga. Sifat akustik ini membantu untuk membedakan apakah sumber suara berasal dari depan atau berasal dari belakang pendengar.1 Kanalis akustikus eksternus (KAE) merupakan sebuah tabung yang terbuka pada satu sisi, dan tertutup di sisi yang lainnya, maka dari itu KAE bersifat sebagai quarter-wave resonator. Frekuensi resonan ditentukan oleh panjang KAE, tetapi lekukan pada KAE tidak berhubungan dengan frekuensi resonan ini. Untuk sebuah tabung dengan panjang kurang lebih 2.5 cm, frekuensi resonannya adalah kurang lebih sebesar 3,5 kHz.1 Suara yang datar (wide-band) yang diukur dalam bidang bunyi (sound field) akan menjadi berbeda jauh karena adanya sifat-sifat akustik pada kepala dan telinga luar. Rasio tekanan suara pada membran timpani dan bidang bunyi diukur dan kemudian dibandingkan. Sifat akustik telinga luar merupakan alasan mengapa noise-induced hearing loss terjadi terlebih dahulu dan paling jelas terlihat pada wilayah frekuensi 4-kHz (boilermarker notch).
2
Gambar 1. Struktur Anatomi Telinga Luar (Sumber: Bailey’s Head and Neck Surgery-Otolaryngology) 2.1.1.2. Telinga Tengah Telinga tengah merupakan rongga yaang berisi udara yang dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.3,4 Telinga tengah memiliki batas-batas di setiap sisinya: (4,5) Batas lateral : membran timpani Batas anterior : tuba eustachius Batas inferior : bulbus jugularis Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis Batas superior : tegmen timpani 3
Batas medial
: kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window, dan promontorium
Gambar
2.
Telinga Tengah (Sumber: Gray’s Anatomy for Students ) Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier pada membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut ini yang kita nilai. 5 4
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam cavum timpani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali menelan, mengunyah, atau menguap.3,4,5 Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada oval window yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian. 4,5 Gambar 3. Membran Timpani (Sumber: Clinical Anatomy, Applied Anatomy) Telinga tengah mentransmisikan energi akustik dari KAE yang berisi udara
ke koklea yang berisi
cairan.
Fungsi
telinga
tengah
adalah
untuk
impedance-matching dari
impedansi
yang
dimiliki impedansi
rendah udara
ke
tinggi
yang
dimiliki oleh koklea
yang
berisi
cairan.
Impedance-match dicapai dengan 3 cara. Faktor pertama yang merupakan faktor yang paling penting adalah area getaran membran timpani yang efektif adalah sekitar 1720 kali lipat lebih besar daripada area getaran efektif pada footplate stapes (gambar 4). Faktor kedua meliputi gerakan rantai ossicular. Lengan panjang tulang incus lebih pendek (dengan faktor 1,3) daripada panjang manubrium
5
dan leher tulang malleus. Faktor ketiga adalah bentuk membran timpani. Hasil gabungan dari ketiga faktor ini adalah peningkatan tekanan sekitar 2530 dB. Selain itu, membran timpani juga berfungsi untuk melindungi rongga telinga tengah dari benda-benda asing dan mempertahankan bantalan udara (air cushion) sehingga dapat mencegah masuknya benda asing dari nasofaring melalui tuba eustachius (TE).1,4
Gambar 4. Ossicular Chain dan Membran Timpani (Sumber:
Bailey’s
Head and Neck
Surgery-
Otolaryngology) Terdapat dua
otot lurik pada telinga tengah, yaitu
muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius. Muskulus tensor timpani menempel pada tulang malleus dan mendapat persarafan dari nervus trigeminal. Muskulus stapedius menempel pada stapes dan diinervasi oleh nervus fasialis cabang stapedial. Muskulus stapedius dan muskulus tensor timpani merupakan otot lurik terkecil yang terdapat pada tubuh dan memiliki rasio inervasi yang tinggi, yaitu nerve fibers per mucle fiber. Walaupun fungsinya dalam transmisi suara pada telinga tengah sudah jelas, 6
namun efek detailnya dan pengaruhnya terhadap telinga tengah belum sepenuhnya dipahami.1 Otot-otot pada telinga tengah memiliki beberapa fungsi seperti melindungi koklea dari suara yang teralu keras. Ketika terdapat suara yang melebihi 80 dB, maka akan terjadi kontraksi muskulus stapedius. Kontraksi ini meningkatkan kekakuan dari tulang-tulang pendengaran dan membran timpani sehingga dapat mengurangi transmisi suara yang terlalu keras. Selain itu, fungsi lain dari otot-otot telinga tengah adalah untuk mengurangi suara fisiologis yang ditimbulkan pada saat mengunyah dan pada saat bersuara.1,3 2.1.1.3. Telinga Dalam Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Telinga dalam terletak pada os. Temporal pars petrosus dan terdiri dari dua bagian yaitu : 3,5 Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum,
dan kokhlea Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus endolimfatikus serta kokhlea. Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang
berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Di dalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.3,5 Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan perilimfa skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar skala media disebut membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran 7
basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeksnya (nada rendah).4,5 Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Sel rambut dalam dan sel rambut luar pening untk transduksi sinyal mekanik (energi akustik) menjadi sinyal elektrik (energi neural). Sel rambut luar berbeda dengan sel rambut dalam. Selain terdapat perbedaan bentuk, sel rambut dalam dan sel rambut luar juga memiliki inervasi yang berbeda. Ganglion spiralis yang merupakan badan sel dari nervus auditorius, mengirim axon ke nukleus koklearis pada batang otak, sedangkan dendritnya terlihat sampao tulang lamina spiralis. Dari 50.000 neuron yang menginervasi kokhlea, 90-95% bersinaps langsung ke sel rambut dalam. Ini merupakan sneuron tipe I. Setiap sel rambut dalam diinervasi oleh kurang lebih 15-20 neuron tipe I. Sebaliknya, 5%-10% dari 50.000 neuron tersebut menginervasi sel rambut luar (neuron tipe II). Setiap neuron tipe II bercabang untuk menginervasi 10 sel rambut luar.1 Transduksi dimulai dari adanya respon membrana basilaris setelah mendapatkan energi akustik dari stapes. Membran basilaris lebih keras pada bagian basal daripada bagian apex. Gelombang yang dihasilkan jika terdapat suara akan selalu diteruskan melalui bagian basal terlebih dahulu kemudian berjalan meuju bagian apex. Gelombang yang dihasilkan oleh suara frekuensi tinggi (10 kHz) memiliki perpindahan maksimal (maximal displacement) pada bagian basal, sedangkan gelombang yang dihasilkan oleh suara frekuensi rendah (125 Hz) memiliki perpindahan maksimal pada bagian apex. Gelombang yang dihasilkan oleh suara frekuensi tinggi tidak mencapai bagian apex kokhlea, sedangkan gelombang yang dihasilkan oleh suara frekuensi rendah dapat melalui seluruh bagian kokhlea.1 2.1.2. Sistem Vestibularis
8
Bagian
vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan akan
menimbulkan
rangsangan
pada
reseptor.
Sakulus
berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masingmasing
kanalis
memiliki
satu
ujung
yang
melebar
yang
membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.3,5
9
Gambar 5. Sistem Vestibularis (Sumber: www.acpmedicine.com)
Sistem vestibularis merupakan sistem detektor gerak vestibularis perifer yang terkait pada struktur sistem saraf pusat dan sensasi gerak di dalam ruang. Sistem vestibularis kemudian akan mengubah gerakan tersebut menjadi informasi yang dapat digunakan sistem saraf pusat untuk menghasilkan refleks motorik yang tepat atau memfasilitasi proses kompleks
seperti
koordinasi
kepala,
mata,
gerakan
tubuh,
atau
memperbharui persepsi seseorang mengenai dirinya atau orientasinya.1 Sistem vestibularis, sama halnya seperti sistem pendengaran yaitu mengubah rangsangan fisik menjadi sinyal saraf. Namun, sistem vestibular mendeteksi akselerasi angular (rotasi) dan linier (garis lurus) daripada suara. Sistem vestibularis terdiri dari dua bagian struktur yang terletak di dalam tulang temporalis yaitu, kanalis semisirkularis dan organ otolith (utrikulus dan sakulus). Sistem vestibularis mendeteksi oerubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti pada koklea, semua komponen sistem vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Selain itu, masingmasing aparatus vestibularis mengandung sel-sel rambut tabg berespons terhadap perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakan-gerakan spesifik endolimfe.1 Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhanti berputas, berjungkir balk, atau memutar kepala. Masing-masing telinga memiliki tiga jenis kalais semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidangbidang yang tegak lurus satu sama lain.4
10
Sel-sel rambut reseptif di setiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan (ridge) yang terletak di ampula. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa, yaitu kupula, yang menonjl ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergerak sesuai dengan arah gerak cairan.1,4 Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan di dalam kanalis, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia. Ketika endolmfe tertinggal saat kepala mulai berputas, endolimfe yang terletak sebidang engan gerakan kepada pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut ke arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhanti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala, sementara kepala melambat untuk berhanti. Akibatya, kupula dan rambut-rambutnya secara sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka membengkok ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut-rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan keccepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.1,4 Rambut-rambut pada sel rambut vestibularis terdiri dari 20-50 unit stereosilia, yaitu mikrovilus yang diperkuat oleh aktin, satu silium, dan kinosilium. Setiap sel rambut berorientasi sedemikian rupa sehingga sel rambut mengalami depolarisasi ketika stereosilianya membengkok kearah
11
kinosilium.
Pembengkokkan
ke
arah
berlawanan
menyebabkan
hiperpolarisasi sel. Sel-sel rambut membentuk sinaps dengan ujung-ujung terminal neuron aferen yang akson-aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini akan bersatu dengan
saraf
auditorius
dari
koklea
untuk
membentuk
saraf
vestibulokoklearis.1
Gambar 6. Sel Rambut Sistem Vestibuler (Sumber: http://www.skybrary.aero/) Sementara
kanalis
semisirkularis
memberi
informasi
mengenai
perubahan rotasional gerakan kepala pada sistem saraf pusat, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap grafitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan linier. Utrikulus dansakulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang yang terdapat diantara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambutrambut pada sel reseptif di organ ini juga menonjol pada lapisan gelatinosa, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di sel rambut. Terdapat banyak krista halus kalsium
12
karbonat dan otolit pada lapisan gelatinosa sehingga lapisan tersebut lebih berat daripada cairan disekitarnya. Ketika seseorang dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambutrambut sakulus berorientasi secara horizontal.1,4 Pada utrikulus, massa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan membengkokkan rambut-rambut dalam dua cara yaitu, ketika kepala digerakkan ke semua arah selain vertikal (yaitu selain tegak dan menunduk), dan setiap perubahan dalam gerakan linier horizontal (misalhnya bergerak lurus ke depan, ke belakang, atau ke samping). Sedangkan sakulus, akan berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi atau deselerasi linier vertikal (misalnya meloncat-loncat atau berada dalam elevator).1 Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen sistem vestibularis kemudian dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukeus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak, dan ke serebelum. Disini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan, mengontrol otot mata eksternal, sehingga mata teteap terfiksasi ke titik yang sama walaupun kepala bergerak; serta mempersepsikan gerakan dan orientasi.1 2.1.3. Vaskularisasi Telinga Telinga dalam memperoleh pendarahan dari A. Auditori Interna (A. Labirintin) yang berasal dari A. Serebelli Anterior atau langsung dari A. Basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak
mempunyai
pembuluh
darah
anastomosis.
Setelah
memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu : 4 Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis
13
semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan
sakulus serta putaran berasal dari kokhlea. Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena
auditori interna berasal dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena aquaduktus kokhlearis berasal dari putaran basiler kokhlea, sakulus, dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akquaduktus vestibularis berasal dari kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid.4
2.1.4. Inervasi Telinga Nervus akustikus bersama N. Fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. Vestibularis dan N. Kokhlearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada mediolus terletak ganglion spiralis. 3,4
2.2. Fisiologi 2.2.1. Fisiologi Pendengaran Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2-4 KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getarani ini akan diteruskan melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, stapes) yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran 14
timpani dan oval window. Tulang-tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan perbandingan luas permukaan membran timpani dan oval window dan mengmplifikasi pendengarana sebanyak 20 kali, energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan oval window sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi dominan pada bagian basis dari membran basilaris sedangkan untuk frekuensi sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis (area broadman 41).2,5,,6 2.2.2. Fisiologi Sistem Vestibular Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ penglihatan, dan organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi tubuh pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki. Organ penglihatan menerima rangsangan melalui reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui n.optikus (N.II) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis. Fungsi penglihatan memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal terutama di daerah leher yang disalurkan melalui saraf spinal kemudian
15
medula spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris (post sentralis). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin yaitu utrikulus, sakulus (makula) dan kanalis semisirkularis (krista ampularis). Sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier sedangkan sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut (perubahan dalam kecepatan sudut). Kemudian rangsang tersebut disalurkan melalui n.vestibularis (N.VIII) ke medula oblongata dan berakhir di korteks serebri girus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui traktus vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot leher dan otot punggung (postural). Sistem ini berjalan dengan sangat cepat sehingga membantu mempertahankam keseimbangan tubuh. Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkam melalui saraf perifernya ke sistem saraf pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basilaris, dan formatio retikularis akan mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ sensorik dan susunan saraf pusat tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme tersebut dapat berjalan sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan diatas permukaan yang tidak rata, berlari, dan bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan terusmenerus untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu. Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. 1,4,5
16
Gambar 7. Jalur Vestibulospinal 2.3. Definisi Penyakit meniere atau hidrop endolimfatik idiopatik (ELH) adalah penyakit pada telinga dalam dengan trias gejala yang terdiri dari serangan vertigo yang mendadak dan episodik; tuli sensorineural yang biasanya fluktiatif; tinitus. Trias gejala pertama kali dijelaskan oleh Prosper Meniere pada tahun 1861. Selain itu, sensasi tekanan aural dan kepenuhan di telinga biasanya menemani trias ini dan dapat mendahului serangan hingga 20 menit 6,7 2.4. Epidemiologi Insiden dari penyakit meniere berkisar antara 17 per 100000 penduduk pada populasi di jepang, dan yang tertinggi 513 per 100000 pada populasi di Finlandia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada kulit putih, wanita dan pria sebanding, onset sering terjadi pada usia 40 sampai 50 tahun . 6 Meniere biasanya hanya mengenai satu telinga, dan jika terjadi bilateral maka telinga yang kedua terkena setelah 5 tahun dari onset penyakit pada telinga pertama.10,12 2.5. Etiologi & Patofisiologi
17
Penyebab pasti bagaimana mulainya penyakit meniere ini belum diketahui, namun banyak teori menyebutkan penyebabnya adalah gangguan sirkulasi pada telinga dalam, infeksi virus, alergi, reaksi autoimun, migrain, dan faktor genetik. Meniere diyakini terjadi karena adanya hirops endolimfatik yang terjadi karena ganguan keseimbangan cairan pada telinga dalam yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan pada koklea . Keadaan ini disebabkan oleh berlebihnya jumlah endolimfe pada telinga dalam karena produksi endolimfe yang berlebihan, penurunan absorbsi endolimfe oleh kantong endolimfe dan ketidakseimbangan ionik yaitu berlebihnya kalium pada telinga dalam yang tidak seharusnya. Schuknecht et al. mengusulkan teori rupturnya membran labirin, yang dapat menyebabkan pencampuran yang tiba-tiba antara perilymph dan endolymph, dan terjadi perubahan fisik dan kimia dalam koklea dan sistem vestibular, keadaan ini dapat menjelaskan gejala klinis dari kedua sistem vestibular dan koklea.8,9,12. Endolimfe terutama diproduksi oleh stria vascularis, dan planum semulunatum dan dark vertibular cell. Endolimfe kemudian diabsorbsi pada duktus dan kantong endolimfatik melalui mekanisme transpor aktif.9 Vertigo pada penyakit meniere terjadi karena peningkatan volume kompartmen endolimfe disertai ruptur membran labirin dan pelepasan berlebih K+ pada ruang perilimfatik. Ruptur berulang dari membran ini menyebabkan destruksi progresif labirin yang akrnya menyebabkan tuli dan penurunan gejala vertigo.10
18
Gambar 8. Terbentuknya hirops endolimfatik (Sumber: http://www.med.unc.edu/ent/adunka/for-patients/symptomsdisorders/menieres-disease ᄃ)
Faktor pemicu penyakit meniere adalah stres, kelelahan, gangguan emosi, perubahan tekanan, makanan dengan kandungan garam yang tinggi, konsumsi alkohol dan kafein.8,10 2.6. Klasifikasi Penyakit meniere diklasifikasikan menjadi penyakit meniere tipikal dan atipikal. Dimana penyakit meniere tipikal ditandai dengan gejala koklear (penurunan pendengaran, tinitus, rasa penuh pada telinga)
dan gejala vestibular (vertigo), dan
penyakt meniere atipikal ditandai dengan gejala koklear saja atau gejala vestibular saja.9
19
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schuknecht dan Gulya mengklasifikasi penyakit meniere menurut etiologinya yaitu embriopatik,idiopatik dan didapat. Meniere Embriopatik merupakan akibat gangguan pembentukan prenatal yang berhubungan dengan anomali morfologis seperti berkurangnya ruang antara kanal semisirkuler posterior dan ruang subaraknoid. Meniere didapat dapat terjadi setelah trauma dari labirin, infeksi, inflamasi, proses autoimun, alergen.10 2.7. Perjalanan Penyakit Gambaran klasik penyakit meniere mungkin tidak dapat ditemukan semuanya pada fase awal. Gejala timbul baik dari vestibular atau dari sistem koklea. Gangguan pendengaran mungkin sangat ringan pada tahap ini, dan pasien mungkin sebenarnya sama sekali tidak mengeluhkan gangguan pendengaran, terutama ketika tinnitus dan vertigo menjadi keluhan utama. Penyakit meniere dicirikan dengan remisi dan eksaserbasi. Manifestasi inisial dapat berupa vertigo atau penurun pendengaran. Setelah 1 tahun dari onset gejala tipikal ( serangan vertigo, tinitus, penurunan pendengaran fluktuatif , dan rasa penuh dalam telinga) mulai muncul. Setelah 1 tahun, serangan vertigo berkurang dan penurunan pendengaran tetap ada dan mengarah pada tingkat yang lebih berat (50 dB ). Penyakit meniere biasanya mengenai satu telinga pada awalnya, namun terdapat risiko untuk terjadi pada telinga pada sisi t.yang lain setelah 2 tahun onset.7 2.8. Diagnosis Pada umumnya, gejala penyakit meniere mengenai satu telinga terlebih dahulu, gejala yang sering dikeluhkan adalah vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, tekanan pada telinga . Vertigo merupakan gejala yang paling mengganggu pasien. Vertigo dapat terjadi setelah satu atau lebih gejala lain (tinitus, penurunan pendengaran, perasaan telinga penuh) mendahului, dan pasien seringkali menggunakannya sebagai tanda terjadinya serangan vertigo.13,14
20
Tinitus di definisikan sebagai suara pada telinga yang tidak berhubungan dengan suara dari luar. Hampir setiap orang dapat mengalami tinitus pada ruangan yang tenang dan ruangan kedap suara, tinitus dapat dikatakan fisiologis ketika terjadi kurang dari 1 menit dan tanpa disertai gangguan lain pada telinga. Tinitus pada penyakit meniere biasanya fluktuatif, hilang diantara serangan, dan sangat jelas sebelum serangan. cenderung menurun selama serangandan membaik setelah serangan. Tinitus yang sering terdengar adalah tinitus nada rendah, seperti suara “soaring”.13,15
Penurunan pendengaran yang berhubungan dengan meniere biasanya adalah tuli nada rendah. Pendengaran cenderung menurun selama serangan dan membaik setelah serangan. Pada fase inisial dari penyakit ini pendengaran dapat normal selama serangan, dengan semakin progresifnya penyakit ini penuruan pendengaran dapat terjadi permanen pada frekuensi nada rendah. Penurunan pendengnaran dalam meniere merupaan tuli sensori neural yang terjadi pada ujung syaraf N.VIII. Pada umumnya tuli sensori neural menandakan tuli yang permanen, namun tuli sensori neural yang fluktuatif merupakan indikator kuat bagi penyakit meniere.13,14,15 Perasaan penuh pada telinga, merupakan keluhan yang pertama yang disadari pasien akan terjadinya serangan meniere. Pasien merasakan ada sesuatu yang menyumbat telinganya atau merasakan tekanan pada telinganya seperti pada saat naik pesawat.14,15 Trias klinis khas gejala dari vestibular dan sistem koklea merupakan kunci untuk diagnosis klinis. Durasi vertigo akut pada penyakit Meniere biasanya berkisar antara 20 menit sampai 2 jam. Tinnitus menyertai episode ini dan mungkin mendahului serangan hingga 20 menit. Perasaan telinga penuh juga merupakan karakteristik penyakit. Trias gejala klinis dari penyakit meniere adalah : A. Serangan vertigo Serangan vertigo terjadi berulang, dan didefinisikan sepagai episode berputar atau bergoyang, durasinya 20 menit sampai 24 jam, nistagmus berhubungan dengan serangan, mual dan muntah pada saat vertigo sering terjadi dan tidak ada gejala neurologis bersamaan dengan vertigo. B. Penurunan Pendengaran Penurunan pendengaran yang sifatnya fluktuatif, merupakan tuli sensori neural, yang berjalan progresif dan biasanya unilateral.
21
C. Tinitus Tinitus yang terjadi biasanya pada nada rendah dan dapat terdengar lebih keras pada saat serangan, biasanya unilateral.6 Kriteria diagnosis dari penyakit meniere berdasarkan guideline The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (Rekomendasi A) : 1. Serangan vertigo yang berulang spontan dan episodik. Vertigo terjadi sealama 20 menit, disertai dengan disekuilibrium yang dapat terjadi sampai beberapa hari; mual muntah; tanpa adanya kehilangan kesadaran; dan adanya nistagmus rotatorik horizontal. 2. Penurunan pendengaran 3. Rasa penuh pada telinga atau tinitus, atau keduanya.
Gambar 10. Pendekatan pasien dengan dizziness (Sumber: American Family Physician- Dizziness Diagnostic Approach)
22
Gambar 11. Pendekatan pasien dengan tinitus (Sumber: Tinnitus Clinic Network-Management of Tinnitus)
23
24
Gambar 12. Algoritma diagnosis penyakit meniere.12
The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery juga membagi derajat kepastian diagnostik menjadi empat yaitu : 1. Diagnosis pasti (Certain) ditandai dengan ditemukannya penyakit definitif yang dikonfirmasi dengan histopatologis; 2. Definitif meniere ditandai dengan dua atau lebih episode definitif vertigo yang berlangsung minimal selama 20 mneit dengan penurunan pendengaran yang dipastikan dengan audiometri, ditambah tinitus, rasa penuh pada telinga atau keduanya; 3. Probable meniere ditandai dengan terdapat satu episode definitif dari vertigo dan tanda dan gejala ain; 4. Possible meniere terjadi vertigo definitif tanpa disertai penurunan pendengaran atau tuli sensori neural (fluctuatif atau menetap) dengan disekuilibrium non definitif.9,10 Tabel 1. Derajat Kepastian Diagnostik Penyakit Meniere
Tabel 2. Diagnosis Penyakit Meniere
25
Diagnosis penyakit meniere didasari pada gejala klinis dan eksklusi penyebab lain . eksklusi ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik diagnostik seperti otoskop miroskopik, pencitraan MRI dengan kontras atau CT-scan. Selain menyusun klasifikasi derajat kepastian diagnosis AAOHNS juga mengkalsifikasikan keparahan penyakit berdasarkan keparahan gangguan pendengaran dan functional level stage. Keparahan gangguan pendengaran menjadi empat tahap. Klasifikasi ini didasarkan pada nilai rata-rata ambang murni-nada 0,5, 1, 2, dan 3 kHz, menggunakan audiogram interval 6 bulan sebelum pengobatan. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran : 1. 2. 3. 4.
Stage 1 : Hearing Treshold ≤ 25 dB; Stage 2 : Hearing Treshold 26 – 40 dB; Stage 3 : Hearing Treshold 41 – 70 dB; Stage 4 : Hearing Treshold > 70 dB.12
Pada guideline AAO-HNS terdapat 6 tingkatan skala fungsional yang relevan dengan penyakit meniere . Pasien diminta untuk menilai keadaan yang paling sesuai dengan kondisinya.
26
Gambar 13. Functional Level Stage
2.9. Evaluasi Diagnostik Penyakit meniere merupakan diagnosis klinis, pemeriksaan diagnostik penyakit meniere terutama adalah audiometri dan pemeriksaan fluborescent treponemal antibody absorbtion untuk menyingkirkan sifilis. Pemeriksaan elektrofisiologik, serologis, dan pencitraan dilakukan hanya jika diperlukan. Uji dehidrasi gliserol dan electrocochleography atau Glycerol dehydration test and electrocochleography (EcoChG) adalah tes diagnostik untuk penyakit Meniere. Kombinasi EcoChG dan audiometri memiliki sensitivitas yang tinggi dalam diagnosis penyakit Meniere.7,12 Setelah audiogram dasar dilakukan, pasien diberikan 100 gram 95% gliserol dengan 100 gram air per oral, kemudian Audiogram lain dilakukan 90 menit dan 3 jam kemudian. Tes dianggap positif bila ada peningkatan dari 10 db atau lebih dalam ambang nada-murni di dua atau lebih frekuensi, atau peningkatan 10% dari speech audiometry.12
27
A. Audiologi Pemeriksaan audiologi pada fase awal dapat menunjukan tuli sensori neural nada rendah dan nada tinggi. Seiring progesifitas penyakit B. Glycerol dehydration test and electrocochleography (EcoChG) Selama EcoChG, jarum elektroda ditempatkan baik melalui promontorium membran timpani, atau pada membran timpani, atau di liang telinga. Komponen yang diukur adalah a) mikrofonik koklear, b) summating potential (SP), dan c) potensial aksi (AP). Mikrofonik koklea dan summating potential mencerminkan aktivitas bioelectrik koklea, sedangkan potensial aksi mencerminkan aktivitas serat aferen distal dari N VIII. Rasio SP / AP dihitung dan dilaporkan sebagai persentase. Cut-off kriteria Untuk rasio SP yang normal / amplitudo AP adalah 50% (0,5) untuk jenis elektroda canal ear, 40% (0,4) untuk elektroda membran timpani, dan 30% (0,3) untuk jenis elektroda transtympanic. Peningkatan tingkat rasio SP / AP merupakan diagnosis penyakit Meniere.12
Gambar 14. Gambaran hasi EcoChG pada telinga mormal (atas) dan pada hydrop ear (bawah).11
28
C. Pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengeksklusi keadaan patologis retrokoklear. Pencitraan dilakukan jika terjadi manifestasi klinis yang tidak biasa ( bilateral dan pada usia muda) atau dalam rencana tatalaksana dengan operasi. 2.10. Tatalaksana Sampai saat ini belum ada laporan mengenai kesembuhan dari penyakit meniere, namun berbagai macam modalitas terapi telah meningkatkan kualitas hidup pasien. Tatalaksana penyakit menier ini difokuskan pada serangan vertiggo yaitu mengurangi gejala selama serangan dan mengurangi kemungkinan terjadinya serangan baru 1. Pengobatan untuk mengatasi serangan Pada saat serangan vertigo tujuan dari terapi adalah untuk mengurangi sensasi berputar. Beberapa obat yang dapat diberikan adalah anti-emetik (domperidone), anti histamin vestibulosedatif (meclizine), sedatif sentral dengan
efek
vestibulosupresif dan anti emetik (diazepam, sulpiride, dihydrobenzperidol, phenothzine) rekomendasi B. 2. Perubahan gaya hidup a. Diet Pasien dengan penyakit meniere diedukasi untuk mengurangi intake garam untuk maksimal 2 gram per hari atau 1.5 gram per hari masih dalam batas toleransi. b. Menghindari alkohol dan kafein. 3. Terapi medis a. Diuretik Hydrochlorothiazide merupakan diuretik yang paling sering digunakan, tujuan dari terapi dengan diuretik ini adalah untuk mengurangi volume endolimfe dengan pengeluaran air dan penurunan produksinya. b. Steroid Pada serangan akut metilprednisolon intramuskular atau intravena dapat digunakan untuk mengontrol penurunan pendengaran dan vertigo diikuti dengan prednison oral 1 mg/kg diberikan selama 10-14 hari sebelum dosis diturunkan secara perlahan dapat efektif setelah 2 minggu. Jika pasien tidak memberikan respon pada steroid oral dan penurunan pendengaran
29
terus menerus memburuk , dapat diberikan metilprednisolon intratimpanik atau ijeksi dexametason.9 c. Vasodilator Penyakit memniere juga dapat disebabkan oleh iskemia strial, agen vasodilatasi seperti betahistine (Suatu preparat histamin oral) sering digunakan untuk terapi penyakit meniere.6 d. Aminoglikosida Terapi destruktif dapat digunakan pada pasien dengan vertigo yang berat dengan gentamisin intratimpani. Gentamisin intratimpani akan diserap oleh telinga dalam terutama melalui round window dan secara selektif merusak sel rambut vestibular dan koklear. Gentamisin menyebabkan kerusakan langsung pada eoitel sensorineural dan menurunkan produksi endolimfatik melalui dark cell pada stria vaskularis. Terapi gentamisin ini dapat mengontrol vertigo hingga 90%, Terapi ini dihentikan ketika ada penurunan pendengaran yang persisten.7,12 4. Terapi Invasif Terapi invasif seperti operasi dilakukan setelah terapi dengan obat obatan dan gentamisin gagal. Terapi operasi yang dilakukan adalah operasi kantong endolimfatik, pemotongan saraf vestibular untuk mempertahankan pendengaran, labirinektomi dapat mengablasi pendengaran. a. Operasi Kantong Endolimfatik Operasi ini nmelibatkan mastoidektomi dan meletakkan kantong endolimfatik pada fossa dura posterior. Kantong Endolimfatik ini berada pada sisi medial dari sinus sigmoid dan inferior dari kanal semisirkularis posterior . Prinsip teknik dari operasi ini adalah dekompresi dari sinus sigmoid, dan lokalisasi kantong endolimfatik dan memasukan silastic sheeting pada kantong dan area sekitar kantong untuk melakukan kanulasi dan drainase endolimfatik menuju area subarachnoid, mastoid, dan pengangkatan nagian extraosseous dari kantong.. Endolymphatic Shunt Surgery merupakan pilihan operasi yang bersifat tidak destruktif jika terapi dengan aminoglikosida gagal dan pasien masih memiliki fungsi pendengaran yang baik. b. Pemotongan Saraf Vestibular (Vestibular nerve section)
30
Vestibular Nerve Section merupakan terapi definitif pada penyakit meniere unilateral dengan fungsi pendengaran yang masih baik.Pasien dapat mengalami vertigo selama beberapa hari setelah operasi ini sampai kompensasi sentral terjadi. c. Labirinektomi Labirinektomi transmastoid dengan fenestrasi dari kanal semisirkularis dan vestibular juga penganggakatan membran neuroepitelium dapat mengontrol vertigo pada penyakit meniere unilateral denfa fungsi pendengaran yang buruk.7
Gambar 15. Algoritma Tatalaksana Penyakit Meniere11
31
32
Gambar 16. Alur tatalaksana penyakit meniere10
BAB III KESIMPULAN Penyakit meniere adalah penyakit pada telinga dalam dengan trias gejala yang terdiri dari serangan vertigo yang mendadak dan episodik; tuli sensorineural; dan tinitus. Penyebab pasti penyakit meniere ini belum diketahui, namun banyak teori menyebutkan penyebabnya adalah hidrops endolimfe, gangguan sirkulasi pada telinga dalam, infeksi virus, alergi, reaksi autoimun, migrain, dan faktor genetik. Penegakan diagnosis penyakit meniere didasari dengan adanya serangan vertigo yang berulang spontan dan episodik, penurunan pendengaran, rasa penuh pada telinga atau tinitus, atau keduanya. Penatalaksanaan penyakit meniere difokuskan untuk mengurangi gejala selama serangan dan mengurangi kemungkinan terjadinya serangan baru. Penatalaksanaan penyakit meniere dapat menggunakan pengobatan medikamentosa (anti-emetik, diuretik, steroid), dan perubahan gaya hidup (mengurangi intake garam). Terapi invasif dilakukan jika terapi dengan obat-obatan gagal.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Bailey BJ, Johnson JT. Head and neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Baltimore: Lippincot Williams & Wilkins; 2006. 2. Sherwood L. Human physiology: from cells to system. 7 th ed. Canada: Brooks/Cole.2007. 3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomy for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachussetts. Blackwell Publishing. 20-6. 384387. 4. Liston LS, Duvail AJ. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 2012. 5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Ganguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 1016. 6. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, et. al. Cummings otolaryngology. 5th ed. St. Louis: Mosby, Elsevier Saunders; 2011. 7. Snow JB, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th ed. Hamilton: BC Decker Inc. 2003. 8. Haybach PJ. Meniere Disease. Vestibular Disorder Association . 9. Sajjadi H. Meniere’s disease. The Lancet. 2008: 372; 406. 10. C. De Valck et al. Meniere’s Disease. B-ENT. 2007: 3; 11-20. 11. E Stapleton, R milis. Clinical diagnosis of Me´nie` re’s disease: how useful are the American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Committee on Hearing and Equilibrium guidelines. The Journal of Laryngology & Otology .2008: 122; 773-9.
12. Vassiliou A et al. Meniere’s disease: Still a mystery disease with difficult differential diagnosis. Ann Indian Acad Neurol 2011;14:12-8.
34
Hain TC, (2008). Meniere’s Disease. Accessed online at www.americanhearing.org/disorders/menieres. Haybach PJ, (2005). Meniere’s Disease. Accessed online at www.vestibular.org/vestibular-disorders/specific-disorders/meniere92sdisease.php Pulec J.L., (1984). Meniere’s Disease. In: Northern JL, ed. Hearing Disorders, Austin, TX, Pro-Ed, 135-142.
13. Ssd 14. Asdsada 15. asdasd
35