BAB I DEFINISI
Assesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilitas leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan pernapasan dan sirkulasi. Assesmen awal dari seorang pasien rawat jalan atau rawat inap sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai
proses
pelayanan.
Assesmen
awal
diharapkan
dapat
memberikan informasi tentang: 1. pemahaman pelayanan apa yang yang dicari oleh pasien pasien 2. pilihan jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien 3. diagnosis awal 4. mengetahui respon respon pasien pasien terhadap pengobatan sebelumnya Untuk mendapat informasi ini, assesmen awal termasuk evaluasi kondisi medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya. Assesmen psikologis menetapkan status emosional pasien (contoh: pasien depresi, ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang lain). Tetapi konteks sosial, budaya, keluarga dan ekonomi pasien merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan pengobatan. Keluarga dapat sangat menolong dalam assesmen untuk perihal tersebut dan untuk memahami keinginan dan preferensi pasien dalam proses assesmen ini. Faktor ekonomis dinilai sebagai bagian dari assesmen sosial atau dinilai secara terpisah bila pasien dan keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh atau sebagian biaya selama dirawat atau waktu pemulangan pasien. Berbagai staf kompeten dapat terlibat dalam proses assesmen pasien. Faktor terpenting adalah bahwa assesmen lengkap dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien.
1
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
BAB II RUANG LINGKUP
Panduan awal ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, rawat jalan, pasien instalasi gawat darurat (IGD), dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur. Pelaksanaan panduan ini adalah para tenaga kesehatan
yang
kompeten
sesuai
perizinan,
undang-undang
dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan assesmen (dokter, perawat, perawat, bidan). Assesmen awal setiap setiap pasien meliputi
faktor
fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Semua pasien rawat inap, IGD, dan yang akan menjalani suatu prosedur harus di assesmen dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama masa perawatannya.
2
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
BAB III TATA LAKSANA
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan pasien. Asesmen awal hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan waktu beberapa detik hingga satu menit. Asesmen awal yang cepat dan tepat akan menghasilkan diagnosa awal yang dapat digunakan untuk menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien. Asesmen awal dan diagnosa awal menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan segera-gawat darurat (label merah), sedang-gawat tidak darurat (label kuning), ringan–darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat (label hijau). Selain itu, asesmen awal dapat membantu menentukan apakah kondisi pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil. Asesmen
awal
dapat membantu menentukan
apakah pasien
membutuhkan pelayanan kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat inap. Sehingga dengan adanya asesmen awal ini, pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dilakukan secara optimal. Panduan pelaksanaan asesmen awal adalah sebagai berikut : 1.
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat A. Pr imary S urvey (Pengkajian) Primary
survey
menyediakan
evaluasi
yang
sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain:
Airway maintenance dengan cervical spine protection Breathing dan oxygenation
3
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability -pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway , circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka. Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment , intervention, reassessment ). Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) G eneral Impres s ions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian A irway Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar.
4
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift / jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway /nasopharyngeal airway , Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
5
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan) Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan
adalah:
dekompresi
dan
drainase
tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Look , listen dan feel ; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury , flail chest , sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi
(endotrakeal
atau
nasal dengan
penempatan yang benar), jika diindikasikan
6
konfirmasi
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill , dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan.
Penyebab
membutuhkan perhatian segera adalah:
lain
yang
mungkin
tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac , spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik. Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill ).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
7
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
e) Pengkajian Level of Cons cious nes s dan Disabilities Pada primary survey , disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert , yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
Atau menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Eye (Respon membuka mata) (4)
Spontan
(3)
Dengan rangsang suara
(2)
Dengan rangsang nyeri
(1)
Tidak ada respon
Verbal (Respon Verbal) (5)
Orientasi baik
(4)
Bingung, berbicara mengacau
(3)
Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat)
(2)
Suara tanpa arti (Mengerang)
(1)
Tidak ada respon
Motorik (Respon motorik) (6)
Mengikuti perintah
(5)
Melokalisir nyeri
(4)
Menghindar/menarik
ekstremitas
stimulus saat diberi rangsang nyeri
8
atau
tubuh
menjauhi
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
(3)
Flexi abnormal
(2)
Ekstensi abnormal
(1)
Tidak ada respon
f) E xpos e, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan
pada
punggung
pasien.
Yang
perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa
keperawatan
adalah
suatu
pernyataan
yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Perumusan diagnosa keperawatan : 1) Actual
: menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai
dengan data klinik yang ditemukan. 2) Resiko
: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan
9
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
terjadi jika tidak di lakukan intervensi. 3) Kemungkinan
: menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan
untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan. 4) Wellness
:
keputusan
klinik
tentang
keadaan
individu,keluarga,atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera
tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi. 5) Syndrom
: diagnose yang terdiri dari kelompok diagnosa
keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan
muncul/timbul
karena suatu kejadian atau situasi tertentu. C. Rencana keperawatan Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana
perawatan terorganisasi sehingga setiap
perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan
yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana
asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana
perawatan tertulis juga
mencakup kebutuhan klien jangka panjang D. Implementasi keperawatan Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
rencana membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. E. Evaluasi Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat
10
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. 2.
Assesmen Medis Gawat Darurat A. S econdary A s s es s ment Survey sekunder merupakan
pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik. 1. Anamnesis Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh: a. Tabrakan
frontal
pengaman:
cedera
seorang
pengemudi
wajah,
mobil
maksilo-fasial,
tanpa
servikal.
sabuk Toraks,
abdomen dan tungkai bawah. b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau vertebra lain, fraktur ekstremitas. c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO. Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007): A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
11
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani
pengobatan
hipertensi,
kencing
manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah
diderita,
obatnya
apa,
berapa
dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal) L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini) E :
Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama) Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan katakatanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya?
Dari rentang skala 0-10
dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau
hilang
timbul?apakah
pernah
merasakan
nyeri
ini
sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
12
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Pada pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan Skala wajah (Wong baker Faces pain Rating Scale).
0
1-2
3-4
5-6
7-8
Ekspresi Wajah 0: Tidak merasa nyeri sama sekali
Ekspresi Wajah 2: Nyeri Hanya sedkit
Ekspresi Wajah 4: Sedikit lebih nyeri
Ekspresi Wajah 6: Jauh lebih nyeri
Ekspresi Wajah 8: Jauh lebih nyeri sangat
Ekspresi Wajah 10: Sangat nyeri luar biasa
10
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency Nurses Association,(2007). Komponen Suhu
Nilai normal 36,5-37,5
13
Keterangan Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal. Untuk mengukur suhu inti menggunakan kateter arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe, atau monitor tekanan intracranial dengan pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi dan injury.
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Nadi
60-100x/menit
Respirasi
12-20x/menit
Saturasi oksigen
>95%
Tekanan darah
120/80mmHg
Berat badan
Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama jantung, frekuensi, kualitas dan kesamaan. Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi, auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari usaha bernafas. Tada dari peningkatan usah bernafas adalah adanya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat penuh. Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi pasien dengan gangguan respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius dan tanda vital yang abnormal. Pengukurna dapat dilakukan di jari tangan atau kaki. Tekana darah mewakili dari gambaran kontraktilitas jantung, frekuensi jantung, volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan sistolik menunjukkan cardiac output, seberapa besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan. Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan vaskuler perifer. Berat badan penting diketahui di UGD karena berhubungan dengan keakuratan dosis atau ukuran. Misalnya dalam pemberian antikoagulan, vasopressor, dan medikasi lain yang tergantung dengan berat badan.
2. Pemeriksaan fisik a. Kulit kepala Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai
14
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,
laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal,
ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala. b. Wajah Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata,
karena
pembengkakan
di
mata
akan
menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS. 1) Mata
: periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan
acies
campus),
apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia 2) Hidung
:periksa
adanya
perdarahan,
perasaan
nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan
palpasi
akan
kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur. 3) Telinga
:periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas
: periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur 6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian
mukosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi;
amati
lidah
tekstur,
warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
15
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan
apa
ada
massa/
tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil
meradang
(tonsillitis/amandel).
atau
Palpasi
tidak adanya
respon nyeri c. Vertebra servikalis dan leher Pada saat memeriksa leher, periksa adanya
deformitas
tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.. d. Toraks Inspeksi
: Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung. Palpasi
:
seluruh
dinding
dada
untuk
adanya
trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi
:
untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi
:
suara
nafas
tambahan
(apakah
ada
ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
16
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
e. Abdomen Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada
keadaan
cedera
kepala
dengan
penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah
kekakuan
atau
nyeri
tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan. f. Pelvis (perineum/rectum/vagina) Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis. Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani . Pada wanita, pemeriksaan
17
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury . Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang,
Sebuah sampel urin
harus diperoleh untuk analisis. g. Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan. Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan,
paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur,
sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik. Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
18
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah 1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal 2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini dikenali. 3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai sadar kembali. h. Bagian punggung Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat
ini
dapat
dilakukan
pemeriksaan
punggung.
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula
pada kolumna
vertebra periksa adanya deformitas. i. Neurologis Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board , kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih
19
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial.
Bila
terjadi
penurunan
kesadaran
akibat
gangguan
neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf . Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching , parese,
hemiplegi
atau
hemiparese (ganggguan
pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori
B . Focused A s s es s ment Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary survey, anamnesis riwayat pasien ( pemeriksaan subyektif ) dan pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa
negara
bagian
Australia
mengembangkan
focused
assessment ini dalam pelayanan di Emergency Department , tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah Definitive Assessment . Focused
assessment untuk
melengkapi
data
secondary
assessment bisa dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan. Yang paling
banyak dilakukan
dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
20
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
C. Reassessment Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali (reassessment ) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat darurat adalah : Komponen Airway
Pertimbangan Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk menjamin kelancaran jalan napas. Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal. Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien : Pemeriksaan definitive rongga dada dengan rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada tidaknya masalah seperti Tension pneumothoraks, hematotoraks atau trauma thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan oksigenasi tidak adekuat Penggunaan ventilator mekanik Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi jaringan khususnya organ vital tetap terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat penanganan resusitasicairan. Pemasangan cateter vena central Pemeriksaan analisa gas darah Balance cairan Pemasangan kateter urin
Breathing
Circulation
Disability
Setelah pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu didukung dengan : Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain seperti reflex patologis, deficit neurologi, pemeriksaan persepsi sensori dan pemeriksaan yang lainnya. CT scan kepala, atau MRI Konfirmasi hasil data primary survey dengan
Exposure
21
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
Rontgen foto pada daerah yang mungkin dicurigai trauma atau fraktur USG abdomen atau pelvis
D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita dalam keadaan stabil. Dalam melakukan secondary survey , mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti : 1)
Endoskopi Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan
dalam.
Dengan
melakukan
pemeriksaan
endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu: a. Esofagus
:Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster
:Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises gastropati kongestif
c. Duodenum
:Ulkus, erosi,
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan
perdarahan bukan karena ruptur varises
(variceal bleeding dan non variceal bleeding). 2) Bronkoskopi Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat
22
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu de ngan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus. 3)
CT Scan CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasuskasus emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-scan dapat
mendeteksi lebih dari 90 % kasus
stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam
diagnosis stroke
(Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak, kelainankelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan khususnya
kelainan
pembuluh
darah,
jantung
(koroner),
dan
pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal. 4)
USG Ultrasonografi
(USG)
adalah
alat
diagnostik
menggunakan gelombang suara dengan
non
invasif
frekuensi tinggi diatas
20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak.
23
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
5)
Radiologi Radiologi
merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi menyebabkan pajanan pada film pal ing sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative,
metabolic
dan
metastatik
(tumor).
Pemeriksaan
radiologi penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat. Sebagian
kegiatan
seharian
di
departemen
radiologi
adalah
pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat. 6)
MRI (Mag netic R esonance Imag ing ) Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum
dan
faktor.
Kelemahan
lainnya
adalah
prosedur
pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang memiliki, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
24
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
E. Diagnosa Medis Penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan pemeriksaan penunjang. F.
Terapi Tindakan remediasi kesehatan yang mengacu pada diagnosis (Pemeriksaan), dan sebagai usaha untuk memulihkan kondisi tubuh seseorang yang sakit.
25
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
BAB IV DOKUMENTASI
Pasien baru yang diterima baik dari IGD maupun poliklinik di assesmen merujuk pada format yang telah disediakan oleh Rumah Sakit Al-Huda. Semua hal yang diassesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien, termasuk dokumentasi dalam program teramedik.
26
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
BAB V PENUTUP
Panduan ini berguna sebagai dasar dalam memberikan pelayanan kesehatan
dengan
kualitas
tinggi
dan
meminimalisasi
terjadinya
kesalahan-kesalahan medis dan menurunkan potensi resiko terhadap pasien. Panduan ini sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan setiap pekerja rumah sakit dan diharapkan agar buku ini menjadi acuan bagi pihak manajemen dan setiap petugas dalam meningkatkan pelayanan di RS Al Huda Genteng.
Genteng, 10 Mei 2017 Pjs. Direktur RS Al Huda Genteng
Dr. Hj. Indiati, MMRS
27
SK Direktur M-2017.167 Tentang Assesmen Pasien
DAFTAR PUSTAKA
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance
Gawat
Darurat
118.
https://handayanilina.files.wordpress.com
Diakses
tanggal
25
dari
September
2017 Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang. Diakses dari https://handayanilina.files.wordpress.com tanggal 25 September 2017 Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari https://handayanilina.files.wordpress.com tanggal 25 September 2017 Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks. Jurnal
Respiratori
Inonesia
Volume
https://handayanilina.files.wordpress.com
31
tanggal
Diakses 25
dari
September
2017 Lyer , P.W., Camp, N.H.(2005).
Dokumentasi Keperawatan, Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC Diakses dari https://handayanilina.files.wordpress.com tanggal 25 September 2017 Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta :
Trans
Info
Media
Medis.
https://handayanilina.files.wordpress.com 2017
28
tanggal
Diakses 25
dari
September