MODUL PRAKTEK TEKNIK RADIOGRAFI LANJUT II TOPIK
: INVERTOGRAM – ATRESIA ANI
WAKTU
: 2 X 60 MENIT
TEMPAT
: LABORATORIUM RADIOGRAFI J.RR
DOSEN
: TEAM TEKNIK RADIOGRAFI LANJUT II SITI MASROCHAH, S.SI.MKES J.SUDIN SURBAKTI,DFM BAGUS ABIMANYU,S.SI.MPD RASYID, S.SI.MT
------------------------------------------------------------------------------ATRESIA ANI Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis. Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah .Secara embriologis atresia ani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresia ani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.
Modul TRL II,by II,by Siti Masrochah @up date date 2011
Definisi Atresia ani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut sebagai malforasi anorectal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorectal, dimana tidak terjadi perforasi membran yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal. Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia aniadalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah t idak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan misahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B. Etiologi Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. C. Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
2. Kelainan sistem pencernaan. 3. Kelainan sistem pekemihan. 4. Kelainan tulang belakang.
Klasifikasi Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe : 1 2 3 4
Tipe I stenosis ani kongenital. Tipe II anus imperforata membranase, Tipe III anus imperforata, Tipe IV atresia recti.
Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan. Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung rectum dari foto di bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi internasional tahun 1970 (Amri & Soedarno, 1988 ; Spitz, 1990). Yaitu kelainan anorektal letak tinggi, intermediet dan letak rendah. Kelainan letak tinggi disebut juga supralevator, kelainan intermediet dan letak rendah disebut juga infralevator. Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Klinis dan Diagnosis Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai anus. Keluhan lain dapat berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah, tidak bisa buang air besar, perut kembung atau bisa buang air besar tidak melewati anus normal, kadang-kadang mengeluarkan feses bercampur urine. Pada pemeriksaan klinis tidak di dapat anus normal, atau perineal abnormal, distensi abdomen terjadi cepat dalam 8-24 jam bila tidak terdapat fistula (Groff, 1975 ; Bisset, 1977 ; Filston, 1986 ). Pada atreasiani letak tinggi, bagian distal rectum dan anus tidak berkembang, pada wanita biasanya terdapat fistula bagian atas vagina, kadang – kadang langsung ke vesika urinaria, sedang pada laki-laki biasanya fistula ke vesika urinaria atau uretra, sehingga pengeluaran urine bercampur feses. Pada atresiani letak rendah orifisium ani ektopik atau fistula bisa di dapat di sebelah anterior dari posisi normal, pada laki-laki fistula sering terdapat sepanjang raphe sekrotalis, sedangkan pada wanita orifisium ani ektopik terdapat pada perineum, vestibulum, atau bagian bawah vagina (De Lorimier, 1981 ; Filston, 1986 ; Goligher cit. Amri & Soedarno, 1988). Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen pelvis lateral metoda wangensten & Rice digunakan untuk menentukan jarak antarakantong rectum yang buntu dengan anal dimple. Udara secara normal akan mencapai rektum 18-24 jam sesudah lahir, sehingga foto dapat dibuat sesudah waktu tersebut (Groff, 1975 ; Filston, 1986 ; Spitz, 1990).
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
Metoda foto rongten yang lebih disukai adalah INVERTOGRAM dengan posisi pronas, paha semifleksi, sinar X dipusatkan pada trokhanter mayor femur (Spitz, 1990). Kelainan anorektal yang disertai fistula, dilakukan pemeriksaan fistulografi (Filston, 1986). Groff (1975) menyarankan pemeriksaan IVP pada penderita anus imperforata, tetapi bukan prosedur sebagai gawat darurat. Chystourethrografi menunjukkan fistula rektourinaria pada penderita laki-laki yang sangat berguna bila lesi meragukan (De Lorimer, 1981 ; Spitz 1990). Radiografi kontras dengan injeksi kontras larut air kedalam kantong distal melalui perineum dibawah kontrol fluoroskopi akan memberikan informasi dan penentuan yang akurat apakah usus melalui penggantung puborektal atau tidak (filston, 1986 ; Spitz, 1990). USG dapat menentukan secara akurat jarak antara anal dimple dan kantong rektum yang buntu. Pemeriksaan CT Scan dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot sfingterani dalam hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada. Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan memperkirakan prognosis penderita (Kohda et al 1985 ; Smith 1990).
Penatalaksanaan Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990). Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula.Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan kolon kiri bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan “Pull Ttrogh”. Tindakan definitif dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitif dilakukan dengan prosedur “Pull Through” sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah operasi. Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi seksual yang baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.
Prognosis Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai control anorektal yang secara sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.
Gambar Type atresia ani
F. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996) Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium. G. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : a. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. Sumber : http://stikep.blogspot.com Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
b. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. c. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. d. CT Scan
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
Digunakan untuk menentukan lesi. e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. f. Pemeriksaan fisik rectum Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius
PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI INVERTOGRAM 1. PERSIAPAN A. PASIEN Tidak ada persiapan khusus o o Pasien ganti baju, menghindarkan dari artefark o
Daerah lubang anus ditempelkan marker penanda
B. ALAT o Pesawat sinar-X berkemampuan cukup Kaset ukuran 18 x 24 o o Marker (R,L dan marker penanda) Grid/lysolm o 2. PROSEDUR RADIOGRAFI A. ABDOMEN LATERAL TEGAK - Posisi Pasien Pasien diatur tidur miring pada salah satu sisi Atur kaset pada standart kaset vertikal Tempatkan Abdomen diatur tepat pada pertengahan film dengan posisi bayi menggantung. Kaki bayi diatur pada posisi lebih tinggi dari kaki (posisi menggantung) Letakkan marker tepat pada celah lubang anus
-
Posisi Obyek Batas atas kaset pada 1/3 medial femur Batas bawah kaset procesus xipoideus
-
Arah Sinar Horizontal tegak lurus kaset
-
Titik Bidik Diatur tepat pada axilare plane setinggi pertengahan abdomen atau lumbal 3
-
Ekspose
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
Dilakukan setelah menunggu kurang lebih 5 menit untuk menunggu udara pada tectum naik.
-
Kriteria Radiografi Tampak bagian abdomen tidak terpotong Tampak udara pada daerah rektosigmoi naik hingga batas tertentu
Gambar criteria radiograf proyeksi lateral Tegak B. ABDOMEN AP TEGAK (WONGENSTAIN RICE) - Posisi Pasien Pasien diatur Antero posterior pada salah satu sisi Atur kaset pada standart kaset vertikal Tempatkan Abdomen diatur tepat pada pertengahan film dengan posisi bayi menggantung. Kaki bayi diatur pada posisi lebih tinggi dari kaki (posisi menggantung) dalam posisi AP Letakkan marker tepat pada celah lubang anus
-
Posisi Obyek Batas atas kaset pada 1/3 medial femur Batas bawah kaset procesus xipoideus
-
Arah Sinar Horizontal tegak lurus kaset
-
Titik Bidik Diatur tepat pada MSP pada pertengahan pertengahan abdomen atau lumbal 3
-
abdomen setinggi
Ekspose Dilakukan setelah menunggu kurang lebih 5 menit untuk menunggu udara pada tectum naik.
Kriteria Radiografi Tampak bagian abdomen tidak terpotong Tampak udara pada daerah rektosigmoi naik hingga batas tertentu
-
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
Gambar criteria Radiograf proyeksi Wongenstain Rice C. PROYEKSI KNEE CHEST
-
Posisi Pasien Pasien diatur miring kesalah satu satu sisi Atur kaset pada standart kaset vertikal Tempatkan bayi pada posisi seperti sujud. Kaki bayi dan kepala bayi dipegangi untuk fiksasi sehingga bayi dalam posisi sujud Letakkan marker tepat pada celah lubang anus
-
Posisi Obyek Pastikan daerah abdomen menempel pada kaset Bagian 1/3 medial femur harus masuk dalam bidang film Batas atas kaset diperkirakan 3-5 jari dari glutea Bagian abdomen harus tercover dalam film
-
Arah Sinar Horizontal tegak lurus kaset
-
Titik Bidik Diatur tepat pada MSP pada pertengahan pertengahan abdomen atau 1/3 lower abdomen
abdomen setinggi
-
Ekspose Dilakukan setelah menunggu kurang lebih 5 menit untuk menunggu udara pada tectum naik.
-
Kriteria Radiografi Tampak bagian abdomen tidak terpotong Tampak udara pada daerah rektosigmoi naik hingga batas tertentu
Gambar sketsa atresia ani
Gambar criteria radiograf proyeksi knee chest
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011
: Gambar : Kriteria Radiograf invertogram knee chest
Modul TRL II,by Siti Masrochah @up date 2011