Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Manlak STBM PEDOMAN PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) Jakarta, 2011
DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN DITJEN PP-PL KEMENTERIAN KESEHATAN Jl. Percetakan Negara No. 29 Kotak Pos 223 Jakarta 10560
Sekretariat STBM Nasional Gedung Konsultan, Lt. II Kantor Ditjen PP & PL Kemenkes Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta Pusat Tlp./Fax : 021 - 4226968 E-mail :
[email protected]
Kata Pengantar Diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di Indonesia dan menyumbang 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-‐ 11 bulan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2009, di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Disadari bahwa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat ber-‐Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu upaya yang penting dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan diare dan penyakit-‐penyakit berbasis lingkungan lainnya. Upaya ini tengah mendapat perhatian lebih dari Pemerintah. Hal ini diindikasikan dengan tersedianya proporsi anggaran yang lebih besar untuk upaya-‐upaya preventif/promotif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri no. 852/MENKES/2008 tentang Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Pemerintah Republik Indonesia, kembali menegaskan komitmennya dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai program penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL), khususnya dalam mempromosikan PHBS. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-‐2014 menargetkan Indonesia untuk terbebas dari praktik buang air besar sembarangan (BABS) pada tahun 2014. Komitmen ini lebih lanjut diperkuat dengan masuknya STBM sebagai bagian dari Rencana Aksi Program Prioritas Pembangunan Berkeadilan sebagaimana diamanatkan di dalam Instruksi Presiden no. 1 tahun 2010, dimana sasaran pembangunan tidak lagi terbatas pada peningkatan akses pada sarana jamban sehat (Stop BABS), tetapi pada tujuan-‐tujuan lainnya termasuk mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman; mengelola sampah dengan aman; dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman (lima pilar STBM). Hal ini berimplikasi bahwa program STBM akan termasuk pada program yang secara langsung berada di bawah pengawasan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Lebih dari itu, pelaksanaan STBM juga diharapkan mampu untuk menyumbang 90% kebutuhan pencapaian MDGs target nomor 7.C. STBM sebagai program nasional membutuhkan kontribusi dan peran dari seluruh tingkatan pemerintah, lembaga non pemerintah, termasuk masyarakat dan swasta. Dengan dikeluarkannya pedoman pelaksanaan STBM ini diharapkan setiap pemangku kepentingan yang terkait dengan pelaksanaan STBM dapat memahami perannya masing-‐masing yang saling melengkapi dan dapat bersinergi untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah turut berkontribusi dalam penyelesaian dokumen ini. Jakarta , 13 Oktober 2011
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Daftar Singkatan
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
PENGERTIAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
4
2.1.
Tujuan STBM
2.2.
Definisi Operasional
BAB 3
PELAKSANAAN STBM
3.1.
Komponen STBM
3.2.
Tahapan Pelaksanaan STBM
3.3.
Peran Kelembagaan
3.4.
Mekanisme dan Koordinasi
BAB 4
PEMBIAYAAN STBM
4.1.
Sumber Pembiayaan
4.2.
Pola Pembiayaan
4.3.
Komponen Pembiayaan
BAB 5
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN STBM
5.1.
Kerangka Pemantauan Pencapaian dan Kinerja Program
5.2.
Pemantauan Pencapaian
5.3.
Pemantauan Kinerja Program Pemerintah Daerah
5.4.
Pengelolaan Pengetahuan Program STBM
5.5.
Peran dan Fungsi Pemangku kepentingan dalam Pemantauan dan Evaluasi
BAB 6
PENUTUP
6
13
26
ii
17
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 1 PENDAHULUAN Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higien dan sanitasi masih sangat besar. Hasil Studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka lainnya. Studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat untuk mencuci tangan dilakukan: (i) setelah buang air besar 12%; (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv) sebelum memberi makan bayi 7%; dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga, menunjukkan 99,20% telah merebus air untuk mendapatkan air minum, akan tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli. Implikasinya, Diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan, masih merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di Indonesia dan menyumbang 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-‐11 bulan. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya (Riset Kesehatan Dasar 2009). Dari sudut pandang ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sekitar $6,3 miliar akibat buruknya kondisi sanitasi dan higien. Ini setara dengan 2,3% dari besarnya produk domestik bruto.1 Hasil studi WHO (2007), intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45%. Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat (target MDGs 7.C) ini tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat ceruk 21% peningkatan akses dari sisa waktu 6 tahun (2009-‐2015). Untuk mencapai sasaran sanitasi MDGs tersebut, harus ditemukan cara untuk lebih mempercepat akses sanitasi baik di perdesaan maupun di perkotaan. Di sisi lain dengan anggaran pemerintah yang terbatas maka perlu dilakukan cara-‐cara yang lebih efektif dan inovatif. Mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008, yang menjadikan STBM sebagai Program Nasional dan merupakan salah satu sasaran utama dalam RPJMN 2010 – 2014, yang
1
Economic Impacts of Sanitation in Indonesia, Studi Lima Negara dilaksanakan di Kambodia, Indonesia, Lao PDR, Philippina, dan Vietnam dalam rangka Economics of Sanitation Initiative (ESI). Water and Sanitation Program, Agustus 2008.
-‐1-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
menargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).
Gambar 1.1 Pencapaian target MDGs bidang sanitasi di Indonesia Mempertegas komitmen pemerintah Indonesia dalam pembangunan sanitasi perdesaan, saat ini STBM telah menjadi bagian dari Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro Rakyat yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3, tahun 2010, mengenai Program Pembangunan yang Berkeadilan dimana pelaksanaannya diawasi langsung oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Upaya lain dari Pemerintah adalah dengan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai melalui kerjasama pendanaan dengan pihak lain, seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (investasi langsung maupun Corporate Social Responsibility) dan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut di atas, Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan STBM (Manlak STBM) yang disusun dengan tujuan memberikan pemahaman secara utuh kepada berbagai pihak pelaku STBM mulai dari tingkat Nasional sampai ke tingkat Desa. Pedoman ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan program STBM secara nasional, agar program ini dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pedoman Pelaksanaan ini dikembangkan berdasarkan pembelajaran dan pengalaman di banyak kabupaten yang telah melaksanakan STBM untuk pembangunan sanitasi di wilayah perdesaan. Namun demikian prinsip-‐prinsip pedoman ini dapat menjadi acuan untuk pembangunan sanitasi di wilayah perkotaan. Pedoman Pelaksanaan STBM meliputi : BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
PENGERTIAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
BAB 3
PELAKSANAAN STBM
BAB 4
PEMBIAYAAN STBM
-‐2-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 5
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN STBM
BAB 6
PENUTUP
-‐3-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 2 PENGERTIAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT 2.1.
Tujuan STBM
Tujuan program STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higien dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. 2.2.
Definisi Operasional
1. Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. 2. Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas. 3. Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga. 4. Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam rangka menciptakan/ meningkatkan kapasitas masyarakat, untuk memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya. 5. Tidak buang air besar sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak buang air besar di sembarang tempat, tetapi di fasilitas jamban sehat. 6. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. 7. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan secara benar dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. 8. Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah. 9. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-‐RT) adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya, serta pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga yang meliputi 5 (lima) kunci keamanan pangan yakni: (i) menjaga kebersihan, (ii) memisahkan pangan matang dan pangan mentah, (iii) memasak dengan benar, (iv) menjaga pangan pada suhu aman, dan (v) menggunakan air dan bahan baku yang aman. 10. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-‐RT) adalah proses pengelolaan sampah dengan aman pada tingkat rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang. Pengelolaan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
-‐4-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
11. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-‐RT) adalah proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. 12. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter. 15. Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan. 16. Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antara pelaku STBM, termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta. 17. Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan. 18. Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat indikator yang dijadikan standar. 19. LSM/NGO adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
-‐5-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 3 PELAKSANAAN STBM 3.1.
Komponen STBM
Program STBM dilaksanakan melalui proses pelembagaan 3 (tiga) komponen sanitasi total yang merupakan satu kesatuan integral saling berpengaruh yaitu: a). Penciptaan lingkungan yang kondusif; b). Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi; dan c). Peningkatan penyediaan sanitasi. !"#$#%&'('#)) *$#%&+#%'#)) ,'#%)&-#.+/$0)
5#/6(+/$-#'*$/'/$)
!"#$#%&'('#)) 1"2+(+3'#)/'#$('/$)
!"#$#%&'('#)) 4"#,".$''#)/'#$('/$)
Gambar 3.1. Komponen sanitasi total Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian 5 (lima) pilar STBM. A.
Penciptaan Lingkungan yang Kondusif
Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemimpin Pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan komitmen bersama untuk melembagakan program pembangunan sanitasi perdesaan, yang diharapkan akan menghasilkan: •
Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk melaksanakan program STBM yang dinyatakan dalam surat kepeminatan;
-‐6-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
•
Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-‐lain;
•
Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, yang menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non pemerintah;
•
Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan kapasitas;
•
Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan pembelajaran.
B.
Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi
Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan sanitair, berupa : a.
Pemicuan perubahan perilaku;
b.
Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi;
c.
Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;
d.
Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;
e.
Memfasilitasi terbentuknya komite/tim kerja masyarakat;
f.
Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi.
C.
Peningkatan Penyediaan Sanitasi
Peningkatan penyediaan sanitasi secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu : 1. Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau; 2. Menciptakan dan memperkuat jejaringan pasar sanitasi perdesaan; 3. Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar sanitasi. 3.2.
Tahapan Pelaksanaan STBM
Pelaksanaan STBM dilakukan melalui tahapan kegiatan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam kurun waktu penyelesaian siklus, 3 sampai dengan 5 tahun. Keseluruhan tahapan persiapan pelaksanaan STBM di semua tingkat harus memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga didapatkan keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM.
-‐7-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Tahapan Pelaksanaan STBM
!"#$%&$'$$'()(-+',%$-( %"1$2$-$'(3$'( 2$&4$.$%$-,
!".&+$8$'(:*;<()*+',%$-( 5$678$-"',
!".&+$8$'(:*;<()*+',%$-( !./0+'&+( !".&+$8$'(:*;<()(*+',%$-( !7&$-, !" :$1<)'-'1,RB:K, HR80%'G,B+'12'0G, :$28%'1G,K0)+$0)'J, 5" 62784'(),2'1, 48%31)4'(),4$, -$%$0)1+'>,2'$0'>, ?" #$199'*),-8+$1(), -$%.)'<''1, E" #$19$%.'194'1, -$1)194'+'1,4'-'()+'(, )1(+)+3(), F" #$19$%.'194'1,()(+$%, -$%'1+'3'1G,$7'*3'(), 2'1,-$%.$*'/'0'1,,
!" O)($+,:'('0,+)194'+,, :08-)1(),Q,4'/)'1, +$0>'2'-,*)194319'1, -$1234319,=-'2', 4'.3-'+$1,('('0'1", 5" #$%.'1931,(+0'+$9), :$%'('0'1,,K$%)+0''1, 2'1,4$.)/'4'1, .$4$0/'('%',2$19'1, (+'4$>8*2$0,-08-)1()", ?" #$19)2$1+)@)4'(), .$0.'9'),-)*)>'1, -$%.)'<''1,,.$0('%', 4'.3-'+$1,2'*'%, -$19$*8*''1,'199'0'1,,
!" 62784'(),4$-'2', -$%$0)1+'>,4'.3-'+$1, 2$19'1,%$*).'+4'1, BK:L,+$04')+,2'1, 4$;'%'+'1", 5" :$1<3(31'1,(+0'+$9), -$19$*8*''1,-0890'%,, BCD#,4'.3-'+$1, %$*)-3+)G,48%)+%$1G, 0$1;'1','4()G, ($9%$1+'()MN81)19M ;*3(+$0)19M-$1+'>'-'1, 0$1;'1',-$1$0'-'1, (+0'+$9),-$%'('0'1G,, 0$1;'1',-$%'1+'3'1G, -$19$*8*''1,.'1+3'1, 2'1,0$1;'1',(+0'+$9), -$*'4('1''1G, -$%'1+'3'1G,0$1;'1', -$19$*8*''1,.'1+3'1, 2'1,O$1;'1', -$%.$*'/'0'1,($0+', '199'0'1,!AF,+'>31", ?" D$0('%',P1(+'1(), 4$;'%'+'1, %$19)2$1+)@)4'(),2'1, %3*'),%$*'4('1'4'1, %$4'1)(%$,-$%);3'1, .$02'('04'1, 4$-$%)1'+'1,, -‐8-‐
!"#$%&$'$$')(*+',%$-( 5$678$-"'(3$'( %"1$2$-$'9, !" 62784'(),2'1,(8()'*)('(), -0890'%,BCD#,4$-'2', (+'4$>8*2$0,4$;'%'+'1, 5" #$1<3(31,0$1;'1',2'1, )%-*$%$1+'(), 48%31)4'(),-$03.'>'1, -$0)*'43, ?" #$%.'1931, 4$%'%-3'1,(3--*<, *84'*,31+34, %$*'4('1'4'1,(+0'+$9), -$%'('0'1,<'19,2)-)*)>", E" #$19'48%82'(), -$0%)1+''1,%'(<'0'4'+, 2'*'%,-08($(,BCD#, F" #$%.'1931,4'-'()+'(,, 4'.3-'+$1,2'1, 4$;'%'+'1,31+34, %$19)%-*$%$1+'()4'1, 0$1;'1',-$*'4('1''1G, -$%'1+'3'1,2'1, -$%.$*'/'0'1G,+$0%'(34, -$%'1+'3'1,2'1, 7$0)@)4'(),'4($(,('1)+'(), ($(3'),)12)4'+80" H;81+8>I,7$0)@)4'(),BDB, 31+34,-)*'0,('+3,J,,,
!" :$*'4('1''1, -$1)194'+'1, -$0%)1+''1,($*'0'(, 2$19'1,-$%);3'1,2), %'(<'0'4'+",, 5" :$*'4('1''1,0$1;'1', -$%'1+'3'1= %$19$1'*4'1,%$+82$, -$%'1+'3'1,-'0+)()-'+)&, 8*$>,%'(<'0'4'+,%$*'*3), -$%);3'1, ?" #$198-$0'()4'1,()(+$%, 7$0)@)4'(),($(3'), )12)4'+80,%'()19A %'()19,-)*'0,,
!"#$%&$'$$'()*+',%$-( !./0+'&+, !" #$%&'()*)+'(), -$%.$*'/'0'1,2'1, -$%'1+'3'1,*)1+'(, 4'.3-'+$1,, 5" 62784'(),2'*'%,0'194', -$0*3'('1,2'1, -$19$%.'19'1,-0890'%,,
3.3.
Peran Kelembagaan
Sesuai dengan Undang-‐undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, penanganan sanitasi menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah, baik dalam hal kebijakan maupun penganggaran. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa pelaksanaan program STBM menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dimana pemerintah kabupaten menjadi pelaksana utama program STBM. Selain dengan pendanaan melalui APBD kabupaten untuk pembangunan sanitasi perdesaan, pelaksanaan STBM di kabupaten akan didukung oleh Pemerintah dalam penyediaan bantuan teknis untuk pengembangan kapasitas institusi. Untuk mendapatkan bantuan teknis tersebut, kabupaten diharuskan untuk menyusun proposal yang berisi peta jalan (road map) STBM kabupaten atau Rencana Strategis pembangunan higien dan sanitasi kabupaten dengan format yang akan disediakan dalam Panduan Teknis STBM. Pemerintah provinsi akan memberikan bimbingan untuk memastikan proposal STBM yang dikembangkan kabupaten telah sesuai dengan prinsip dan prosedur STBM dan mengkonsolidasikan proposal kabupaten untuk diserahkan kepada Pemerintah. Pemerintah provinsi juga akan menyiapkan proposal untuk rencana koordinasi pelaksanaan STBM tingkat provinsi yang didalamnya termasuk melaksanakan riset pasar tingkat provinsi, melakukan kajian lingkungan yang mendukung (enabling environment) pada kabupaten sasaran dan mengembangkan kemitraan dengan organisasi non pemerintah (seperti dengan program-‐program Corporate Social Responsibility). Keterlibatan pemangku kepentingan lainnya (donor, LSM, swasta, institusi pendidikan, institusi agama, dll) mendukung upaya Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program STBM berupa dukungan pembiayaan, advokasi, dan bantuan teknis. Dukungan yang dilakukan oleh lembaga non pemerintah ini dapat dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan maupun tahapan pelaksanaan, sesuai dengan keberadaan dan kapasitas dari pemangku kepentingan tersebut. Dukungan tersebut wajib dikoordinasikan dengan Pemerintah/ pemerintah daerah maupun lembaga koordinasi di wilayah setempat agar sesuai serta bersinergi dengan kebijakan dan strategi nasional STBM. Peran masyarakat adalah pelaku utama, motivator dan fasilitator STBM dalam penyusunan rencana aksi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari rencana aksi yang telah tersusun.
3.4.
Mekanisme dan Koordinasi
a. Mekanisme Dukungan Peningkatan Kapasitas Dukungan dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah daerah akan disediakan oleh Pemerintah selama satu tahun anggaran berdasarkan skala prioritas dan kepeminatan. Setelah itu diharapkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Mekanisme dukungan dari pusat akan dilakukan setelah proposal disetujui, dan diprioritaskan pada provinsi yang telah siap untuk melakukan riset pasar dalam mengembangkan strategi pemasaran sanitasi guna mengembangkan pasar sanitasi perdesaan. Dukungan Pemrintah akan diprioritaskan untuk membantu kegiatan persiapan dalam membangun advokasi lingkungan politik dan kelembagaan yang kondusif, termasuk
9
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
pengembangan kapasitas fasilitator dan pelatih tingkat kabupaten. Pelaksanaan pengembangan kapasitas akan diberikan melalui pelatihan bertahap atau metode yang lebih efektif. Peningkatan dan perluasan cakupan STBM ke seluruh kabupaten menggunakan alokasi pembiayaan swadaya pemerintah daerah dan sumber daya tenaga kerja yang dikembangkan selama tahun pertama. b. Tenaga Pelatih dan Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Tim fasilitator nasional akan dipilih dari kalangan umum, pemerintah dan swasta, LSM, lembaga penelitian dan akademik, yang akan dipanggil secara berkala untuk melaksanakan program guna membangun keterampilan yang berbeda yang dibutuhkan oleh pengelola program sanitasi dan higien serta para pelaksana program STBM. Berdasarkan identifikasi kebutuhan dan kesenjangan, Sekretariat STBM Nasional mengemban peran sebagai fasilitator untuk mengokohkan program peningkatan kapasitas para staf pemerintah daerah pada berbagai tingkatan. Sekretariat STBM juga berperan dalam pemantauan perkembangan program serta sebagai pengelola data dan informasi. Kerangka kerja pengembangan kapasitas pembangunan sanitasi perdesaan akan dikembangkan dengan materi pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tingkatan institusi dari mulai provinsi, kabupaten, kecamatan, pusekesmas, sampai dengan tingkat masyarakat. Penjabaran kerangka kerja pengembangan kapasitas, beserta tugas pokok, dan fungsi setiap lembaga dalam pelaksanaan STBM ini akan diuraikan secara detail di dalam Pedoman Teknis STBM.
Contoh Materi Program Pengembangan Kapasitas Lembaga
-‐ Advokasi program, pendanaan dan koordinasi -‐ Melakukan fasilitasi pelatihan -‐ Pemantauan dan fasilitasi pembelajaran -‐ Mengelola dan bekerjasama dengan lembaga riset pasar dan desain komunikasi
-‐ Mengelola dan memantau program -‐ Advokasi dan komunikasi dalam mempengaruhi Bupati/legislatif -‐ Memfasilitasi wirausaha sanitasi -‐ Memicu dengan pendekatan CLTS dan tindak lanjut
-‐ Memobilisasi masyarakat -‐ Ketrampilan dalam memicu -‐ Tindak lanjut, pemantauan dan verifikasi ODF -‐ Memfasilitasi dalam memilih opsi teknologi sanitasi dan pilihan informasi.
Gambar 3.2 -‐10-‐ lembaga dalam pelaksanaan STBM Kerangka kerja pengembangan kapasitas
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
c. Koordinasi Pelaksanaan
Dalam melaksanakan mekanisme tersebut kebutuhan koordinasi menjadi bagian penting yang wajib ada pada masing-‐masing peran dan jenjang wilayah sesuai tugas pokok serta fungsinya (tupoksi). 1. Koordinasi STBM di tingkat pusat, terdiri dari Tim Pengarah Nasional STBM dan Tim Pembina Nasional STBM. Keduanya memiliki deskripsi kerja yang berbeda yang akan saling mendukung. 2. Koordinasi STBM tingkat Provinsi, dimulai dari Gubernur, Tim Pembina STBM Tingkat Provinsi dan SKPD terkait di Tingkat Provinsi, institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat provinsi termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 3. Koordinasi STBM tingkat Kabupaten/Kota, dimulai dari Bupati/Wali Kota, SKPD terkait tingkat kabupaten/kota, Tim Pembina STBM Kabupaten/Kota, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat kabupaten/kota termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 4. Koordinasi STBM tingkat Kecamatan dimulai dari Camat Kepala Wilayah Kecamatan, Tim Kerja STBM Kecamatan, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat kecamatan termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. 5. Koordinasi STBM tingkat Desa, dimulai dengan Kepala Desa, Tim Kerja STBM Desa, dan institusi atau perorangan yang menjadi pelaku STBM di tingkat desa/masyarakat termasuk elemen pelaku supply yang terintegrasi ke dalam komponen pelaksanaan program STBM. Keberadaan sekretariat di daerah tergantung pada kebutuhan atau dapat diintegrasikan menjadi tugas kelompok kerja teknis yang telah ada, seperti Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) dan Tim Teknis STBM.
-‐11-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Kementerian
Sekretariat STBM
Nasiona l Gubernur SKPD Terkait
Tim STBM Provinsi
Provinsi
Bupati/Wali kota SKPD Terkait
Tim STBM Kab/Kota
Kab/Ko ta
Camat Tim Kerja STBM Kecamatan Kecamata
n
Kepala Desa Tim Kerja STBM Desa
Tim Kerja STBM Dusun/RW
Gambar 3.3 Diagram Mekanisme dan Koordinasi Pengelolaan STBM
-‐12-‐
K e c
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 4 PEMBIAYAAN STBM Sumber dan pola pembiayaan serta pengalokasiannya harus dapat diarahkan untuk menciptakan program STBM dalam skala luas, berkelanjutan, dan menciptakan rasa kepemilikan terhadap program. Secara umum prinsip pembiayaan program STBM diarahkan untuk menggali dan mendorong potensi-‐potensi yang ada dari sektor terkait dan sumber-‐sumber yang ada di masyarakat, termasuk potensi kegiatan sosial kolektif yang ada di masyarakat seperti gotong royong untuk mewujudkan akses masyarakat terhadap sarana untuk semua pilar. Subsidi tidak diperbolehkan untuk pembangunan sarana sanitasi dasar yang didefinisikan sebagai sarana sanitasi rumah tangga/jamban atau sarana individual lainnya. Subsidi hanya dapat dilakukan untuk sarana sanitasi komunal yang dilengkapi dengan sistim pengelolaan yang disepakati masyarakat di komunitas yang telah mencapai status tidak buang air besar sembarangan. 4.1 Sumber Pembiayaan Sumber pembiayaan program STBM dapat diperoleh dari Pemerintah melalui APBN dan pemerintah daerah melalui APBD. Selain sumber pembiayaan Pemerintah/ pemerintah daerah, juga terdapat sumber pembiayaan dari non pemerintah yang berasal dari lembaga donor, organisasi non pemerintah atau LSM, swasta, masyarakat, serta sumber lain yang sah dengan tetap mengacu pada prinsip-‐prinsip pembiayaan program STBM. Perusahaan milik negara dan swasta publik diwajibkan menyisihkan dana untuk manfaat sosial baik melalui kegiatan program kemitraan bina lingkungan (PKBL) bagi perusahaan milik negara, dan corporate social responsibility – CSR untuk perusahaan swasta publik. Agar dana sosial perusahaan-‐perusahaan ini sejalan dengan program-‐ program Pemerintah, khusus untuk program STBM diperlukan suatu mekanisme di pemerintah daerah yang mengatur keterlibatan swasta dalam penyusunan upaya bersama dengan mengidentifikasi sinergi kepentingan antara pemerintah daerah dan pihak swasta. 4.2 Pola Pembiayaan Pola pembiayaan program STBM bersifat saling mengisi dan terpadu baik sumber pembiayaan Pemerintah/ pemerintah daerah (keterpaduan antar program) maupun antara pemerintah dengan non pemerintah. Sumber pembiayaan pemerintah dapat dalam bentuk kerjasama antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Sedangkan sumber pembiayaan pemerintah dengan non pemerintah didasarkan atas kerjasama atau kemitraan secara proporsional misalnya dalam bentuk sharing anggaran, kegiatan pendampingan, ataupun kerjasama sponsor. 4.3 Komponen Pembiayaan Komponen pembiayaan mengacu pada uraian kegiatan program STBM yang dilakukan dari tingkat pusat sampai tingkat masyarakat seperti yang diuraikan pada Bab 3
-‐13-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
sebelumnya. Sumber dan pola pembiayaan harus dapat menjamin kepastian pelaksanaan kegiatan program STBM yang menjadi komponen pembiayaan. Jika dikaitkan dengan pola dan komponen pembiayaan kegiatan STBM, sumber pembiayaan dibagi ke dalam dua jenis yaitu sumber pembiayaan utama dan alternatif. Sumber pembiayaan utama terhadap satu kegiatan program STBM adalah sumber pembiayaan yang wajib diadakan oleh pemerintah seperti yang dimandatkan undang-‐ undang ataupun peraturan pemerintah lainnya. Sedangkan sumber pembiayaan alternatif merupakan dana yang bersifat pelengkap terhadap pembiayaan utama dalam kaitannya untuk memperluas cakupan program STBM ataupun penguatan rangkaian kegiatan STBM. Meskipun sumber pembiayaan alternatif dapat disalurkan langsung kepada target penerima manfaat namun tetap harus mengikuti prinsip-‐prinsip pembiayaan program STBM. Pada tabel berikut dapat dilihat matriks ilustrasi komponen pembiayaan dikaitkan dengan sumber dan sifat pembiayaan. Tabel 4.1. Ilustrasi sumber pembiayaan Tingkatan
Komponen Pembiayaan
Sumber Pembiayaan Alternatif
Pelaksanaan – tingkat pusat
Pengembangan NSPK (Norma, Standar, Pedoman, Kriteria)
APBN
Donor, LSM
Pengembangan roadmap STBM
APBN
Donor, LSM
Advokasi dan komunikasi ke pemerintah daerah
APBN
Donor, LSM
Menggali potensi pembiayaan luar pemerintah
APBN
Donor, LSM
Pelaksanaan pengembangan kapasitas institusi
APBN
Donor, LSM
Mengembangkan sistem pemantauan, evaluasi dan pembelajaran
APBN
Donor, LSM
Memfasilitasi pembelajaran dan pemantauan lintas kabupaten
APBD
Donor, LSM
Advokasi dalam rangka perluasan dan pengembangan program
APBD
Donor, LSM
Pelaksanaan – tingkat provinsi
Riset pasar tingkat provinsi dan kajian terhadap lingkungan pendukung – pada kabupaten sasaran Membangun strategi pemasaran, kemitraan dan kebijakan bekerjasama dengan pemangku kepentingan provinsi
Sumber Pembiayaan Utama
-‐14-‐
APBN APBD
Donor, LSM
APBN APBD APBN
Donor, LSM
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Sumber Pembiayaan Utama
Sumber Pembiayaan Alternatif
Memfasilitasi pembelajaran dan pemantauan lintas kabupaten
APBD
Donor, LSM
Advokasi dalam rangka perluasan dan pengembangan program
APBD
Donor, LSM
Advokasi kepada pemerintah kabupaten dengan melibatkan SKPD terkait dan kecamatan
APBD
Donor, LSM
Penyusunan strategi pengelolaan program STBM kabupaten meliputi, komitmen, rencana aksi, segmentasi / zoning / clustering / pentahapan rencana penerapan strategi pemasaran, rencana pemantauan, pengelolaan bantuan dan rencana strategi pelaksanaan, pemantauan, rencana pengelolaan bantuan dan rencana pembelajaran serta anggaran 1–5 tahun
APBD
Donor, LSM
Bersama instansi kecamatan mengidentifikasi dan mulai melaksanakan mekanisme pemicuan berdasarkan kepeminatan
APBD
Donor, LSM
Pelaksanaan – tingkat kabupaten dan kecamatan.
Advokasi dan sosialisasi program STBM kepada pemangku kepentingan kecamatan
APBD
Donor, LSM
Menyusun rencana dan implementasi komunikasi perubahan perilaku
APBD
Donor, LSM, swasta
Membangun kemampuan supply lokal untuk melaksanakan strategi pemasaran yang dipilih
APBD
Donor, LSM, swasta
Tingkatan
Komponen Pembiayaan Mengidentifikasi berbagai pilihan pembiayaan bersama kabupaten dalam pengelolaan anggaran
Persiapan tingkat kabupaten
Pelaksanaan – tingkat kecamatan dan
Mengakomodasi permintaan masyarakat dalam proses STBM
APBD
Donor, LSM, swasta
Pelaksanaan peningkatan permintaan selaras dengan pemicuan di masyarakat
APBD
Donor, LSM, swasta,
-‐15-‐
masyarakat
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Tingkatan masyarakat
Komponen Pembiayaan
Sumber Pembiayaan Alternatif
Pelaksanaan rencana pemantauan dengan mengenalkan metode pemantauan partisipatif oleh masyarakat melalui pemicuan
Masyarakat
Mengoperasikan sistem verifikasi sesuai indikator masing-‐masing pilar
Masyarakat
Sumber Pembiayaan Utama
-‐16-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB V PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN STBM Sebelum dimulainya pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), program sanitasi di Indonesia cenderung berfokus kepada menghitung pertumbuhan jumlah sarana yang terbangun (output), dengan tidak membedakan kualitas sarana (sehat atau tidak sehat). Namun STBM adalah sebuah progam untuk perubahan perilaku higien dan sanitasi dan karena itu sekarang, pemantauan dan evaluasinya akan lebih berfokus kepada OUTCOME perubahan perilaku tersebut. Tujuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program STBM adalah untuk dapat mengukur perubahan dalam pencapaian program serta mengidentifikasi pembelajaran yang ada dalam pelaksanaannya. Secara khusus, tujuan dari pemantauan dan evaluasi dalam STBM antara lain: a) Memantau proses dan kemajuan pelaksanaan program; b) Mengontrol kualitas pelaksanaan program; c) Mengevaluasi dampak untuk menentukan apakah kegiatan atau intervensi yang dilakukan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan bagi penerima manfaat dan pemangku kepentingan lainnya; d) Memantau kinerja pelaksana program dalam menjamin keberhasilan program; e) Menjadi pijakan untuk penyusunan rencana tahun selanjutnya; f) Menjadi bahan dasar untuk pengelolaan pengetahuan. Meskipun pemantauan dan evaluasi di daerah akan cukup bervariasi pelaksanaannya, berdasarkan pengalaman yang ada dari proyek higien dan sanitasi perdesaan di Indonesia, sistem manajemen informasi dari hasil pemantauan yang akan dikembangkan dan dilembagakan pada lembaga pemerintah daerah setidaknya memenuhi prinsip-‐prinsip sebagai berikut:
•
Masyarakat penting untuk dilibatkan dalam memantau kemajuan dan mengevaluasi dampak, bersama-‐sama dengan pemerintah daerah;
•
Akurat, yaitu informasi yang disampaikan harus menggunakan data yang benar, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan;
•
Karena itu, pemantauan diterapkan melalui sistem informasi satu pintu, yaitu kabupaten/ kota melalui lembaga yang disepakati bertanggung jawab dalam memverifikasi aliran data dan informasi yang dilaporkan ke tingkat provinsi dan nasional;
•
Pemantauan kemajuan sebaiknya mengisi kebutuhan memantau target MDG nasional;
•
Informasi hasil pemantauan harus tersedia tepat waktu untuk membuat
-‐17-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
perbaikan program dengan segera; •
Saat sistem pemantauan nasional telah berjalan, pemerintah daerah sebaiknya menghubungkan pemantauan berbasis masyarakat dengan rantai informasi dari masyarakat hingga kabupaten dan provinsi ke tingkat nasional;
•
Informasi ini dapat diolah dan dianalisis disesuaikan dengan kebutuhan di masing-‐masing tingkatan;
•
Umpan balik penting sekali dilakukan, agar manfaat dari hasil pemantauan dan pelaporan yang berjenjang ini dapat dirasakan oleh setiap pemangku kepentingan yang ada di masing-‐masing tingkat.
Sesuai dengan amanat otonomi daerah, Pemerintah berkewajiban untuk memberikan panduan umum sebagai pedoman bagi pemerintah daerah. Begitu pula halnya pada sistem pemantauan dan evaluasi, Pemerintah memberikan panduan sistem pemantauan dan evaluasi beserta indikator kinerja lima pilar STBM. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dilakukannya pengelompokan secara nasional dalam pendataan untuk penyusunan kebijakan program STBM berskala nasional. Pembangunan kapasitas di pemerintah daerah perlu disediakan oleh Pemerintah termasuk kapasitas bagi pelaksanaan Sistem Manajemen Informasi daerah berdasarkan data pemantauan masyarakat, konsolidasi dan penggunaan datanya untuk peningkatan program di tingkat kabupaten dan provinsi, dan secara rutin terjadi pelaporan data dari masyarakat ke kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional menggunakan inovasi teknologi.
-‐18-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
5.1.
Kerangka Pemantauan Pencapaian dan Kinerja Program
Pengembangan kerangka kerja pemantauan pada STBM akan mengikuti pola pikir sebagai berikut: Tujuan (Goal)
Hasil Capaian (Outcome)
Kegiatan (Activities)
Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku
Mewujudkan layanan yang berkesinambungan di kelima pilar perubahan perilaku, meliputi stop BABS, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang aman, pengelolaan sampah dengan aman, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman.
• Penciptaan DEMAND yang luas, agar terjadi kesinambungan perilaku higien dan sanitasi • Pengembangan cakupan layanan higien dan sanitasi melalui peningkatan SUPPLY yang luas dan berkesinambungan • Perluasan kegiatan program melalui penguatan kelembagaan dan penciptaan lingkungan yang mendukung, melalui pembelajaran dan pengelolaan pengetahuan
Masukan (Input)
• Bantuan teknis • Adanya lembaga pelaksana tingkat lokal (LSM, Swasta, Ormas, dll) • Mobilisasi masyarakat • Dukungan personil dan anggaran pemerintah pusat dan daerah • Pendanaan dari luar (swasta dan lembaga donor)
Gambar 5.1. Kerangka pemantauan dan evaluasi STBM Gambaran pelaksanaan pelaksanaan dan evaluasi untuk setiap tingkatan indikator diuraikan seperti di bawah ini: 1. Indikator input dan output dapat dipantau secara periodik sesuai pelaksanaan masing-‐masing kegiatan. Misalkan: informasi anggaran sanitasi pemerintah daerah dapat secara rutin termutakhirkan setiap tahunnya. Demikian pula dengan jumlah fasilitator dan pelatih STBM, dapat termutakhirkan setiap tahunnya.
-‐19-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2. Indikator capaian dari masing-‐masing pilar dapat dipantau dengan sistem pemantauan rutin yang dikembangkan oleh Pemerintah, dengan menggunakan dan menghubungkan mekanisme pemantauan yang telah ada di masing-‐masing daerah. Indikator capaian ini perlu termutakhirkan lebih sering (misal: mingguan atau bulanan), agar memenuhi fungsi ketepatan waktu untuk digunakan dalam perbaikan program. 3. Untuk memantau indikator dari tujuan atau goal yaitu mengukur seberapa besar terjadi penurunan kejadian diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya, dilakukan melalui suatu studi khusus. Kegiatan ini dilakukan setelah hasil program telah dapat terlihat dampaknya, misal: minimal 3-‐5 tahun dari intervensi awal. 5.2.
Pemantauan Pencapaian
Mengacu kepada pola pikir di atas, maka dapat diuraikan indikator capaian2 seperti di bawah ini: Tabel 5.1. Indikator capaian Pilar STBM 1. Stop buang air besar sembarangan (Stop BABS)
Indikator pencapaian terkait perilaku Jumlah dan persentase penduduk tidak buang air besar sembarangan.
2. Cuci tangan pakai Setiap anggota keluarga sabun (CTPS) cuci tangan pakai sabun pada waktu-‐waktu kritis.
3. Pengelolaan air • minum/makanan yang aman
Jumlah dan persentase rumah tangga melakukan
Indikator pencapaian terkait akses •
Jumlah dan persentase rumah tangga menggunakan sarana jamban sehat3.
•
Jumlah desa/kelurahan di kabupaten yang mencapai SBS/ODF, dicek ulang setiap tahun setelah deklarasi ODF
•
Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki dan menggunakan sarana untuk melakukan CTPS;
•
Setiap institusi pendidikan dan kesehatan memiliki sarana untuk melakukan CTPS.
•
Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki
Indikator keberhasilan 100%
100%
100%
2 Definisi operasional untuk masing-‐masing pilar dikonfirmasikan dengan subdit terkait. 3 Definisi harus sesuai kebutuhan pemantauan target MDG nasional dan JMP
-‐20-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Pilar STBM (PAMM RT)
Indikator pencapaian terkait perilaku pengelolaan air minum dengan aman •
Jumlah dan persentase rumah tangga melakukan pengelolaan makanan yang aman
Indikator pencapaian terkait akses sarana untuk melakukan pengelolaan air minum dengan aman •
Indikator keberhasilan
Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki sarana untuk melakukan pengelolaan makanan yang aman
4. Pengelolaan sampah rumah tangga (PS RT)
Setiap rumah tangga melakukan pengelolaan sampah dengan aman
Setiap rumah tangga mengakses sarana untuk melakukan pengelolaan sampah
100%
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga (PLC RT)
Jumlah dan persentase rumah tangga mengelola limbah cairnya dengan aman
Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki sarana pengelolaan limbah cair yang aman
100%
Indikator proses dan capaian tambahan yang mungkin dilembagakan dan digunakan oleh Pemda untuk tujuan tertentu, antara lain: •
Menginventaris dan memutakhirkan daftar fasilitator dan pelatih CLTS/STBM dan penyedia layanan sanitasi yang terlatih di kabupaten;
•
Jumlah dan jenis sarana sanitasi yang diadopsi oleh konsumen, termasuk yang dibangun oleh penyedia layanan terlatih setiap tahunnya;
•
Jenis dan rata-‐rata biaya berbagai jenis sarana yang dibangun, untuk pilar STBM yang berbeda;
•
Jumlah dan persentase sekolah dengan ketersediaan yang cukup dari sarana jamban dan cuci tangan pakai sabun yang berfungsi;
•
Rasio investasi program dan investasi masyarakat yang muncul; investasi program dan pencapaian akses; investasi program untuk setiap komunitas SBS/ODF yang dicapai;
•
Persentase komunitas yang dipicu yang dapat mencapai SBS/ODF pada tahun pelaksanaan berjalan, dan kumulatifnya;
•
Waktu pencapaian SBS/ODF setelah pemicuan dilakukan.
Tercapainya kondisi semua masyarakat telah BAB ke jamban sehat, dapat disebut bahwa masyarakat tersebut telah mencapai SBS (stop buang air besar sembarangan)4. Sementara itu bila suatu masyarakat telah mencapai ke-‐lima pilar STBM, dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai komunitas “STBM Teladan”
4 SBS merupakan konteks dalam bahasa Indonesia untuk ODF (Open Defecation Free). Suatu
komunitas dapat dikatakan SBS dijelaskan lebih lanjut pada Panduan Pemantauan dan Evaluasi STBM.
-‐21-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
5.3.
Pemantauan Kinerja Program Pemerintah Daerah
Keberhasilan pencapaian indikator hasil-‐hasil kegiatan STBM seperti tertuang pada sub-‐ pokok bahasan (A) tidak terlepas kepada bagaimana pemerintah daerah melaksanakan strategi programnya dengan baik dan tepat sasaran. Pemantauan kinerja program pemerintah daerah ini menjadi penting dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti di bawah ini: •
Pemantauan kinerja harus memungkinkan pembuat kebijakan dan pengelola program untuk memantau kinerja secara rasional dan dengan demikian ada upaya menyalurkan sumber daya dengan tepat dan aksi perbaikan atas dasar kekuatan dan kelemahan yang diidentifikasi;
•
Menghubungkan pemantauan input, output dan proses dengan outcome yang diinginkan melalui sistem pemantauan STBM yang dikembangkan;
•
Pemantauan berkala membantu menandai kesenjangan dalam akurasi data dan ketepatan waktu pelaporan;
•
Benchmarking harus dikaitkan dengan insentif untuk mendorong peningkatan kinerja;
•
Evaluasi program yang sudah berjalan, untuk menentukan strategi pelaksanaan program (rencana strategis) ke depan yang lebih efisien.
Dengan pertimbangan-‐pertimbangan di atas diharapkan ada perbaikan kualitas hasil, lebih efisien, dan terjadi efektivitas biaya yang berdampak kepada program lebih keberlanjutan dan perluasan program, serta lebih fokus kepada pentargetan masyarakat miskin. Prinsip dasar dalam melakukan pemantauan kinerja program pemerintah daerah ini adalah independensi pelaksanaan pemantauannya. Berdasarkan pengalaman yang ada di provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, pelibatan pihak ketiga yang independen seperti institusi media massa menjadi penting perannya dalam membangun kompetisi yang baik dan terbuka. Pemantauan kinerja program pemerintah daerah terkait dengan aspek sanitasi akan mengacu kepada indikator sebagai berikut: Tabel 5.2. Indikator pemantauan kinerja Kelompok indikator
Indikator pemantauan kinerja
Input
Rasio anggaran sanitasi per rumah tangga yang belum terlayani
Semakin besar, bobot nilainyaakan lebih baik
Proporsi anggaran sanitasi untuk kegiatan non-‐konstruksi dari total anggaran sanitasi daerah
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Persentase kemajuan pemicuan kelima pilar STBM pada tahun pelaksanaan
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Output
-‐22-‐
Bobot penilaian
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Kelompok indikator
Indikator pemantauan kinerja
Bobot penilaian
berjalan (terhadap baseline)
Outcome5
Jumlah penyedia jasa terlatih yang menyediakan layanan sanitasi per Kecamatan
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Jumlah vendor/ pengusaha sanitasi per Kecamatan
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Persentase kemajuan pencapaian SBS/ODF terhadap jumlah pemicuan STBM pada tahun pelaksanaan berjalan (terhadap baseline)
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
Persentase peningkatan akses ke jamban Semakin besar, bobot nilainya sehat (terhadap baseline) akan lebih baik Investasi masyarakat yang muncul untuk Semakin besar, bobot nilainya setiap satu juta rupiah investasi program akan lebih baik Jumlah investasi program untuk setiap komunitas SBS/ODF
Semakin kecil, bobot nilainya akan lebih baik
Peningkatan akses yang diperoleh ke sanitasi yang baik untuk setiap satu juta rupiah investasi program
Semakin besar, bobot nilainya akan lebih baik
5.4.
Pengelolaan Pengetahuan Program STBM
Prinsip pengelolaan pengetahuan pada program STBM adalah melestarikan pengetahuan dan pembelajaran mengenai sanitasi total. Pengelolaan pengetahuan setidaknya terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu: (i)
Identifikasi pembelajaran (inovasi, praktik unggulan, dll) yang berguna untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas program; Contoh kegiatan identifikasi pembelajaran dan sekaligus sebagai mekanisme evaluasi adalah melalui: Review pengalaman program untuk pembelajaran, yang merupakan kegiatan berbagi pembelajaran dan analisis pengalaman antar kabupaten, untuk mempercepat alih-‐ pengetahuan dan pembelajaran antar kabupaten dan mendorong kompetisi secara sehat untuk meningkatkan kualitas hasil program. Kabupaten pun dapat melakukan dan memfasilitasi kegiatan ini untuk antar kecamatan.
(ii)
Pengemasan dan pengarsipan pembelajaran dalam bentuk yang dapat didiseminasikan dan diakses oleh para pemangku kepentingan dengan mudah kapanpun diperlukan; dan
(iii)
Diseminasi pembelajaran kepada para pemangku kepentingan.
5 Indikator yang dapat dikembangkan untuk pemantauan kinerja ini baru dapat dijabarkan untuk pilar satu (Stop BABS) dari 5 pilar STBM.
-‐23-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Ketiga tahapan tersebut merupakan sebuah siklus yang perlu selalu dijaga pelaksanaannya agar pembelajaran yang didapatkan selalu akan dimutakhirkan sesuai kondisi di lapangan. Pelaksanaan ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan dengan kegiatan pemantauan dan evaluasi. Identifikasi pembelajaran dapat dengan melakukan survey, wawancara, lokakarya (untuk berbagi pengalaman), kegiatan tindak lanjut hasil temuan kegiatan pemantauan evaluasi/audit, dll. Setelah itu pembelajaran yang teridentifikasi dipilah mana yang dianggap bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi program di daerah tersebut, kemudian dikemas dalam bentuk yang dapat didiseminasikan dan diakses dengan mudah. Pengemasan misalkan dijadikan tulisan/buku, presentasi, foto, video, dll. Pembelajaran yang telah dikemas kemudian didiseminasikan pada para pemangku kepentingan agar mendapatkan lebih banyak masukan dan dapat dipraktekkan lebih luas lagi. Pembelajaran dalam dikelompokkan menurut 6 (enam) strategi STBM, yaitu: A. Penciptaan lingkungan yang kondusif; B. Peningkatan kebutuhan; C. Peningkatan penyediaan; D. Pengelolaan pengetahuan; E. Pembiayaan; dan F. Pemantauan dan evaluasi. 5.5.
Peran dan Fungsi Pemangku kepentingan dalam Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi STBM dilakukan di semua tingkatan dengan pelaporan berjenjang. Indikator pencapaian dilakukan mulai tingkat masyarakat (desa/dusun) sedangkan indikator kinerja program dilakukan mulai tingkat kecamatan. Program STBM yang dilaksanakan saat ini memiliki banyak pemangku kepentingan. Untuk mensinergikan berbagai pemangku kepentingan ini, maka diperlukan pembagian peran. Berikut ini adalah pembagian peran yang dapat dilakukan. Tabel 5.3. Pembagian peran dalam pemantauan dan evaluasi Pemangku kepentingan
Peran
Pemerintah/ pemerintah daerah
Mensinergikan dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya yang ada dari semua pemangku kepentingan untuk kepentingan pemantauan – evaluasi dan pengelolaan pengetahuan.
Swasta
Mengembangkan berbagai alat bantu pemantauan dan evaluasi bersama pemerintah daerah.
Donor
Memfasilitasi peningkatan pemantauan dan evaluasi.
-‐24-‐
kapasitas
yang
diperlukan
untuk
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
LSM/NGO
Perguruan Tinggi
Sekolah
Masyarakat
•
Memfasilitasi pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi.
•
Memfasilitasi kegiatan pemantauan dan evaluasi partisipatif.
•
Memfasilitasi dokumentasi dan diseminasi pembelajaran.
•
Memfasilitasi mekanisme pengelolaan data.
•
Memfasilitasi mekanisme knowledge sharing.
•
Mengembangkan pusat informasi dan pembelajaran STBM di daerah.
•
Menjadi pusat informasi dan pembelajaran higien dan sanitasi di tingkat masyarakat.
•
Memfasilitasi kegiatan pemantauan dan evaluasi partisipatif di sekolah.
Melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi partisipatif
-‐25-‐
Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
BAB 6 PENUTUP Masalah yang terkait dengan air minum, higien dan sanitasi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Untuk itu diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi acuan untuk mengatasi masalah tersebut secara nasional. Dengan adanya Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat diharapkan para pemangku kepentingan dapat melaksanakan program dengan baik sehingga berkontribusi dalam menurunkan secara signifikan angka kejadian diare dan penyakit berbasis lingkungan serta mencapai target RPJMN dan MDGs nomor 7. Semoga apa yang menjadi harapan di atas dapat terwujud dengan baik. Kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya, baik gagasan pemikiran dan kontribusi lainnya diucapkan banyak terima kasih. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
-‐26-‐