BAB I PENDAHULUAN
Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, ma yor, sepsis atau gagal napas. Ke banyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi sebelum dimasukkan k e ICU.[1] Pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutri si yang tidak adekuat akibat dokter salah sal ah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pa sien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi. Sangat umum bagi pasien Intensive pasien Intensive Care Unit (ICU) untuk membutuhkan sokongan nutrisi karena se bagian pasien telah mengalami suatu s uatu periode sakit dengan asupan nutrisi yang bur uk dan terjadi penurunan berat badan. Pada hampir semua pasien yang sakit kritis, dijumpai anoreksia atau ketidakmampuan makan karena kesadaran yang tergangg u, sedasi, ataupun karena intubasi jalan nafas bagian atas. [1,2] Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang ma suk ke rumah sakit. Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cuku p serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari s emua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka dirawat di ruma h sakit. Malnutrisi adalah perubahan komposisi tubuh dimana terjadi defisiensi ma kronutrien dan mikronutrien yang menyebabkan penurunan yang progresif dari m asa sel tubuh, disfungsi organ, dan s erum kimia yang abnormal. Dukungan nutrisi memegang peranan yang penting dalam mencegah dan mengatasi defisiensi nutris i pada pasien kritis. Pasien kritis banyak masuk rumah sakit dengan komorbiditas yang bervariasi seperti penyakit kardiovaskular, asma, dan kanker dimana itu me mbutuhkan nutrisi ketika masa pemulihan dari masalah medis ataupun cedera pasc a operasi. [1,3,4] Pasien dengan penyakit kritis membutuhkan nutrisi yang komplek dan masukan n
1
utrisi yang intensive. Sebagai bagian dari respon metabolic terhadap cedera, peng gunaan energy istirahat yang meningkat, mengarah pada katabolisme yang extensi ve, hyperglikemia, kehilangan masa tubuh yang progresif, retensi cairan, dan berk urangnya sintesis protein visceral seperti albumin. Katabolisme bersamaan dengan malnutrisi bisa mengarah pada kondisi klinis yang tidak diinginkan seperti gangg uan penyembuhan luka, ganguan respon imun, gangguan koagulasi, dan penuruna n fungsi otot – oto oto pernapasan. [3,5] Oleh karena itu pemberian nutrisi sangat penting pada pasien kritis yang dirawat d i ICU karena dengan dukungan nutrisi dapat memperlambat laju katabolisme pada pasien ICU. Dimana ini dapat meningkatkan outcome pasien dan memperpendek durasi recovery, yang akan mengarahkan pada pengurangan lama rawat rumah sak it dan menurunkan biaya perawatan. Sokongan nutrisi bagi pasien kritis dapat seca ra enteral maupun parenteral. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan mempertimbangkan semua asp ek yang ada kasus per kasus. Selain itu jumlah, perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi keadaan pasien secara keseluruhan. [2,5]
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2
1.1.Definisi Nutrisi
Yang dimaksud zat gizi (nutrien) : adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh unt uk melakukan fungsinya , yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, sert a mengatur proses-proses kehidupan. Nutrisi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, ab sorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tida k digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Tujuan optimal dari nutrisi adalah ba gaimana mengatur komponen nutrisi, bagaimana keadaan saluran ce rna dan enzim pencernaan.[1,4] Hal-hal yang pelu diperhatikan dalam pemberian nutirisi yaitu : Biokimia komposisi nutrisi Proses metabolisme dalam sel Kapan memulai NPE Lama pemberian Cara menghitung kebutuhan Memilih komposisi cairan Membuat skema terapi Monitoring Mencegah atau mengatasi komplikasi[4]
1.2.Menilai Status Nutrisi
Semua permintaan perawatan ICU, harus diskrining untuk menilai kebutuhan mer
3
eka terhadap pemberian bantuan nutrisi. Bantuan nutrisi dalam waktu 24 hingga 4 8 jam pertama dari masuk ICU ( atau ketika hemodinamik stabil ) dimaksudkan u ntuk : [4,5] Pasien kekurangan gizi atau hypercatabolic Pasien kritis yang diharapkan untuk tinggal di ICU selama 3 hari atau lebih. Pasien yang tidak diharapkan untuk memulai diet dalam 5 hari berikutnya atau lebih. Sebelum memulai memberikan nutrisi, penilaian gizi harus mempertimbangkan :
Penurunan berat badan terakhir.
Asupan gizi sebelum masuk.
Tingkat keparahan penyakit.
Kondisi co-morbid.
Fungsi saluran pencernaan. [3,6]
Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa met ode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutri si, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum al bumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Pengukuran antropometri k termasuk ketebalan lapisan kulit (skin fold) permukaan daerah trisep (triceps ski n fold, TSF) dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm muscle circumferen ce, MAMC), tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis karena ukuran berat ba dan cenderung untuk berubah. [1,4] Penilaian status gizi pada pasien sakit kritis dimulai dengan menanyakan tentang r iwayat kehilangan berat badan (melebihi 5% dalam 1 bualn atau 10% lebih dalam 6 bulan) dan pencatatan berat yang masuk. Selain itu, juga harus mencakup penila ian faktor risiko yang berbeda yang mengganggu pencernaan, pemanfaatan, atau e
4
kskresi seperti operasi bypass lambung atau usus. Pemeriksaan fisik harus fokus p ada tanda-tanda kekurangan gizi terutama kekurangan protein kalori, tanda-tanda kekurangan mikronutrien tertentu (seperti anemia, glositis, atau ruam), kondisi hid rasi, dan edema. [3,5] Bila mungkin, berat saat masuk dan tinggi harus digunakan untuk menghitung IB W, persentase IBW, dan BMI. BMI dihitung dengan membagi berat dalam kilogra m dengan kuadrat tinggi dalam meter. BMI yang normal berkisar 19-25, BMI < 1 4 pada saat masuk ICU memiliki harpan kelangsungan hidup yang buruk. Data ant ropometri (ketebalan lipatan kulit dan trisep-midarm ircumference), dan indeks tin ggi kreatinin (tingkat kreatinin urin sesuai dengan tinggi), meskipun berguna pada pasien rawat jalan, bukan sebagai langkah yang akurat dalam menentukan status nutrisi pada pasien sakit kritis. [3,6] Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum. Level albumin yan g rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan proses p enyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan síntesa al bumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial, dan pelepas an hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin. Level s erum prealbumin juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya suatu stres fisiologi k dan sebagai indikator status nutrisi. Level serum hemoglobin dan trace elements seperti magnesium dan fosfor merupakan tiga indicator biokimia tambahan. Hemo globin digunakan sebagai indicator kapasitas angkut oksigen, sedangkan magnesiu m atau fosfor sebagai indikator gangguan pada jantung, saraf dan neuromuskular. [ 3,4,5]
Tingkat serum albumin dan beberapa protein transportasi lainnya, biasanya diukur sebagai pengganti status protein viseral. Tingkat sintesis hepatik harian untuk alb umin adalah antara 120 dan 170 mg/kgBB dengan albumin didist ribusikan antara r uang intravaskular dan ekstravaskular spaces. Namun, kadar serum albumin dan p rotein transportasi lainnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sintesis dan dera jat degradasi di samping kehilangan melalui usus ata u ginjal. Akibatnya, kadarnya turun akibat peradangan, trauma, atau sepsis dimana tingginya tingkat interleukin -6 merangsang produksi protein fase akut yang menghambat production protein tr
5
ansport. [2,4] Oleh karena itu hipoalbuminemia jarang hadir dalam kasus malnutrition. Sebalikn ya, hipoalbuminemia adalah penanda respon inflamasi sistemik dan berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan kematian di antara pasien rumah sakit. Oleh k arena itu, konsentrasi albumin serum dapat digunakan sebagai alat skrining gizi pa da saat masuk ICU. Namun, itu adalah indikator yang buruk terhadap status gizi p asien sakit kritis karena hanya berfungsi sebagai penanda cedera dan metabolisme dalam menanggapi stress. [2,3] 1.3.Kebutuhan Nutrisi Pasien Kritis
Tunjangan nutrisi yang tepat dan akurat pada pasien sakit kritis dapat menurunkan angka kematian. Terdapat dua tujuan dasar dari tunjangan nutrisi yaitu: 1.
Mengurangi konsekuensi respon berkepanjangan terhadap jejas yaitu starvation dan infrastruktur.
2.
Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada pasien kritis hendaknya dilakukan berulang ulang untuk menentukan kecukupan nutrisi dan untuk menentukan tunjangan nutrisi selanjutnya. Pemeriksaan yang berulang - ulang ini penting karena 16-20% pasien yang dirawat di ruang Intensif mengalami defisiensi makronutrien 48jam setelah dirawat. Disamping itu disfungsi/gagal organ multiple dapat terjadi sesudah trauma, sepsis atau gagal nafas yang berhubungan dengan hipermetabolisme yang berlangsung lama. [2,4,6]
Para klinisi perlu mengetahui bagaimana cara menghitung energi (kalori), protein, lemak, elektrolit, vitamin, trace- elemen dan air. Berikut ini beberapa cara mengh itung kebutuhan nutrisi. a.
[4]
Metabolic Chart- Indirect Calorimetry Resting Energy Expenditur (REE). [(konsentrasi O2)(0,39) + (produksi CO2)(1,11)] x 1440. Rumus ini kurang akurat pada pasien-pasien dengan FiO2 lebih dari 40%. [ 1,4]
6
b.
Rumus Harris & Benedict : [3,4]
Kebutuhan energi dasar (BMR) BMR pria = 66.0 + 13.7 x BB + 5 x T – 6.8 x U Kcal/hari BMR wanita = 655 + 9.6 x BB + 1.7 x T – 4.7 x U Kacl/hari
BB
= Berat badan (Kg)
T
= Tinggi (cm)
U
=
Usia (tahun)
Kebutuhan energi aktual (AEE) [3,4] AEE = BMR x AF x IF x TF AF = Activity Factor (faktor aktivitas) IF
= Injury Factor
TF = Termal Factor Tabel Faktor Koreksi[4] FAKTOR AKTIFITAS (AF)
Koreksi
Istirahat tidur (bed rest)
1,2
Mobilisasi
1,3
FAKTOR PEMBEBANAN (IF)
Tanpa komplikasi
Koreksi 1,0
7
Paska bedah
1,1
Patah tulang
1,2
Sepsis
1,3
Peritonitis
1,4
Multi trauma
1,5
Multi trauma + sepsis
1,6
Luka bakar 30 – 50%
1,7
Luka bakar 50 – 70%
1,8
Luka bakar 70 – 90%
2,0
FAKTOR SUHU (TF)
c.
Koreksi
38OC
1,1
39OC
1,2
40OC
1,3
41OC
1,4
Kebutuhan kalori [1,3,4] Untuk menentukan kebutuhan kalori perlu mengatahui gambaran fisiologis dar i keadaan hiperkatabolik. Dalam keadaan hiperkatabolik terjadi peningkatan pr oduksi panas, peningkatan kebutuhan energi (meningkat 25 – 50%), meningka tnya kecepatan nafas, dan meningkatnya kecepatan nadi. Kebutuhan kalori (kcal/kg BB) : 25 – 30 kcal/kg BB Glukosa merupakan substrat kalori primer, sedangkan kebutuhan lemak sekita
8
r 15 – 40%. Dalam menentukan kebutuhan kalori harus dihindari terjadinya hi perglikemia.
d.
Kebutuhan nitrogen
[3,4]
Menghitung balance nitrogen dengan menggunakan urea urine 24 jam dan dal am hubungannya dengan urea darah dan Albumin. Tiap gram nitrogen yang di hasilkan menggunakan energy sebesar 100-150 kkal. Nitrogen dibutuhkan pad a penderita-penderita dengan : hipermetabolik, stress dan penderita yang mengalami trauma. Penderita yang mengalami ekskresi urea sebesar 85% dari protein tubuh yang mengalami pemecahan. Idealnya pemberian nitrogen harus : 1. seminimal mungkin sesuai dengan yang hilang 2. cukup untuk mempertahankan masa tubuh 3. nitrogen cukup untuk penyembuhan 4. cukup adekwat untuk penyembuhan 5. rata-rata kebutuhan nitrogen 14 - 16 gm/hari (90 – 100 g r protein) (1 gr nitrogen = 6.25 gr protein = 30 gr jaringan)
Tabel Ringkasan Rekomendasi Kebutuhan Macronutrien Untuk Pasien ICU Substrat Nutrisi
Air Energi
Jumlah
20 – 25 cc/kg/hari fase kritis 30 – 50 cc/kg/hari fase recovery 20 – 25 kcal/kg/hari fase akut dari sakit kritis
9
30 – 50 kcal/kg/hari fase recovery 1,2 – 1,5 g/kg/hari 1.2-2.0g protein/kg (BMI<30kg/m2)
Protein / asam amino
2g/kg ideal weight (BMI 30-40kg/m 2) 2.5g/kg ideal weight (BMI >40kg/m2)
Na
1 – 2 mEq / kg / hari
K
1mEq/kg/hari
Glukosa Lemak
3-5 g/kg 0.7-1.5g/kg. 0.8-1g/kg in sepsis/SIRS.
Penetapan Resting Energy Expenditure (REE) harus dilakukan sebelum memberik an nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energy yang dikeluarkan untuk mempe rtahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam setelah makan. REE s ering juga disebut Basal Metabolic Rate (BMR), Basal Energy Requirement (BER ), atau Basal Energy Expenditure (BEE). Perkiraan REE yang akurat dapat memb antu mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi (overviding ) sepe rti infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise.[1,3,5] 1.4.Dukungan Nutrisi
Bantuan nutrisi merupakan bagian rutine dari terapi pasie n di ICU. Tujuan pember ian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari mas alah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti uremi a, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, kom a non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia Adapun tujuan pemberian bantuan nutrisi penderita di ICU yaitu : 1. Memperoleh bantuan nutrisi yang sesuai dengan kondisi medik penderita, status nutrisi dan cara pemberiannya. 2. Mencegah atau mengobati kekurangan atau defisiensi makro nutrien dan
10
mikro nutrien. 3. Memperoleh nutrien yang layak dengan adanya metabolisme 4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan tehnik pemberian diet 5. Memperbaiki
pengeluaran
penderita
dari
rumah
sakit
yang
ada
berhubungan dengan penyakitnya. [3,4] Sedangkan indikasi pemberian dukungan nutrisi pada penderita di ICU adalah : 1. Penderita tidak dapat makan 2. Penderita harus puasa 3. Penderita tidak mau makan 4. Pemderita tidak cukup makan[4] Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang rendah s ampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula ,semuanya dimulai dan dia khiri dengan perlahan- lahan. [1] Bentuk pemberian kalori yaitu : a. Karbohidrat karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohid rat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit s ebaiknya berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori. [1,2] b. Lemak Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun par enteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40% dari total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak me miliki fungsi antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitami n yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu d
11
an melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh dan m elumasi jaringan-jaringan tubuh. [1,2] c. Protein (Asam Amino) Kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2-1,5 gr/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan pro tein harus dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asup an protein dibatasi sebesar 0,5 gr/kgbb/hari. Kebutuhan micro nutrient juga harus dipertimbangkan, biasanya diberikan natrium, kalium 1 mmol/kgbb, dapat ditingkatkan jika terdapat kehilangan yang berlebihan. Elektrolit lai n seperti magnesium, besi, tembaga, seng dan selenium, juga dibutuhkan d alam jumlah yang lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi yang la ma membutuhkan pengecekan kadar elektrolit-elektrolit ini secara periodik . Elektrolit yang sering terlupakan adalah fosfat, kelemahan otot yang berh ubungan dengan penggunaan ventilator yang lama dan kegagalan le pas dar i ventilator, dapat disebabkan oleh hipofosfatemia. [1,2,4] Pasien kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandi ngkan kebutuhan normal sehari-harinya. [1,5] Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses penyemb uhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger. Disampi ng itu, serum glukosa dijaga antara 100 - 200 mg/dL.3,15 Hiperglisemia tak terko ntrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko terjadinya se psis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%. [4,5] Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang seriu s akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan dengan ko mplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi, abnormalitas ja ntung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan kesulitan untuk me nghentikan penggunaan respirator. [1,5]
12
Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima makanan melalui oral, enteral atau parenteral, maka nutrisi harus dimulai sedini mungkin. K euntungan pemberian dini, menyebabkan hemodinamik pasien menjadi stabil, yan g telah ditunjukkan dengan penurunan permeabilitas intestinal dan penurunan disf ungsi organ multipel.[3,6] 2.5 Rute Pemberian Nutrisi
Idealnya rute pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi dengan morbiditas minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan kerugian ter sendiri, dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari pasien. Mesk ipun rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih dibandingkan parent eral, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan untuk kasus tertentu kurang d apat diandalkan atau kurang aman. Dalam perawatan terhadap penderita sakit kriti s, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadi alte rnatif berikutnya. [1,2] 2.5.1. Nutrisi Enteral
Pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (Gastric tub e/G-tube, Nasogastric Tube/NGT) atau duodenum, atau jejunum. Dapat sec ara manual maupun dengan bantuan pompa mesin. Dosis nutrisi enteral bia sanya berkisar antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang h endak dicapai. [2,4] Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki komposisi yang be rvariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, dagi ng, isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim pancreas saat absorbsin ya. [4] Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida) ti daklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapat membant u bila absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas
13
atau setelah kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari m inyak nabati yang mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori d ari non protein seperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori. Serat diberikan untuk menurunkan insiden diare. Serat dimetabolis me oleh bakteri menjadi asam lemak rantai pendek, yang digunakan oleh ko loni untuk pengambilan air dan elektrolit. [3,4] Suplementasi glutamin enteral telah menunjukkan manfaat terhadap hasil a da pasien luka bakar dan trauma. Ada rekomendasi bertentangan mengenai penggunaan glutamin enteral dalam patients kritis lainnya. Glutamine dica mpur dengan air dapat diberikan secara enteral terbagi dalam 2-3 dosis untu k memberikan 0,3 - 0.5g/kg/hari. [2,5] Bukti menunjukkan nutrisi enteral membantu untuk menjaga integritas usus , mencegah stasis usus, mempertahankan massa usus, menjaga usus terkait j aringan limfoid, dan mencegah stres ulserasi. Nutrisi enteral yang dini ( dal am waktu 24-48 jam dari ICU ) menguntungkan bagi patients ICU. Penderit a yang tidak mendapat nutrisi enteral dapat mengalami atrofi mukosa usus, karena tidak ada bahan nutrien untuk enterosit dan colonosit. Bila pemberi an nuitrisi enteral tidak cukup , maka fungsi barier usus mengalami kegagal an dan mengakibatkan translokasi endotoksin dan bakteri dan ini sangat m embahayakan penderita. [2,6] Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoni nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin da n benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nu trisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel p encernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi ga ster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di I ntensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktoria l, termasuk therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi feses, d an efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang pal
14
ing sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi. [1,2,4] Indikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2] 1. Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna bagian bawah. 2. Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor elektif saluran cerna bagian atas. 3. Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada pasien malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi. Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,3] 1.
Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7 hari.
2.
Obstruksi usus.
3.
Pankreatitis akut berat.
4.
Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas.
5.
Muntah atau diare berat.
6.
Instabilitas hemodinamik.
7.
Ileus paralitik.
Keuntungan pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,5] 1. Peningkatan berat badan dan retensi nitrogen yang lebih baik 2. Mengurangi frekuensi steatosis hepatic 3. Mengurangi insiden perdarahan gastrik dan intestinal 4.Membantu mempertahankan integritas barier mukosa usus, struktur
15
mukosa serta fungsi dan pelepasan hormon-hormon trofik usus. 5. Mengurangi risiko sepsis 6. Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin, nukleotida, serat (dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui proses degradasi usus), dan mungkin juga peptida. 7. Meningkatkan angka ketahanan hidup. Para dokter sering terlalu berhati-hati dalam menentukan saat pemberian nu trisi enteral. Banyak yang mengatakan bahwa saat yang tepat untuk membe rikan nutrisi enteral adalah jika bising usus telah terdengar, hal ini tidak tep at karena fungsi usus dapat cukup normal walaupun bising usus tidak terde ngar. Kehadiran bising usus bukan merupakan prasyarat yang diperlukan un tuk memulai makanan enteral di ICU. Nutrisi enteral dapat dimulai pada pa sien bedah tanpa menunggu flatus atau motion usus. [4,5] Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya ti nggal diserap (predigested food) dan overfeeding . Selain itu berikan makan an yang mengandung serat dan banyak vitamin. Tidak ada bukti yang meny okong bahwa pemberian nutrisi enteral hendaknya dimulai dari jumlah keci l, kecuali pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu lama, karena risiko sindrom refeeding . Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup se jak awal. Diare dapat timbul pada pemberian makanan yang berlebihan, sel ain karena terapi antibiotika multipel, berkepanjangan dan tidak sesuai. Dia re bukan indikasi untuk menghentikan nutrisi enteral dan ser ing akan hilang jika pemberian nutrisi enteral diteruskan. [3,5] Anggapan bahwa pada pankreatitis akut tidak boleh diberi nutrisi enteral un tuk mengistirahatkan pankreas juga akhir-akhir ini dianggap tidak benar, ba hkan pasien akan lebih baik jika diberi nutrisi secara enteral. Kekurangan n utrisi enteral selama sakit kritis juga berhubungan dengan penurunan besar dalam konsentrasi lipid bilier yang akan berangsur-angsur menjadi normal kembali setelah nutrisi enteral selama 5 hari. Kemungkinan hilangnya stimu
16
lasi enteral pada pasien ICU menyebabka n metabolism lipid pada hati terg anggu. [3,4] Top of Form 2.5.2 Nutrisi parenteral
Jalur nutrisi enteral merupakan pilihan pertama bagi setiap penderita yang memngkinkan penggunaan jalur ini, namun bila dijumpai kontraindikasi, ba rulah dipertimbangkan penggunaan jalur parenteral. Nutrisi parenteral adal ah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembul uh darah tanpa melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan ap abila usus tidak dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi congenital i ntestinal, enterokolitis nekrotikans, dan distress respirasi berat . Nutrisi par sial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat menc ukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan. [1,7] Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat di penuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi ent eral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan un tuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Hal yang paling ditaku tkan pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN) melalui vena sentral adal ah infeksi.[4,7] Penemuan metode kanulasi intravena memberikan jalan bagi perkembanga n nutrisi parenteral yang kita kenal sekarang. Berbagai teknik insersi vena s entral mengalami perkembangan seperti metode kanulasi subklavia melalui supraklavikula, vena subklavia, vena jugularis interna dan ekst erna, vena ba silica, vena femoralis dan kateterisasi atrium kanan.[7] Indikasi nutrisi parenteral yaitu: [2,7] 1.
Hemodinamik tidak stabil
2.
Gangguan absorbsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
17
intestinal, colitis infeksiosa, obstruksi usus halus. 3.
Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
4.
Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.
5.
Makan, muntah terus menerus, hiperemisis gravidarum.
6.
suplemen parsial untuk nutrisi enteral.
Pertimbangkan nutrisi parenteral ketika makanan enteral tidak mungkin ata u adequate. Beberapa merekomendasikan memulai Parenteral Nutrition dal am pasien kritis jika nutrisi enteral tidak dapat dimulai dalam waktu 24 sam pai 48 jam dari sejak masuk ICU. Digunakan untuk melengkapi nutrisi keti ka secara enteral tidak mencukupi, akhir nutrisi parenteral (hari 8) dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan awal PN inisiasi dalam satu study. Study lain menemukan bahwa tambahan PN pada hari 4 dari nut risi enteral tidak memadai, untuk mencapai 100 % dari nutrisi kebutuhan, m emiliki hasil yang menguntungkan secara signifikan. Sebuah pemicu waktu yang wajar dari 72 jam untuk dimulai PN di ICU, dapat digunakan di mana EN telah gagal atau merupakan kontraindikasi. [3,4,7] Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas: [7] 1. Nutrisi parenteral sentral Indikasi jalu vena sentral pada pasien yang membutuhkan nutrisi parent eral: 1. nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama. 2. jalur vena perifer tidak adekuat. 3. membutuhkan nutrisi spesifik tertentu. 4. akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang dirawat di ICU dengan monitorin tekanan vena sentral.
18
5. jalur vena perifer dipertahankan.
diperkirakan
sulit
untuk
diakses
dan
6. gagal melakukan akses vena perifer. 7. membutuhkan volume nutrisi yang besar. Misalnya pada penderita fistula enterokutaneus dengan output tinggi. Kontarindikasi nutrisi parenteral sentral yaitu : 1.
Riwatar trombosis pada vena sentral
2.
telah mengalami komplikasi akibat kateterisasi vena sentral.
3.
Secara teknis, kanulasi pada vena sentral diperkirakan sulit atau berbahaya.
Tempat kanulasi vena sentral yang paling sering adalah pada vena subkl avia. Ada 2 metode utama dalam mengakses vena ini yaitu melalui: a. Infraklavikula Vena subklavia melengkung di belakang klavikula diatas segmen an terior iga pertama. Pada titik inilah tempat yang paling aman untuk mengakses vena subklavia. Landmark tempat insersi vena subklavia adalah pada daerah insersi muskulus skalenus anterior pada tuberos itas iga pertama, yang terletak di posterior klavikula. b. Supraklavikula Landmark pada kanulasi venasubklavia jalur supraklavikula serupa dengan jalur infraklavikula, kecuali tempat insersinya pada sudut an tara sisi lateral muskulus sterkleidomastoideus dengan klavikula. Peripeherally Inserted Central Catheter (PICC) adalah kanulasi vena sen tral melalui vena perifer, biasanya di daerah fosa kubiti yakni pada ven a sefalika atau vena basilika, menggunakan kateter diameter kecil, nam un fleksibel dan cukup panjang (hingga 90 cm). Untuk mencegah komp likasi perlu diperhatikan visibilitas dan ukuran vena-vena di lengan, kea
19
daan klinis, mobilitas dan kenyamanan pasien, pemakaian jangka lama t idak ideal untuk metode ini. PICC tidak cocok bagi pasien yang harus d uduk di kursi roda atau memakai tongkat sebab dapat menimbulkan ges ekan antara kateter dengan tunika intima sehingga timbul phlebitis.
2. Peripheral Parenteral Nutrition (PPN) [7] Indikasi PPN yaitu : 1. suplementasi terhadap nutrisi enteral yang tidak adekuat 2. pemenuhan kebutuhan basal pada penderita nin-deplesi dan dapat mentolernsi 3 liter cairan perhari 3. penderita dengan akses vena sentral dikontraindikasikan Kontraindikasi PPN yaitu : 1. Penderita hiperkatabolisme seperti luka bakar dan trauma berat 2. penderita dengan kebutuhan cairan substansial tertentu, misalnya pada pasien fistula enterokutaneus dengan output tinggi 3. penderita yang telah memakai akses vena sentral untuk tujuan lain dimana nutrisi parenteral dapat menggunakan kateter yang telah ada 4. akses vena perifer tidak dapat dilakukan 5. pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral jangka lama ( >1 bulan). Keuntungan PPN yaitu : 1. Terhindar dari komplikasi kanulasi vena sentral 2. Perawatan kateter yang lebih mudah 3. Mengurangi biaya
20
4. Mencegah
penundaan
nutrisi
parenteral
oleh
keterbatasan
kemampun pemakaian akses vena sentral. Keterbatasan pemakaian jalur ini dapat diatasi dengan penjelasan beriku t: Mayoritas pasien yang memerlukan nutrisi parenteral hanya membutu hkan kurang dari 0,25 gram Nitrogen/kgBB/hari atau 30 Kcal/kgBB/har i yang dapat dicukupi dalam 3 liter cairan/hari dapat menggunakan jalur perifer. 75% penderita yang membutuhkan nutrisi parenteral hanya me merlukan nutrisi ini selama kurang dari 14 hari dan bahkan 50% pender ita hanya perlu TPN selama kurang dari 10 hari. Dengan kurun waktu d emikian maka kebanyakan pemakaian PPN bukan merupakan halangan karena PPN aman dipakai hingga 3 minggu. [3,5] Keterbatasan PPN yang sering adalah akses vena perifer yang inadekuat , khususnya penderita yang sakit serius dan kasus darurat bedah. Namun suatu penelitian dijumpai 56% pasien yang diberikan PPN dapat menye lesaikan TPN hingga sembuh. Hal ini membuktikan bahwa PPN harus d ipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral. Lagi pula akses vena perifer dapat dilakukan melalui venous cut down. [5,7] Pada praktek klinis, pemberian makanan enteral dini dimulai dalam 24 hingga 48 j am setelah trauma. Moore dkk mengamati adanya penurunan pada komplikasi klin is pasien dengan cedera abdomen yang menerima makanan melalui NGT dibandin gkan grup kontrol yang menerima Total Parenteral Nutrition yang dimulai pada ha ri ke-6 setelah operasi. Peneliti yang lain juga mengkonfirmasikan hasil yang sam a yang mendukung keuntungan pemberian nutrisi secara dini. [1,4,5] Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa Total Parenteral Nutrition yan g diberikan pada penderita kurang gizi pada periode preoperatif akan menurunkan komplikasi post operasi hampir 10%. Namun jika diberikan ketika periode post op erasi, maka resiko komplikasi post operasi, terutama komplikasi infeksi akan meni ngkat. [4,5]
21
BAB III KESIMPULAN
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, ya itu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses ke hidupan. Tujuan optimal dari nutrisi adalah bagaimana mengatur komponen nutris i, bagaimana keadaan saluran cerna dan enzim pencernaan. Tujuan pemberian ban tuan nutrisi penderita di ICU yaitu memperoleh bantuan nutrisi, mencegah atau m engobati kekurangan atau defisiensi makro nutrien dan mikro nutrient, memper oleh nutrien yang layak dengan adanya metabolism. Dengan dukungan nutrisi dap at memperlambat laju katabolisme pada pasien ICU yang dapat meningkatkan out come pasien dan memperpendek durasi recovery. Semua perawatan pasien di ICU, harus diskrining untuk menilai kebutuhan merek a terhadap pemberian bantuan nutrisi. Status nutrisi dinilai dengan beberapa meto de, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum albumin, prealbumi n, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Para klinisi perlu mengetahui bagaimana cara menghitung energi (kalori), protein, lemak, elektrolit, vitamin, trace- elemen dan air. Penetapan Resting Energy Expen diture (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. Perkiraan REE yang a kurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi
22
(overviding ). Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang rendah s ampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula, semuanya dimulai dan dia khiri dengan perlahan- lahan. Sokongan nutrisi bagi pasien kritis dapat secara enteral maupun parenteral. Idealn ya rute pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi dengan morbid itas minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri , dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari pasie n. Rute pember ian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih dibandingkan parenteral, namun nutri si enteral tidak selalu tersedia. Dalam perawatan terhadap penderita sakit kritis di I CU, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadi a lternatif berikutnya. Pemberian nutrisi enteral dini dimulai dalam 24 hingga 48 ja m setelah trauma.
23
DAFTAR PUSTAKA
1.
Made Wiryana. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. J Peny Dalam, Volume 8 No. 2 Mei 2007
2.
Yuliana. Nutrisi Enteral di Intensive Care Unit (ICU). RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung. CDK 168/vol.36 no.2/Maret - April 2009
3.
Elamin M. Elamin, Enrico Camporesi. Evidence-based Nutritional Support in the Intensive Care Unit. University of Florida. Volume 47, Number 1, 121 – 138
4.
Soenarjo. Pemberian Nutrisi Pada Pasien di ICU. Bag. Anestesiologi. SMF. Anestesi FK.UNDIP.RS.Dr.Kariadi Semarang.
5.
Anonim. Critical Care Programme Reference Document for Nutrition Support Guideline 2012 (Adults). Intensive Care society of irlend. 2012
6.
Charles Weissman.Nutrition in the intensive care unit., Department of Anesthesiology and Critical Care Medicine, Hebrew UniversityVol 3 No 1. 1999
7.
Bachtiar Surya. Jalur Nutrisi Parenteral. Departemen Ilmu Bedah/Sub Bagian Bedah Digestif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Volume 39 No. 3. September 2006
24
25