52
Laboratorium Kristalografi-Mineralogi
Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Islam Riau
2016
Modul Kristalografi dan Mineralogi 2016/2017
PANDUAN PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI & MINERALOGI
Hak cipta @2016 pada penyusun, dilarang keras memperbanyak dan mengcopy buku tanpa seizin Kepala Laboratorium KRISTALOGRAFI & MINERALOGI.
Disusun Oleh :
Budi Prayitno, ST. MT
Koordinator Assistane
Gayuh Pramukti (13361006)
Anggota Assistane
Rian subekti (143610157) Angkatan 2014
Nur Hakim (153610165) Angkatan 2015
Diterbitkan Oleh :
Laboratorium Kristalografi & Mineralogi
Prodi Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Islam Riau
Jl. K.H Nasution no. 133 KM 1 Perhentian Marpoyan Pekanbaru - Riau
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas tersusunnya buku panduan praktikum ini. Penyusunan buku panduan Praktikum Kristalografi ini dimaksudkan untuk membantu dan menuntun mahasiswa yang baru pertamakali mempelajari Kristalografi. Diharapkan agar mahasiswa dapat mengenal setiap bentuk Kristal, baik untuk menggambarkannya dalam bentuk tiga dimensi maupun dalam bentuk dua dimensi, beserta unsur-unsur simetri yang terkandung didalamnnya.
Materi yang disajikan dalam buku panduan ini merupakan kumpulan serta petikan dari berbagai buku penerbitan lainnya yang btelah dipilih dan menurut pendapat penyusun akan sesuai diberikan kepada mahasiswa yang memang baru pertama kali mempelajari Kristalografi. Namun demikian mahasiswa tetap diharapkan selalu membaca buku-buku Kristalografi lainnya.
Diakui buku ini masih jauh dari sempurna, banyak dirasakan kekurangannya, untuk itu pada masa-masa berkala akan dilakukan perbaikan-perbaikan dan penambahan-penambahan. Kritik dan saran pembaca masih tetap disaran demi kesempurnaan buku ini.
Akhirnya sangat diharapkan semoga buku panduan praktikum Kristalografi ini dapat membantu praktikan dalam mengikuti praktikum
Pekanbaru, 12 Agustus 2016
Tim Penyusun
Peraturan / Tata Tertib Peserta Praktikum
Peserta praktikum harus sudah menyelesaikan administrasi laboratorium palinjg lambat 1 minggu sebelum kegiatan praktikum dimulai
Peserta praktikum dalam kondidi baik (sehat jasmani, sadar/tidak dalam kondisi mabuk) pada saat kegiatan praktikum berlansung
Peserta praktikum dilarang keras membawa obat-obatan terlarang dan jenis senjata tajam.
Peserta praktikum dilarang merokok dan makan pada saat kegiatan praktikum berlansung
Peserta praktikum harus berpakaian rapi dan sopan selama kegiatan praktikum berlansung, tidak diperbolehkan memakai sandal, sepatu sandal dan kaus oblong
Peserta praktikum sudah harus siap di laboratorium minimal 15 menit sebelum kegiatan praktikum dimulai
Setiap mahasiswa wajib melaksanakan seluruh kegiatan praktikum sesuai jadwal yang sudah ditentukan
Peserta praktikum yang terlambat hadir 5 menit tidak diperbolehkan mengikuti kuis dan diperbolehkan absen
Peserta praktikum yang terlambat hadir 10 menit tidak diperbolehkan mengikuti acara praktikum pada hari tersebut
Jika 10 menit Asisten/Instruktur tidak hadir, peserta praktikum dipersilahkan pulang dan berhak menentukan hari pengganti
Tidak dibenarkan pindah-pindah plug/kelompok
Satuan Acara Praktikum
Pertemuan 1
Asistensi
Pertemuan 2
Sistem Kristal Trigonal
Trigonal Bipyramid Orde 1
Trigonal Prisma Orde I dan Trigonal Bipyramid Orde II
Sistem Kristal Orthorhombik
Kombinasi Orthorombic Brachy, Makro, Basalt Pinacoid
Kombinasi Orthorombic Brachy Pinacoid, Makro Dome dan Basalt
Pertemuan 3
Sistem Kristal Monoklin
Kombinasi Monoklin Clino, Ortho, Basalt Pinacoid
Monoklin Hemibipyramid
Sistem Kristal Triklin
Triklin Hemibipyramid
Kombinasi Triklin Brachy, Makro, Basalt Pinacoid
Sistem Kristal Reguler
Hexahedron
Dodehexahedron
Pertemuan 4
Sistem Kristal Tetragonal
Tetragonal Prisma Orde I
Tetragonal Bipyramid Orde I
Sistem Kristal Hexagonal
Hexagonal Prisma Orde I dan Hexagonal Bipyramid Orde I
Hexagonal Prisma Orde II dan Hexagonal Bipyramid Orde II
Pertemuan 5
Mineralogi Fisik
Pertemuan 6
Mineralogi Fisik
Pertemuan 7
Mineralogi Kimiawi
Pertemuan 8
Responsi / Ujian
BAB I
KRISTALOGRAFI
1.1. PENGERTIAN KRISTALOGRAFI
Kristal: zat padat homogen, anisotrop dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukan dari bidangnya tertentu dan teratur. Ciri-ciri kristal: permukaan terdiri dari bidang-bidang datar ataupun polieder (bidang banyak) yang teratur. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air mengandung pengertian:
Tidak termasuk didalamnya zat cair dan gas
Tidak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses-proses fisika
Menuruti hukum-hukum pasti sehingga susunan bidangnya mengikuti hukum geometri mengandung pengertian:
Jumlah bidang dari suatu bentuk kristal tetap
Macam bentuk dari kristal tetap
Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap
Kristalografi: ilmu yang mempelajari sifat-sifat geometri dari kristal terutama tentang perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar (morfological), struktur dalam (internal), dan sifat-sifat fisisnya. Atau pelajaran mengenai penjabaran kristal-kristal.
Sifat Geometri: memberikan pengertian tentang letak, panjang dan jumlah sumbu klristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk bidang luar yang membatasinya.
Perkembangan dan pertumbuhan kenampakkan bentuk luar: bahwa disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara suatu bentuk kristal dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian.
Struktur dalam: adalah susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung parameter dan parameter rasio.
Sifat fisik kristal: sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal dua zat yaitu kristalin dan non kristalin.
Sumbu dan Sudut Kristalografi
Sumbu kristalografi: garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Kristal mempunyai bentuk tiga dismensi, yaitu panjang, lebar dan tebal atau tinggi, namun dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga digunakan proyeksi orthogonal
Sudut kristalografi: sudut yang dibentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu kristalografi pada pusat kristal
Kristal dalam penggambarannya menggunakan 3 sumbu, yaitu sumbu a, b, dan c. Sumbu a= sumbu yang tegak lurus terhadap bidang kertas; sumbu Sumbu b = sumbu horizontal pada bidang kertas sumbu c = sumbu vertikal pada bidang kertasa-C-b-C+a+b+αβγ
Kristal dalam penggambarannya menggunakan 3 sumbu, yaitu sumbu a, b, dan c.
Sumbu a= sumbu yang tegak lurus terhadap bidang kertas; sumbu
Sumbu b = sumbu horizontal pada bidang kertas
sumbu c = sumbu vertikal pada bidang kertas
a-
C-
b-
C+
a+
b+
α
β
γ
L α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c L β : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu c L γ : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu b
L α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c
L β : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu c
L γ : sudut yang dibentuk antara sumbu a dan sumbu b
1.2 SIMBOL KRISTALOGRAFI
A. Parameter dan Parameter Rasio
hkol
h
k
o
l
Parameter bidang hkl:oh = 1 bagianok = 3 bagianol = 6 bagianParameter Rasio Bidang hkloh : ok : ol = 1 : 3 : 6
Parameter bidang hkl:
oh = 1 bagian
ok = 3 bagian
ol = 6 bagian
Parameter Rasio Bidang hkl
oh : ok : ol = 1 : 3 : 6
B. Simbol Weiss dan Miller
Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting, karena indeks ini digunakan pada semua ilmu matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Undana, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0).
Simbol Weiss=bagian yang terpotongsatuan ukur
Simbol Miller=Satuan ukurBagian yang terpotong
Simbol Weiss digunakan dalam penggambaran Kristal ke dalam bentuk proyeksi orthogonal dan proyeksi stereografis. Simbol Miller digunakan sebagai symbol bidang dan symbol bentuk suatu Kristal
1.3 PROYEKSI ORTHOGONAL
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hampir pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a, b, c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.
A. KLAS SIMETRI
Pengelompokkan dalam klas simetri didasarkan pada:
1. Sumbu simetri
Sumbu simetri adalah garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal, dan apabila kristal, tersebut diputar sebesar 360o dengan garis tersebut sebagai poros perputarannya, maka pada kedudukan tertentu, Kristal tersebut akan menunjukkan kenampakkan-kenampakkan seperti semula.
2. BIDANG SIMETRI
Bidang simetri adalah bidang datar yang dibuat melalui pusat Kristal dan membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dan bagian yang satu merupakan pencerminan dari yang lain. Bidang simetri dinotasikan dengan P (plane) atau m (mirror).
Bidang simetri diklasifikasi menjadi 2, yaitu:
Bidang simetri utama yaitu bidang simetri yang dibuat melalui 2 buah sumbu simetri utama Kristal dan membagi 2 bagian yang sama besar. Bidang simetri utama ini ada 2, yaitu: bidang simetri utama horizontal dengan notasi h dan bidang simetri utama vertical dengan notasi v.
Bidang simteri menengah/tambahan/diagonal/intermediet. Bidang simetri diagonal merupakan bidang yang dibuat hanya melalui satu sumbu simetri uata Kristal. Bidang ini sering disebut bidang diagonal saja dengan notasi (d).
3. PUSAT SIMETRI (CENTRUM = C)
Titik simetri atau pusat simetri titik di dalam kristal, yang melaluinya dapat dibuat garis lurus sedemikian rupa sehingga sehingga sisi yang satu dengan sisi yang lain dengan jarak yang sama, memiliki kenampakkan yang sama (tepi, sudut dan bidang). Pusat simetri selalu berhimpit dengan pusat Kristal tetapi pusat Kristal belum tentu merupakan pusat simetri.
B. PENENTUAN KLAS SIMETRI
Penentuan klas simetri didasarkan pada kandungan unsur-unsur simetri yang dimiliki oleh setiap bentuk Kristal. Ada beberapa cara untuk menentukan suatu bentuk kristal, diantaranya yang umum digunakan adalah:
Menurut Herman Mauguin
SISTEM REGULER
Bagian pertama : Menerangkan nilai sumbu a (Sb a, b, c), mungkin bernilai 4 atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut.
Bagian ini dinotasikan dengan : 4m, 4, 4, 2m, 2
Angka menunjukan nilai sumbu dan hutuf "m" menunjukan adanya bidang simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut.
Bagian Kedua : Menerangkan sumbu simetri bernilai 3. apakah sumbu simetri yang bernilai 3 itu, juga bernilai 6 atau hanya bernilai 3 saja.
Maka bagian kedua selalu di tulis: 3 atau 3
Bagian Ketiga : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet (diagonal) bernilai 2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap sumbu diagonal tersebut.
Bagian ketiga dinotasikan dengan : 2m, 2, m , atau tidak ada
SISTEM TETRAGONAL
Bagian pertama : Menerngkan nila sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu c.
Bagian ini dinotasikan dengan : 4m, 4, 4
Bagian Kedua : Menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu lateral tersebut.
Bagian ini dinotasikan dengan : 2m, 2, 2 atau tidak ada.
Bagian Ketiga : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu inetrmediet tersebut.
Bagian ketiga dinotasikan dengan : 2, 2, m , atau tidak ada
SISTEM HEXAGONAL DAN TRIGONAL
Bagian pertama : Menerangkan nila sumbu c, (mungkin bernilai 6, 6, 3, 3 ) ada tidaknya bidang simetri horisontal yang tegak lurus sumbu c tersebut
Bagian ini dinotasikan dengan : 4m, 6, 6, 3, 3
Bagian Kedua : Menerangkan sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus.
Bagian ini dinotasikan dengan : 2m, 2, m atau tidak ada.
Bagian Ketiga : Menerangkan ada tiaknya sumbu simetri intarmediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu intermediet tersebut.
Bagian ketiga dinotasikan dengan : : 2m, 2, m , atau tidak ada
SISTEM ORTHORHOMBIC
Bagian pertama : Menerangkan nilai sumbu a dan ada tiaknya bidang yang tegak lurus terhadap sumbu a tersebut.
Bagian ini dinotasikan dengan : 2m, 2, m
Bagian Kedua : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.
Bagian ini dinotasikan dengan : 2m, 2, m.
Bagian Ketiga : Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut.
Bagian ketiga dinotasikan dengan : : 2m, 2
SISTEM MONOKLIN
Hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut.
SISTEM TRIKLIN
Sistem ini hanya ada 2 klas simetri, yaitu:
Mempunyai titik simetri.................klas pinacoidal 1
Tidak mempunyai unsur simetri.................klas assymetric 1
Menurut Schoenflish
SISTEM REGULER
Bagian pertama : Menerangkan nilai c. Untuk itu ada 2 kemungkinan yaitu sumbu c bernilai 4 atau bernilai 2.
Jika sumbu c bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (octaeder), karena contoh bentuk kristal yang paling ideal untuk sumbu c bernilai 4 adalah bentuk kristal Octahedron.
Jika sumbu c bernilai 2 dinotasikan denga huruf T (tetraeder), karena contoh bentuk kristal yang paling ideal untuk sumbu c bernilai 2 adalah bentuk kristal Tetrahedron.
Bagian kedua : Menerangkan kandungan bidang simetrinya, apabila kristal tersebut mempunyai:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Bidang simetri diagonal (d)
Jika mimiliki:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Jika memiliki:
Bidang simetri diagonal (d)
Dinotasikan dengan v
Bidang simetri vertikal (v)
Jika memiliki:
Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan d
SISTEM TETRAGONAL, KEXAGONAL, TRIGONAL, ORTHOROMBIC, MONOKLIN, DAN TRINKLIN
Bagian pertama : Menerangkan nilai sumbu yang tegak lurus sumbu c, yaitu sumbu lateral (sumbu a, b, d) atau sumbu intermediet. Ada 2 kemungkinan:
Jika sumbu tersebut bernilai 2 di notasikan dengan D (Diedrish).
Jika sumbu tersebut tidak bernilai dinotasikan dengan C (Cyklich).
Bagian kedua : Menerangkan nilai sumbu c. Nilai sumbu c ini di tuliskan di sebelah kanan agak bawah dari notasi D atau C.
Contoh: D2, C2, D3, C3 dan sebagainya.
Bagian ketiga : Menerangkan kandungan bidang simetrinya.
Jika memiliki:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Bidang simetri diagonal (d)
Jika memiliki:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Jika memiliki:
Bidang simetri diagonal (d)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan v
Jika memiliki:
Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan d
1.4 KLASIFIKASI KRISTAL
Terdapat 32 klas Kristal yang terbagi dalam beberapa kelompok sistem kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut.
Sistem Reguler/Isometrik terdiri dari lima kelas yaitu: tritetrahedral, didodecahedral, hexatetrahedral, trioctahedral, hexoctahedral.
Sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas yaitu: tetragonal pyramidal, tetragonal trapezohedral, tetragonal bipyramidal, ditetragonal pyramidal, ditetragonal bipyramidal, tetragonal tetrahedral, tetragonal scalenohedral,
Sistem Ortorombik memiliki tiga kelas yaitu: kelas orthorombik dipiramidal, kelas orthorombik disphenoidal (sering juga disebut orthorombik tetrahedron), kelas orthorombik pyramidal,
Sistem Heksagonal mempunyai tujuh kelas yaitu: trigonal bipyramidal, ditrigonal bipyramidal, hexagonal pyramidal, hexagonal trapezohedral, hexagonal bipyramidal, dihexagonal pyramidal, dihexagonal bipyramidal,
Sistem Trigonal memiliki lima kelas yaitu: trigonal pyramidal, trigonal trapezohedral, ditrigonal pyramidal, rhombohedral, ditrigonal scalenohedral.
Sistem Monoklin mempunyai tiga kelas yaitu: sphenoidal, domatic, prismatic.
Sistem Triklin mempunyai dua kelas yaitu: pinacoidal, pedial.
1.5 Cara Penggambaran Sistem Kristal
A. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL REGULER
Hexahedron
Langkah 1
Buatlah sumbu kristalografi sesuai dengan ukuran perbandingan yaitu 1:3:3 dan besar sudut yaitu 30o Beri tanda/titik pada ukuran perbandingan 1:3:3 pada sumbu kristalografi.Tarik garis sejajar pada 2 titik di sumbu b dan sumbu c dengan ukuran yang sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda.Buat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada 2 tanda/titik pada sumbu a dan di sumbu c
Buatlah sumbu kristalografi sesuai dengan ukuran perbandingan yaitu 1:3:3 dan besar sudut yaitu 30o
Beri tanda/titik pada ukuran perbandingan 1:3:3 pada sumbu kristalografi.
Tarik garis sejajar pada 2 titik di sumbu b dan sumbu c dengan ukuran yang sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda.
Buat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada 2 tanda/titik pada sumbu a dan di sumbu c
Langkah 2
Buat/tarik garis sejajar terhadap dengan panjang sumbu c pada 2 titik pada sumbu b dan sumbu a
Buat/tarik garis sejajar terhadap dengan panjang sumbu c pada 2 titik pada sumbu b dan sumbu a
Langkah 3
Pada setiap garis sejajar yang berpotongan (Contohnya pada garis sejajar b dengan garis sejajar a) di tarik garis yang sejajar pula dengan garis c (Lihat kotak kecil).
Pada setiap garis sejajar yang berpotongan (Contohnya pada garis sejajar b dengan garis sejajar a) di tarik garis yang sejajar pula dengan garis c (Lihat kotak kecil).
Langkah 4
Pada setiap perpotongan garis yang telah anda buat silahkan anda hubungkan (Lihat kotak kecil).
Pada setiap perpotongan garis yang telah anda buat silahkan anda hubungkan (Lihat kotak kecil).
Keterangan :
- Bidang yang terlihat dari depan maka garis dibuat tegas sedangkan bidang yang tidak tampak dari pandangan depan maka garis dibuat putus-putus. ( Berlaku untuk semua penggambaran sistem kristal )
Pentagonal Dodecahedron
Langkah 1
Untuk langkah awal buatlah sumbu kristalogafi sistem regular dengan posisi/sudut antar sumbu a+ dengan b- adalah 30o.Beri tanda/titik pada ketiga sumbu dengan perbandingan ukuran 1:3:3 dan beri juga titik pada kelipatan perbandingan tersebut 2:6:6.Tarik garis dari titik a yang beukuran 1 (ukuran pada sumbu ini 1) dengan titik pada sumbu b yang berukuran dengan 6 (ukuran ini adalah kelipatan dari 3 yang merupakan ukuran yang sebenarnya)
Untuk langkah awal buatlah sumbu kristalogafi sistem regular dengan posisi/sudut antar sumbu a+ dengan b- adalah 30o.
Beri tanda/titik pada ketiga sumbu dengan perbandingan ukuran 1:3:3 dan beri juga titik pada kelipatan perbandingan tersebut 2:6:6.
Tarik garis dari titik a yang beukuran 1 (ukuran pada sumbu ini 1) dengan titik pada sumbu b yang berukuran dengan 6 (ukuran ini adalah kelipatan dari 3 yang merupakan ukuran yang sebenarnya)
Langkah 2
Tarik garis dari sumbu a pada titik yang berukuran 2 (ukuran sebenarnya adalah 1) dengan titik pada sumbu b yang berukuran 3 (ini adalah ukuran yang sebenarnya)
Tarik garis dari sumbu a pada titik yang berukuran 2 (ukuran sebenarnya adalah 1) dengan titik pada sumbu b yang berukuran 3 (ini adalah ukuran yang sebenarnya)
Langkah 3
Buat garis pada sumbu c pada titik yang berukuran 3 sejajar dengan sumbu b (ukurannya adalah 6)Buatlah garis sejajar dengan sumbu a (ukuran 1) pada titik yang berukuran 3 pada sumbu b, dan buat juga pada sumbu c pada titik yang berukuran 6.Buat garis sejajar dengan sumbu c yang berukuran 6 pada sumbu a
Buat garis pada sumbu c pada titik yang berukuran 3 sejajar dengan sumbu b (ukurannya adalah 6)
Buatlah garis sejajar dengan sumbu a (ukuran 1) pada titik yang berukuran 3 pada sumbu b, dan buat juga pada sumbu c pada titik yang berukuran 6.
Buat garis sejajar dengan sumbu c yang berukuran 6 pada sumbu a
Langkah 4
Buat garis yang sejajar dengan sumbu c berukuran 6 terhadap sumbu a pada titik yang berukuran 2
Buat garis yang sejajar dengan sumbu c berukuran 6 terhadap sumbu a pada titik yang berukuran 2
Langkah 5
Tarik garis dari garis sejajar terhadap sumbu b di sumbu c ke titik perpotongan antara garis sejajar sumbu c di sumbu a dengan garis miring yang menghubungkan sumbu a dan sumbu c (lihat pola yang ada pada kotak kecil)
Tarik garis dari garis sejajar terhadap sumbu b di sumbu c ke titik perpotongan antara garis sejajar sumbu c di sumbu a dengan garis miring yang menghubungkan sumbu a dan sumbu c (lihat pola yang ada pada kotak kecil)
Langkah 6
Lalu tarik garis dari garis yang sejajar sumbu a di sumbu c dengan garis yang sejajar a di sumbu b.Lalu hubungkan perpotongan yang dibuat oleh garis itu (pada kotak jajaran genjang).
Lalu tarik garis dari garis yang sejajar sumbu a di sumbu c dengan garis yang sejajar a di sumbu b.
Lalu hubungkan perpotongan yang dibuat oleh garis itu (pada kotak jajaran genjang).
B. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL TETRAGONAL
1. Tetragonal Prisma Orde I
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6 Membuat garis a- /b+ =300 Memberi keterangan pada garis–garisnya seperti tanda a+, a-,b+,b- Memperhatikan gambar disebelah Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a- Menuju bagian ketiga dari sumbu b+ Menuju bagian ketiga dari sumbu b- Memperhatikan gambar di sebelah
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6
Membuat garis a- /b+ =300
Memberi keterangan pada garis–garisnya seperti tanda a+, a-,b+,b-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a-
Menuju bagian ketiga dari sumbu b+
Menuju bagian ketiga dari sumbu b-
Memperhatikan gambar di sebelah
Langkah 2
Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+ Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c- Melengkapi garis seperti gambar disebelah.
Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi
Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
Melengkapi garis seperti gambar disebelah.
2.Tetragonal Bipyramid Orde I
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6 Membuat garis a- /b+ =300 Memberi keterangan pada garis – n garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b- Perhatikan gambar disebelah Membuat garis dengan menghubungkan 3 bagian dari b+ dengan 1 bagian a- lanjutkan dengan 3 bagian b- lalu ke 1 bagian a + Perhatikan gambar disebelah
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:3:6
Membuat garis a- /b+ =300
Memberi keterangan pada garis – n garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-
Perhatikan gambar disebelah
Membuat garis dengan menghubungkan 3 bagian dari b+ dengan 1 bagian a- lanjutkan dengan 3 bagian b- lalu ke 1 bagian a +
Perhatikan gambar disebelah
Langkah 2
Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+ Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c- Melengkapi garis seperti gambar disebelah.
Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi
Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
Melengkapi garis seperti gambar disebelah.
C. CARA PENGGAMBARAN SISTEM HEXAGONAL
1. Hexagonal Prisma Orde I dan Hexagonal Bipyramid Orde I
Langkah 1
- Buat sumbu a, b, c dan d dengan ketentuan :< a+ / b- = 17°< b + / d- = 39° b : d : c = 3 : 1 : 6 - Dimana 1 satuan berukuran 1 cm - Buat garis sejajar dengan sumbu b melalui titik berukuran 1 pada sumbu d hingga memotong sumbu a
- Buat sumbu a, b, c dan d dengan
ketentuan :
< a+ / b- = 17°
< b + / d- = 39°
b : d : c = 3 : 1 : 6
- Dimana 1 satuan berukuran 1 cm
- Buat garis sejajar dengan sumbu b melalui titik berukuran 1 pada sumbu d hingga memotong sumbu a
Langkah 2
Buat garis yg sejajar dengan sumbu a yang melalui sumbu b pada ukuran 3 dan sumbu d yang berukuran 1
Buat garis yg sejajar dengan sumbu a yang melalui sumbu b pada ukuran 3 dan sumbu d yang berukuran 1
Langkah 3
Tarik garis sejajar dengan sumbu c pada setiap titik-titik sudut dari bidang segi enam
Tarik garis sejajar dengan sumbu c pada setiap titik-titik sudut dari bidang segi enam
Langkah 4
Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut.
Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut.
Langkah 5:
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde I kita dapat memodifikasi dari gambar hexagonal prisma orde I yaitu dengan menghubungkan titik-titik sudut dari bidang segi enam pada bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.Beri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.Beri simbol pada setiap bidang simetri.
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde I kita dapat memodifikasi dari gambar hexagonal prisma orde I yaitu dengan menghubungkan titik-titik sudut dari bidang segi enam pada bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.
Beri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.
Beri simbol pada setiap bidang simetri.
2. Hexagonal Prisma Orde II dan Hexagonal Bipyramid Orde II
Langkah 1
- Buat sumbu a, b, c dan d dengan ketentuan :< a+ / b- = 17°< b + / d- = 39°b : d : c = 3 : 1 : 6- Dimana 1 satuan berukuran 1 cm- Buat garis yg saling menghubungkan antara titik pada sumbu b dan d seperti pada gambar disamping
- Buat sumbu a, b, c dan d dengan ketentuan :
< a+ / b- = 17°
< b + / d- = 39°
b : d : c = 3 : 1 : 6
- Dimana 1 satuan berukuran 1 cm
- Buat garis yg saling menghubungkan antara titik pada sumbu b dan d seperti pada gambar disamping
langkah 2
Dari hasil penghubungan titik-titik tersebut didapat bidang berbentuk segienamTarik garis sejajar dengan sumbu c pada setiap titik-titik sudut dari bidang segi enam
Dari hasil penghubungan titik-titik tersebut didapat bidang berbentuk segienam
Tarik garis sejajar dengan sumbu c pada setiap titik-titik sudut dari bidang segi enam
Langkah 3
Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebutBeri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.Beri simbol pada setiap bidang simetri, dengan ketentuan:= jika bernilai 6= jika bernilai 2
Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut
Beri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.
Beri simbol pada setiap bidang simetri, dengan ketentuan:
= jika bernilai 6
= jika bernilai 2
Langkah 4
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde II kita dapat memodifikasi dari gambar hexagonal prisma orde II yaitu dengan menghubungkan titik-titik sudut dari bidang segi enam pada bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.Beri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.Beri simbol pada setiap bidang simetri, dengan ketentuan = jika bernilai 6 = jika bernilai 2
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde II kita dapat memodifikasi dari gambar hexagonal prisma orde II yaitu dengan menghubungkan titik-titik sudut dari bidang segi enam pada bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.
Beri warna setiap bidang simetri, gunakan komposisi warna yang proporsi dan cocok.
Beri simbol pada setiap bidang simetri, dengan ketentuan
= jika bernilai 6
= jika bernilai 2
D. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL TRIGONAL
1. Trigonal Bipyramid Orde I
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6 Membuat garis a- /b+=170 Membuat garis b+/d- =390 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-,d+ dan d- Memperhatikan gambar disebelah Membuat garis sejajar dengan sumbu a pada 3 bagian sumbu b-. Membuat garis sejajar dengan sumbu b pada 1 bagian sumbu d-. Lihat gambar disamping.
Membuat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6
Membuat garis a- /b+=170
Membuat garis b+/d- =390
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-,d+ dan d-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat garis sejajar dengan sumbu a pada 3 bagian sumbu b-.
Membuat garis sejajar dengan sumbu b pada 1 bagian sumbu d-.
Lihat gambar disamping.
Langkah 2
Membuat garis sejajar dengan sumbu d pada 3 bagian sumbu b+ sehingga menampakan bentuk bidang segitiga.Menarik garis lurus yang sejajar dengan sumbu c di setiap titik-titik perpotongan sepanjang 6 bagian.Lihat gambar disamping.
Membuat garis sejajar dengan sumbu d pada 3 bagian sumbu b+ sehingga menampakan bentuk bidang segitiga.
Menarik garis lurus yang sejajar dengan sumbu c di setiap titik-titik perpotongan sepanjang 6 bagian.
Lihat gambar disamping.
Langkah 3
Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah sebelumnya. Lihat gambar disamping.
Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah sebelumnya.
Lihat gambar disamping.
Langkah 4
Untuk membuat kristal trigonal bipyramid orde I kita dapat memodifikasi dari gambar trigonal prisma orde I. Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-.Lihat gambar disamping
Untuk membuat kristal trigonal bipyramid orde I kita dapat memodifikasi dari gambar trigonal prisma orde I. Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-.
Lihat gambar disamping
2. Trigonal Prisma Orde II dan Trigonal Bypiramid Orde II
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6 Membuat garis a- /b+=170 Membuat garis b+/d- =390 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-,d+ dan d- Memperhatikan gambar disebelah Membuat garis memotong pada 1 bagian sumbu d- dan 2 bagian sumbu b+.Lihat gambar di samping
Membuat perbandingan panjang sumbu b:d:c = 3:1:6
Membuat garis a- /b+=170
Membuat garis b+/d- =390
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-,d+ dan d-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat garis memotong pada 1 bagian sumbu d- dan 2 bagian sumbu b+.
Lihat gambar di samping
Langkah 2
Membuat garis memotong pada 1 bagian sumbu b- dan 3 bagian sumbu d+ kemudian potongkan dengan garis sebelumnya.Hubungkan kedua garis tersebut sehingga terbentuk segitigaLihat gambar di samping.
Membuat garis memotong pada 1 bagian sumbu b- dan 3 bagian sumbu d+ kemudian potongkan dengan garis sebelumnya.
Hubungkan kedua garis tersebut sehingga terbentuk segitiga
Lihat gambar di samping.
Langkah 4
Menarik garis lurus yang sejajar dengan sumbu c di setiap titik-titik perpotongan sepanjang 6 bagian.Lihat gambar disamping.
Menarik garis lurus yang sejajar dengan sumbu c di setiap titik-titik perpotongan sepanjang 6 bagian.
Lihat gambar disamping.
Langkah 5
Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah sebelumnya.Lihat gambar disamping.
Tarik garis pada setiap ujung-ujung garis pada pengerjaan langkah sebelumnya.
Lihat gambar disamping.
Langkah 6
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde II kita dapat memodifikasi dari gambar Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-.Lihat gambar disamping.
Untuk membuat kristal hexagonal bipyramid orde II kita dapat memodifikasi dari gambar Tarik garis pada setiap sudut dari bidang segitiga di bagian tengah dengan 6 bagian dari sumbu c+ dan c-.
Lihat gambar disamping.
E. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL ORTHOROMBIC
Kombinasi Orthorombic Brachy, Makro, Basalt Pinacoid
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a- /b+ =300 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c- Memperhatikan gambar disebelah Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a- /b+ =300
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a- Menuju bagian keempat dari sumbu b+ dan b- Menuju bagian keenam dari sumbu c+ Menuju bagian keenam dari sumbu c-Tarik garis sejajar dengan sumbu b+ dan b- pada pencerminan 1 bagian a+ dan a-. Memperhatikan gambar disebelah Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+,a-,b+,b-,c+dan c-.Lihat gambar disampingLangkah 2
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a-
Menuju bagian keempat dari sumbu b+ dan b-
Menuju bagian keenam dari sumbu c+
Menuju bagian keenam dari sumbu c-
Tarik garis sejajar dengan sumbu b+ dan b- pada pencerminan 1 bagian a+ dan a-.
Memperhatikan gambar disebelah
Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+,a-,b+,b-,c+dan c-.
Lihat gambar disamping
2. Orthorombic Brachy Dome, Makro, Basalt Pinacoid
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a- /b+ =300 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c- Memperhatikan gambar disebelah. Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a- Menuju bagian keempat dari sumbu b+ dan b- Menuju bagian keenam dari sumbu c+ Menuju bagian keenam dari sumbu c-Tarik garis sejajar dengan sumbu b+ dan b- pada pencerminan 1 bagian a+ dan a-. Memperhatikan gambar disebelah Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a- /b+ =300
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-,c+,c-
Memperhatikan gambar disebelah.
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a-
Menuju bagian keempat dari sumbu b+ dan b-
Menuju bagian keenam dari sumbu c+
Menuju bagian keenam dari sumbu c-
Tarik garis sejajar dengan sumbu b+ dan b- pada pencerminan 1 bagian a+ dan a-.
Memperhatikan gambar disebelah
Langkah 2
Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+,a-,b+,b-,c+danc-.Lihat gambar disamping.
Hubungkan ujung-ujung pada garis yang memotong sumbu a+,a-,b+,b-,c+danc-.
Lihat gambar disamping.
F. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL MONOKLIN
1. Kombinasi Monoklin Clino, Ortho, Basal Pinacoid
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a- /b+ =450 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b- Memperhatikan gambar disebelah Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a- Menuju bagian keenam dari sumbu c+ Menuju bagian keenam dari sumbu c- Memperhatikan gambar disebelah
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a- /b+ =450
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a-
Menuju bagian keenam dari sumbu c+
Menuju bagian keenam dari sumbu c-
Memperhatikan gambar disebelah
Langkah 2
Membuat garis memotong sumbu b+ sejajar sumbu c sepanjang 6 bagian Membuat garis memotong sumbu b- sejajar sumbu c sepanjang 6 bagianKemudian hubungkan garis garis tersebut menjadi sebuah bentuk kristalPerhatiakan gambar di samping
Membuat garis memotong sumbu b+ sejajar sumbu c sepanjang 6 bagian
Membuat garis memotong sumbu b- sejajar sumbu c sepanjang 6 bagian
Kemudian hubungkan garis garis tersebut menjadi sebuah bentuk kristal
Perhatiakan gambar di samping
2. Monoklin Hemibipyramid
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a- /b+ =450 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b- Memperhatikan gambar disebelah Hubungkan titik-titik pada bagian a-,b-,a+,dan b+ menjadi sebuah bidang.Lihat gambar disamping
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a- /b+ =450
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-
Memperhatikan gambar disebelah
Hubungkan titik-titik pada bagian a-,b-,a+,dan b+ menjadi sebuah bidang.
Lihat gambar disamping
Langkah 2
Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+ dan c-.Lihat gambar disamping.
Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+ dan c-.
Lihat gambar disamping.
G. CARA PENGGAMBARAN SISTEM KRISTAL TRIKLIN
1. Triklin Hemibipyramid
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a+ /c-=450 Membuat garis b+/c -=800 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b- Memperhatikan gambar disebelah Hubungkan titik-titik pada bagian a-,b-,a+,dan b+ menjadi sebuah bidang.Lihat gambar disamping
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a+ /c-=450
Membuat garis b+/c -=800
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-
Memperhatikan gambar disebelah
Hubungkan titik-titik pada bagian a-,b-,a+,dan b+ menjadi sebuah bidang.
Lihat gambar disamping
Langkah 2
Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+ dan c-.Lihat gambar disamping.
Tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+ dan c-.
Lihat gambar disamping.
2. Kombinasi Triklin Brachy, Makro, Basalt Pinacoid
Langkah 1
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6 Membuat garis a+ /c-=450 Membuat garis b+/c -=800 Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b- Memperhatikan gambar disebelah
Membuat perbandingan panjang sumbu a:b:c = 1:4:6
Membuat garis a+ /c-=450
Membuat garis b+/c -=800
Memberi keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+,a-,b+,b-
Memperhatikan gambar disebelah
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a- Menuju bagian keempat dari sumbu b+Menujui bagian keempat dari sumbu b-Menuju bagian keenam dari sumbu c+ Menuju bagian keenam dari sumbu c- Memperhatikan gambar disebelah, Hubungkan garis-tersebut hingga menampakan bentuk kristal.Lihat gambar disamping Langkah 2
Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+,a-
Menuju bagian keempat dari sumbu b+
Menujui bagian keempat dari sumbu b-
Menuju bagian keenam dari sumbu c+
Menuju bagian keenam dari sumbu c-
Memperhatikan gambar disebelah,
Hubungkan garis-tersebut hingga menampakan bentuk kristal.
Lihat gambar disamping
BAB II
MINERALOGI FISIK
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya.
Mineral adalah suatu zat berbentuk padat yang terbentuk secara alamiah dengan komposisi kimia tertentu yang memiliki atom yang teratur, dan bersifat anorganik. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai dengan silikat yang memiliki susunan sangat kompleks dengan ribuan bentuk mineral yang diketahui
2.1 BATASAN-BATASAN DEFINISI MINERAL:
Suatu bahan alam
Mempunyai sifat fisis dan kimia yang tetap
Pada umumnya anorganik
Homogen
Mineralogi dibagi menjadi 2 Macam :
Mineralogi fisik
Mineralogi kimiawi
2.2 PENDESKRIPSIAN MINERAL
2.2.1 Sifat-sifat fisik yang Diselidiki
1. WARNA
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna.
Faktor yang dapat mempengaruhi warna :
komposisi kimia
struktur kristal dan ikatan atom
pengotor dari mineral
Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz (Kuarsa Susu) (SiO2)
Kuning : Belerang (S)
Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
Abu-abu : Galena (PbS)
Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
PERAWAKAN KRISTAL
Istilah perawakan kristal adalah bentuk khas mineral ditentukan oleh bidang yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang tersebut. Perawakan kristal dipakai untuk penentuan jenis mineral walaupun perawakan bukan merupakan ciri tetap mineral.
Contoh : mika selalu menunjukkan perawakan kristal yang mendaun (foilated).
Perawakan kristal; dibedakan menjadi 3 golongan (Richard Peral, 1975) yaitu :
A. Elongated habits (meniang/berserabut)
Meniang (Columnar)
Bentuk kristal prismatic yang menyerupai bentuk tiang.
Contoh :
- Tourmaline
- Pyrolusite
- Wollastonite
Menyerat (fibrous)
Bentuk kristal yang menyerupai serat-serat kecil.
Contoh :
- Asbestos
- Gypsum
- Silimanite
- Tremolite
- Pyrophyllite
Menjarum (acicular)
Bentuk kristal yang menyerupai jarum-jarum kecil.
Contoh :
- Natrolite
- Glaucophane
Menjaring (Reticulate)
Bentuk kristal yang kecil panjang yang tersusun menyerupai jaring
Contoh :
- Rutile
- Cerussite
Membenang (filliform)
Bentuk kristal kecil-kecil yang menyerupai benang.
Contoh :
- Silver
Merambut (capillary)
Bentuk kristal kecil-kecil yang menyerupai rambut.
Contoh :
- Cuprite
- Bysolite (variasi dari Actionalite)
Mondok (stout, stubby, equant)
Bentuk kristal pendek, gemuk sering terdapat pada kristal-kristal dengan sumbu c lebih pendek dad sumbu yang lainnya.
Contoh :
- Zircon
Membintang (stellated)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bintang
Contoh:
- Pirofilit
Menjari (radiated)
Bentuk-bentuk kristal yang tersusun menyerupai bentuk jari-jari.
Contoh :
- Markasit
- NatroHt
B. Flattened habits (lembaran tipis)
Membilah (bladed) :
Bentuk kristal yang panjang dan tipis menyerupai bilah kayu, dengan perbandingan antara lebar dengan tebal sangat jauh
Contah :
- Kyanite
- Glaucophane
- Kalaverit
Memapan (tabular)
Bentuk kristal pipih menyerupai bentuk papan, dimana lebar dengan tebal tidak terlalu jauh.
Contoh:
- Barite - Hematite - Hypersthene
Membata (blocky)
Bentuk kristal tebal menyerupai bentuk bata, dengan perbandingan antara tebal dan lebar hampir sarna.
Contoh:
- Microline
Mendaun (foliated)
Bentuk kristal pipih dengan melapis (lamellar) perlapisan yang mudah dikupas / dipisahkan.
Contoh :
- Mica
- Talc
- Chorite
Memencar (divergent)
Bentuk kristal yang tersusun menyerupai bentuk kipas terbuka.
Contoh :
- Gypsum
- Millerite
Membulu (plumose)
Bentuk kristal yang tersu5un membentuk tumpukan bulu.
Contoh :
- Mica
C. Rounded habits (membutir)
Mendada (mamilary)
Bentuk kristal bulat-bulat menyerupai buh dada (breast like)
Contoh :
- Malachite
- Opal
- Hemimorphite
Membulat (colloform):
Bentuk kristal yang menunjukkan permukaan yang bulat-bulat.
Contoh:
- Glauconite
- Cobaltite
- Bismuth
- Geothite
- Franklinite
- Smallite
Membulat jari (colloform radial)
Membentuk kristal membulat dengan struktur dalam menyerupai bentuk jari.
Contoh :
- Pyrolorphyte
Membutir (granular)
Contoh :
- Olivine - Niveolite
- Anhydrite - Cryollite
- Chromite - Cordirite
- Sodalite - Cinabar
- Alunite - Rhodochrosite
Memisolit (pisolitic)
Kelompok kristal lonjong sebesar kerikil, seperti kacang tanah.
Contoh:
- Opal (variasi Hyalite)
- Gibbsite
- Pisolitic Limestone
Stalaktif (stalactitic)
Bentuk kristal yang membulat dengan itologi gamping
Contoh :
- Geothite
3. KILAP
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
a. Kilap Logam (metallic luster) : Bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
Gelena
Pirit
Magnetit
Kalkopirit
Grafit
Hematit
b. Kilap Bukan Logam (non metallic luster,) terbagi atas:
Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada serpentin,opal dan nepelin.
Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap yang satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas.
4.KEKERASAN
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Skala kekerasan relative mineral dari mohs :
Talc Mg3Si4O10(OH)2
gypsum CaSO22H2O
Calcite CaCO3
Fluorite CaF2
Apatite Ca5(PO4)3F
Orthoclas K(AlSi3O8)
Quartz SiO2
Topaz Al2SiO4(FOH)2
Corondum Al2O3
Diamond C
Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari alat penguji standar :
Alat Penguji
Derajat Kekerasan Mohs
Kuku manusia
2,5
Kawat Tembaga
3
Paku
5,5
Pecahan Kaca
5,5 – 6
Pisau Baja
5,5 – 6
Kikir Baja
6,5 – 7
Kuarsa
7
5. GORES ( STREAK )
Gores adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
Pirit : Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna hitam.
Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.
Augite : Ceratnya abu-abu kehijauan
Biotite : Ceratnya tidak berwarna
Orthoklase : Ceratnya putih
Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan, sehingga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral
6. BELAHAN
Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang oleh sini adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur
Ada beberapa istilah yang digunakan :
Sempurna (perfect)
Baik (good)
Jelas (distinct)
Tidak jelas (indistinct)
Tidak sempurna (imperfect)
7. PECAHAN ( FRACTURE )
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur
Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
Concoidal : bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa.
Splintery/fibrous : Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit, hipersten
Even : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
Uneven : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar, contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
Hackly : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.
8. DAYA TAHAN TERHADAP PUKULAN (TENACITY)
Tenacity adalah kemampuan suatu mineral untuk pecah. Tenacity ini dapat dibagi menjadi:
Brittle, bisa dipotong dan hancur menjadi pecahan runcing. Contoh: Kuarsa
Malleable, dapat ditempa menjadi lapisan pipih dan tanpa pecah. Contoh: Emas
Sectile, dapat dipotong dengan pisau menjadi keping-keping tipis. Contoh: Gipsum
Flexible, dapat dibentuk tapi tidak bisa dikembalikan kembali jika gaya ditiadakan. Contoh: Talc, selenit
Elastic, dapat dibentuk dan dapat dikembalikan kembali seperti semula. Contoh: Muskovit
9. BERAT JENIS (SPECIFIC GRAVITY)
Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang umum untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal dikurangi dengan berat air yang volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.
Berat mineralVolume mineral
Berat mineral
Volume mineral
BJ =
10. RASA DAN BAU (TASTE AN ODOUR)
a. Rasa
Astringet
Sweetist Astringet
Alkaline
Bitter
Cooling
Sour
b. Bau
Alliaceous
Horse Radish Odour
Sulphurous
Bitominous
Fetid
Argiilaceous
11. SIFAT KEMAGNETAN
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Dikatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertical.
12. DERAJAT KETRANSPARAN
Derajat ketransparanan adalah kemampuan mineral untuk meneruskan cahaya. Diaphanety dapat dibagi menjadi:
Trasparent, benda dapat tampak bila dipandang melalui suatu mineral. Contoh: Kuarsa, kalsit, biotit
Translucent, cahaya dapat diteruskan oleh mineral, namun benda dibalik mineral tidak tampak jelas. Contoh: Gipsum
Opaque, tidak ada cahaya yang diteruskan walaupun pada keping tertipis. Contoh: Magnetik, pirit
Mineral-mineral yang tidak tembus pandang (non-transparant)
BAB III
MINERALOGI KIMIAWI
2.3 Mineralogi Kimiawi
Mineralogi Kimiawi adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat kimiawi dari mineral. Meliputi perubahan yang terjadi bila dipanasi oleh api oksidasi maupun api reduksi mengenai perubahan warna, sublimasi, pengembunan, penggarangan dan lain-lain, serta mempelajari sistematika mineral kedalam golongan-golongan atas dasar senyawa kimianya.
A. Maksud dan tujuan
Mengetahui sifat-sifat kimia yang penting dari setiap mineral dengan metode yang sesuai.
Melengkapi data yang diperoleh dari penyelidikan secara fisis.
B. Alat-alat yang dipergunakan
Pipa tiup
Lampu spirtus
Kawat platina
Jarum preparat
Gelas arloji
Keping gips
Bor tangan
Buluh tertutup
Magnet
C. Nyala Api
a. Struktur nyala api.
d. Pembagian Penyidikan
1. Penyelidikan basah dengan regensia
a. Mutiara borax
Alat-alat : - lampu spirtus
- pipa tiup
- kawat platina
- jarum preparat
- gelas arloji
Regensia : - HCl encer
- Soda
- tepung borax Na2B4O7
Bahan : - pyrolusite (MnO2)
- prusi (CuSO4)
- Magnetit (Fe3O4)
- Kalium bichromat
Cara Penyelidikan
Bersihkan kawat platina dengan jalan memasukkannya ke dalam lampu spirtus, supaya cepat bersih, masukkan ke dalam HCl encer, kemudian dipanaskan. Begitu berulang-ulang sampai bersih (berwarna putih).
Masukkan kawat platina ke dalam tepung borax
Panaskan ke dalam api oksidasi sampai terbentuk manik-manik (mutiara borax) yang berwarna jernih tanpa noda sedikitpun.
Masukkan mutiara borax (dalam keadaan panas) ke dalam bubuk mineral yang akan diselidiki.
Panaskan dengan api oksidasi.
Amati dan catat warna pada waktu panas dan pada waktu dingin.
Buatla mutiara borax lagi dan masukkan ke dalam tepung mineral yang akan diselidiki.
Panasi dengan api reduksi.
Amati dan catat warna pada waktu panas dan pada waktu dingin.
Cocokkan dengan tabel Bead Corolation Kranss, maka dapat diketahui unsur yang diselidiki.
Tabel Bead Coloration Kranss
No
Oksidasi dari
Borax Bead
Nyala api oksidsi
Nyala api reduksi
1.
Mn
Violet kemerahan
Tak berwarna
2.
Co
Biru
Biru
3.
Cu
Biru hijau
Merah Opaq
4.
Ni
Coklat kemerahan
Abu-abu Opaq
5.
Fe
Kuning
Hijau pucat
6.
Cr
Hijau kekuningan
Hijau pucat
7.
U
Kuning
Hijau pucat tak berwarna
8.
V
Hijau kekuningan
Hijau cerah
9.
Ti
Tak berwarna
Violet Kecoklatan
10.
Mo
Tak berwarna
Coklat
11.
W
Tak berwarna
Kuning-Coklat kemerahan
12.
Si
Tak berwarna
Tak berwarna
DAFTAR PUSTAKA
Berry L.G and Mason B., 1989, Mineralogy, Freeman W. and Co San Francisco
Flint. V.L., Essentials Of Crystalography, Peace Publisher Moscow.
Dana ES., 1960, A Textbook of Mineralogy, John Willey and Sons Inc. New York
Danisworo C. Ir., 1980, Mineralogi (Buku Petunjuk Praktikum), Fakultas Teknik Geologi UPN "Veteran" Yogyakarta.
Denned Williams H., 1960, Principle of Mineralogy, The Ronald Press Company, New York.
Escher BG., 1949, Algemene Mineralogie en Krystallografie, Oogsqust.
Kraus E., Hunt WF. and Ramsdell LS., 1959, Mineralogy, Mc Graw Hill Book Company Inc. New York.
Modul Praktikum Kristalografi & Mineralogi., 2012, Fakultas Teknik Geologi UPN"Veteran" : Yogyakarta.
LABORATORIUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2016
Gambar Perawakan Kristal
Gambar Perawakan Kristal
Gambar Sistem Kristal
Gambar Sistem Kristal
DESKRIPSI MINERALWarna :Sistem Kristal & Perawakan :Kilap :Kekerasan :Gores :Belahan :Tenacity :Berat Jenis :Kemagnetan :Derajat Ketransparanan :Sifat Khas :Nama Mineral/Rumus Kimia :Kegunaan :Genesa / Asosiasi Mineral :
DESKRIPSI MINERAL
Warna :
Sistem Kristal & Perawakan :
Kilap :
Kekerasan :
Gores :
Belahan :
Tenacity :
Berat Jenis :
Kemagnetan :
Derajat Ketransparanan :
Sifat Khas :
Nama Mineral/Rumus Kimia :
Kegunaan :
Genesa / Asosiasi Mineral :
LABORATORIUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2016
PROYEKSI : System Kristal : Jumlah Unsur Simetri : Klas Simetri : (HM) : (SC) : Nama & Simbol Bentuk : Contoh Mineral :
PROYEKSI :
System Kristal :
Jumlah Unsur Simetri :
Klas Simetri :
(HM) :
(SC) :
Nama & Simbol Bentuk :
Contoh Mineral :
NAMA : Tgl. Praktek :NPM : Ttd. Ass :PLUG :
NAMA : Tgl. Praktek :
NPM : Ttd. Ass :
PLUG :