BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kita tidak dapat memungkiri bahwa sampai saat ini proses pembelajaran di sekolah masih cenderung berpusat pada guru (teacher centered) kegiatan siswa lebih sering hanya sebatas duduk, mendengarkan ceramah, mencatat serta menghafalkan konsep. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa tidak terlibat secara aktif dalam perolehan fakta, nilai dan membangun konsep dalam pembelajaran IPA. Selama ini konsep-konsep biologi menjadi sulit dipahami karena pembelajarannya cenderung dilakukan secara abstrak dan hafalan. Konsep-konsep biologi hanya akan menjadi suatu cerita tentang biologi saja karena informasi yang direspon otak siswa hanya akan masuk dalam memori jangka pendek, akibatnya dalam waktu yang tidak lama siswa akan segera lupa pada konsep-konsep yang diajarkan guru tersebut. Di era modern sekarang ini seharusnya siswa mengalami belajar biologi sebagai suatu kebutuhan, sebagai suatu bekal untuk dapat menggunakan pengetahuannya dalam memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Guru harus mulai menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa agar merasakan pentingnya belajar biologi, bukan sekedar dibebani hafalan yang kurang bermakna. Menurut pendapat Prof. H. Imam Barnadib, MA (2004:3) bahwa, peran pendidikan adalah menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir secara mandiri dan kritis (independent critical learning), karena itu merupakan modal dasar bagi pembangunan manusia yang berkualitas. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir mandiri bagi siswa adalah dengan mengembangkan pendidikan partisipatif, yaitu pendidikan yang dalam prosesnya menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa tidak sebatas pendengar, pencatat dan penampung ide-ide guru tetapi lebih dari itu siswa terlibat aktif dalam mengembangkan dirinya sendiri. Untuk mengatasi berbagai masalah-masalah dalam melaksanakan pembelajaran, tentunya diperlukan model-model mengajar yang dianggap mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas mengajar, juga mengatasi kesulitan belajar siswa. Model dapat dipakai sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit 1
berbeda. Setiap model pembelajara memberikan peran yang berbeda kepada siswa, keadaan fisik ruangan, dan pada sistem sosial kelas. Dalam melaksanakan pembelajaran hal yang harus dipentingkan adalah bagaimana mengaktifkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran secara mandiri sehingga pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Indrawati (Trianto, 2013:165) menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inquiry. Selain itu menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006 (Isriani Hardini dan Dewi P, 2012:149) menyatakan bahwa proses pembelajaran IPA harus menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
1.2 Rumusan Masalah Adapun masalah yang dapat kami rumuskan sesuai dengan latar belakang di atas adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran inquiry 2. Apa dasar penggunaan model pembelajaran inquiry 3. Apa tujuan model pembelajaran inquiry 4. Bagaimana peran guru dalam penerapan model pembelajaran inquiry 5. Apa saja komponen pembelajan inquiry 6. Apa saja macam-macam model pembelajaran inquiry 7. Apa saja langkah-langkah (sintaks) yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran inquiry 8. Apa saja kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inquiry 9. Bagaimana contoh penerapan model pembelajaran inquiry dalam pelajaran biologi.
2
BAB II MODEL INQUIRY
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Inquiry Sitiatava Rizema Putra (2013:85) mengemukakan, bahwa inquiry berasal dari kata to inquire. Dalam Oxford Dictionary enquire atau enquiry bermakna ask somebody for information about something, request for information about something, investigation, or act of asking questions or collecting information about something or somebody. Jadi inquiry diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sedangkan menurut National Research Council (Ismunandar et al., 2011:37) pengertian inquiry adalah berbagai bentuk aktivitas yang melibatkan pengamatan, pengajuan pertanyaan, merujuk pada buku dan sumber-sumber lain untuk mendapatkan hal yang telah diketahui, merencanakan penyelidikan, meninjau ulang apa yang telah diketahui dari bukti-bukti hasil percobaan sederhana, menggunakan perangkat-perangkat untuk mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasi
data,
pengajuan
jawaban,
penjelasan
dan
perkiraan,
serta
mengkomunikasikan hasil. Inquiry memerlukan identifikasi asumsi yang digunakan, penggunaan pemikiran logis dan kritis serta pertimbangan terhadap penjelasan mengenai suatu hal. Menurut Mohammad Jauhar (2011:65) inquiry berarti ikut serta atau terlibat dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelikan. Inquiry juga dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Sedangkan, National Science Education Standards (NSES) seperti dikutip dalam Sitiatava Rizema Putra (2013: 85-86) mendefinisikan inquiry sebagai aktivitas beraneka ragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, dan memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat sesuatu yang telah diketahui, merencanakan investigasi, memeriksa kembali sesuatu yang sudah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan alat untuk
3
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan, dan prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari beberapa pengertian inquiry tersebut, dapat disimpulkan bahwa inquiry merupakan suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen guna mencari jawaban maupun memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Menurut Nita Anjung Munggaran (2010:61) model pembelajaran menggambarkan tingkat terluas dari praktek pendidikan dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran. Model digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas siswa untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten). Sedangkan Nurhamzah (2012:91) mengemukakan bahwa model pembelajaran pada pelaksanaanya melihat pembelajaran sebagai suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa. Dari beberapa pendapat tersebut model pembelajaran inquiry dapat diartikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah tersebut yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara kritis, logis, analitis dan sistematis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model inquiry merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar karena siswa berupaya untuk menemukan jawabanjawaban tentang permasalahan yang diajukan guru di kelas.
2.2 Dasar Penggunaan Model Pembelajaran Inquiry Menurut pendapat Edi Hendri (Sitiatava Rizema Putra, 2013:88) bahwa model pembelajaran inquiry dipandang sebagai model yang cukup akomodatif bagi penyelenggaraan prembelajaran sains saat ini. Alasannya, model itu menjembatani keadaan transisi dari gaya pengajaran konvensional yang masih verbalistis serta minim alat-alat menuju gaya pengajaran 4
alternatif yang lebih proporsional bagi hakikat sains dan karakteristik perkembangan intelektual siswa yang berada pada jenjang operasional konkret. Sedangkan Mohammad Jauhar (2011:68) mengemukakan sebuah peribahasa berbahasa Inggris: "Tell me and I forget, show me and I remember, involve me and I understand". Hal yang disebutkan pada kalimat terakhir yaitu “involve me and I understand” adalah salah satu dasar pemikiran dalam model pembelajaran inquiry. Keterlibatan siswa dalam porsi yang cukup besar sangat menentukan tingkat pemahaman siswa dalam materi pembelajaran tersebut. Alasan rasional penggunaan model inquiry dalam mata pelajaran biologi adalah siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai biologi dan akan lebih tertarik terhadap biologi jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” biologi. Menurut pendapat Dewey (Moh. Sholeh Hamid, 2011:30) mengemukakan, bahwa pentingnya keterampilan pemecahan masalah dan kebutuhan untuk mengembangkan kreativitas karena pendidikan tidak harus menjadi sebuah proses yang membosankan atau bahkan menyengsarakan para siswa. Sejatinya siswa diarahkan untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara yang menyenangkan karena pada dasarnya tujuan hidup manusia yang hakiki adalah kebahagiaan yang identik dengan kesenangan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alasan dasar penggunaan model inquiry adalah dengan menemukan sendiri tentang konsep yang dipelajari, siswa akan lebih memahami ilmu, dan ilmu tersebut akan disimpan dalam memori jangka panjang sehingga dapat bertahan lama. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya. Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Sejatinya pembelajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri bukan hasil mengingat sejumlah fakta.
5
2.3 Tujuan Model Pembelajaran Inquiry Tujuan utama model pembelajaran inquiry seperti diungkapkan oleh Ngalimun (2013:35) adalah mengembangkan sifat dan keterampilan siswa sehingga mereka dapat menjadi pemecah masalah yang mandiri (independent problem solvers). Sedangkan menurut Joyce dan Weil (1986:6) berpendapat bahwa tujuan umum model inquiry ini adalah membantu siswa mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memunculkan masalah dan mencari jawabannya sendiri melalui rasa keingintahuaannya. Kegiatan belajar melalui inquiry menghadapkan siswa pada pengalaman konkret sehingga siswa belajar secara aktif dimana mereka didorong untuk mengambil inisiatif dalam usaha memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan mengembangkan keterampilan meneliti. Melalui kegiatan inquiry, siswa dengan tingkat perkembangan atau kemampuan berbeda dapat bekerja pada masalah-masalah sejenis dan berkolaborasi untuk menentukan pemecahannya. Dalam proses inquiry siswa termotivasi untuk terlibat langsung atau berperan aktif secara fisik dan mental dalam kegiatan belajar sehingga sangat membantu tercapainya kompetensi atau tujuan pembelajaran. Model pembelajaran inquiry terdapat berbagai macam tujuan disamping mengantarkan siswa pada tujuan intruksional, tetapi dapat juga memberi tujuan iringan (nutrunant effeck ). Hal ini pun diungkapkan oleh Mohammad Jauhar (2011:65) dan Sitiatava Rizema Putra (2013:93) bahwa tujuan model pembelajaran inquiry diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melatih keterampilan siswa untuk memproses secara ilmiah bahan pelajarannya (mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasikan data, mengidentifikasi, merumuskan dan menguji hipotesis serta mengambil kesimpulan). 2. Mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru untuk mendapatkan pelajarannya sehingga siswa terbiasa belajar secara mandiri. 3. Melatih siswa dalam menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya. 4. Mengembangkan daya kreativitas siswa. 5. Memberi pengalaman belajar seumur hidup. Berdasarkan pendapat tersebut mengenai tujuan dari model pembelajaran inquiry adalah diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dapat memperoleh banyak pengetahuan 6
dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu pengamatan yang nantinya mereka temukan di berbagai mata pelajaran yang lain atau dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara lebih mandiri misalnya tidak tergantung pada orang tua atau bantuan guru karena mereka telah terbiasa mencari jawabannya sendiri. Pengetahuannya pun akan selalu bertambah karena mereka akan selalu mencari dan mencari informasi yang belum mereka ketahui untuk memenuhi rasa ingin tahu. Model pembelajaran inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi seluruh potensi yang ada
termasuk
pengembangan emosional.
2.4 Peranan Guru dalam Model Pembelajaran Inquiry Model pembelajaran inquiry dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Ada berbagai pendapat ahli tentang peranan guru dalam mengembangkan kondisi belajar dengan model inquiry. Kaltsounis (Ngalimun, 2013:42), sebagai contoh menyatakan bahwa, dalam sebuah kelas yang berorientasi pada inquiry peranan guru adalah menciptakan masalah-masalah yang memadai, menstimulasi pertanyaan-pertanyaan dan meneliti diantara siswa itu sendiri, daripada sebagai sumber utama informasi bagi siswanya. Pendapat lainnya datang dari Wood (Trianto, 2013:166) yang menyatakan bahwa peranan guru adalah mendorong pembelajaran yang mandiri dengan cara: (1) Menimbulkan rasa keingintahuan siswa; (2) Memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questions); (3) Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menekankan keputusan-keputusan yang harus dibuat oleh siswa; (4) Mendorong partisipasi individual dalam diskusi; (5) Menjaga agar diskusi tetap relevan dengan topik; (6) Bertindak sebagai seorang penantang (a challenger); (7) Mempromosikan penggunaan beberapa sumber informasi; (8) Mendorong siswa menjadi kreatif dan spekulatif dalam berfikir. Sedangkan menurut Mohammad Jauhar (2011:68-69) mengemukakan peranan guru dalam pembelajaran dengan model inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi. 7
Selanjutnya dalam mengembangkan sikap inquiry di kelas guru berperan sebagai konselor dan teman yang kritis. Guru harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok melalui tiga tahapan yaitu: (1) Tahap problem solving atau tugas; (2) Tahap pengelolaan kelompok; (3) Tahap pemahaman sebagai individual, dan pada saat yang sama guru sebagai instruktur harus dapat memberikan memberikan kemudahan bagi kerja kelompok, melakukan intervensi dalam kelompok dan mengelola kegiatan pembelajaran. Ngalimun (2012:43) mengemukakan sebuah kontinum pola-pola pembelajaran inquiry dalam tabel berikut ini. Tabel 2.1 Sebuah kontinum pola-pola pembelajaran inquiry No
Langkah
A
B
C
D
E
1.
Menyatakan masalah
T
T
T
T
S
2.
Merumuskan masalah
T
T
T
S
S
3.
Mengembangkan sebuah rencana kerja
T
T
S
S
S
4.
Melaksanakan kegiatan
S
S
S
S
S
5.
Mengumpulkan data
S
S
S
S
S
6.
Merumuskan kesimpulan
T
S
S
S
S
Dalam pola A, guru (dengan simbol “T”) mengontrol semua langkah kecuali melaksanakan kegiatan dan mengumpulkan data. Guru bahkan juga merumuskan kesimpulan karena masalah yang dikaji menjelaskan kesimpulan. Sebaliknya dalam pola E, siswa (dengan symbol “S”) mengerjakan semua langkah inquiry, siswa memiliki sebuah kesempatan untuk menyatakan masalah, mempertimbangkan berbagai hipotesis secara mandiri dan menerapkan metode penelitian. Pola ini memberi kebebasan bagi siswa untuk berkembang sebagai pembelajar yang mandiri. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa guru dalam mengembangkan model pembelajaran inquiry di kelas mempunyai peranan sebagai : 1) Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan bergairah dalam berpikir. 2) Fasilitator, yang menunjukan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. 3) Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan dan memberikan keyakinan pada diri sendiri. 4) Administrator, yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas. 8
5) Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan. 6) Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. 7) Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat dan motivasi siswa.
2.5 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Inquiry Walaupun dalam prakteknya aplikasi model pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun menurut Garton (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, 2011:152) dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan model inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu: 1. Question Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini sesuai dengan Taxonomy Bloom siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi. 2. Student Engangement Keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi. 3. Cooperative Interaction Siswa diminta untuk berkomunikasi bekerja berpasangan dalam kelompok. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.
9
4. Perfomance Evaluation Dalam menjawab permasalahan siswa diminta untuk membuat sebuah produk menghasilkan yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahannya yang sedang dipecahkannya. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi. 5. Variety of Resources Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.
2.6 Macam-Macam Model Pembelajaran Inquiry Beberapa macam model pembelajaran inquiry yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge (Sahrul, 2009:2) dan Gulo (Triyanto, 2007: 137) diantaranya: a. Guide Inquiry Dalam model pembelajaran guide Inquiry ini siswa lebih banyak aktif dalam proses pembelajarannya. Guru hanya menyediakan bimbingan atau petunjuk pada siswa bila mereka mendapatkan kesulitan. Pembelajaran Inquiry terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inquiry yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa, sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problema atau masalah. b. Modified Inquiry Model pembelajaran inquiry ini memiliki ciri yaitu guru hanya memberikan permasalahan tersebut melalui pengamatan, percobaan, dan prosedur peneltian untuk memperoleh jawaban. Dalam model ini guru bertugas sebagai narasumber yang tugasnya hanya memberi bantuan pada siswa agar tujuan pembelajaran tercapai dan siswa tidak mengalami kegagalan. c. Free Inquiry Dalam model inquiry ini masalah atau problema tidak disodorkan oleh guru namun oleh siswa, siswa mengidentifikasi dan merumuskan berbagai macam masalah yang ditemukannya dan siswa pula yang mencari jawabannya sendiri. Jenis model inquiry ini lebih bebas dibandingkan dengan Guide inquiry dan Modified inquiry.
10
d. Inquiry Role Approach Model ini dalam pembelajarannya siswa dibagi menjadi beberapa tim yang terdiri dari empat orang siswa, setiap anggota tim diberikan satu peranan yang mereka harus tanggung jawabkan, masing-masing anggota tim mempunyai peranan yang berbeda-beda yakni ada yang bertugas sebagai koordinator tim, penasehat teknis, pencatat data dan evaluator. e. Invitation Into Inquiry Dalam model ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah, siswa diundang (invitation) setelah itu siswa melakukan beberapa kegiatan yang diajukan oleh guru. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada para siswa dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan. f. Pictorial Riddle Model ini dapat digunakan dalam penelitian yang mengukur tentang peningkatan motivasi dan minat siswa, kegiatan ini dilakukan secara berkelompok, Riddle disini biasanya berupa alat peraga seperti gambar atau poster yang nantinya guru menyodorkan suatu permasalahan dari riddle tersebut. g. Synectics Lesson Pada jenis ini memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk kiasan supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya, hal ini dapat dilaksanakan karena kiasan dapat membantu siswa dalam berfikir untuk memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif. h. Value Clarification Model Inquiry ini lebih memusatkan siswa pada nilai atau pada suatu aturan-aturan pada proses
pembelajaran
yang
nantinya
dapat
dipahami
oleh
siswa
dalam
proses
pembelajarannya. i. Inquiry Training Dalam model inquiry training terdapat tiga prinsip yaitu pengetahuan yang bersifat tentatif menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan manusia mengembangkan indivualitas secara mandiri akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah. Prinsip-prinsip yang dikembangkan adalah pengajuan pertanyaan yang jelas 11
dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi, formulasi, dan generalisasi siswa.
2.7 Langkah-Langkah (Sintaks) dalam Menerapkan Model Pembelajaran Inquiry Dari beberapa macam model pembelajaran tersebut yang akan dikaji lebih lanjut adalah model Invitation Into Inquiry dan Inquiry Training. 1. Invitation Into Inquiry Eggen
dan
Kauchak
(Triyanto,
2007:141-142)
mengemukakan
bahwa,
model
pembelajaran invitation into inquiry adalah siswa diundang ke dalam suatu masalah berupa pertanyaan yang telah direncanakan dengan hati-hati, sehingga mengundang siswa untuk terlibat melakukan beberapa kegiatan atau jika mungkin semua kegiatan, seperti merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab akibat, menginterpretasi data, membuat grafik, menentukan peranan diskusi dan simpulan dalam merencanakan penelitian dan mengenal bagaimana kesalahan eksperimental yang mungkin dapat dikurangi atau diperkecil. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa invitation into inquiry berupaya untuk melatih siswa berpikir secara ilmiah dan sistematis dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Tahapan yang dilakukan dalam model invitation into inquiry adalah sebagai berikut: a. Tahap 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti. b. Tahap 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi. c. Tahap 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat. d. Tahap 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal. e. Tahap 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
12
2. Inquiry Training Dr. Mujibul Hasan Siddiqui dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Inquiry Training Model
of
Teaching:
A
Search
of
Learning”
(2013,108)
mengemukakan
bahwa
model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Adapun dasar teori mendukung model pembelajaran ini yaitu: 1) Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya 2) Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya tersebut 3) Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan/digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa 4) Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu siswa belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan atau solusi altenatif. Model pembelajaran inquiry training dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan meringkaskan proses ilmiah itu ke dalam waktu yang relatif singkat. Umumnya manusia selalu memiliki rasa ingin tahu, karena itu model latihan penelitian ini memperkuat dorongan alami untuk melakukan eksplorasi, memberikan arah khusus sehingga mereka akan dapat melakukan eksplorasi itu dengan semangat besar dan dengan penuh kesungguhan. Pembelajaran inquiry training memberi kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi dengan baik. Dengan model ini membantu para siswa untuk melakukan penelitian secara mandiri dengan cara yang berdisiplin. Yang diharapkan ialah para siswa dapat mempertanyakan, mengapa suatu peristiwa terjadi, dan menelitinya dengan cara mengumpulkan dan mengolah data secara logis. Latihan penelitian dimulai dengan menyajikan situasi yang penuh pertanyaan. Dengan situasi yang penuh teka-teki ini secara alami siswa akan terdorong untuk memecahkan teka-teki itu. Dengan cara ini diyakini bahwa para siswa dapat menjadi semakin sadar akan proses penelitian yang dilakukannya dan pada saat itu secara langsung dapat diajarkan cara melakukan prosedur penelitian yang bersifat ilmiah. Yang paling penting, demikian menurut Suchman
13
sebagai pengembang model ini, menyajikan kepada para siswa suatu sikap bahwa “pengetahuan itu bersifat tentatif” artinya selalu terbuka untuk dikaji secara terus menerus. Model inquiry training ini, selain dapat mencapai tujuan sebuah pokok bahasan juga dapat meningkatkan : (1) Keterampilan proses (mengamati, mengumpulkan dan mengolah data, dan sebagainya); (2) Siswa aktif dan mandiri; (3) Pengungkapan verbal; (4) Toleransi terhadap keadaaan yang ambigu (memiliki dua arti) dan juga ketekunan; (5) Berfikir logis; (6) Sikap bahwa semua pengetahuan itu sifatnya sementara. Dampak instruksional model ini adalah (1) Strategi untuk penelitian kreatif; (2) Semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah (1) Keterampilan proses keilmuan; (2) Kemandirian atau otonomi dalam belajar; (3) Toleransi terhadap ketidakpastian. Model inquiry training ini memiliki lima tahap seperti berikut: a. Tahap Pertama : Menghadapkan Masalah 1) Menjelaskan prosedur penelitian 2) Menyajikan situasi yang saling bertentangan atau berbeda. b. Tahap Kedua : Mencari dan Mengkaji Data 1) Memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi 2) Memeriksa tampilnya masalah. c. Tahap Ketiga : Mengkaji Data dan Eksperimentasi 1) Mengisolasi variabel yang sesuai 2) Merumuskan hipotesis sebab akibat. d. Tahap Keempat : Mengorganisasikan, Merumuskan dan Menjelaskan. Dilakukan dengan cara merumuskan cara-cara atau aturan untuk menjelaskan apa yang dilakukan sebelumnya. e. Tahap Kelima : Menganalisis Proses Penelitian. Dilakukan dengan cara menganalisis strategi penelitian untuk mendapatkan prosedur yang lebih efektif. Sedangkan menurut Joyce and Weil (Isriani Hardini dan Dewi P, 2012:100-101) model pembelajaran inquiry training terbagi menjadi 5 tahap yaitu: 1) Penyajian Masalah Dalam tahap ini, guru menyajikan suatu masalah dan menerangkan prosedur inquiry pada siswa. Bentuk masalah perlu disesuaikan dengan tingkat pengetahuan siswa. Dalam hal ini yang penting adalah bahwa masalah itu berisi suatu kejadian yang dapat merangsang aktivitas intelektual siswa. 14
2) Pengumpulan Data Verifikasi Dalam tahap ini, siswa didorong untuk mau berusaha mengumpulkan informasi mengenai kejadian yang mereka lihat dan alami. 3) Pengumpulan Data Eksperimentasi Dalam hal ini, siswa melakukan eksperimen dengan memasukan hal-hal (variabel) baru, untuk melihat apakah akan terjadi perubahan. Dalam tahap ini, siswa pun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hampir serupa dengan hipotesis. Dalam tahap verifikasi, siswa dapat bertanya mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan kejadian yang mereka lihat/rasakan, yaitu sebagai berikut: a) Objek : Sifat atau identitas suatu objek. b) Kejadian : Sifat atau sebab terjadinya. c) Keadaan : Keadaan suatu objek atau sistem pada saat tertentu. d) Sifat : Sifat/karakteristik suatu objek pada keadaan tertentu untuk mendapatkan informasi baru yang membantu pembentukan suatu teori. Tahap eksperimentasi mempunyai dua tugas, yaitu eksplorasi dan uji langsung. Dalam eksplorasi, siswa mengubah beberapa hal untuk melihat apa yang akan terjadi, sedangkan dalam uji langsung sisa melakukan pengujian. 4) Organisasi Data Formulasi Kesimpulan Dalam tahap ini, siswa mengkoordinasikan dan menganalisis data untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat menjawab masalah yang telah disajikan. 5) Analisis Proses Inquiry (metakognisi) Dalam tahap ini siswa diminta untuk menganalisa pola inquiry yang telah mereka jalani, yaitu dengan menentukan pertanyaan mana yang paling produktif (menghasilkan data yang paling relevan) atau tipe informasi yang sebenarnya mereka butuhkan, tetapi tidak mereka dapatkan.Tahap ini penting untuk memperbaiki proses inquiry itu sendiri
2.8 Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inquiry Sitiatava Rizema Putri (2013:104-108), Trianto (2013:170), dan Marsh (Ngalimun, 2013: 40-41) mengemukakan bahwa ada beberapa keunggulan dan kelemahan dalam model pembelajaran Inquiry.
15
a. Keunggulan model pembelajaran inquiry 1) Model pembelajaran inquiry meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. 2) Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser ke arah kepuasan instrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dari dalam dirinya. 3) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan. Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna 4) Belajar melalui inquiry bisa memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri pun lebih mudah diingat. 5) Belajar dengan inquiry, siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan ide-ide dengan baik. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk dapat memandang konten (isi) dalam sebuah cara yang lebih realistik dan positif karena mereka dapat menganalisis dan menerapkan data untuk pemecahan masalah. 6) Pengajaran menjadi terpusat pada siswa. Salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, semakin besar pula kemampuan belajar siswa tersebut. Pembelajaran inquiry tidak hanya ditujukan untuk belajar konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi juga belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi, dan lain sebagainya. 7) Proses pembelajaran inquiry dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inquiry lebih besar sehingga memberikan kemungkinan kepadanya untuk memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri secara baik. 8) Tingkat harapan meningkat. Tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri berdasarkan pengalaman penemuannya.
16
9) Model pembelajaran inquiry bisa mengembangakn bakat. Manusia memiliki berbagai macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik. Semakin banyak kebebasan dalam proses pembelajaran, semakin besar kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakat lainnya seperti kreatif, sosial dan lain sebagainya. 10) Model pembelajaran inquiry dapat menghindarkan siswa dari belajar dengan hafalan. Pembelajaran inquiry menekankan kepada siswa untuk menemukan makna dari lingkungan sekelilingnya. 11) Model pembelajaran inquiry memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang di dapatkan. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. 12) Secara instrinsik pendekatan ini sangat memotivasi siswa. Siswa akan termotivasi oleh dirinya sendiri untuk merefleksi isu-isu tertentu, mencari data-data yang relevan dan membuat keputusan-keputusan yang sangat bergunabagi dirinya sendiri. 13) Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. 14) Model ini memungkinkan hubungan guru dan siswa lebih hangat karena guru lebih bertindak sebagai fasilitator pembelajaran dan kurang mengarahkan aktivitas-aktivitas yang didominasi oleh guru.
b. Kekurangan model pembelajaran inquiry 1) Model pembelajaan inquiry mengandalkan suatu kesiapan berpikir, sehingga siswa yang mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam berpikir secara luas, membuat abstraksi, menemukan hubungan antar konsep dalam suatu mata pelajaran, atau menyusun sesuatu yang telah diperoleh secara tertulis maupun lisan. Sedangkan bagi siswa yang mempunyai kemampuan berpikir tinggi mampu memonopoli model pembelajaran penemuan sehingga dapat menyebabkan frustasi bagi siswa lainnya. 2) Tidak efisien, khususnya untuk mengajar siswa yang berjumlah besar sehingga banyak waktu yang dihabiskan untuk membantu seorang siswa dalam menemukan teori-teori tertentu. Model ini memerlukan jumlah jam pelajaran kelas yang banyak dan juga waktu di luar kelas dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya. 17
3) Bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide sehingga memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. 4) Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa telah terbiasa dengan pengajaran tradisional misalnya ceramah dan tanya jawab. 5) Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa dimanfaatkan dengan optimal dan sering kali justru membuat siswa menjadi kebingungan. 6) Model ini sulit untuk dievaluasi dengan menggunakan tes prestasi tradisional, misalnya bagaimana guru mengevaluasi proses pemikiran yang digunakan oleh siswa ketika mereka sedang mengerjakan program-program inquiry.
18
BAB III APLIKASI MODEL INQUIRY TRAINING DALAM PEMBELAJARAN
Berikut ini contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model inquiry training.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan
: SMAN 1 CIAMIS
Mata Pelajaran
: Biologi
Kelas/Semester
: X/ I
Pertemuan ke
:6
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
I.
STANDAR KOMPETENSI 2. Memahami prinsip-prinsip pengelompokan makhluk hidup.
II. KOMPETENSI DASAR 2.4 Mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis jamur berdasarkan hasil pengamatan, percobaan, dan kajian literatur serta peranannya bagi kehidupan. III. INDIKATOR 2.4.1
Mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis jamur.
2.4.2
Membuat data tabel pengamatan ciri-ciri dan jenis jamur.
2.4.3
Melaporkan data hasil pengamatan.
IV. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Setelah melakukan pengamatan jamur pada tempe dan oncom dengan mikroskop, siswa dapat menggambarkan struktur tubuh jamur berdasarkan hasil pengamatan dengan jujur, teliti dan kerjasama. 2. Setelah melakukan pengamatan jamur yang ada pada tempe dan oncom siswa dapat membuat data tabel pengamatan ciri-ciri dan jenis jamur dengan kreatif.
19
3. Setelah melakukan pengamatan dan diskusi, siswa dapat melaporkan data hasil pengamatannya dengan jujur dan komunikatif. 4. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat mengklasifikasikan jamur tersebut berdasarkan ciri-ciri yang telah diamati dengan teliti.
V.
MATERI PEMBELAJARAN Klasifikasi jamur yaitu terdiri dari 3 kelas yaitu:
1.
Ascomycota : kebanyakan hidup sebagai parasit pada organisme lain. Cara reproduksi generatifnya dengan ascus membentuk askospora. Contohnya Aspergilus sp, Neurospora crassa. Jamur oncom (Neurospora crassa) memiliki ciri: - Hifa bersekat - Konidia berwarna merah muda atau merah bata,
2.
Zygomycota : hidup sebagai saprofit pada roti, nasi, dan bahan makanan lainnya, serta ada yang hidup sebagai parasit. Divisi ini berkembang biak secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan cara konjugasi antara hifa betina dan hifa jantan dan dihasilkan spora, sedangkan secara aseksual terjadi dengan membentuk spora di sporangium yang terletak di ujung hifa. Selanjutnya, spora pecah mengeluarkan miselium untuk membentuk individu baru. Contohnya adalah Rhizopus sp., Mucor, dan Pliobolus. Jamur
tempe
(Rhizopus
Ciri–ciri Jamur Tempe : -Tubuh multiseluler. -Hifa tidak bersekat. -Miselium bercabang banyak - Spora berwarna hitam
20
Stolonifer)
3.
Basidiomycota : merupakan kelompok jamur yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi bila dibandingkan dengan kelompok jamur lainnya. Contohnya jamur merang.
VI.
METODE PEMBELAJARAN A. Model Pembelajaran
: Latihan Inkuiri ( Inquiry Training Model )
B. Metode
: Eksperimen dan diskusi.
VII. SARANA DAN SUMBER BELAJAR
Sarana Belajar : 1. Mikroskop
5. Pipet tetes
2. Kaca Objek
6. Tempe
3. Cover glass
7. Oncom
4. Jarum pentul
8. Air
Sumber Belajar : 1. Sulistyorini, Ari. 2009. Biologi 1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2. Lembar Kerja Siswa.
VIII. KEGIATAN PEMBELAJARAN No A
Kegiatan Pembelajaran
Waktu
KEGIATAN AWAL - Guru
10 Menit
memasuki
kelas
kemudian
mengucapkan salam. - Guru
memeriksa
kehadiran
siswa
dan
memastikan siswa siap untuk belajar. 1. Apersepsi - Guru menanyakan materi sebelumnya: “Masih ingat apa saja ciri-ciri jamur?” - Setelah
siswa
menjawab
pertanyaan
apersepsi, guru mengoreksi jawaban siswa 21
PBKB yang dikembangkan Rasa ingin tahu, jujur, menghargai
tentang ciri-ciri jamur yaitu:
Bersifat eukariotik yang memiliki dinding sel.
Tidak mempunyai klorofil.
Dinding selnya tersusun atas zat kitin.
Tubuh jamur umumnya multiseluler, namun ada juga yang uniseluler.
Tubuhnya berbentuk benang hifa, ada juga yang berbentuk miselium.
2. Motivasi - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. - Guru menanyakan kepada siswa:
“Pernah makan tempe?”
“Pernah makan oncom?”
“Apakah
kalian
mengetahui
proses
pembuatannya?” - Fase 1: Memberikan situasi masalah dan menjelaskan prosedur latihan inkuiri
Guru memperlihatkan tempe dan oncom kemudian mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Gambar oncom
Gambar tempe
o “Mengapa warna tempe dan oncom bisa berbeda?”
22
o “Apakah jamur yang digunakan pada proses pembuatanya sama?”.
Guru menjelaskan prosedur belajar yang akan
dilaksanakan
(prosedur
latihan
inkuiri) dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Guru
meminta
berdasarkan
siswa
untuk
kelompok
duduk
masing-masing
yang sudah dibentuk pada pertemuan sebelumnya kemudian membagikan LKS. B
KEGIATAN INTI
70 menit
1. Eksplorasi - Fase
2:
Mengumpulkan
data-Verifikasi
masalah.
Siswa menelaah masalah yang diberikan secara
berdiskusi
dalam
kelompok
dengan arahan pertanyaan dalam LKS.
Siswa bekerjasama dalam kelompok mengumpulkan data-data dari berbagai literatur
yang
mendukung
terhadap
permasalahan yang diberikan.
Selama siswa diskusi, guru berkeliling ke setiap kelompok untuk membimbing jalannya diskusi. Ketika ada pertanyaan dari siswa, guru hanya menjawab “ya” atau “tidak”, kemudian memberikan pertanyaan arahan yang membimbing.
Guru
menilai
kelompok, mengolah
siswa
dalam
menilai data,
serta
diskusi
keterampilan kemampuan
23
Rasa ingin tahu, jujur, teliti, bekerja sama, saling menghargai, mengemukakan pendapat, disiplin, kreatif, kerja keras.
menerapkan konsep dan prinsip dalam pemecahan masalah. 2. Elaborasi - Fase
3:
eksperimen
Mengumpulkan (membuat
data dan
melalui menguji
hipotesis).
Siswa
membuat
hipotesis
dari
permasalahan yang diberikan.
Siswa menentukan data-data yang akan diambil
dalam
eksperimen
dan
menentukan alat-alat yang digunakan serta prosedur kerjanya.
Siswa
melakukan
eksperimen
untuk
menguji hipotesis yang telah mereka buat yaitu melakukan pengamatan jamur yang ada dalam sample oncom dan tempe dengan menggunakan mikroskop.
Siswa menggambarkan hasil pengamatan pada LKS yang sudah disediakan.
Siswa mengidentifikasi jenis-jenis jamur yang ada di dalam sampel tempe dan oncom
berdasarkan
gambar
hasil
pengamatan ciri-ciri tubuhnya.
Siswa
membuat
tabel
untuk
mengelompokan ciri-ciri yang diamati.
Guru menilai keterampilan siswa dalam mengamati dan menyajikan data.
- Fase 4: Merumuskan penjelasan
Siswa berdiskusi untuk merumuskan penjelasan terhadap permasalahan yang
24
diberikan.
Siswa
diberikan
kesempatan
mengkomunikasikan
penjelasan
untuk yang
telah didiskusikan.
Guru membimbing diskusi kelas untuk menganalisis
hasil
penjelasan
yang
dikomunikasikan oleh semua kelompok siswa.
Guru
menilai
siswa
dalam
diskusi
kelompok, kemampuan mengolah data dan merumuskan kesimpulan. - Fase 5: Menganalisis pola-pola dari proses inkuiri.
Guru
mengarahkan
siswa
untuk
menganalisis kegiatan inkuiri yang telah dilakukan.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan saran dalam pelaksanaan inkuiri untuk kegiatan yang akan datang.
Guru menilai keterampilan siswa dalam mengemukakan ide dan berkomunikasi.
2. Konfirmasi
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami.
Guru memberikan penguatan materi tentang
pengelompokan
jamur
berdasarkan ciri-ciri yang dapat di amati.
25
C
KEGIATAN PENUTUP
10 Menit
Siswa membuat kesimpulan pembelajaran pertemuan ini. Guru
dan
siswa
melakukan
Kreatif, Kerja Keras, Bertanggung Jawab.
refleksi
pembelajaran. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan LKS yang sudah di isi. Guru memberikan tugas individu untuk dikerjakan di rumah yaitu mengidentifikasi makanan
dan
minuman
yang
proses
pembuatannya menggunakan jamur. Guru menginformasikan materi pertemuan yang akan datang. Guru mengucapkan salam. IX.
PENILAIAN
1. Jenis / Teknik penilaian
Observasi sikap
Performance (tes praktik)
Penilaian produk laporan hasil pengamatan berupa lembar kerja siswa (lampiran 1).
2. Bentuk Instrumen
:
Instrumen penilaian sikap (lampiran 2).
Instrumen penilaian psikomotor (lampiran 3).
Instrumen penilaian produk (lampiran 4).
Mengetahui, Kepala Sekolah
Ciamis, …………….2013 Guru Bidang Studi
NIP.
NIP. 26
Lampiran 1 LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS)
JUDUL HARI/TANGGAL KELOMPOK Anggota
: PENGAMATAN JAMUR TEMPE DAN ONCOM : : :1. 2. 3. 4.
PETUNJUK: Tuliskan hasil kerja pada lembar yang telah disediakan.
A. Tentukan rumusan masalah! B. Tuliskan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pengamatan! C. Tuliskan hipotesisnya! D. Apa saja alat dan bahan yang digunakan! E.
Tuliskan langkah kerja yang dilaksanakan!
F.
Buatlah tabel hasil pengamatan!
G.
Diskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini : 1. Tuliskan bagian-bagian dari jamur tempe dan jamur oncom! 2. Spora jamur tempe berwarna.... 3. Spora jamur oncom berwarna... 4. Bagaimana keberadaan sekat pada jamur tempe dan jamur oncom?
H.
Buatlah Kesimpulan berdasarkan data hasil pengamatan dan diskusi kelompok!
27
Lampiran 2 Instrumen Penilaian Sikap Aspek yang dinilai No
Nama
Keterampilan
Keterampilan
Siswa
bertanya
berkomunikasi
0
1
2
0
1
2
Ketepatan
Kerjasama 0
1
Partisipasi
waktu 2
0
1
2
0
1
Skor 2
Catatan: aspek yang dinilai bisa disesuaikan Keterangan:
Skor 0 = tidak lengkap / tidak rapi / tidak ada kerja sama / tidak tepat waktu / tidak berpartisipasi.
Skor 1 = kurang lengkap / kurang rapi / kurang ada kerja sama / kurang tepat waktu / kurang berpartisipasi.
Skor 2 = lengkap / rapi / kerja sama baik / tepat waktu / berpartisipasi baik.
Jumlah Skor Maksimum = 10
=
x 100
Kriteria nilai: 90 – 100 = A
50 – 60 = C
70 – 80 = B
<50
=D
28
Nilai
Lampiran 3 Instrumen Penilaian Psikomotor Aspek yang dinilai Nama
No
Siswa
Keterampilan menggunakan alat 0
1
2
Keterampilan mengamati 0
1
2
Keterampilan
Keterampila
mengumpulkan
mengolah data
data 0
1
2
0
1
2
Keterampilan menyajikan
Skor
data 0
1
2
Catatan: aspek yang dinilai bisa disesuaikan Keterangan:
Skor 0 = tidak bisa menggunakan alat / tidak bisa mengamati / tidak mengumpulkan data / tidak mengolah data / tidak menyajikan data.
Skor 1 = kurang terampil menggunakan alat / kurang terampil mengamati / mengumpulkan data kurang lengkap / pengolahan data kurang lengkap/ menyajikan data kurang lengkap.
Skor 2 = terampil menggunakan alat / terampil mengamati / mengumpulkan data lengkap / pengolahan data lengkap/ menyajikan data lengkap.
Jumlah Skor Maksimum = 10
=
x 100
Kriteria nilai:
90 – 100 = A
50 – 60 = C
70 – 80 = B
< 50
=D
29
Nilai
Lampiran 4 Instrumen Penilaian Produk
No 1
Skor (1-5)
Aspek
1
2
Perencanaan a. Rumusan masalah b. Rumusan tujuan c. Rumusan hipotesis d. Alat dan bahan e. Prosedur kerja
2
Pelaksanaan a. Keakuratan pengamatan b. Penyajian data hasil pengamatan c. Analisis data d. Penarikan kesimpulan
3
Pelaporan
Catatan: aspek yang dinilai bisa disesuaikan Keterangan:
Skor 1 = Tidak ada
Skor 2 = Kurang
Skor 3 = Cukup
Skor 4 = Baik
Skor 5 = Baik sekali
Jumlah Skor Maksimum = 50
Kriteria nilai:
=
90 – 100 = A
50 – 60 = C
70 – 80 = B
< 50
x 100
=D
30
3
4
5
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Model pembelajaran inquiry dapat diartikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah tersebut yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara kritis, logis, analitis dan sistematis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Tujuan dari model pembelajaran inquiry adalah diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu pengamatan yang nantinya mereka temukan di berbagai mata pelajaran yang lain atau dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari secara lebih mandiri karena mereka telah terbiasa mencari jawabannya sendiri. Tahapan-tahapan (sintaks) model inquiry training adalah: 1. Penyajian masalah. 2. Pengumpulan data verifikasi. 3. Pegumpulan data eksperimentasi. 4. Organisasi data formulasi kesimpulan. 5. Analisis proses inquiry.
4.2 Saran Dalam prakteknya aplikasi model pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah. Oleh karena itu guru harus kreatif dalam menerapkan model inquiry tersebut disesuaikan dengan gaya belajar anak, kondisi sarana dan prasarana sekolah dan sebagainya sehingga model pembelajaran inquiry bisa diterapkan secara efektif dan efisien. Tahapannya pun tidaklah baku guru dapat memodifikasinya sesuai dengan kebutuhan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib,I. (2004). Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safiria Insani Press. Hamid, M.S.(2011). Metode Edu Tainment. Yogyakarta: Diva Press. Ismunandar, et al. (eds). (2011). INQUIRY AND THE NATIONAL SCIENCE EDUCATION STANDARDS, A Guide for Teaching and Learning Steve Olson and Susan LoucksHorsley. Editor: Committee on Development of an Addendum to the National Science Education Standards on Scientific Inquiry; National Research Council. Isriani, H. dan Puspitasari, D. (2012). Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Familia Relasi Inti Media Group. Jauhar, M. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Joyce, B. and M. Weil. (1986). Models of Teaching. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Munggaran, N. A. (2010). Menciptakan Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Wahana Karya Grafika. Ngalimun. (2013). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Nurhamzah. (2012). Teori, Strategi, Model, dan Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Wahana Karya Grafika. Putra, S.R. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis SAINS. Yogyakarta: Diva Press.
Sahrul. (2009). Macam–macam Model Pembelajaran Inkuiri. [Online]. Tersedia: (http://Sahrulgmail.blogspot.com/macam – macam model-pembelajaran- inkuirihtml.html/. diakses tanggal10 Oktober 2013. Siddiqui, M.H. (2013). Inquiry Training Model of Teaching : A Search of Learning. Journal of IJSR - Internasional Jurnal Ilmiah Penelitian 109, ( 2 ), 108-110. Trianto. (2013). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Triyanto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
32
MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengajaran Biologi Sekolah Lanjutan Dosen : Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd
Kelompok 1 Kelas : B 1. Ruhana Afifi 2. Diah Permasih
PRODI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS KUNINGAN 2013 33
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robi, karena atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Inquiry”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengajaran Biologi Sekolah Lanjutan. Makalah ini membahas kajian tentang model pembelajaran inquiry serta contoh aplikasinya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran biologi. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menghadapi kesulitan dan hambatan, tetapi berkat petunjuk dan bimbingan dari dosen pengampu Prof. Dr. Hj. Sri Redjeki, M.Pd maka terwujudlah makalah ini. Oleh karena hal itu kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu kami. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala dan kebaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini belum dapat dikatakan sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan untuk perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan untuk dunia pendidikan pada umumnya.
Ciamis, Oktober 2013
Penulis
34
i
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar .........................................................................................
i
Daftar Isi ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................
2
BAB II MODEL INQUIRY 2.1 Pengertian model pembelajaran inquiry ...............................................
3
2.2 Dasar penggunaan model pembelajaran inquiry....................................
4
2.3 Tujuan model pembelajaran inquiry ......................................................
6
2.5 Peran guru dalam penerapan model pembelajaran inquiry...................
7
2.6 Komponen model pembelajaran inquiry................................................
9
2.6 Macam-macam model pembelajaran inquiry ........................................
10
2.7 Langkah-langkah (sintaks) yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran inquiry……………………… ..................................
12
2.8 Keunggulan dan kekurangan model pembelajaran inquiry. ..................
15
BAB III APLIKASI MODEL INQUIRY TRAINING DALAM PEMBELAJARAN ....................................................................................
19
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ...........................................................................................
31
4.2. Saran .....................................................................................................
31
Daftar Pustaka ...........................................................................................
32
35ii
36