[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal pukul 04.22, 26 September 2012.
[2] Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 182-184.
[3] Khudi arti harfiahnya ego atau self atau individualitas.
[4] Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, h.185-186.
[5] Mulyati, Sri, (et.al), Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 334.
[6] Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta Selatan: TERAJU, 2003), cet. I, h. 78.
[7] Dubium methodicum yang dikemukakan oleh Cartesian , isinya yaitu: "semuanya bisa kuragukan kecuali adanya aku yang sedang ragu-ragu karena meragukannya berarti mempertegas keberadaannya". Dikutip dari buku Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, yang ditulis oleh Donny Gahral Adian. Teringat dengan pembahasan Semiotik Charles Sanders Pierce yang dibahas oleh dosen kita, Bapak Faris Pari, bahwa konsep tersebut kita kaitkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita merasa ragu, berarti secara tidak langsung disadari bahwa kita sebenarnya yakin akan keraguan itu dalam diri., begitupun sebaliknya . Maka dengan demikian bahwa kita harus positif thinking itu memang baru terasa.
[8] Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, cet. I, h.79-82.
[9] Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 118-120.
[10] Hasyimsah Nasution, Filsafat Islam, h. 200
[11] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-muhammad-iqbal-islam-dinamis.html
A NURMILAH
Top of Form
Bottom of Form
Senin, 24 Juni 2013
MUHAMMAD IQBAL
I. Pendahuluan
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi atas karunia yang telah diberikan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dan bisa dipresentasikan pada kesempatan kali ini.
Filsafat Islam Modern di semester lima kerap kali dibahas. Perlu diketahui sebelumnya bahwa zaman modern, pusat kenyataan tidak lagi dicari dalam Tuhan, tetapi dalam manusia sendiri. Filsafat zaman modern bercorak antroposentris, artinya manusia jadi perhatian. Filsafat Barat Modern berpusat pada Kant dan Hegel. Namun pada Filsafat Islam Modern kita akan bahas sekarang dan selanjutnya. Banyak tokoh yang muncul pada zaman modern, diantaranya Nashiruddin Thusi, Suhrawardi al-Maqtul, Mulla Shadra dan yang lainnya. Pembahasan kali ini diabatasi pada salah sau tokoh sesuai dengan silabus mata kuliah Filsafat Islam Modern yaitu tentang tokoh Muhammad Iqbal. Beberapa pertanyaan yang sempat dikemukakan oleh pemakalah yaitu siapa Muhammad Iqbal itu? Apa bukti pemikirannya sehingga ia disebut sebagai seorang filosof?
II. Pembahasan
Pembahasan makalah ini meliputi tentang sejarah hidup Muhammad Iqbal, filsafat ego dan konsep penciptaan. Namun dalam referensi lain kami menemukan pemikiran-pemikiran Iqbal yang lain yang dirasa perlu untuk dibahas pada kesempatan kali ini, tentang moral serta beberapa karya Muhammad Iqbal. Selain itu ada pemikiran Iqbal juga yaitu tentang ketuhanan, materi dan kausalitas serta insan al kamil, yang tidak dijelaskan dalam makalah saat ini.
A. Sejarah Hidup Muhammad Iqbal
Nama : Sir Muhammad Allama Iqbalعلامہ محمد اقبال
Lahir : 9 November 1877
Meninggal : 21 April 1938 (umur 60)
Aliran/tradisi : Sufisme, Islam, Syi'ah, Ismailiyah
Minat utama : Puisi, Filsafat, Sufisme
Gagasan penting : Teori Dua-Negara
Dipengaruhi : Aristoteles, Rumi, Goethe, Nietzsche
Memengaruhi : Gerakan Pakistan, Ali Syariati, Khalilollah Khalili, Jawdat Said.
Muhammad Iqbal (Urdu: محمد اقبال), (lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877 – meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun), dikenal juga sebagai Allama Iqbal (Urdu: علامہ اقبال), adalah seorang penyair, politisi, dan filsuf besar abad ke-20.[1]
Pada masa kanak-kanak Muhammad Iqbal belajar pada ayahnya yang bernama Nur Muhammad yang dikenal juga sebagai seorang ulama. Kemudian ayahnya memasukkan Iqbal ke Scotch Mission College di Sialkot agar Iqbal mendapatkan bimbingan dari Maulawi Mir Hasan, teman ayahnya yang ahli bahasa Persia dan Arab.
Pada tahun 1895 Iqbal pergi ke Lahore, yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni, yang kemudian bergabung dengan perhimpunan sastrawan. Sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government College. Tahun 1897 ia memperoleh gelar B.A., yang kemudian melanjutkannya untuk mengambil program M.A. dalam filsafat. Sehingga saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold –orientalis Inggris yang terkenal—yang juga mengajarkan filsafat Islam di College tersebut. Dengan dorongan dan dukungan Arnold, Iqbal menjadi terkenal sebagai salah seorang pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Tahun 1905, ia studi di Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme dan seorang Neo-Hegelian, yaitu John M.E.. McTaggart, kemudian ia juga belajar di Heidelberg di Munich. Setelah menyelesaikan doktornya di Munich pada tahun 1908 dengan disertasi The Development of Metaphysics in Persia, ia kembali ke Lahore dan mengajar di Government College dalam mata kuliah filsafat dan sastra Inggris.[2] Nah, dari pembahasan tersebut sedikit terjawab tentang pertanyaan pemakalah di pendahuluan. Sudah beberapa tahun ia mendalami filsafat sampai ia memiliki gelar MA, dan juga berkarya dengan sastra.
Selain bidang pendidikan yang Iqbal geluti, namun bidang hukum dan politik pun ia sempat ikuti. Bahkan ia menjadi tulang punggung partai Liga Muslim India dan tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Majlis Legislatif di Punjab. Iqbal mendapat gelar Sir dari penguasa Inggris tahun 1922, dan gurunya pun mendapat gelar Syams al-Ulama. Ketika fajar 21 April 1938, dalam usia 60 tahun menurut kalender Masehi, atau 63 tahun dalam kalender Hijri, Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun Iqbal telah berpulang ke Rahmatullah.
B. Karya-karya Muhammad Iqbal
Diperkirakan ada sekitar 21 karya monumental yang ditinggalkan oleh Muhammad Iqbal, dan salah satu karyanya yang terkenal adalah Bal-I Jibril (Sayap Jibril) yang dibuat pada tahun 1935. Karya yang lainnya yaitu:
1. Ilm al-Iqtitisad, (1903)
2. Development of Metaphisics I Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosophy, (1908)
3. Islam as aMoral and Political Ideal, (1909)
4. Asrar-I Khudi [Rahasia Pribadi], (1915)
5. Rumuz-I Bekhudi [Rahasia Peniadaan Diri], (1918)
6. Payam-I Masyriq [Pesan dari Timur], (1923)
7. Bang-I Dara [Serua dari Perjalanan], (1924)
8. Self in the Light of Relativity Speeches and Statement of Iqbal, (1925)
9. Zaboor-I 'Azam [Kidung Persia], (1927)
10. Khusal Khan Khattak, (1928)
11. A Plea for Deeper Study of Muslim Scientist, (1929)
12. Presidential Addres to the All-India Muslim Leaque, (1930)
13. Javid Nana [Kitab Kebaikan], (1932)
14. McTaggart Philosophy, (1932)
15. The Recontruction of Religious Thought in Islam [Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam], (1934)
16. Letters of Iqbal to Jinnah, (1934)
17. Pas Chih Bayad Kard Aqwam-I Sharq, (1936)
18. Matsnawi Musafir, (1936)
19. Zarb-I Kalim, [Tongkat/Pukulan Nabi Musa], (1936) dan
20. Armughan-I Hejaz [Hadiah dari Hejaz], (1938)
C. Pemikirannya
1. Filsafat Ego
Salah satu bukti pemikiran Iqbal adalah filsafat ego. Konsep dasar dari filsafatnya Iqbal yang menjadi penopang keseluruhan pemikirannya adalah hakikat ego. Filsafat Iqbal pada intinya adalah filsafat manusia yang berbicara tentang diri yaitu ego. Karena bagi Iqbal manusia itu adalah suatu kesatuan energi, daya, atau kombinasi dari daya-daya yang membentuk beragam susunan yang salah satu susunan pasti dari daya-daya tersebut adalah ego. Dengan demikian apa itu ego? Bagaimana penjelasan dan perkembangannya? Dan bagaimana keterkaitan dengan pemikiran di Barat dan Timur tentang ego, berhubung Iqbal pernah belajar di Barat dan Timur? Mari kita simak pembahasan berikut.
Ego, kadang kali Iqbal menyebutnya dengan khudi[3], merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Karyanya ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-I Khudi, kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Bahasa Persia lah yang dipakai dalam suatu karyanya karena Iqbal juga pernah belajar bahsa Persia pada seorang guru yang ahli dalam bahasa Persia dan Arab yang juga kebetulan teman ayahnya. Iqbal juga menerangakan bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari kehidupan. Hal ini tercantum pada beberapa matsnawinya dalam Asrar-I Khudi. Salah satu contoh matsnawinya sebagai berikut:
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Dijelmakanlah alam cita dan pikiran murni
Ratusan alam terlingkup dalam intisarinya
……………………………………………………
Selain itu Iqbal juga menjelaskan khudi dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam bahwa Realitas Tertinggi (Ultimate Reality) sebagai suatu ego, dan bahwa hanya Ego Tertinggi (Ultimate-Ego) itulah ego-ego bermula.[4]
Sedikit keluar dari pembahasan yang kami rasa perlu diketahui bahwa matsanawi dalam persepsi Jalal al-Din Rumi adalah akar dari akarnya agama (Islam) dalam hal penyingkapannya terhadap misteri-misteri dalam memperoleh (kebenaran) dan keyakinan. Matsnawi adalah ilmu tentang Tuhan yang terbesar, jalan yang paling jelas menuju Tuhan dan bukti paling terang tentang Tuhan. Dan inipun dalam bahasa Persia. Matsnawi merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi ke dalam enam kitab.[5] Hal tersebut adalah persepsi Rumi, yang kami pikir ini apa ada kaitannya dengan Rumi? Seorang tokoh sufistik, yang lahir di Persia, yang juga mengembangkan Tarekat Mawlawiyah. Asumsi pemakalah mengaitkan hal tersebut karena ada kesamaan antara Rumi dan juga Iqbal sama-sama membuat karya dalam bentuk matsnawi dalam bahasa Persia serta sama-sama tertarik pada dunia sufistik, dan juga nama seorang gurunya yang bernama Maulawi Mir Hasan. Maulawi tersebut apa mungkin ada kaitannya dengan tarekat yang dikembangkan oleh Rumi? Atau itu hanya sekedar nama lengkapnya saja? Apakah kaitan tersebut benar atau bahkan salah? Mari kita sama-sama mencari dan mencari tahu di balik hal tersebut, dan mungkin kurangnya dari pemakalah bahwa matsnawi yang dimaksudkan oleh Iqbal itu belum mendapatkan referensi lain saat ini.
Kembali pada pembahasan tentang ego. Salah satu filosof di Barat yaitu Descartes yang mengemukakan tentang ego. Aktivitas ego menurut Iqbal pada dasarnya bukan semata-mata berfikir seperti yang dikemukakan oleh Descartes, akan tetapi berupa aktivitas kehendak seperti tindakan, harapan dan keinginan. Tindakan-tindakan tersebut spontan yang terefleksikan dalam tubuh. Dengan kata lain, tubuh adalah tempat penumpukan tindakan-tindakan dan kebiasaan ego. Ego adalah sesuatu yang dinamis, ia mengorganisir dirinya berdasarkan waktu dan terbentuk, serta didisiplinkan pengalaman sendiri. Setiap denyut pikiran baik masa lampau atau sekarang, adalah satu jalinan tak terpisahkan dari suatu ego yang mengetahui dan memeras ingatannya.[6] Watak esensial ego, sebagaimana konsepsi Islam adalah memimpin karena ia bergerak dari amr (perintah) Ilahi. Artinya, realitas eksistensial manusia terletak dalam sikap keterpimpinan egonya dari yang Ilahi melaui pertimbangan-pertimbangan, kehendak-kehendak, tujuan-tujuan dan apresiasinya. Oleh karena itu kian jauh jarak seseorang dari Tuhan maka kian berkuranglah kekuatan egonya. Bagi Iqbal, agama lebih dari sekedar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia dimana etika dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu mendambakan kesempurnaan.
Iqbal juga menekankan bahwa kekekalan ego bukanlah suatu keadaan melainkan proses. Maksud hal tersebut adalah untuk menyeimbangkan dua kecenderungan yang berbeda dari bangsa Timur dan Barat. Mengingat sejarah Iqbal yang berusaha untuk menkombinasikan apa yang dipelajarinya di Timur dan di Barat, serta warisan intelektual Islam untuk menghasilkan reinterpretasi pemahaman Islam, yang kebetulan ayahnya sendiri dikenal sebagai seorang ulama di Sailkot. Bangsa Timur menyebut ego sebagai bayangan atau ilusi, sementara itu Iqbal mengatakan bahwa Barat berada dalam proses pencarian sesuai dengan karakteristik masing-masing. Dalam konteks inilah Iqbal terlebih dahulu menyerang tiga pemikiran tentang ego, yaitu panteisme, empirisme, dan rasionalisme.
Panteisme memandang ego manusia sebagai noneksistensi, sementara eksistensi sebenarnya adalah ego absolute atau Tuhan. Namun apa kata Iqbal? Ia menolak pandangan panteisme tersebut dan berpendapat bahwa ego manusia adalah nyata. Aliran lain yang menolak adanya ego adalah empirisme, terutama yang dikemukakan oleh David Hume yang memandang konsep ego itu yang poros pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti adalah sekadar penamaan (nominalisme) ketika yang nyata adalah pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti dan bisa dipisahkan secara atomis. Iqbal tidak begitu setuju dengan pendapat tersebut bahkan menolaknya dengan mengatakan bahwa orang tidak bisa menyangkal terdapatnya pusat yang menyatukan pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti tersebut. Iqbal juga menolak rasionalisme Cartesian yang masih melihat ego sebagai konsep yang diperoleh melalui penalaran dubium methodicum[7]. Bahkan Iqbal juga menolak pendapat Kant yang mengatakan bahwa ego yang terpusat, bebas dan kekal hanya dapat dijadikan bagi postulat bagi kepentingan moral. Akan tetapi bagi Iqbal keberadaan ego yang unified, bebas, dan kekal bisa diketahui secara pasti dan tidak sekedar pengandaian logis. Adapun adanya ego atau diri yang terpusat, bebas, imortal bisa diketahui secara langsung lewat intuisi.[8] Baiklah selanjutnya kita beralih ke pembahasan tentang konsep penciptaan.
2. Konsep Penciptaan
Dalam penjelasan mengenai teori penciptaan Iqbal dalam bagian ini, penulis mencoba mengutip langsung dari karya Iqbal yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Asrar-I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi. Akan tetapi, untuk menghindari dan tidak bermaksud untuk menghilangkan pandangan-pandangan serta catatan-catatan penerjemahnya yang cenderung bersifat subjektif, penulis berusaha memaparkan lansung terjemahan dari karya Iqbal agar kita mendapatkan pemahaman lansung yang lebih dari pemikiran Iqbal. Perlu diperhatikan, sebagian besar dari karya Iqbal berbentuk tulisan dalam syair-syair atau puisi-puisi yang mempunyai nilai estetika yang cukup tinggi, dan penulis kira, kita perlu memiliki pemahaman sastra yang baik untuk dapat memahami isi dari pemikiran Iqbal tersebut.
Adapun syair Iqbal yang akan dijelaskan mengenai teori penciptaan alam semesta, akan penulis paparkan di bawah ini.
Alam Semesta berasal dari Pribadi (Khudi)
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Bila khudia bangkit pad kesadaran nyata
Dijelmakan alam cita dan pikiran murni
Ratusan alam terlikung dalam intisarinya
Menjelmakan dirimu melahirkan yang nafi khudimu
Oleh khudi tersemailah di luasan dunia bibit kemauan nyata
Mulanya disangkanya dirinya lain dari dirinya
Dijelmakannya dari dirinya bentuk-bentuk yang lain
Agar memperkembang biak nikmat pertarungan
Dijatuhkannya tenaga lengannya
Agar disadarinya tenaganya sendiri
Tipuan pada dirinya sendiri ialah intisari kehidupan
Penaka kembang mawar khudi hidup oleh mandi dalam darahnya sendiri
Untuk suatu kembang mawar dibinasakannya ratusan taman mawar
Dan dinyatakannya ratusan keluh sangsai akan mencari sebuah lagu
Untuk satu langit dijelmakannya ratusan cendera
Dan bagi satu lafaz ratusan persilatan kata
Maaf bagi kelimpahan himmah dan kebengisan ini ialah membentuk dan menyempurnakan rohani
Kejuitaan Shirin membenarkan gelisah Farhad
Harum wangi kembang jeruk mengimbau harum muskus
Nasib sang agas melontar diri dalam nyala pelita
Derita sang agas dibenarkan oleh cinta
Pensil khudi melukis ratusan kekinian
Agar diwujudkannya fajar hari esok yang akan dating
Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim
Agar kemilau lampu seorang Muhammad
Subjek, objek, cara, sebab dan musabab
Semuanya ada untuk maksud amal
Khudi bangkit menyalakan, jatuh, gemilang dan bernafas
Membakar, menyinari, berjalan dan lari memental
Luasan waktu gelanggangnya
Langit alunan abu di pertemuan jalannya
Dari tetumbuhan mawar, dunia melimpah dalam mawar
Malam menjelma oleh tidur, hari lahir oleh bangkit bangun
Dibaginya nyala dan bara
Dan diajarkannya yang budiman memuja sulit keadaan
Dipecahkannya dirinya dan diciptakannya zarrah demi zarrah
Berpencar dia sementara dan di wujudkannya tumpukan pasir
Lalu menyatu padu dia kembali akan menjadi gunung-gunung
Inilah fitrah khudi akan menjelmakan dirinya
Dalam setiap zarrah bermukim kuasa khudi
Qudrat yang belum menjelma dan tersembunyi
Membelenggu sifat demi sifat yang melahirkan amal
Penaka hidup di alam semesta berasal dari qudrat-qudrat khudi
Hayat setimbang dengan kekuatan ini
Bila setitik air menghafal ajaran khudi
Diwujudkannya kejadian kosong ini menjadi mutiara
Anggur semata tak berbentuk sebab khudinya lemah
Diperolehnya bentuk oleh kerunia piala
Meski piala anggu mengambil bentuk
Banyak hutang budinya kepada kita untuk geraknya
Bila gunung hilang padunya, dia menjadi tumpukan pasir
Dan mengeluh, lautan meliputinya
Tapi ombak selama terus menjadi ombak dalam lautan
Tetap menjadi penunggang di punggung lautan
Cahaya selamanya menjadi peminta-minta sejak mata mulai memandang
Dan bergerak kian kemari akan mencari nan indah
Tetapi sebagaimana rumput beroleh cara dalam ketumbuhan dirinya sendiri
Cita-citanya memecah dada sang tamansari
Kandil juga memadukan dirinya sendiri
Dan didirikanya pribadinya dari kumpulan zarrah
Lalu ditunjukannya kebiasaan menghancurkan diri dan lari dari dirinya
Sampai akhirnya mengucur-lurut dia dari matanya sendiri, penaka air mata
Jika alat pengasah lebih pasti dalam fitrahnya
Tidaklah dia akan terus menderita luka
Tapi karena diambilnya nilainya sendiri dari kemauan yang lain
Bahunya akhirnya habis sirna oleh gesekan yang lain
Oleh karena bumi berdasar kuat atas kejadian sendiri
Bulan mengedarinya terus-terusan
Wujud matahari lebih kuat dari wujud bumi
Itulah sebabnya dunia pesona bagi mata sang surya
Kesyahduan padang kemilau menangkap pandang kita
Gunung kian hebat oleh keluhuranya
Bajunya tertenun dari api
Asalnya ialah bibit menjelma sendiri
Bila kehidupan mengumpulkan tenaga dari khudinya
Sungai kehidupan meluas ke dalam samudera raya[9]
Telah dipaparkan diatas terjemahan dari puisi Iqbal yang membahas tentang penciptaan. Disini penulis mengalami sedikit kesulitan dalam memahami terjemahan bahasa yang digunakan, terlebih bahasa yang digunakan bersifat sastra dan sebagian katanya kurang mengandung unsur EYD. Akan tetapi, itu tidak menurunkan semangat penulis untuk mencoba dan berusaha mengambil makna-makna penting dari puisi Iqbal tersebut. Disini penulis akan mencoba menjelaskan dan mesistematisasikan isi puisi dari Iqbal mengenai penciptaan.
Semua bentuk kejadian berasal dari khudi (Pribadi atau di dalam bahasa Farsi dan Urdu diartikan sebagai Tuhan). Semua yang ada pada realitas merupakan rahasia-rahasia khudi. Ketika alam dan pikiran murni diciptakan dalam "kesadaran" khudi, maka alam-alam yang tercipta tersebut akan terhubung pada khudi. Dari khudi akan memujud keluasan dunia yang berkemauan (kreativitas), dan akan memujud bentuk-bentuk yang berkembang dan saling bersentuhan atau bergesekan. Dari bentuk-bentuk (kembang mawar) yang saling bergesekan akan membuat tenaga yang bersifat mandiri (mandi dalam darahnya sendiri). Untuk suatu bentuk (kembang mawar), akan mengambil suatu tempat atau ruang (taman mawar) yang diringi dengan waktu (mencari sebuah lagu). Dari sini akan membentuk "sebuah langit", dan dari langit tersebut akan membentuk banyak langit yang terus- menerus menyempurna (menyempurnakan keindahan rohani).
Dari kegiatan langit yang terus menyempurna akan "membentuk" materi-materi (Kejuitaan Shirin "membenarkan" Farhad). Dari materi yang memiliki daya ini, akan menarik (mengimbau) materi-materi lain yang memiliki daya (Harum wangi kembang jeruk "menghimbau" harum muskus). Kegiatan dari tarik-menarik (nyala api) antara materi-materi, akan membuat materi (sang agas) tersebut terlempar dan mengalami keterseleksian (Nasib sang agas melontar diri dalam nyala api. Derita sang agas dibenarkan oleh cinta). Dari materi yang telah mengalami keterseleksian inilah, khudi sebagai daya kreatif (pensil khudi) membentuk realitas-realitas kekinian agar dapat memujudkan realitas-realitas yang akan datang (Pensil khudi melukis ratusan kekinian. Agar diwujudkannya fajar hari esok yang akan dating).
Ketika kegiatan tarik-menarik antara materi-materi (nyala api) bersentuhan dengan potensi-potensi terciptanya manusia (Ratusan Ibrahim), maka seiring dengan itulah manusia akan terwujud (Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim. Agar kemilau lampu seorang Muhammad). Pada diri manusialah dapat diketahi subjek, objek, cara, sebab , dan musabab atau pengetahuan, yang semua bertujuan untuk amal (Subjek, objek, cara, sebab, dan musabab. Semuanya ada untuk maksud amal). Dalam proses penciptaan alam, khudi berperan sebagai "designer" dalam keteraturan alam.
3. Moral
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakan kepercayaan kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk memperindah dunia. Hal itu di mungkinkan karena manusia merupakan wujud penampakan diri dari Aku Yang Akbar.[10]
Dalam syair-syairnya sebagaimana dinyatakan oleh harun nasution Iqbal mendorong umat islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam, intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Untuk keperluan ini umat islam harus menguasai ilmu dan teknologi, dengan catatan agar mereka belajar dan mengadopsi ilmu dari barat tanpa harus mengulangi kesalahan barat memuja kekuatan materi yang menyababkan lenyapnya aspek etika dan spiritual.[11]
D. Penutup
Dalam penutup kali ini beberapa pertanyaan yang sempat terlontarkan oleh pemakalah sebelum penulisan makalah ini sedikit terjawab. Namun kami juga membaginya ke dalam dua, yaitu kesimpulan dari pembahasan makalah ini dan saran untuk perbaikan ke depannya.
1. Kesimpulan
Pembahasan tokoh Muhammad Iqbal dirasa tidak bisa disimpulkan begitu singkatnya, karena amsih banyak yang belum kami bahas dalam makalah ini. Namun sedikit menegaskan bahwa dalam makalah ini bahwa tidak diragukan lagi pengaruh pena Iqbal dalam khazanah pemikiran Islam luar biasa besarnya. Pengaruhnya tidak hanya di dunia Islam Timur, tetapi non Islam di Timur dan Barat. Bahkan ia juga telah melakukan sintesis pemikiran Timur dan Barat dengan kekhasan yang belum ada bandingannya.
2. Saran
Teringat suatu kata mutiara bahwa lidah lebih tajam daripada pedang, tak ubahnya dengan pena yang digunakan dalam karya tulis itu lebih tajam pula daripada pedang. Sikap yang baik adalah memanfaatkan apa-apa yang baik. Maka dengan demikian, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih ada kekurangan dan kesalahan, yang harus diperbaiki. Saran sangat kami harapkan dari pembaca untuk perbaikan tulisan selanjutnya. Semoga apa yang di dapat dalam makalah ini bermanfaat dan senantiasa mencari tahu lagi untuk mendalami khazanah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, TERAJU, Jakarta Selatan: 2003.
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal pukul 04.22, 26 September 2012.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-muhammad-iqbal-islam-dinamis.html.
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi, Bulan Bintang, Jakarta: 1976.
Mulyati, Sri, (et.al), Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Kencana, Jakarta:, 2011.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta: 1999.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Iqbal pukul 04.22, 26 September 2012.
[2] Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 182-184.
[3] Khudi arti harfiahnya ego atau self atau individualitas.
[4] Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, h.185-186.
[5] Mulyati, Sri, (et.al), Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 334.
[6] Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta Selatan: TERAJU, 2003), cet. I, h. 78.
[7] Dubium methodicum yang dikemukakan oleh Cartesian , isinya yaitu: "semuanya bisa kuragukan kecuali adanya aku yang sedang ragu-ragu karena meragukannya berarti mempertegas keberadaannya". Dikutip dari buku Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, yang ditulis oleh Donny Gahral Adian. Teringat dengan pembahasan Semiotik Charles Sanders Pierce yang dibahas oleh dosen kita, Bapak Faris Pari, bahwa konsep tersebut kita kaitkan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita merasa ragu, berarti secara tidak langsung disadari bahwa kita sebenarnya yakin akan keraguan itu dalam diri., begitupun sebaliknya . Maka dengan demikian bahwa kita harus positif thinking itu memang baru terasa.
[8] Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, cet. I, h.79-82.
[9] Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi; Rahasia-Rahasia Pribadi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 118-120.
[10] Hasyimsah Nasution, Filsafat Islam, h. 200
[11] http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/pemikiran-muhammad-iqbal-islam-dinamis.html