BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Koperasi merupakan lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha dan pelayanan yang sangat membantu dan diperlukan oleh anggota koperasi dan masyarakat. Tujuan utama kegiatan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, karena koperasi dipandang sebagai soko guru ekonomi Indonesia yang berkembang dari bawah berubah menjadi badan usaha lainnya, seperti Koperasi Unit Desa (KUD), koperasi KP-RI (KKP-RI), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut koperasi menyelenggarakan berbagai usaha yang bermanfaat bagi anggotanya baik sebagai produsen maupun konsumen. konsumen. Dewasa ini banyak bermunculan koperasi-koperasi baru, baik yang sudah mandiri maupun yang belum mandiri, sehingga mengakibatkan persaingan dalam rangka mengembangkan usahanya. Untuk mengantisipasi persaingan antar koperasi maupun badan usaha lainnya, la innya, diperlukan suatu sistem pengolahan dan manajemen koperasi yang baik. Oleh karena itu, maka diperlukan efisiensi koperasi sehingga koperasi dapat bersaing dengan badan atau unit usaha yang lain. Berdasarkan pada uraian di atas, maka makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana efisiensi efis iensi koperasi yang di dalamnya mencakup variabel kinerja koperasi dan prinsip pengukuran kinerja koperasi; kelembagaan, keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan SHU; efisien koperasi dan klasifikasi koperasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana variabel kinerja koperasi dan prinsip pengukuran kinerja koperasi? 2. Bagaimana kelembagaan, keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan SHU? 3. Apa itu efisien koperasi? 4. Bagaimana klasifikasi dari koperasi?
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami variabel kinerja koperasi dan prinsip pengukuran kinerja koperasi. 2. Untuk mengetahui dan memahami kelembagaan, keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset dan SHU. 3. Untuk mengetahui dan memahami efisien koperasi. 4. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari koperasi.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Variabel Kinerja Koperasi dan Prinsip Pengukuran Kinerja Koperasi Variabel Kinerja
Secara
umum,
variabel
kinerja
koperasi
yang
diukur
untuk
melihat
perkembangan atau pertumbuhan ( growth ) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per provinsi, jumlah koperasi per jenis/kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan nonaktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, aset, dan sisa hasil usaha. Variabel- variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa ( share ) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Demikian pula dampak dari koperasi ( cooperative effect ) terhadap peningkatan kesejahteraan anggota atau masyarakat belum tercermin dari variabel- variabel yang disajikan.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998:16-17) adalah sebagai berikut: 1. Faktor individu ( personal factors ). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dan lain-lain. 2. Faktor kepemimpinan ( leadership factors ). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja. 3. Faktor kelompok/rekan kerja ( team factors ). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. 4. Faktor sistem ( system factors ). Faktor sistem berkaitan dengan system/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi. 5. Faktor situasi ( contextual/situational factors ). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat
3
perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki karyawan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan.
Pengertian Pengukuran kerja
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan. Kinerja menjadi ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73). Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut, penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen & Mowen, 1995: 375). Tujuan pokok dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan. 4
Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan memberikan reward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar (ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen aktivitas, dan sistem motivasi ( Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan tujuan ( goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab. Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan, penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu ( Hansen & Mowen, 1995:386-387). Proses pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418), 1. Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu :
a) Penentuan
daerah
pertanggungjawaban
dan
manajer
yang
bertanggung
jawab,Perbaikan kinerja harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat pertanggungjawaban. b) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja Penetapan kriteria kinerja manajer perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1. Dapat diukur atau tidaknya kriteria, 2. Rentang waktu sumber daya dan biaya, 3. Bobot yang diperhitungkan atas kriteria, 4. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan. 5
c) Pengukuran kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya ataupun menyimpang yaitu perataan ( smoothing ), pencondongan (biasing ), permainan ( gaming ), penonjolan dan pelanggaran aturan ( focusing and illegal act ). 2. Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a)
Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b)
Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c)
Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
2.2 Kelembagaan, Keanggotaan, Volume Usaha, Permodalan, Asset dan SHU 1. Kelembagaan
Bidang Kelembagaan Koperasi mempunyai tugas melaksanakan sebagaian tugas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM dibidang Kelembagaan Koperasi dan menyiapkan perumusan kebijakan teknis pembinaan, penyiapan bahan dan proses pendirian Koperasi, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi.Bidang Kelembagaan Koperasi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Untuk melaksanakan tugasnya, Bidang Kelembagaan Koperasi mempunyai fungsi :
6
1. Penyusunan program pembinaan, kebijakan teknis pembinaan, menyiapkan bahan dan menyusun materi Akta Pendirian, Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga Koperasi; 2. Pelaksanaan pembubaran Koperasi baik atas permintaan Anggota maupun pembubaran oleh Pemerintah; 3. Penyiapan bahan teknis Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pengelolaan administrasi Badan Hukum Koperasi; 4. Pelaksanaan evaluasi dan pendampingan serta pemberian bantuan bagi koperasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan; 5. Penyiapan bahan koordinasi dengan bidang-bidang lain dalam rangka penyusunan program pembinaan terpadu dan kerjasama dengan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK); 6. Penyiapan bahan pembinaan perangkat organisasi koperasi (anggota, pengurus, pengawas) untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan kinerja koperasi; 7. Penyusunan rencana teknis pengendalian atas pelaksanaan pengelolaan organisasi, administrasi, usaha serta manajemen-manajemen koperasi dan melakukan inventarisasi bagi koperasi yang memerlukan pembinaan akuntansi; 8. Penyiapan data dan laporan tentang perkembangan kelembagaan koperasi untuk Kepala Dinas baik diminta maupun tidak; 9. Pelaksanaan rapat staf dalam rangka pembinaan dan menerima input dari para staf; dan 10. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Bidang Kelembagaan Koperasi, membawahi : 1. Seksi Pelatihan, Penyuluhan dan Pengawasan 2. Seksi Organisasi dan Tatalaksana Masing-masing Seksi pada Bidang Kelembagaan Koperasi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Kelembagaan Koperasi. Seksi Pelatihan, Penyuluhan dan Pengawasan mempunyai tugas menyusun rencana teknis kebijakan pembinaan, bimbingan serta konsultasi dalam rangka pembuatan Badan Hukum Koperasi. 7
Rincian tugas Seksi Pelatihan, Penyuluhan dan Pengawasan, adalah sebagai berikut : 1. Menyusun rencana teknis bimbingan dan penyuluhan yang berkaitan dengan pembentukan Koperasi, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi; 2. Meneliti usulan Perubahan Anggaran Dasar (PAD) Penggabungan, Peleburan dan Pembubaran Koperasi; 3. Melakukan inventarisasi terhadap masa berlakunya Badan Hukum Koperasi tingkat Kabupaten; 4. Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan; dan 5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Seksi Organisasi dan tatalaksana mempunyai tugas menyusun, mengolah bahan perumusan kebijakan teknis dalam rangka pelaksanaan Rapat Anggota (RA) serta pemeringkatan atau klasifikasi koperasi. 1. Melakukan inventarisasi dan evaluasi atas kinerja kelembagaan Organisasi Koperasi; 2. Melaksanakan koordinasi penyusunan rencana pembinaan manajemen akuntansi koperasi; 3. Melaksanakan pembinaan akuntansi koperasi. Rincian tugas seksi Organisasi dan Tatalaksana, adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan serta bimbingan terhadap perangkat Organisasi Koperasi; 2. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan RAT Koperasi; 3. Melakukan peningkatan atau klasifikasi; 4. Mengusulkan koperasi yang berprestasi, Pembina dan Tokoh masyarakat untuk mendapatkan penghargaan; 5. Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan; 6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan 7. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan akuntansi bagi koperasi;
8
8. Menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan. 2. Keanggotaan
Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan terbentuk tanpa anggota sebagai tulang punggungnya Semakain banyak anggota maka semakin kokoh kedudukan koperasi. Sebab badan usaha koperasi dikelola serta dibiayai oleh para anggota, hal ini terlihat dari pemasukan modal koperasi yang bersumber dari simpanan - simpanan para anggota, yang dikelompokkan sebagai modal sendiri atau modal equity. Disamping itu menurut ketentuan Pasal 17 ayat ( 1 ) UU No. 25 Tahun 1992, dinyatakan bahwa anggota koperasi Indonesia adalah merupakan pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi. Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas. Didalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela dan terbuka. Di dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa yang dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum, atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar. Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU No.25 tahun 1992, koperasi Indonesia dapat memiliki anggoa luar biasa. Oleh ketentuan dari Pasal tersebut, keanggotaan mereka sebagai anggota luar biasa adalah dimungkinkan, sepanjang mereka memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Dalam ketentuan Pasal 19 ayat (3) UU No.25 tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan koperasi tidak dapat dipindah tangankan. Dalam hal anggota koperasi meninggal dunia maka keanggotaannya dapat dipindah tangan / diteruskan oleh ahli warisnya, yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar. Ketentuan Pasal 17 ayat (2) UU No.25 tahun 1992 menyatakan bahwa keanggotaan koperasi dicatat dalam buku anggota yang ada pada koperasi bersangkutan. Buku daftar anggota koperasi tersebut harus diselenggarakan oleh Pengurus Koperasi dan dipelihara dengan baik. Untuk menghindari adanya kecenderungan anggota hanya akan mementingkan dirinya pribadi, maka di dalam 9
UU No.25 tahun 1992 diatur keentuan yang member batasan – batasan terhadap tindakan – tindakan anggota koperasi, khususnya pada Pasal 20. Adapun kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU No.25 tahun 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi. 2. Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi. 3. Mematuhi hasil keputusan – keputusan Rapat Anggota Koperasi. 4. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi. 5.
Mengembangkan
dan
memelihara
kebersamaan
berdasar
atas
asas
kekeluargaan. 6. dll. Sedangkan hak dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam pasal 20 ayat (2) UU No.25 Tahun 1992, dapat disimpulkan s ebagai berikut : 1. Hadir di dalam Rapat Anggota 2. Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota 3. Memberikan suara di dalam Rapat Anggota 4. Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus atau sebagai pengawas) 5. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan – ketentuan menurut ketentuan dalam anggaran dasar. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Kinerja koprasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan
ketentuan
undang-undang
umum
mengenai
organisasi
usaha
(perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hokum Organisasi koperasi yang khas dari suatu organisasi harus diketahui dengan menetapkan anggaran dasar yang khusus.
3. Volume Usaha
Volume Usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang dan jasa pada tahun buku yang bersangkutan.
10
4. Permodalan
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut: a.
Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
b.
Simpanan Wajib
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
c.
Simpanan khusus atau lain-lain misalnya : Simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurba, dan Deposito Berjangka.
d.
Dana Cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
e.
Hibah
Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah atau pemberian dan tidak mengikat.
Adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut: a) Anggota dan calon anggota. b) Koperasi lainnya atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi c) Bank dan Lembaga keuangan bukan bank lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku 11
d) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku e) Sumber lain yang sah. 4. Asset
Asset adalah sumber daya yang dikuasai koperasi sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan akan diperoleh koperasi. Aset yang diperoleh dari sumbangan, yang tidak terikat penggunaannya, diakui sebagai aset tetap. Komponen Aset
1. Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun. Pengklasifikasian aset lancar antara lain: Diperkirakan akan dapat direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam jangka waktu siklus operasi normal entitas; Dimiliki untuk diperdagangkan (diperjual belikan); Diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode pelaporan. Aset lancar meliputi komponen perkiraan: Kas adalah nilai mata uang kertas dan logam, baik dalam rupiah maupun mata uang asing sebagai alat pembayaran sah. Bank adalah simpanan koperasi pada bank tertentu yang likuid, seperti: tabungan, giro dan deposito serta simpanan lainnya. Surat berharga adalah investasi dalam berbagai bentuk surat berharga, yang dapat dicairkan dan diperjualbelikan dalam bentuk tunai setiap saat; Piutang Usaha adalah tagihan koperasi sebagai akibat penyerahan barang/jasa kepada pihak lain yang tidak dibayar secara tunai. Piutang Pinjaman Anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada anggota. Piutang Pinjaman Non anggota adalah tagihan koperasi sebagai akibat transaksi pemberian pinjaman (tunai/kredit berupa barang/jasa) kepada non anggota. Penyisihan Piutang Tak Tertagih adalah penyisihan nilai tertentu, sebagai "pengurang nilai nominal" piutang pinjaman atas terjadinya kemungkinan risiko
12
piutang tak tertagih, yang dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian akibat pemberian piutang pinjaman. Persediaan adalah nilai kekayaan koperasi yang diinvestasikan dalam bentuk persediaan, baik persediaan dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi, maupun barang jadi untuk diperdagangkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada anggota dan penyelenggaraan transaksi dengan non anggota; Biaya dibayar di muka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu. Pendapatan Yang Masih Harus Diterima adalah berbagai jenis pendapatan koperasi yang sudah dapat diakui sebagai pendapatan tetapi belum dapat diterima oleh koperasi; Aset Lancar Lain-lain. 2. Aset Tidak Lancar Aset tidak lancar adalah aset yang terdiri dari beberapa macam aset, masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi, dimiliki serta digunakan dalam kegiatan operasional dengan kompensasi penggunaan berupa biaya depresiasi (penyusutan). Aset tidak lancar meliputi komponen perkiraan: Investasi Jangka Panjang, adalah aset atau kekayaan yang diinvestasikan pada koperasi sekunder, koperasi lain atau perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun tidak dapat dicairkan, berupa simpanan atau penyertaan modal. Properti Investasi, adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik/koperasi atau lessee melalui sewa pembiayaan) dan dapat menghasilkan sewa atau kenaikan nilai atau kedua-duanya. Properti investasi tidak digunakan untuk kegiatan produksi atau penyediaan barang/jasa, tujuan administratif, atau dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Akumulasi Penyusutan Properti Investasi, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu properti investasi, sebagai akibat penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur manfaatnya. Aset Tetap, adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi, atau penyediaan barang/jasa untuk disewakan ke pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan digunakan lebih dari satu periode. Aset tetap mencakup
13
perkiraan: Tanah/Hak Atas Tanah, Bangunan, Mesin dan Kendaraan, Inventaris dan Peralatan Kantor. Akumulasi Penyusutan Aset Tetap, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tetap yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu. Akumulasi penyusutan dilakukan secara sistematis selama awal penggunaan sampai dengan umur manfaatnya. Aset Tidak Berwujud, adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi namun tidak mempunyai wujud fisik. Dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau disewakan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif. Contoh aset tidak berwujud antara lain: hak paten, hak cipta, hak pengusaha hutan, kuota impor/ekspor, waralaba. Akumulasi Amortisasi Aset Tidak Berwujud, adalah "pengurang nilai perolehan" suatu aset tidak berwujud yang dimiliki koperasi, sebagai akibat dari penggunaan dan berlalunya waktu. Aset Tidak Lancar Lain, adalah aset yang tidak termasuk sebagaimana pada butir 1 sampai dengan 7 seperti bangunan yang belum selesai dibangun. 6. SHU
A. Pengertian SHU Menurut Pasal 45 ayat (1) UU No. 25/1992 , adalah sebagai berikut : - Sisa hasil usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. - SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. -Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam rapat Anggota -Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi. - Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
14
-Semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. B. Informasi Dasar Beberapa informasi dasar dalam penghitungan SHU anggota diketahui sebagai berikut : 1. SHU Total Koperasi pada satu tahun buku 2. Bagian (presentase) SHU anggota 3. Total simpanan seluruh anggota 4. Total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota 5. Jumlah simpanan per anggota 6. Omzet atau volume usaha per anggota 7. Bagian (presentase) SHU untuk simpanan anggota 8. Bagian (presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota C. Istilah-Istilah Informasi Dasar - SHU Total adalah SHU yang terdapat pada neraca atau laporan laba-rugi koperasi setelah pajak (profit after tax) - Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. -Partisipasi Modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainnya. -Omzet atau Volume Usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu atau tahun buku yang bersangkutan. -Bagian(Presentase) SHU untuk Simpanan Anggota adalah yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota. -Bagian (Presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa transaksi anggota. D. Rumus Pembagian SHU Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan Modal yang dimiliki sesorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha 15
anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”. Di dalam AD/ADRT koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut : Cadangan Koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana Karyawan 5%, dana pembangunan lingkungan 5%. Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota. D. SHU Per Anggota SHUA = JUA + JMA Dimana : SHUA = Sisa Hasil Usaha Anggota JUA = Jasa Usaha Anggota JMA + Jasa modal bingung E. SHU Per Anggota dengan Model Matematika SHUPa = Va X JUA + SA X JMA VUK
TMS
Dimana : SHUPa : Sisa hasil usaha per anggota JUA : Jasa usaha anggota JMA : Jasa Modal Anggota VA : Volume usaha anggota ( total transaksi anggota) UK : Volume usaha total Koperasi ( total transaksi Koperasi) Sa : Jumlah simpanan anggota TMS : Modal sendiri total ( simpanan anggota total) F. Prinsip-Prinsip Pembagian SHU Dalam koperasi, anggota berfungsi ganda, yaitu sebagai pemilik (owner) dan sekaligus pelanggan (customer). Sebagai pemilik, seorang anggota berkewajiban melakukan investasi. Dengan demikian, sebagai investor, anggota berhak menerima hasil investasinya. Disisi lain, sebagai pelanggan, seorang anggota berkewajiban berpartisipasi dalam setiap transaksi bisnis di koperasinya. Sering dengan prinsip-prinsip koperasi, maka anggota berhak menerima sebagian keuntungan yang diperoleh koperasinya.
16
Agar tercermin asas keadilan, demokrasi, transpansi, dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip SHU sebagai berikut : 1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota. 2. SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri. 3. Pembagian SHU anggota dilakukam secara transparan. 4. SHU anggota dibayar secara tunai. 2.3 Efisiensi Koperasi
Tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi adalah adan usaha yang kelahirannya dilandasi oleh pikiran sebgai usaha kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan untuk melayani anggota. Pada dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk bdan usaha lain, artinya tidak boleh dikatakan koperasi bekerja secara tidak efisien untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Pada koperasi tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat efektivitasnya, sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan keuntungan untuk memperoleh pelyanan setempat yang lebih baik. Kunci utama efisiensi koperasi adalah
pelayanan usaha kepada anggotanya.
Koperasi yang dapat menekan biaya serendah mungkin tetapi anggota tidak memperoleh pelayanan yang baik dapat dikatakan usahanya tidak efisien disamping tidak memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi, sebab dampak kooperarifnya tidak dirasakan anggota. Untuk mengukur efisiensi organisasi dan usaha ada bebrapa rasio yang dapatdipergunakanyang didasarkan pada kergaan koperasi yang bersangkutan. Sarana yang dapat digunakan adalah neraca dqn catatan keragaan lain yang dimiliki koperasi. Hal itu lah yang dapat me.berikan gambaran kuantitatif tentang keragaan koperasi. Menurut Hanel (1988) efisiensi ekonomi usaha koperasi dapat diukur dengan mempergunakan ukuran: 1. Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dari validitas keuangan ( financial viability) dan keragaan kewirakoperasian (entrepreneurship performance). 2. Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan. 17
3. Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota. Pembahasan mengenai efisiensi, Thoby Mutis (1992) menunjukkan 5 lingkup efisiensi koperasi, yaitu efisiensi intern, efisiensi alokatif, efisiensi ekstern, efisiensi dinamis, dan efisiensi sosial. Pengertian efisiensi tersebut adalah: 1. Efisiensi intern masyarakat merupakan perbandingan terbaik dari excess cost (akses biaya) dengan actual cost (biaya yang sebenarnya). 2. Efisiensi okatif adalah efisiensi yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana dari semua komponen koperasi tersebut. 3. Efisiensi ekstern menunjukkan bagaimana efisiensi pada lembaga-lembaga dan perseorangan diluar koperasi yang ikut memacu secara tidak langsung efisiensi didalam koperasi. 4. Efisiensi dinamis adalah efisiensi yang biasa dikaitkandengan tingkat optimasi karena da perubahan teknologi yang dipakai. 5. Efisiensi sosial sering dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana secara tepat, karena tidak menimbulkan biaya-biaya atau beban sosial. 2.4 Klasifikasi Koperasi 1. Berdasarkan pendekatan menurut tempat tinggal a) Koperasi Desa
Koperasi desa adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. Untuk satu daerah kerja tingkat desa, sebaiknya hanya ada satu Koperasi Desa, yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha bersifat single purpose, tetapi juga kegiatan usaha yang bersifat multi purpose (serba usaha) untuk mencukupi segala kebutuhan para anggotanya dalam satu lingkungan tertentu. b) Koperasi Unit Desa (KUD)
Koperasi Unit Desa ini lahir berdasar Instruksi Presiden Republik Indonesia No.4 Thun 1973, adalah bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD)
18
sebagai suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang pada tahap awalnya merupakan gabungan dari koperasi koperasi pertanian atau koperasi desa dalam wilayah Unit Desa, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau disatukan menjadi satu KUD. 2. Berdasarkan pendekatan menurut golongan fungsional , maka dikenal jenis-jenis
koperasi, misalnya ; Koperasi Pegawai Negeri (KPN), Koperasi Angkatan Darat (KOPAD), Koperasi Angkatan Laut (KOPAL), Koperasi Angkatan Udara (KOPAU), Koperasi Angkatan Kepolisian(KOPAK), Koperasi Pensiunan Angkatan Darat, Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri, Koperasi Karyawan dan lain-lainnya. 3. Berdasar pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya ,
maka dikenal jenis-jenis koperasi misalnya; Koperasi Batik, Bank Koperasi, Koperasi Asuransi, dan sebagainya. 4. Berdasarkan banyaknya jenis usaha
a. Koperasi Single Purpose. Koperasi yang hanya mempunyai satu jenis usaha. b. Koperasi Multi Purpose. Koperasi yang mempunyai lebih dari satu macam jenis usaha yang dikelola secara bersamaan. 5. Koperasi dibedakan menurut jenis lapangan usaha , yaitu sebagai berikut :
a. Koperasi Kredit Atau Koperasi Simpan Pinjam. Koperasi yang mengelola usaha simpan pinjam seperti halnya bank. b. Koperasi Produksi. Koperasi yang mengelola usaha produksi barang tertentu. Contoh : Koperasi Pengrajin Batik,Koperasi Susu, dan Koperasi Pengusaha Tahu Indonesia. c. Koperasi Konsumsi. Koperasi yang mengelola usaha penjualan barang-barang konsumsi. Wujud usaha koperasi ini biasanya berbentuk toko. d. Koperasi Jasa. Koperasi yang mengelola usaha layanan jasa. 6. Berdasarkan pada jenis anggota
a.
Koperasi Primer. Koperasi yang anggotanya orang-perorang, Jumlah minimal anggota koperasi ini dua puluh orang. 19
b. Koperasi Sekunder. Koperasi yang anggotanya badan hukum koperasi. Koperasi didasarkan pada status anggota, yaitu sebagai berikut : a. Koperasi pegawai negri. b. Koperasi petani. c. Koperasi pedagang. d. Koperasi nelayan. e. Koperasi siswa dan koperasi mahasiswa.
20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, variabel kinerja koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan ( growth ) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per provinsi, jumlah koperasi per jenis/kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif dan nonaktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, aset, dan sisa hasil usaha. Variabel- variabel tersebut pada dasarnya belumlah dapat mencerminkan secara tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa ( share ) koperasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Bidang Kelembagaan Koperasi mempunyai tugas melaksanakan sebagaian tugas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM dibidang Kelembagaan Koperasi dan menyiapkan perumusan kebijakan teknis pembinaan, penyiapan bahan dan proses pendirian Koperasi,
21
DAFTAR PUSTAKA Thoby Mutis, 1992, Pengembangan Koperasi, Kumpulan Karangan, Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia Kusnadi, Hendar, Ekonomi Koperasi , Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 1999
22