BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit seharusnya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit, pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau ke pelayanan lain. Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi. Hanya rumah sakit yang mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan rujukan kepelayanan kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai kebutuhan pasien. B. Definisi Skrining (screening) merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang mempunyai keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau mempunyai risiko tinggi. (Kamus Dorland ed. 25 : 974 ). Menurut Rochjati P (2008) skrining merupakan pengenalan diri secara pro aktif pada ibu hamil untuk menemukan adanya masalah atau faktor resiko. Sehingga skrening bisa dikatakan sebagai usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang yang terlihat sehat atau benar – benar sehat tapi sesungguhnya menderita kelainan.
1
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, labolatorium klinik atau diagnostik sebelumnya. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat Darurat adalah suatu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan standart. Instalasi Gawat Darurat adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi- kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dar perannya didalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah. Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderit gawat darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit khususnya instalasi gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi gawat darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metedologi keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodelogi keperawatan gawat darurat berbentuk bio- psiko- sosio spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak diperkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Sistem Triage: Proses di mana seorang klinisi menilai tingkat urgensi pasien. Triage: sistem triase adalah struktur dasar di mana semua pasien yang datang dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar skala penilaian urgensi atau struktur . Re-triase: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi perubahan status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triase, atau jika didapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan mempengaruhi urgensi (lihat di bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika seorang pasien kembali diprioritaskan, kode triase awal dan kode triase selanjutnya harus didokumentasikan. Alasan untuk melakukan triage ulang juga harus didokumentasikan. Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarka kondisi klinis pasien dan digunakan untuk menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal. Tingkat Urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit atau cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat urgensi yang lebih
2
rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk menunggu penilaian emergensi, walaupun mereka mungkin masih memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk kondisi mereka atau mempunyai kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan dari sistem triase adalah untuk memastikan bahwa tingkat dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat adalah sesuai dengan kriteria klinis, bukan didasarkan pada kebutuhan organisasi atau administrasi. 2. Tujuan Khusus 1. Mengoptimalkan keselamatan dan efisiensi pelayanan darurat berbasis-rumah sakit dan untuk menjamin kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan di seluruh lapisan masyarakat; 2. Sebagai Sebuah tempat masuk tunggal untuk semua pasien datang
(bersifat
ambulans dan non-bersifat ambulans), sehingga semua pasien memperoleh proses penilaian yang sama. 3. Lingkungan fisik yang sesuai untuk melakukan melakukan pemeriksaan singkat. Juga diperlukan lingkungan yang memberikan kemudahan untuk pasien menyampaikan kondisi klinis, memperoleh rasa aman dan persyaratan administrasi, serta ketersediaan peralatan pertolongan pertama serta tersedianya fasilitas cuci tangan. 4. Sebuah sistem penerimaan
pasien yang terorganisir akan
memungkinkan
kemudah aliran informasi kepada pasien dari unit triase sampai ke seluruh komponen instalasi gawat darurat , dari pemeriksaansampai penanganan pasien 5. Didapatnya data yang tepat waktu untuk kebutuhan pemberian pelayanan , termasuk sistem untuk memberitahukan kedatangan pasien dengan ambulan dan pelayanan gawat darurat lainnya.
3. Tujuan Skrining Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus- kasus yang ditentukan. Test skrining dapat dilakukan a. Pertanyaan / Quesioner b. Pemeriksaan fisik c. Pemeriksaan Laboratorium d. X- Ray
3
BAB II RUANG LINGKUP A. Ruang Lingkup Ruang lingkup pelayanan instalasi gawat darurat meliputi: 1. Pasien dengan kasus True Emergency Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. 2. Pasien dengan kasus False Emergency Yaitu pasien dengan: Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tidak memerlukan tindakan darurat Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
4
Keadaan tidak gawat dan tidak darurat Skrining menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak pertama. Skrening pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik,psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik X- ray sebelumnya. Pelaksana panduan skrining pasien ini adalah perawat IGD, petugas TPP rawat jalan dan perawat jaga poliklinik. B. Batasan Operasional 1. Instalasi gawat darurat 2. Triase 3. Prioritas 4. Survey primer 5. Survey sekunder 6. Pasien gawat darurat 7. Pasien gawat tidak darurat 8. Pasien darurat tidak gawat 9. Pasien tidak gawat tidak darurat 10. Kecelakaan 11. Bencana
BAB III TATA LAKSANA A. Evaluasi Visual Pasien yang secara pengamatan visual dalam keadaan gawat dan memerlukan
pertolongan segera langsung diarahkan ke IGD Pasien yang secara pengamatan visual tidak memerlukan pertolongan segera akan
diarahkan ke poliklinik. Jika RS belum mempunyai pelayanan spesialistik tertentu maka pasien disarankan untuk dirujuk.
B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik head to toe meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi, termasuk juga pemeriksaan psikologik. C. Laboratorium atau Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologi dan laboratorium memberikan data diagnostic penting yang menuntun penilaian awal. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien ke ruang radiologi. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien IGD dengan mempertimbangkan
5
kondisi pasien, maka petugas laboratorium yang akan ke IGD untuk pengambilan sample. Kemudian jika memerlukan penanganan lebih lanjut akan dikonsultasikan ke dokter spesialis sesuai dengan penyakit, konsultasi bias dilakukan melalui IGD atau diarahkan ke praktek ke poliklinik. D. Skrining di IGD Penderita non trauma atau trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Secondary survey 6. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 7. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. 1. PERSIAPAN A. Tahap Pra-Rumah Sakit 1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan 2.
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit
sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. 4.
Prinsip utama adalah bahwa tidak boleh membuat keadaan lebih parah
5.
Yang harus dilakukan oleh paramedik adalah : - Menjaga airway dan breathing - Kontrol perdarahan dan syok - Imobilisasi penderita, dan - Pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok B. Tahap Rumah Sakit 1. Evakuasi penderita Dalam keadaan dimana penderita trauma dirumah sakit yang dibawa tanpa persiapan pada pra rumah sakit sebaiknya evakuasi dari kendaraan ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan berhati- hati. Selalu harus diperhatikan kontrol servikal. 2.
Prinsip Do no futher harm ! TRIASE Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan triase tidak perduli apakah penderita hanya satu
6
atau banyak. Bila satu penderita, akan mencari masalah penderita ( selection of problems) Bila banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah. Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC ( Airway, Breathing, dan Circulation) Triage adalah seleksi pasien sesuai tingkat kegawat daruratan sehingga pasien terseleksi dalam mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat kegawat daruratannya. Triage di RS MutiaraHatiMojokerto menggunakan system labeling warna, pasien ditentukan apakah gawat darurat, gawat tidak darurat, atau darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat. Pasien yang telah di seleksi diberi label warna pada listnya, sesuai dengan tingkat kegawatannya menggunakan START (Simple Triage and Rapid Transportation) Adapun pemberian labeling warna sesuai dengan tingkat kegawatannya, sebagai berikut : 1. Pasien gawat darurat diberi label warna merah 2. Pasien darurat tidak gawat diberi label warna kuning 3. Pasien tidak gawat dan tidak darurat diberi warna hijau 4. Pasien yang telah dinyatakan meninggal diberi label warna hitam Dua jenis keadaan triase dapat terjadi : - Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan -
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu, sesuai prinsip ABC. Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan
tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu. Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal : A. Label hijau Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan. B. Label kuning Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di ruang tindakan IGD. C. Label merah Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi IGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi D. Label hitam Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah. Triase yang digunakan di RS Mutiara hati dijeaskan lebih mendalam di Panduan Triase. 3.
PRIMARY SURVEY Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari tertular penyakit seperti hepatitis dan AIDS Alat proteksi diri : - Sarung tangan - Kaca mata, terutama apabila penderita menyemburkan darah - Apron - Sepatu Langkah pertama : memakai alat proteksi diri Lakukan primary survey atau mencari keadan yang mengancam nyawa adalah :
7
a. b. c. d. e.
Airway dengan control servical Breathing dan ventilasi Circulation dengan kontrol perdarahan Disability, status neurologis dan nilai GCS Exposure/ environmental : buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
a. Airwaydengan kontrol servikal Pegang kepala ( fiksasi ) pasang neck collar ( bila curiga fr. Cervical ) Nilai airway : ( Look, Listen, Feel) - Bila gurgling lakukan suction - Bila snoring lakukan jawtrust ( tindalkan manual ) gunakan OPA ( pasien tidak sadar ) atau NPA ( pasien sadar) - Bila terdengar stridor perlu airway definitif ( Intubasi / surgical airway) Curiga Fr. Cervical, Bila : - Trauma kapitis dengan penurunan kesadaran - Multi trauma - Terdapat jejas diatas clavicula kearah cranial - Biomekanika trauma mendukung Curiga Fr. tulang Basis Cranii : - Perdarahan dari lubang hidung/ telinga - Racoon eyes - Battle sign Pasien non trauma yang tidak sadar buka airway dengan head tilt chin lift Catatan : - Snoring ( ngorok ) sering terjadi pada pasien tidak sadar karena panggal lidah jatuh kebelakang Gurgling ( kumur- kumur ), terjadi sumbatan karena cairan ( darah, sekret/ slem) Stridor, terjadi karena edema faring/ laring ( cedera inhalasi), misal : pasien dengan riwayat
-
terpapar dengan uap panas b. Pernafasan + Oksigenasi/ ventilasi Untuk mencari penyebab gangguan pada breathing lakukan pemeriksaan : - Look / inspeksi : Buka baju yang menutup dada pasien, ada jejas? Nilai pergerakan -
( simetris/ tidak ) Listen / auskultasi ( dengan stetoscope) kedua sisi dada, dari sisi dada yang sehat
-
( dengarkan suara paru) dan dengarkan juga bunyi jantung Feel / Perkusi : kedua sisi dada Normalnya sonor, nilai apakah terdapat hipersonor?
Dulness? - Palpasi : ada krepitasi? Fail Chest? Fr. Iga? Nilai pernafasannya, berikan oksigen bila ada masalah terhadap ABCD : - Canul 2 –6 LPM - Face Mask / RM ( Rebreathing Mask ) 6-10 LPM - NRM ( Non Rebreathing Mask ) 10 – 12 LPM Bila pernafasannya tidak adekuat berikan ventilasi tambahan dengan Bagging Pada pasien trauma waspada terhadap gangguan/ masalah breathing yang cepat menyebabkan kematian. 4 masalah yang mengancam breathing serta tindakannya adalah a. Tension Pneumothoraks ( pasien sangat sesak, trakea bergeser dan distensi vena leher ) Needle thoracosintesis di ICS 2 mid clavicula b. Open pneumothoraks ( terlihat sucking chest Wound pada luka ) yaitu paru menghisap udara lewat lubang luka
tutup dengan kassa 3 sisi yang kedap udara
8
c. Massive Haematotoraks ( Perdarahan didalam rongga toraks )
lapor
dokter
untuk
segera WSD, nilai apakah perlu thorakotomy ? d. Flail chest dengan contusio paru analgetik, asisted ventilasi perlu definitif Tentukan apa masalah / gangguannya, kemudian lakukan tindakan atau perlu segera lapor dokter bedah c. Circulation + Kontrol perdarahan dan perbaikan volume Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit akral dan nadi. Bila nadi kecil dan cepat, kulit pucat, dan akral dingin Syok - Perdarahan external : lakukan balut tekan, cek akral dan nadi, bila ada tanda tanda syok ( hipovolemik ) berikan infus 2 jalur dengan cairan Ringger laktat ( RL) yang hangat 1-2 -
Liter diguyur Perdarahan Internal : Perbaiki volume untuk cegah syok lebih lanjut, pelvis femur Retroperinial
Bidai, thoraks
Gurita,
konsul dokter bedah Torakotomi (Rujuk). Abdomen&
konsul dokter bedah Laparatomy( Rujuk)
Alur pikir pada penderita trauma yang mengalami syok : Saat dikenali syok ( penderita trauma ) harus dianggap sebagai syok hemoragik. Sambil dipasang infus, dilakukan penekanan pada perdarahan luar ( bila ada). Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan internal(5 tempat : torax, abdomen, pelvis, tulang panjang, dan retroperinial ) sambil mencari sumber perdarahan, dilakukan evaluasi respon penderita terhadap pemberian cairan. d. Disability ( pemeriksaan status neurologis ) Nilai GCS dan Pupil Eye : 4 Buka mata Spontan 3 Buka mata terhadap suara 2 Buka mata terhadap nyeri 1 Tidak ada respon Verbal : 5 Orientasi baik 4 Bicara binggung 3 Berbicara tidak jelas ( hanya kata- kata yang keluar ) 2 Merintih/ mengerang 1 tidak ada respon Motorik : 6 Bergerak mengikuti perintah 5 Bergerak terhadap nyeri dan dapat melokalisir nyeri 4 Fleksi normal ( menarik anggota tubuh yang dirangsang ) 3 Flexi abdormal ( dekortikasi ) 2 Extensi abnormal ( deserebrasi ) 1 Tidak ada respon ( Flacid ) - Nilai adakah perubahan pupil. Pupil yang tidak sama besar ( anisokor ) kemungkinan -
menandakan adanya suatu lesi masa intra kranial ( perdarahan ) Nilai juga kekuatan otot motorik dibandingkan kedua sisinya Lihat bagian ekstremitas ada yang luka atau tidak? Pasien tidak sadar, pada saat melepaskan tangan pasien perhatikan alasnya agar tidak keluar dari bad nya
9
- Jika petugasnya sendiri, pemeriksaan kekuatan otot dilakukan pada saat secondary survey e. Exposure / kontrol lingkungan Gunting pakaian dan lihat jejas/ cedera ancaman yang lain ), kemudian cegah hipotermia Selimut Re evaluasi Tindakan ABCDE Tambahan peralatan / pemasangan alat pada primary survey f. Folley catheter, lihat ada kontra indikasi ? Tidak dipasang bila ada ruptur uretra : - Pada laki- laki, ada darah di OUE, scrotum haematum, RT prostat melayang - Pada wanita : keluar darah, hematum perinium Bila tidak ada kontraindikasi : pasang, urine pertama dibuang kemudian tampung. Periksa pengeluaran / jam, normal : - 0,5 cc/ kg BB/ jam, Dewasa - 1 cc/ kg BB/ jam, Anak - 2 cc/kg BB/ Jam, Bayi Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan g.
dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah Gastric tube Bila lewat hidung perhatikan kontra indikasi : Fr. Tulang basis cranii atau trauma maksilofacial ( gunakan orogastric tube ) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.
h.
Heart Monitor, pulse oxymeter, pemeriksaan radiology Pasang EKG Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi, hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah. Pemeriksaan foto rotgen dan atau USG Abdomen i. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray ii.
portabel dan atau USG abdomen bila terdapat kecurigaan trauma abdomen. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey. iii. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan. RE – evaluasi ABCDE 4.
RESUSITASI a. Re-evaluasi ABCDE b. Sirkulasi Sirkulasi secara umum terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 x/menit, kurang dari 60 x/ menit disebut bradikardi, lebih dari 100 x/ menit disebut takikardi. Pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85 – 200x / menit, sedangkan pada anak- anak 60-140 x/ menit. Pada penderita yg ditemukan bradikardi, ini merupakan prognosis yang buruk. Tekanan darah sistolik dapat turun jika penderita sudah kehilangan darah lebih dari 30 % dari volume darahnya. c. Syok Syok dapat disebabkan karena berbagai hal. Semua penderita yang mengalami syok
10
harus dipasang infus. Gejala syok adalah kulit pucat dan dingin ( gangguan perfusi kulit ), takikardi, berkurangnya produksi urin (oliguria sampai anuria karena gangguan perfusi ginjal ) gangguan kesadaran ( gangguan perfusi otak ) dan turunnya tekanan darah. Pengelolaan syok ditujukan terhadap penyebabnya, misalnya bila syok karena perdarahan maka perdarahan harus dihentikan. Dosis awal pemebrian cairan kristaloid adalah 1000- 2000 ml pada dewasa dan 20 ml / kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 1) Evaluasi resusitasi cairan Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 1, -
tabel 1 dan tabel 2 ) Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta
awasi tanda-tanda syok Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal. 1. Respon cepat - Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance - Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah - Pemeriksaan darah dan cross-matchtetap dikerjakan - Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan 2. Respon Sementara - Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah - Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif - Konsultasikan pada ahli bedah 3. Tanpa respon - Konsultasikan pada ahli bedah - Perlu tindakan operatif sangat segera - Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard
Gambar 1 a.
Rapid response
b.
Transient response
c.
No respons
11
Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita Semula. Kehilangan Darah
KELAS I Sampai 750
Kelas II 750-1500
Kelas III 1500-2000
Kelas IV >2000
(mL) Kehilangan Darah (%
Sampai 15%
15%-30%
30%-40%
>40%
<100 >100 Normal Normal Normal atau Naik Menurun
>120 Menurun Menurun
>140 Menurun Menurun
14-20 >30
20-30 20-30
30-40 5-15
>35 Tidak berarti
Sedikit cemas
Agak cemas
Kristaloid
Kristaloid
Cemas, bingung Kristaloid dan
Bingung,lesu (lethargic) Kristaloid dan
darah
darah
volume darah) Denyut Nadi Tekanan Darah Tekanan nadi (mm Hg) Frekuensi Pernafasan Produksi Urin (mL/jam) CNS/ Status Mental Penggantian Cairan
Tabel 2. Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok KONDISI
PENILAIAN
(Pemeriksaan Fisik) • Deviasi Tracheal • Distensi vena leher • Hipersonor • Bising nafas (-) Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal • Vena leher kolaps • Perkusi : dullness • Bising nafas (-) Cardiac tamponade • Distensi vena leher • Bunyi jantung jauh Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen • Uterine lift, bila hamil • USG Abdomen • Pemeriksaan Vaginal Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Tension Pneumothorax
Fraktur pelvis
Kehilangan darah kurang dibanding jenis lain Mekanisme kompresi lateral
PENGELOLAAN • Needle decompression • Konsul bedah • Venous access • Perbaikan Volume • Konsultasi bedah • • • • •
Venous access Perbaikan Volume Venous access Perbaikan Volume Konsultasi bedah
Kontrol Perdarahan • Direct pressure • Bidai / Splints • Luka Kulit kepala yang berdarah : Jahit Perbaikan volume Transfusi ( jika diperlukan) Hindari manipulasi
12
Cedera organ dalam
Potensial kehilangan darah Hanya dilakukan bila hemodinamik stabil
d.
berlebih Perbaikan volume Tranfusi ( jika diperlukan) Konsultasi bedah
Resusitasi jantung paru Prinsip dasar RJP adalah kekuatan dari rantai keberhasilan yang terdiri dari 5 rantai. Yang termasuk dalam rantai keberhasilan antara lain : a. b.
Segera mengenali tanda- tanda henti
jantung dan mengaktifkan sistem respon kegawatdaruratan Segera RJP dengan penekanan pada kompresi dada
c. d. e.
Segera defibrilasi Bantuan hidup lanjut yang efektif Perawatan paksa henti jantung yang terintregasi
RJP Kualitas tinggi : - Kecepatan paling sedikit 100 x / menit - Kedalaman kompresi 2 inci ( 5 cm) - Biarkan dada recoil setiap setelah kompresi - Meminimalkan interupsi terhadap kompresi dada - Hindari ventilasi yang berlebih
Dibawah ini adalah algoritma bantuan hidup dasar pada orang dewasa yang menggambarkan
13
langkah- langkah RJP. Tidak respon tidak bernafas atau bernafas tidak normal ( gasping ) Aktifkan sistem respon kegawatdaruratan, ambil Defibrilator atau kirim orang kedua ( jika ada ) untuk melakukannya Nadi teraba Cek nadi selama < 10 detik Nadi tidak teraba
Beri 1 nafas tiap 5- 6 detik Cek nadi kembali
Mulai 30 kompresi dan 2 ventilasi AED/ defibrilator datang Cek irama, irama shockableUnshockable ? Shockable Berikan 1 schock segera lakukan RJP selama 2 menit
Segera lakukan RJP selama 2 menit, cek irama tiap 2 menit, lanjutkan sampai tim BHL datang atau penderita mulai bergerak Sumber : AHA ( American Heart Association )
5.
-
SECONDARY SURVEY Anamnesa( khusus pasien trauma ) : S : Sindrome A : Alergi M : Medication ( Obat yang sedang dikonsumsi saat ini ) M : Mekanisme/ sebab trauma P : Past History L : Last meal ( Makan/ minum terakhir ) E : Event/ Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan Log roll From head to toe, fingger in every orifice : periksa dengan teliti untuk
-
menilai adakah BTLS ? ( perubahan Bentuk, Tumor, Luka, dan Sakit ) TTV Pemeriksaan fisik ( lihat tabel 3) Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan
-
pastikan hemodinamik stabil Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
-
biasanya dilakukan di ruangan lain Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
-
14
-
CT scan kepala, abdomen ( rujuk ) USG abdomen Foto ekstremitas Foto vertebra Urografi dengan kontras ( rujuk ) Catatan : Log roll bisa dilakukan di tahap primary survey jika memang ada indikasi yang mengancam jiwa.
Tabel 3. Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey Hal yang Identifikasi/ Penilaian Dinilai Tentukan Tingkat • Beratnya • Skor GCS Kesadaran trauma kapitis Pupil
Kepala
• Jenis cedera kepala • Luka pada mata • Luka pada kulit kepala • Fraktur tulang tengkorak
Maksilofas • Luka ial jaringan lunak • Fraktur • Kerusakan syaraf • Luka dalam mulut/gigi Leher • Cedera pada faring • Fraktur servikal • Kerusakan vaskular • Cedera esofagus • Gangguan neurologis Toraks • Perlukaan dinding toraks • Emfisema subkutan
• Ukuran • Bentuk • Reaksi • Inspeksi adanya luka dan fraktur • Palpasi adanya fraktur • Inspeksi : deformitas • Maloklusi • Palpasi : krepitus
Penemuan Klinis • 8, cedera kepala berat • 9 -12, cedera kepala sedang • 13-15, cedera kepala ringan • "mass effect" • Diffuse axional injury • Perlukaan mata
Konfirmasi dengan • CT Scan (rujuk) • Ulangi tanpa relaksasi Otot
• CT Scan (rujuk)
• Luka kulit kepala • Fraktur impresi • Fraktur basis
• CT Scan (Rujuk)
• Fraktur tulang wajah
• Foto tulang wajah
• Cedera jaringan lunak
• Inspeksi • Deformitas faring • Palpasi • Emfisema subkutan • Auskultasi • Hematoma • Murmur • Tembusnya platisma • Nyeri, nyeri tekan C spine
• CT Scan tulang wajah (rujuk)
• Foto servikal • Angiografi (rujuk) • Esofagoskopi (rujuk) • Laringoskopi (rujuk)
• Inspeksi • Jejas, deformitas, gerakan • Foto toraks • Palpasi • Paradoksal • CT Scan (rujuk) • Auskultasi • Nyeri tekan dada, krepitus • • Bising nafas berkurang • Bunyi jantung jauh Angiografi(rujuk
15
• Pneumo/ hematotorak • Cedera bronchus • Kontusio paru • Kerusakan aorta torakalis
• Krepitasi mediastinum • Nyeri punggung hebat
) • Bronchoskopi (rujuk) • Tube torakostomi (rujuk) • Perikardio sintesis (rujuk) • USG TransEsofagus (rujuk)
Tabel 4 - Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan ) Hal yang Dinilai Abdomen/ pinggang
Pelvis
Medula Spinalis
Kolumna Vertebralis
Identifikasi/ tentukan • Perlukaan dd. Abdomen • Cedera intraperitoneal • Cedera retroperitoneal • Cedera Genitourinarius • Fraktur pelvis
Penilaian • • • •
Inspeksi Palpasi Auskultasi Tentukan arah penetrasi
• Palpasi simfisis pubis untuk pelebaran • Nyeri tekan tulang elvis • Tentukan instabilitas pelvis (hanya satu kali) • Inspeksi perineum • Pem. Rektum/vagina • Trauma kapitis • Pemeriksaan • Trauma medulla motorik spinalis • Pemeriksaan • Trauma syaraf sensorik perifer • Fraktur • Respon verbal • lnstabilitas terhadap nyeri, kolumna tanda lateralisasi • Nyeri tekan Vertebralis • Deformitas • Kerusakan syaraf
Konfirmasi dengan Nyeri, nyeri tekan •USG abdomen • CT Scan ( rujuk ) abd. • Laparotomi Iritasi peritoneal Cedera organ viseral • Foto dengan Cedera kontras ( rujuk ) • Angiografi retroperitoneal ( rujuk ) Cedera Genito• Foto pelvis rinarius (hematuria) • Urogram ( rujuk ) • Uretrogram(rujuk Fraktur pelvis Perlukaan ) perineum, rektum, • Sistogram ( rujuk ) vagina • IVP( rujuk ) • CT Scan dengan kontras ( rujuk ) Penemuan klinis
• • • •
• • •
• "mass effect" unilateral • Tetraparesis Paraparesis • Cedera radiks syaraf • Fraktur atau dislokasi
• Foto polos • MRI ( rujuk )
• Foto polos • CT Scan ( rujuk )
16
Ekstremitas • Cedera jaringan • Inspeksi • Palpasi lunak • Fraktur • Kerusakan sendi • Defisit neurovascular
6. a. b. c.
• Jejas, pembengkakan, pucat • Mal-alignment • Nyeri, nyeri tekan, Krepitasi • Pulsasi hilang/ berkurang • Kompartemen • Defisit neurologis
• Foto ronsen • Doppler ( rujuk ) • Pengukuran tekanan kompartemen ( rujuk ) • Angiografi( rujuk )
RE-EVALUASI PENDERITA Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
7. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
17
BAB IV DOKUMENTASI 1. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara RS dengan mengunakan format yang sudah disediakan oleh Rekam Medis 2. Seluruh tindakan penyelesaian komplain yang dilakukan di catat dalam catatan keperawatan
18
Lampiran 1
RUMAH S A K I T
MutiaraHati Jl. Raya Kemantren Wetan 49 Terusan, Gedeg Mojokerto Tlp (0321) 363442, Fax (0321) 366186
FORMULIR RUJUKAN A. Data Penderita Nama Alamat Kota Tanggal lahir Nama Keluarga Terdekat Alamat Kota No. Telepon
: : : :
Sex :
Berat Badan :
: : : :
B. Waktu Tanggal : Tanggal cedera : Waktu Masuk IGD : Waktu masuk kamar Operasi : Waktu saat dirujuk : C. Riwayat SAMPLE S: A: M: P: L: E: D. Keadaan saat datang Nadi : Tekanan darah : Laju Pernafasan : Suhu : E. Diagnosa
:
F. Pemeriksaan diagnostik Data lab. terlampir Foto rontge terlampir EKG terlampir Contoh darah, cairan LCS terlampir G. Terapi yang diberikan Medikasi yang telah diberikan, jumlah, waktu
19
Cairan yang diberikan: jenis, jumlah
Lain-lain
H. Keadaan penderita saat dirujuk
I. Pengelolaan pasien sebelum transport, selama transport dan setelah sampai di tempat tujuan Sebelum transport Selama transport Saat di tempat tujuan Tgl/Jam SOAP Tgl/Jam SOAP Tgl/Jam SOAP
J. Data rumah sakit yang merujuk Nama dokter :
20
Rumah Sakit No. Telpon :
:
K. Data rumah sakit penerima rujukan Nama dokter : Rumah Sakit : No. Telpon :
21