Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
I.
Pendahuluan a. Latar Belakang
Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara
lain
munculnya
persaingan
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapinya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Berbicara mengenai mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar dimana aktivitas belajar siswa menunjukkan indikator lebih baik. Untuk mencapai pokok materi belajar siswa yang optimal tidak lepas dari kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Dengan motivasi belajar pada siswa disaat pemberian layanan pembelajaran
yang
baik
tidaklah
mudah,
banyak
faktor
yang
mempengaruhinya antara lain pendidik, orang tua, dan siswa. Sehingga siswa memegang peranan dalam mencapai disiplin belajar. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Nasional , Bab I, Pasal 1, ayat 4, disebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Lebih lanjut, Bab IV, Bagian Kesatu, Pasal 5 menyebutkan bahwa (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus; (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus; (4)
Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus; (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Pasal 6, menyebutkan bahwa (1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
1
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
pendidikan dasar; (2)
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan Wlodkowski (dalam Suciati) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan ( persisten ( persistence ce)) pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Acter (dalam (dalam Suciati) menjelaskan menjelaskan motivasi sebagai sebagai perspektif perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut definisi ini, konsep diri yang positif akan menjadi motor penggerak bagi kemauan seseorang. Dalam proses belajar, motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement ( achievement motivation) motivation ) mempunyai kontribusi sampai 64 % terhadap
prestasi
belajar
(Triluqman
H.
2007;6).
Jurnal
Belajar dan
Motivasinya. http:/ /www.heritl.blogs /www.heritl.blogspot.com pot.com aksess Nopember 2010 Peningkatan
kemampuan belajar mandiri dapat dilakukan melalui
berbagai cara. Dalam bidang Psikologi Pendidikan, peningkatan keterampilan belajar dapat dilakukan melalui konsep self-regulated learning (Bandura, 1986). 1986). Namun, berbagai model untuk meningkatkan kemampuan belajar mandiri pada umumnya dikembangkan para ahli dari negara di luar Indonesia. Model pengembangan kemampuan belajar tersebut belum tentu sesuai dengan budaya Indonesia. Selain memperhatikan budaya, program intervensi juga perlu mempertimbangkan mempertimbangkan adanya faktor keteladanan keteladanan karena seseorang seseorang yang diberi intervensi diharapkan akan meniru figur keteladanan. Keteladanan dalam budaya Indonesia tercermin pada budaya paternalistik, sehingga muncul konsep “panutan”. Pad a umumnya, figur keteladanan dianggap lebih tua, lebih tinggi derajatnya atau figur yang dianggap lebih dari yang menganggap figur tersebut sebagai figur teladan.
Berdasarkan berbagai
pendapat dan hasil penelitian para ahli, maka tampak bahwa intervensi
2
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
pendidikan dasar; (2)
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan Wlodkowski (dalam Suciati) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan ( persisten ( persistence ce)) pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Acter (dalam (dalam Suciati) menjelaskan menjelaskan motivasi sebagai sebagai perspektif perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut definisi ini, konsep diri yang positif akan menjadi motor penggerak bagi kemauan seseorang. Dalam proses belajar, motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement ( achievement motivation) motivation ) mempunyai kontribusi sampai 64 % terhadap
prestasi
belajar
(Triluqman
H.
2007;6).
Jurnal
Belajar dan
Motivasinya. http:/ /www.heritl.blogs /www.heritl.blogspot.com pot.com aksess Nopember 2010 Peningkatan
kemampuan belajar mandiri dapat dilakukan melalui
berbagai cara. Dalam bidang Psikologi Pendidikan, peningkatan keterampilan belajar dapat dilakukan melalui konsep self-regulated learning (Bandura, 1986). 1986). Namun, berbagai model untuk meningkatkan kemampuan belajar mandiri pada umumnya dikembangkan para ahli dari negara di luar Indonesia. Model pengembangan kemampuan belajar tersebut belum tentu sesuai dengan budaya Indonesia. Selain memperhatikan budaya, program intervensi juga perlu mempertimbangkan mempertimbangkan adanya faktor keteladanan keteladanan karena seseorang seseorang yang diberi intervensi diharapkan akan meniru figur keteladanan. Keteladanan dalam budaya Indonesia tercermin pada budaya paternalistik, sehingga muncul konsep “panutan”. Pad a umumnya, figur keteladanan dianggap lebih tua, lebih tinggi derajatnya atau figur yang dianggap lebih dari yang menganggap figur tersebut sebagai figur teladan.
Berdasarkan berbagai
pendapat dan hasil penelitian para ahli, maka tampak bahwa intervensi
2
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
diperlukan dalam pengembangan kemampuan belajar mandiri. Intervensi dapat dilakukan melalui berbagai cara yang dapat disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia. (Darmayanti, 2008;69). Pendidikan Karakter berkembang karena para pakar pendidikan di Indonesia mengakui bahwa sistem pendidikan yang telah ada, khususnya dalam bidang kepribadian (karakter) telah gagal dilakukan. pendidikan di Indonesia menghasilkan manusia yang kurang masih bisa diperdebatkan. Tetapi kegagalan ini setidaknya
Gagalnya berkarakter
diperkuat oleh
pendapat I Ketut Sumarta, seorang yang telah lama bergelut dalam dunia pendidikan. Dalam bukunya Rasa,
ia
mengatakan:
yang berjudul Pendidikan yang
“Pendidikan
nasional
kita
Memekarkan
cenderung
hanya
menonjolkan pembentukan kecerdasan berpikir dan menepikan penempatan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin. Dari sini lahirlah manusia manusia yang berotak pintar, manusia berprestasi secara kuantitatif akademik, namun tiada berkecerdasan budi sekaligus sangat berkegantungan, tidak merdeka mandiri.” Kutipan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakpuasan atau cenderung terjadinya kegagalan dalam dunia pendidikan dalam rangka membentuk manusia dewasa dan berwatak mandiri. Kegagalan membentuk manusia dewasa dan berwatak mandiri ini kemudian diatasi atau diperkecil
dengan
melakukan
program
pendidikan
karakter.
Kurang
berhasilnya system pendidikan membentuk sumber daya manusia dengan karakter yang tangguh, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri, terjadi hampir di semua lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta. (Supriadi D Djaenudin, 2009) Dari latar belakang yang ada maka penulis mencoba melakukan suatu kajian ilmiah dengan Judul Peran motivasi dalam mengembangkan regulasi diri dan karakteristik dalam pembelajaran.
3
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
b. Permasalahan
Berdasarkan
latarbelakang
yang
dikemukakan
diatas
maka
dapat
di
merumuskan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana peran motivasi dalam mengembangkan regulasi diri dan
karakteristik dalam pembelajaran .”
c. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini adalah: 1). Untuk mengetahui peranan motivasi dalam mengembangkan regulasi diri dan karakteristik dalam pembelajaran 2). Untuk memenuhi Tugas akhir matakuliah Psikologi Pendidikan
d. Manfaat Penulisan Sebagaimana yang penulis harapkan, setelah penelitian ini akan diperoleh manfaat antara lain : 1).Manfaat Teoritis Untuk menambah referensi, bahan literature atau pustaka, khususnya tentang disiplin belajar dan motivasi belajar. 2).Manfaat Praktis Memberikan informasi pada guru pembimbing atau guru bidang studi serta orang tua siswa tentang disiplin belajar yang baik yang akan diterapkan, supaya dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar.
4
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
II. TINJAUAN PUSTAKA a. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada diri seseorang
secara
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau
kelompok orang tergerak melakukan sesuatu kegiatan karena ingin mencapai tujuan tertentu dalam hidup dan kehidupannya. Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut (Hasibuan, 2005: 92). Motivasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Motivasi Intrinsik Motivasi Intrinsik adalah dorongan untuk melakukan
sesuatu yang berasal dari diri individu itu sendiri. Dikatakan motivasi intrinsik apabila seorang siswa termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai ilmu pengetahuan bukan karena motif lain seperti pujian, nilai yang tinggi, atau hadiah. Motivasi itu muncul karena ia merasa membutuhkan sesuatu dari apa yang ia pelajari.Kesadaran pentingnya terhadap apa yang dipelajari adalah sangat penting untuk memunculkan motivasi intrinsik. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik maka selalu ingin maju dalam belajar sserta haus ilmu pengetahuan. 2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan untuk
melakukan sesuatu karena adanya perangsang dari luar diri individu. Peserta didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya, seperti nilai yang tinggi, kelulusan, ijazah, gelar, kehormatan dan lain-lain. Motivasi ekstrinsik meskipun kurang baik akan tetapi sangat diperlukan dalam proses pendidikan agar anak didik mau belajar. Motivasi ekstrinsik tidak selalu buruk. Ia sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik. ( Brown Douglas. 2008)
5
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
b. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Berhasil atau tidaknya seseorang dalam pencapaian hasil belajar disebabkan oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun yang berasal
dari
luar
dirinya.
Untuk
memudahkan
pembahasan
dapat
diklasifikasikan sebagaimana bagan berikut : Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
FAKTOR-FAKTOR YANG PEMPENGARUHI MOTIVASI SISWA
FAKTOR INTERNAL UNSUR DALAM DIRI SISWA
Aspek Fisiologi *Kesehatan *Fungsi2 Jasmani Penglihatan Pendenganara
Aspek Psikologi Intelegensi Bakat Minat Motivasi
FAKTOR EXTERNAL LUAR SISWA
Faktor Lingkungan Siswa
Lingkungan Sosial Siswa Keluargga, Orang tua, Saudara Sekolah, Guru, Teman Masyarakat, Tetangga, Teman Bermain dll
Metode Metode Mengajar Metode Belajar
Lingkungan Non Sosial Suhu Cuaca Iklim Tempat belajar Sarana Belajar
6
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Faktor-faktor di atas saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama yang lain. Bila aspek fisiologis siswa tidak baik maka akan mempengaruhi aspek psikologis. Begitu juga bila lingkungan ( baik sosial maupun non social ) di sekitar siswa tidak baik, maka akan berdampak pada proses dan hasil belajar. Oleh karena itu guru dan orang tua agar menciptakan situasi dan kondisi belajar yang bisa mendukung keberhasilan belajar siswa, baik di sekolah maupun di rumah. Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar http://www.ugmc.bizland.com/ak-ertimotivasi.htm
c. Upaya Membangkitkan Motivasi 1. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan terkandung
perilaku adanya
manusia,
keinginan
termasuk yang
siswa.
mengaktifkan,
Dalam
motivasi
menggerakkan,
menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku siswa. Ada tiga komponen dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. 2. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa menyadarkan kedudukannya pada awal, proses dan hasil belajar, menginformasikan kekuatan usaha belajar, mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar, menyadarkan proses belajar kemudian bekerja. Bagi pengajar, membangkitkan, meningkatkan,memelihara semangat belajar siswa sampai berhasil, mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam ragam : acuh, tak memusatkan perhatian, bermain di samping yang bersemangat belajar, meningkatkan dan menyadarkan pengajar untuk memilih satu diantara beberapa peran : penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah atau pendidik, “unjuk kerja” rekayasa pedagogis : semua siswa berhasil, “mengubah”siswa tak minat menjadi bersemangat belajar, siswa cerdas tak berminat menjadi bersemangat belajar (Dalyono M. 2007).
7
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan murid dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal- hal yang bisa ditangani oleh murid sendiri. Lebih jauh, David Mills dan Stanley Scher dalam ( Rachmahana,R. Syifa 2008 ) memaparkan tujuan pendidikan terpadu ini secara detail sebagai berikut : a. Membantu murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk penemuan ide-ide baru, baik proses intelektual maupun afektif. b. Membantu murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah. c. Meningkatkan pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide dalam ilmu pengetahuan. d. Menggali bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin dari ilmu pengetahuan. e. Memungkinkan murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan ilmiah untuk diri mereka, serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia mereka dan setiap pilihan yang mereka ambil. Penerapan metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang lebih efektif dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role playing dan game , misalnya mengajarkan teori Newton dengan murid berperan sebagai astronot. Menurut Mulyasa (2004 : 105)
terdapat berbagai upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain : peningkatan aktivitas dan kreatifitas peserta didik, peningkatan disiplin belajar, dan peningkatan motivasi belajar. Pendekatan yang sangat membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif adalah
pendekatan yang merupakan
metode untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik dalam diskusi
8
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
kelompok kecil. Peningkatan motivasi dapat menjadi pendorong peserta didik untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan. Mohamad Nur (2001: 2) mengemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kemauan untuk melakukan upaya dalam pembelajaran, terentang dari
kepribadian,
kemampuan
siswa
sampai
tugas-tugas
pembelajaran,
perangsang untuk belajar, tatanan pelajaran, dan perilaku guru. Tugas pendidik menemukan, menggugah, dan mempertahankan motivasi siswa untuk belajar, dan terlibat dalam aktivitas yang menuju pada pembelajaran, sehingga motivasi siswa dalam pembelajaran akan meningkat. Meningkatnya motivasi belajar siswa, dan meningkatnya perbuatan untuk tuntas belajar, dapat meningkatkan hasil belajar
d. Belajar Mandiri ( Self-Directed L earning ) Fenomena kemandirian dalam belajar ( self-direction in learning) pada pendidikan jarak jauh dijelaskan pada berbagai literatur dengan menggunakan label atau istilah dari konsep belajar mandiri atau s elf-directed learning (Candy, 1991; Hiemstra, 1998; Knowles, 1975; Moore, 1983, 1986; Moore & Kearsley, 1996; Simpson, 2000). Pada penelitian ini, kemampuan belajar mandiri yang dimiliki oleh pebelajar didefinisikan sebagai kemampuan untuk berinisiatif dalam mengatur (regulate), mengelola dan mengontrol proses belajarnya untuk mengatasi berbagai masalah dalam belajar dengan mempergunakan berbagai alternatif atau strategi belajar (Jarvis, 1990). Dalam (Darmayanti, 1993) Kata kunci dari belajar mandiri adalah adanya “inisiatif” atau sikap “proaktif” dari seseorang untuk mengelola belaja rnya (Hiemstra, 1998; Knowles, 1975). Definisi tersebut menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah tipe belajar yang dibedakan dengan belajar yang diarahkan oleh orang lain atau teacherdirected learning. Pada teacher-directed learning, siswa lebih bersikap reaktif dalam proses belajar yang diarahkan oleh guru (Darmayanti, 1993). Pada
9
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
konteks pendidikan jarak jauh, pebelajar yangmandiri memiliki kemampuan untuk belajar pada kondisi yang menuntut dirinya untuk belajar tanpa tergantung sepenuhnya dengan pengajar. Menurut Candy (1991), dimensi belajar mandiri ada empat, yaitu a) otonomi diri; b) pengelolaan diri; c) kebutuhan belajar yang mandiri; d) kontrol pebelajar terhadap pembelajaran . . (Darmayanti, 2008;70)
e. Self-Regulated L earning Teori-teori
self-regulation
memfokuskan
pada
bagaimana
pebelajar
menggerakkan, mengubah, dan mempertahankan kegiatan belajar baik secara sendiri maupun pada lingkungan sosialnya, dalam konteks instruksional informal maupun formal (Zimmerman & Schunk, 1989). Ajisuksmo (1996) memperjelas bahwa self-regulated learning terjadi bila siswa secara sistematis mengarahkan perilaku dan kognisi mereka ke arah pencapaian tujuan belajar. Pebelajar yang memiliki kemampuan self-regulated learning akan menunjukkan karakteristik memiliki tujuan, bersifat strategis dan persisten dalam belajar (Purdie, Hattie, & Douglas (1996). Self-regulated learning merupakan aspek penting dari prestasi akademik mahasiswa (Hofer, Yu, & Pintrich, 1998; Pintrich & De Groot, 1990). Hasil berbagai studi terdahulu yang dilakukan oleh Pintrich dan De Groot (1990), Schunk dan Zimmerman (1994), Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Wolters, 1998), mengungkapkan bahwa pebelajar yang lebih sadar dan menerapkan kontrol yang lebih besar terhadap proses kognitif cenderung lebih sukses hasil belajarnya.
Zimmerman (1998) menjelaskan lebih lanjut bahwa siklus self-
regulated learning dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu tahap: (1) pemikiran awal; (2) kontrol terhadap pelaksanaan atau kemauan; (3) Tahap refleksi diri. Vermunt (1998) mengemukakan bahwa komponen belajar pada selfregulated learning terdiri dari empat yaitu: (1) keterampilan memproses , disebut juga cognitive skills; (2) keterampilan regulasi diri ; (3) konsep belajar ; (4) orientasi belajar. Topik-topik self-regulation sangat erat dihubungkan dengan motivasi (Pintrich & Schunk; 1996). Siswa yang termotivasi untuk meraih
10
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
tujuan akan melibatkan kegiatan self-regulation yang mereka percaya dapat membantu mereka (misalnya menghafal materi yang dipelajari, memperjelas informasi yang tidak jelas). Sebagai gantinya, self-regulation meningkatkan belajar, dan persepsi kompetensi yang lebih besar untuk melanjutkan motivasi dan self-regulation untuk meraih tujuan baru (Schunk, 1991 dalam Pintrich & Schunk, 1996). Secara teoritis, pebelajar yang memiliki kemampuan self-regulation secara aktif mengelola aspek motivasi yang melibatkan kemauan belajarnya. Menurut Corno (dalam Wolters, 1998), kemauan atau volition menjelaskan tentang proses yang terlibat untuk memelihara agar maksud (intention) atau tujuan terpenuhi, dan dibedakan dari motivasi yang hanya menyinggung proses awal yang diciptakan dari maksud atau tujuan. Peningkatan motivasi diasumsikan dapat meningkatkan kemauan untuk belajar yang akan mengarahkan kemampuan belajar mandiri seseorang dan kemudian membantu orang tersebut untuk berprestasi. Pada penelitian ini, peningkatan keterampilan self-regulated learning diharapkan dapat memunculkan motivasi belajar yang kemudian akan mengarahkan kemauan seseorang untuk menjadi self- regulated learner yang mampu mandiri dalam belajarnya. . (Darmayanti, 2008;71)
f. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter akan memberikan bantuan sosial agar individu dapat tumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain di dunia. Pendidikan karakter sumber daya manusia bidang teknologi nuklir harus ditujukan untuk memenuhi 2 tujuan, yaitu pemenuhan
kebutuhan
internasional tanpa melupakan kebutuhan nasional. Pendidikan karakter bagi sumber daya manusia bidang teknologi nuklir harus berorientasi kepada penciptaan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif
dicapai
dengan
pendidikan
karakter
berbudaya
keselamatan.
Sedangkan keunggulan komparatif dicapai dengan penanaman wawasan kebangsaan. Dua hal tersebut diperlukan untuk menjawab dan memenuhi persyaratan kompetensi internasional serta meningkatkan daya saing bangsa
11
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
dalam era globalisasi. Penanaman karakter tersebut dapat dilakukan dengan tepat mempergunakan metode Student Centered Learning (SCL). (Putero H. Susetyo, et all. 2008) Pemahaman bahwa hidup dalam masa ini seringkali membingungkan baik bagi orang tua maupun anak-anak. Ada banyak hal yang berubah di sekeliling kita dalam politik, sosial ekonomi, moral, dan spiritual. Di tengah perubahan itu tampak melemahnya penegakan disiplin dan peraturan, sehingga apa yang benar dan apa yang salah tidak jelas. Dengan kata lain, batas-batas moral menjadi kabur. Kekaburan ini menyebabkan memilih sesuatu yang benar dan tepat menjadi jauh lebih sukar, dan akibatnya salah pilih menjadi jauh lebih serius. Penegakan disiplin, peraturan dan batas-batas moral menjadi jelas dalam kehidupan seorang siswa dapat dikembalikan dengan melakukan pembinaan secara sengaja dan terarah. Pembinaan tersebut dilakukan dengan pelaksanaan dan pengembangan karakter
dengan adanya banyak keluhan ketika terjadi
interaksi antara orang tua dan guru tentang siswa. Banyak orang tua melaporkan anaknya enggan pergi ke
sekolah, anak takut maju ke depan kelas ketika
mendapat giliran atau anak tidak ada kemauan untuk belajar. Guru menyatakan bahwa banyak siswa kurang menunjukkan kesungguhan dalam belajar dan kurang berusaha, terlambat datang, sering tidak membuat tugas, menyontek, kurang ramah, angkuh, meremehkan, bersikap kurang ajar, menentang dan berkecenderungan balas dendam, kurang tegar dan tangguh dalam menghadapi tekanan. ( Supriyadi J. Jaenudin, 2009)
g. Peran Guru dalam Mewujudkan SDM yang Profesional Menurut Makagiansar (1996), memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran dan perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari
12
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, dan (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi kerja sama. Pergeseran paradigma tersebut menuntut adanya upaya peningkatan kualitas di bidang pendidikan, yang bukan sekedar mengejar target output semata- mata, tetapi yang lebih penting adalah outcome, yaitu bagaimana kualitas lulusan ( output ) dalam menghadapi tantangan global di masa mendatang. Paradigma ini juga berimplikasi perlunya guru yang berkompeten dan professional untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, yang diharapkan dapat menghasilkan output dan outcome yang baik sacara kuantitatif maupun kualitatif. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahakn, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU No. 14 tahun 2005 : 2) Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban : 1)
merencanakan
pembelajaran,
melaksanakan
proses
pembelajaran
yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3) bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan undang-undang tersebut sangat jelas bahwa guru merupakan key person in classroom, sehingga guru memiliki peran yang sangat vital dan
13
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam proses pembelajaran. (UU No. 14 Tahun 2005, pasal 8 dan 10). www.unimed.ac.id/@/unimed/pegawaidoc/01.pdf aksess Nopember 2010 (Davies dan Ellison, 1992). Karena peran mereka yang sangat penting itu, keberadaan guru bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih. Alat dan media pendidikan, sarana prasarana, multimedia dan teknologi hanyalah media atau alat yang hanya digunakan sebagai teachers` companion (sahabat – mitra guru). Guru memiliki peran yang amat penting, terutama sebagai agent of change melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, agar dapat berperan dengan efektif dan professional, guru harus memiliki beberapa persyaratan, antara lain ketrampilan
mengajar
(teaching
skills),
berpengetahuan
(knowledgeable),
memiliki sikap profesionalisme ( good professional attitude ), memilih, menciptakan dan menggunakan media (utilizing learning media), memilih metode mengajar yang sesuai, memanfaatkan teknologi ( utilizing technology ), mengembangkan dynamic curriculum, dan bisa memberikan contoh dan teladan yang baik ( good practices) (Hartoyo dan Baedhowi, 2005) dalam (Baedhowi, 2008)
a. Teachin g Skills
Guru yang prfesional dapat dilihat dari keterampilan mengajar ( teaching skills) yang mereka miliki. Keterampilan mengajar yang dimiliki oleh guru dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain : 1) Guru sebagai pembimbing dan fasilitator yang mampu menumbuhkan belajar mandiri ( self learning) pada diri siswa; 2) Memiliki interaksi yang tinggi dengan seluruh siswa di kelas; 3) Memberikan contoh, pekerjaan yang menantang ( challenging work ) dengan tujuan yang jelas (clear objectives); 4) Mengembangkan pembelajaran berbasis kegiatan dan tujuan; 5) Melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka dan memiliki sense of ownership dan mandiri dalam
pembelajaran;
6)
Mengembangkan
pembelajaran
individu;
7)
Melibatkan siswa dalam pembelajaran maupun penyelesaian tugas-tugas
14
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
melalui enquiry – based learning , misalnya dengan memberikan pertanyaan yang baik dan analitis; 8) Menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan kondusif; 9) Memberikan motivasi dan kebangsaan yang tinggi; dan 10) Pengelolaan waktu yang baik. b. Know ledgeable
Pengetahuan merupakan faktor utama dalam membentuk profesionalisme seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh melalui : (1) academic – proses pendidikan formal, (2) practical session – pelatihan praktis, dan (3) life skills – kecakapan hidup yang diperoleh melalui berbagai cara dan kegiatan. c. Professional Attitude
Sikap sangat berpengaruh terhadap profesionalisme seseorang guru. Sikap tersebut antara lain : (1) independence – mandiri dan tidak selalu tergantung pada orang lain, dan (2) continous self-improvement – selalu siap memperbaiki diri sendiri secara terus-menerus. d . L e a r n i n g E q u i p m e n t / M ed i a
Perlengkapan
dan
media
pendidikan
sangat
perlu
untuk
mendukung
profesionalisme guru. Guru dituntut mampu memilih, menggunakan dan bahkan menciptakan media pembelajaran. Media sedapat mungkin disediakan secara memadai dan lengkap (sufficient and complete) dan modern. Tanpa perlengkapan dan media yang lengkap dan modern, sekolah tak mampu memberikan hasil yang bagus. e . T ec h n o l o g y
Peran teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi (ITC) dalam pendidikan sangat penting, karena dapat membuat pembelajaran lebih bervariasi dan hidup (teaching more colourfull ), apalagi jika diintegrasikan dengan multimedia. f . Cu r r i c u l u m
Kurikulum yang responsive, mampu menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat, dynamic (berkembang sejalan dengan perkembangan jaman), dan flexible yang dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi dan kondisi,
15
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
serta sesuai dengan kebutuhan siswa ( students needs) merupakan suatu kebutuhan. Kurikulum yang dinamis memiliki cirri (1) disusun dengan baik (well-organized ), (2) memiliki nilai tambah(added value), bukan hanya berisi materi yang harus dipelajari siswa, dan (3) terintegrasi ( integrated ) dan bukan terkotak – kotak. Dengan kurikulum yang demikian ini, guru akan lebih mudah dan terarah dalam mengembangkan dirinya menjadi guru yang professional tanpa harus terbebani karena kurikulum yang kaku, kurang fleksibel, dan mengambang tidak jelas. g . G o o d E x a m p l e s / Pr a c t ic e s
Pendidikan akan efektif apabila dibarengi dengan contoh atau teladan yang baik pula. Pemberian teladan yang baik oleh guru menuntut guru untuk senantiasa melakukan yang terbaik dan bertindak secara professional. Contoh atau teladan yang baik dapat membangun karakter ( character building ) seperti kepemimpinan, sikap menghormati, membantu orang lain, menjadi pendengar yang baik, bersikap demokratis, dan lain-lain. (Badhowi, 2008) Ilustrasi tersebut mempertegas keyakinan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus dan significant yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 14 tahun 2005 sebagai berikut: a. memiliki bakat,
minat,
panggilan
jiwa,
dan
idealisme;
b.
memiliki
komitmen
untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik, dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan ; dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal – hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Dengan kata lain, guru yang professional wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
16
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi dasar yang harus dimiliki guru meliputi kompetensi paedagogik , kompetensi personal atau kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (UU No. 14 Tahun 2005, pasal 8 dan 10).
17
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
h. Pembahasan
a. Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru
Menyikapi tuntutan profesionalisme guru yang sarat dengan tuntutan akademis dan non – akademis, membuat kita semakin prihatin apabila tuntutan tersebut tak dapat dipenuhi; dan apabila persyaratan sudah „dipenuhi‟ apakah kesejahteraan mereka juga „terpenuhi‟. Dua hal inilah yang seringkali menjadi sebuah dikotomi yang berkepanjangan, sehingga tidak mengherankan apabila ada guru yang terpaksa mengajar ala kadarnya karena capai dan ngantuk setelah semalaman dia terpaksa harus „ngojek‟ atau menjadi „pengemudi pocokan‟ atau bahkan menjual jasa „sebagai penjaga malam‟ dab sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya karena penghasilan mereka sebagai guru masih dapat memenuhi kebutuhannya (Hartoyo, 2007). Dalam ( Baedhowi, 2008) Contoh – contoh lain tentang guru yang harus melakukan kerja sambilan „banting – tulang‟ banyak kita jumpai
di sekitar kita, yang tentu
saja berpengaruh terhadap profesionalisme dan kualitas mengajar mereka. Memang serba salah, jika tidak mencari sambilan kebutuhan mereka tak terpenuhi, tetapi jika mengerjakan kerja sambilan kualitas mengajar mereka cenderung berkurang. Di samping itu, guru juga seringkali dijadikan
„kambing
hitam‟
apabila
hasil
belajar
siswa
kurang
menggembirakan, misalnya banyak siswa yang nilai UN-nya jelek, banyak yang tidak lulus, banyak yang tidak naik kelas dan sebagainya. Menyikapi hal ini, pemerintah tidak tinggal diam. Upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru telah dan terus dilakukan sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dalam Undang – Undang tersebut ( Baedhowi, 2008)
18
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
b. Motivasi dari segi Teori Psikologi Belajar
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Dalam masa perkembangan
psikologi
pendidikan
ini
muncullah
secara
beruntun
beberapa aliran psikologi pendidikan masing-masing 1.
Psikologi Behivioristik
2.
Psikologi Kognitif
3.
Psikologi Humanistik
1. Prespektif Behivioristik, motivasi dipandang dalam pengertian yang sangat pasti. Ia sekedar pengharapan imbalan. Terdorong untuk memdapatkan imbalan positif, dan terdorong oleh imbalan-imbalan yang diterima karena prilaku-perilaku tertentu. ( Brown Douglas. 2008) Menurut Skinner Palvov dan Thorndike menempatkan motivasi di pusat teori tentang prilaku manusia. Dalam pandangannya behivioristik performa dalam kegiatan dan motivasi untuk melakukan itu tampaknya bergantung pada faktor-faktor
eksternal: orang tua, guru, teman
sebaya, persyaratan pendidikan, spesifikasi kerja dan seterusnya . Teori ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Artinya, segala perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan sekitarnya. Di mana lingkungan tempat manusia tinggal, di sanalah seluruh kepribadiannya akan terbentuk. Lingkungan yang baik akan membentuk manusia menjadi baik. Juga sebaliknya, lingkungan yang jelek akan menghasilkan manusia-manusia yang bermental jelek sesuai dengan kondisi lingkungan tadi. Selain itu, konsep belajar behavioristik juga menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukumhukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak,
19
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon) (Dalyono. M. 2007) Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam hal ini,
akan
menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
( http:// www.psikomedia.com article pdf.) Aksess
November 2010 Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan dibiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Cirri-ciri belajar dengan trial and error yaitu: 1
Ada motif pendorong aktivitas
2
Ada berbagai respon terhadap situasi
3
Ada eliminasi respon-respon yang gagal/salah
4
Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon stimulus, apabila murid tidak menunjukan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tidak mungkin dapat membimbing tingka lakunya kearah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk
20
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
mengkontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kea rah tercapainya tujuanyang telah dirumuskan Jenis-jenis stimulus. 1) Positive
reinforsment;
penyajian
stimulus
yang
meningkatkan
probabilitas suatu respon 2) Negative
reinforsment;
menyenangkan,
yang
pembatasan jika
stimulus
dihentikan
akan
yang
tidak
mengakibatkan
probabilitas respon 3) Hukuman; pemberian stimulus yang tidak menyenangkan, misalnya “ consideration or reprimand ” bentuk hukuman. (Dalyono, M. 2007)
2. Prespektif Kognitif . motivasi lebih menekankan pada keputusan keputusan
individual,
pilihan-pilihan
yang
dibuat
orang
demi
pengalaman atau tujuan tertentu yang hendak mereka dekati atau hindari” Keller, 1983 seorang psokolog kognitif melihat kebutuhan atau dorongan
dasar
sebagai
kekuatan
pendesak
dibalik
keputusan-
keputusan kita. sementara Ausubel 1968. Mengidentifikasi enam kebutuhan yang menopang konsep motivasi yaitu: a) Kebutuhan eksplorasi, melihat sisi lain pegunungan‟ menyelidiki yang tidak diketahui b) Kebutuhan manipulasi, mempengaruhi „dalam Skinner – lingkungan yang menyebabkan perubahan. c) Kebutuhan aktivitas, gerakan dan latihan baik fisik maupun mental d) Kebutuhan Stimulasi, kebutuhan untuk dirangsang oleh lingkungan, oleh orang lain, atau ide-ide pikiran dan perasaan. e) Kebutuhan
pengetahuan,
menanamkan
hasil-hasil
kebutuhan eksplorasi,
untuk
memproses
manipulasi
aktivitas,
dan dan
21
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
stimulasi, untuk menyelesaikan pertentangan, mencari penyelesaian bagi berbagai masalah dan mencari system pengetahuan yang stabil f) Kebutuhan peningkatan ego, kebutuhan agar diri dikenal dan diterima dan disetujui oleh orang lain. Sebagaimana yang disebutkan oleh Dornyei 2005 sebagai system diri. Teori Belajar “ Cognetive - Developme ntal” dari Piaget memandang
bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari kongkrit menuju abstrak. Menurut piaget tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Kemudian dalam teori k o m p r e h e n s i f tentang perkembangan intelegensi atau proses berpikir.
Menurut piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuankemampuan
mental baru yang sebelumnya belum ada . Pertumbuhan
intelektual adalah tidak kuantitatif melainkan kualitatif. Para ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini membuat piaget melakukan penelitian menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi. Berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan. Piaget mengunakan istila “ scheme” secara “ interchangeably ” dengan istilah struktur “ scheme” adalah pola tingka laku yang dapat diulang “ Scheme” berhubungan dengan: 1. Refleks-refleks pembawaan; misalnya bernafas, makan, minum. 2. Scheme mental; misalnya “Scheme of classification”, “ scheme of operation” (pola tingkah laku yang masih sulit diamati seperti sikap, ) dan scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati ) Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu: 1. Struktur yang disebut juga scheme, seperti yang dikemukakan diatas.
22
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
2. Isi, disebut juga “conten”, yaitu pola tingkah laku spesifik tetkala individu menghadapi sesuatu masalah. 3. Fungsi, disebut juga “function”
yang berhubungan dengan cara
seseorang mencapai tujuan intelektual. O r g a n i s a s i : berupa kecakapan seseorang / organism dalam menyusun
proses-proses fisis dan phisis dalam bentuk system-sistem yang koheren. A d a p t a s i : yaitu adaptasi individu terhadap lingkungan. Adaptasi ini terdiri
dari dua macam proses komplementer yaitu asimilasi da akomodasi . : proses pengunaan struktur atau kemampuan individu untuk Asimilasi menghadapi masalah dalam lingkungannya, sedangkan Akomodasi, proses perubahan respon individu terhadap stimulasi lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek yaitu: struktur, konten, function. Anak yang . Fungsi dan adaptasi akan tersusun s e d a n g m e n g a l am i p e r k e m b a n g a n sehingga melahirkan sesuatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikiran anak. Menurut piaget intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget yaitu: 1. Kematangan 2. Pengalaman fisik/ lingkungan 3. Transmisi social 4. Equilibrium atau self regulation. Selanjtnya piaget membagi tingkat-tingkat perkembangan yaitu: 1. Tingkat sensoris motoris : umur
0 - 2 Tahun
2. Tingkat preoperasional
: umur
2 - 7 tahun
3. Tingkat operasi konkret
: umur
7 - 11 tahun
4. Tingkat operasi formal
: umur
11 thn keatas.
tingkat-tingkat perkembangan tersebut tiap anak berbeda (Dalyono, 2007)
23
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
3. Prespektif Humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan
pada
kebebasan
individu
untuk
mengungkapkan
pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponenkomponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas. namun beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik .
24
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan
personal
tersebut.
Dia
memfokuskan
pada
hubungan
emosional antara guru dengan siswa. http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_education aksess November 2010 Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
( Rachmahana,R. Syifa 2008 )
c. Peran Motivasi Dalam Regulasi Diri Dan Karakter Guru 1
Motivasi dan Regulasi Diri dalam Pembelajaran
Saljo (1979) dalam Maharani Anita,2009 melakukan suatu penelitian dengan bertanya pada beberapa siswa yang telah dewasa ( adult students)
25
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
tentang apakah yang mereka pahami tentang belajar. Respon dari responden tersebut diklasifikasi oleh Saljo menjadi lima kategori, yakni: (1) belajar adalah peningkatan pengetahuan secara kuantitatif, karena belajar memerlukan informasi atau mengetahui lebih banyak. (2) Belajar seperti mengingat. Belajar adalah menyimpan informasi yang dapat direproduksi. (3) Belajar seperti memperoleh fakta, keahlian, dan metode yang dapat bertahan dan digunakan saat diperlukan. (4) Belajar seperti sesuatu yang masuk akal atau membuat abstraksi dari sebuah arti. Belajar melibatkan hubungan antara materi de- ngan dunia nyata. (5) Belajar sebagai menginterpreta- si sesuatu dan memahami realita dalam pandangan berbeda. Komponen motivasi yang menpunyai hubungan dengan komponen regulasi diri untuk belajar (self-regulated learning ), yakni: (1) komponen
ekspetasi
seperti
keyakinan
mahasiswa
terhadap
kemampuan mereka untuk melakukan suatu tugas, dalam hal ini keyakinan diri (self efficacy ), (2) komponen nilai seperti tujuan mahasiswa dan keyakinannya tentang pentingnya dan ketertarikan atas sesuatu, dalam hal ini nilai intrinsik (intrinsic value), dan (3) komponen afektif seperti reaksi emosional mahasiswa terhadap tugas, dalam hal ini kegelisahan atas tes ( test anxiety ). Self-regulated
learning
menganggap
bahwa
responden
relatif
mencerminkan diri mereka. Menurut Zimmerman (2001, 2002), dalam (Maharani Anita,2009) karakteristik siswa yang memiliki regulasi diri adalah berpartisipasi
aktif
dalam
belajar
baik
dilihat
dari
sudut
pandang
metakognitif, motivasi, maupun perilaku- nya. Atribut karakteristik tersebut berhubungan juga dengan kinerja tinggi siswa dengan kapasitas tinggi sebagaimana pada mereka yang memiliki kendala dalam belajar.
26
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Menjelang akhir tahun 1980an, Zimmerman dan Martinez Pons mengembangkan sebuah pendekatan pembelajaran yang disebut regulasi diri dalam belajar atau Self-Regulated Learning (SRL) (Smith, 2001). SRL adalah sebuah strategi regulasi diri dalam belajar yang didasari oleh asumsi triadik resiprokalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa pengelolaan diri dalam belajar dipengaruhi oleh interaksi antara faktor individu, perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1997). Setiap faktor menjadi kausalitas bagi faktor yang lain, oleh karena itu disebut Triadic Reciprocality Theory (Zimmerman, 1989; Kuiper, 2002; Schunk & Ertmer, 1999). dalam (Sucipto et all 2007 ) Seorang siswa dianggap melakukan regulasi diri jika secara metakognisi, motivasional, dan bahavioral berpartisipasi aktif selama dalam situasi pembelajaan (Nisbet & Shucksmith, 1986; Zimmerman, 1989, 1990) Ada tiga komponen teoritis yang menggambarkan proses regulasi diri dalam bidang pendidikan, yaitu 1)
strategi belajar (learning strategi),
2)
strategi pengelolaan (management strategi),
3)
pengetahuan tentang belajar atau knowledge of learning (Kermarrec,
dkk. 2004). Strategi b elajar merupakan strategi utama yang mengindikasikan tentang
cara siswa memilih dan memproses informasi yang disajikan dalam pelajaran. adalah strategi pendukung yang merepresentasikan Strategi pengelolaan tentang bagaimana siswa secara mental mengorganisasi lingkungan belajar dan memfasilitasi pemrosesan informasi. Adapun pengetahuan tentang belajar berkenaan dengan informasi u m u m yang digunakan oleh siswa untuk menjelaskan cara-cara strategik
dalam belajar (Kermarrec, dkk., 2004). Komponen
strategi
b e l a j a r terdiri
atas 6 subkomponen, yaitu (1)
mendengarkan instruksi; (2) berfikir dan menemukan pemahaman; (3)
27
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
melihat dan meniru; (4) memvisualisasikan dan membayangkan; (5) memfokuskan perhatian; (6) mengulang dan melatih. K o m p o n e n s t r a t eg i p e n g e l o la an m e n c a k u p 7 s u b k o m p o n e n, yaitu: (1)
mengelola perhatian; (2) mencari bantuan; (3) mengelola tugas dan menyesuaikan tingkat kesulitan; (4) mengelola waktu; (5) mengurangi interaksi teman sebaya; (6) mengelola motivasi; (7) melakukan evaluasi diri. A d a p u n k o m p o n e n s t r a t e g i p e n g e t a h u a n t e n t a n g b e l a ja r m e m i l i k i 4 s u b k o m p o n e n yaitu adalah (1) pengetahuan tentang diri; (2) pengetahuan
tentang strategi; (3) pengetahuan tentang situasi; (4) pengetahuan tentang orang lain. Semua kategori komponen tersebut diasosiasi dalam tiga bentuk model regulasi diri dalam pendidikan yaitu model latihan atau pengulangan , penggunaan informasi verbal , dan informasi nonverbal (Sucipto et all, 2007) Namun demikian, seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk memperkenalkan metakognisi dalam menyelesaikan masalah
kepada
siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan. Schoenfeld (1992) mengemukakan secara lebih spesifik bahwa terdapat tiga cara untuk menjelaskan metakognisi dalam pembelajaran yaitu: (a) keyakinan dan intuisi, (b) pengetahuan tentang proses berpikir, dan (c) kesadaran-diri (regulasi-diri). Keyakinan dan intuisi menyangkut ideide
yang disiapkan untuk menyelesaikan masalah. ide-ide tersebut
membentuk jalan/cara untuk menyelesaikan masalah. Pengetahuan tentang proses berpikir menyangkut seberapa akurat seseorang dalam menyatakan proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran-diri atau regulasi-diri menyangkut keakuratan seseorang dalam menjaga dan mengatur apa yang harus 28
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
dilakukannya ketika menyelesaikan masalah , dan seberapa akurat seseorang menggunakan input dari pengamatannya untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas menyelesaikan masalah. O‟Neil & Brown (1997) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Sedang Anderson & Kathwohl (2001) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi-diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya. Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada
tahun
1976
dan
menimbulkan
banyak
perdebatan
pada
pendefinisiannya. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Wellman (1985) menyatakan bahwa: Metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a “person‟s c ognition about cognition”
29
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri. Selain itu, metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Schoenfeld, 1992; dan Sukarnan, 2005). Dengan demikian, aktivitas kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring,
dan
mengevaluasi
penyelesaian
suatu
tugas
tertentu
seseorang
tentang
mendalam
tentang
merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997). Metakognisi pengetahuannya,
mengacu sehingga
pada
pemahaman
pemahaman
yang
pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya secara efektif. Karena itu, pengetahuan-kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi,
monitoring
(pemantauan),
pengujian,
perbaikan
(revisi),
pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi. Baker & Brown, Gagne (Mohamad Nur, 2000) mengemukakan bahwa metakognisi memiliki dua komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan monitoring kognitif. b.
Motivasi Dalam Pembentukan Karakter Guru
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup serta mengembangkan karakter individu. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
30
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada individu yang menjadi peserta didik. Adapun tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga menjadi idola para peserta didiknya. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, berdasarkan UU No 14 tahun 2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk: a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan, teknologi dan seni c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran d. Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan peranan dan kompetensi guru dalam proses belajarmengajar Usman (2001:9-11) sebagai berikut. 1. Guru Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya
serta
senantiasa
mengembangkannya
dalam
arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilkinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
31
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Maksudnya apa yang disampaiknnya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik. Seorang guru juga hendaknya mampu memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan. 2. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan. Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas tergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas. Tujuan
umum
pengelolaan
kelas
ialah
menyediakan
dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khusunya ialah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Sebagai manager guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di kalangan siswa.Tanggung jawab yang lain sebagai manager yang penting
32
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
bagi guru ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari ke arah Self Directerd Behavior. 3 Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup
tentang
media
pendidikan
karena
media
pendidikan
merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajarmengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan
merupakan bagian
integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana yang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan
secara maksimal kualitas
lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kjegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya
mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, internet, atau pun surat kabar. 4. Guru Sebagai Evaluator
Dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan
penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode belajar.
33
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian
tujuan pelajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar. Dalam
fungsinya
sebagai
penilai
hasil
belajar
siswa,
guru
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar- mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar-mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus- menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. 5. Peran Guru dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai berikut. a. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan serta nilainya. b. Wakil masyarakat yang berarti dalam lingkungan sekolah, guru menjadi anggota suatu masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
c. Orang yang ahli dalam mata
pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa pengetahuan. d. Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin.
e. Pelaksana administrasi
34
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
pendidikan, di samping menjadi pengajar, guru pun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi. f. Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa. g. Penerjemah kepada masyarakat, artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah- masalah pendidikan. 6. Peran Guru Secara Pribadi
Dilihat dari segi dirinya sendiri (self oriental), seorang guru harus berperan sebagai berikut. a. Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya. b. Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru
senantiasa
pengetahuan.
belajar
untuk
mengikuti
perkembangan
ilmu
c. Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah
dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa- siswanya. d. Teladan, yaitu senantiasa menjadi teladan yang baik untuk siswa. Guru menjadi ukuran norma-norma tingkah laku dimata siswa. e. Pencari keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi
tempat
berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya. 7. Peran Guru Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut : a. Ahli psikologi
pendidikan,
yaitu
petugas
psikologi
pendidikan,
yang
melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi. b. Seniman dalam hubungan antarmanusia (artist in human relation), yaitu orang yang
35
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
mampu membuat hubungan antarmanusia untuk tujuan tertentu, dengan menggunakan teknik tertentu, khususnya dalam kegiatan pendidikan. c. Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan. d. Catalytic
agent,
yaitu
orang
yang
mempunyai
pengaruh
dalam
menimbulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai inovator (pembaharu).
e. Petugas kesehatan mental (mental hygiene
worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental khususnya kesehatan mental siswa. Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan pengembangan nilai- nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilainilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan. Sasaran yang hendak dituju dalam pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik. Berbagai metoda pendidikan dan pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan dan pengajaran pendidikan nilai. Hal tersebut penting untuk memberi variasi kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak membosankan.
36
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
C. KESIMPULAN
1) Motivasi adalah daya pendorong dari keinginan kita agar terwujud. Energi pendorong dari dalam agar apapun yang kita inginkan dapat terwujud. Motivasi Belajar adalah dorongan untuk melakukan sesuatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman, dorongan ini bisa berasal dari diri individu itu sendiri maupun dorongan karena adanya perangsang dari luar diri individu. 2) Motivasi erat sekali hubungannya dengan keinginan dan ambisi, bila salah satunya tidak ada, motivasi pun tidak akan timbul. Banyak dari kita yang mempunyai keinginan dan ambisi besar, tapi kurang mempunyai inisiatif dan kemauan untuk mengambil langkah untuk mencapainya. Ini menunjukkan kurangnya enrgi pendorong dari dalam diri kita sendiri atau kurang motivasi. 3) Motivasi akan menguatkan ambisi, meningkatkan inisiatif dan akan membantu dalam mengarahkan energi kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Dengan motivasi yang benar kita akan semakin mendekati keinginan kita. 4) Guru memiliki peran strategis untuk menjadi bagian penting dalam upaya membangun karakter peserta didik. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui peran serta guru secara optimal dalam proses penyiapan peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Karakter dan mentalitas sumber daya manusia suatu bangsa akan menjadi pondasi dari tata nilai bangsa tersebut. Dalam tataran operasional, upaya-upaya nyata dalam membentuk dan memelihara karakter dan mentalitas tersebut bisa dilakukan oleh sosok guru professional. terfokus kepada empat kompetensi utama yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatanpendekatan dalam pendidikan nilai. Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil sebagai pribadi yang utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melaksanakn tugas-tugas formal keguruan.
37
Tugas Akhir Mata Kuliah Psikologi Kependidikan 2010
IV Daftar Pustaka
Baedhowi, 2008. K H A Z A N A H P E N DI DIK A N : J u r n a l I l m i a h K e p e n d i d i k a n , Vol. I, No. 1 http://www.jurnal.ump.ac.id/.berkas /jurnal.pdf aksess
Nopember 2010. Brown Douglas H, 2008 Terjemahan Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa edisi kelima. Kedutaan Besar Amerika serikat Jakarta. Dalyono M. 2007,. Psikologi Pendidikan. Rineka cipta Jakarta Damayant Tri, 2008, Efektivitas Intervensi Keterampilan Self-Regulated Learning Dan Keteladanan Dalam Meningkatkan Kemampuan Belajar Mandiri Dan Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 2, September 2008, 68-82 Triluqman H., 2007. Jurnal Belajar dan Motivasinya. http:/ /www.heritl.blogspot.com aksess Nopember 2010 http://www.psikomedia.com/ article pdf. Teori Psikologi Belajar dan Aplikasinya Dalam Pendidikan aksess November 2010 http://www.ugmc.bizland.com/ak-ertimotivasi.htm aksess November 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_education aksess November 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology aksess November 2010 Maharani Anita,2009. Inventarisasi Keyakinan Motivasi Dan Learning Sebagai Petunjuk
Self-Regulated
Metode Pengajaran Dan Perlakuan
Lainnya . Jurnal Pendidikan Inovatif , Jilid 4, Nomor 2, http:// www.find-docs.com
motivasi-regulasi-diri-dan-karakteristik~1.html
akses November 2010 Mohamad Nur. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar . Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi . Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Rohmat, 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai , Bandung, Alfabeta.
38