PEDOMAN TEKNIS TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN
1.
Umum a.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Kondisi tersebut sebagai anugerah dan perekat persatuan bangsa, namun disisi lain apabila tidak dikelola dengan tepat dapat menjadi sumber potensi konflik, sehingga konflik sosial akan sering mewarnai situasi kamtibmas di berbagai wilayah.
b.
Berbagai potensi konflik yang bersumber dari akar masalah yang beragam tersebut, seharusnya bisa dideteksi dan diidentifikasi lebih dini, sehingga dapat dapat dilakukan upaya antisipasi antisipasi dan pencegahanny pencegahannya a agar potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik terbuka.
c.
Pemolisian
Masyarakat
(Polmas)
merupakanstrategi yang digunakan
atau
community
policing
dalam melaksanakan tugas
Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Binkamtibmas). Melalui strategi tersebut diharapkan dapat terbangun kepedulian, kepekaan, dan kebersamaan kebersamaan antara anggota anggota Polri dengan masyarakat dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial,
khususnya
mengeliminir berbagai potensi konflik yang ada. d.
Strategi Polmas selama ini belum sepenuhnya diterapkan dalam mengantisipasi berbagai potensi konflik yang muncul, begitu juga dengan langkah penanganan ketika terjadi konflik terbuka seringkali bersifat reaktif, parsial dan tidak sistematis yang mengakibatkan
2 munculnya komplain terhadap tindakan Polri yang eksesif, dugaan terjadinya pelanggaran pelanggaran HAM, bahkan ada penilaian ragu-ragu, ragu-ragu, tidak mampu serta seolah ada kesan terjadi pembiaran. e.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, mengamanatkan dilakukannya upaya penanganan konflik sosial yang lebih komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel, dan transparan mulai dari pencegahan, penghentian, dan pemulihan
pascakonflik.
Sehingga
langkah-langkah
Polri
dalam
menangani konflik sosial seyogyanya mengacu pada ketentuan perundang-undangan tersebut. f.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka perlu dibuat Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial di lingkungan Polri.
2.
Dasar a.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia T ahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
b.
Undang-Undang
Nomor
32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; c.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia;
d.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;
e.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;
f.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri;
3 g.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009
tentang
Penggunaan
Kekuatan
Dalam
Tindakan
Kepolisian; h.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 2009 tentang Sistem Operasional Kepolisian; Kepolisian;
i.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Manajemen Operasi Kepolisian;
k.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2009 tentang Manajemen Manajemen Penanggulangan Penanggulangan Bencana; Bencana;
l.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010,tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Penanggulangan Huru-hara;
m.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2012
tentang
Tata
Cara
Penyelenggaraan
Pelayanan,
Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum; n.
Prosedur Tetap Polri Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Penanggulangan Anarki.
3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penyusunan
Pedoman
Teknis
Penanganan
Konflik
Sosial
ini
dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi anggota Polri dalam pelaksanaan penanganan konflik sosial secara komprehensif dengan mengikutsertakan berbagai unsur terkait, sehingga penanganannya dapat lebih komprehensif, terintergatif, dan sistematis serta mencapai hasil yang diharapkan.
4
b.
Tujuan Adapun tujuannya adalah agar dalam pelaksanaan tugas Polri dalam Penanganan konflik sosial dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga mencapai hasil yang optimal.
4.
Ruang lingkup Ruang lingkup pembahasan pedoman Teknis Penanganan Konflik sosial meliputi identifikasi potensi konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik dalam keadaan sebelum status keadaan konflik ditetapkan.
5.
Tata urut Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial disusun dengan tata urut sebagai berikut :
6.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK
BAB III
PENCEGAHAN KONFLIK
BAB IV
PENGHENTIAN KONFLIK
BAB V
PEMULIHAN PASCA KONFLIK
BAB VI
KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENANGANAN KONFLIK
BAB VII
PENDANAAN
BAB IX
PENUTUP
Pengertian-pengertian a.
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia dimaksud
dalam
Undang-Undang
Dasar
sebagaimana
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945. b.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat,
menegakkan
hukum,
serta
memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
5 c.
Tentara Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat TNI, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, adalah alat
negara yang bertugas
mempertahankan,
melindungi,
dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. d.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah
sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. e.
Konflik Sosial adalah perseteruan dan atau benturan fisik dengan kekerasan
antara
dua
berlangsung dalam
kelompok
waktu
tertentu
mengakibatkan ketidakamanan dan mengganggu stabilitas
nasional
masyarakat
atau lebih
dan berdampak disintegrasi
sosial
dan menghambat
luas
yang yang
sehingga
pembangunan
nasional. f.
Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
g.
Pranata Adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.
h.
Pranata Sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat (LMD,FKDM, dan lain-lain).
i.
Focus Group Discussionyang selanjutnya disingkat FGD adalah suatu diskusi kelompok dengan mengumpulkan orang dari latar belakang pengalaman yang sama, untuk menambah dan memperdalam informasi, membangun kesepakatan / komitmen, mengklairifikasi informasi dan memperoleh opini-opini yang berbeda mengenai satu permasalahan tertentu.
j.
Restorative Justice adalah suatu pendekatan dalam penyelesaian suatu kasus yang lebih menitik beratkan terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi para pihak yang berkonflik yang dilaksanakan diluar pengadilan.
6 k.
Tindakan tegas dan terukur adalah serangkaian tindakan kepolisian yang dilakukan oleh anggota Polri, baik perorangan maupun dalam ikatan kesatuan secara profesional, proporsional dan tanpa ragu-ragu serta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
l.
Kelompok rentan adalah orang yang perlu mendapat prioritas untuk diberikan penyelamatan dan pertolongan seperti orang lanjut usia, anak-anak, wanita hamil, dan penyandang cacat.
m.
Potensi
Gangguan
selanjutnya
disingkat
PG,
merupakan
situasi/kondisi yang merupakan akar masalah dan atau faktor stimulan/pencetus yang berkorelasi erat terhadap timbulnya AG dan / atau GN. n.
Ambang Gangguan selanjutnya disingkat AG adalah kondisi gangguan Kamtibmas yang jika dibiarkan tidak ada tindakan kepolisian dapat meningkat menjadi gangguan nyata.
o.
Gangguan
Nyata
selanjutnya
disingkat
GN
adalah
gangguan
keamanan berupa kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat berupa jiwa raga ataupun harta benda. p.
Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan anarki atau pelaku kejahatan
lainnya
yang
mengancam
keselamatan,
atau
membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat. q.
Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terangterangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan
norma
hukum
yang
mengakibatkan
kekacauan,
membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain.
7 r.
Penggunaan Kekuatan adalah segala upaya untuk pengerahan daya, potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian untuk menanggulangi anarki.
s.
Tindakan pasif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak mencoba menyerang, tetapi tindakan mereka mengganggu atau dapat mengganggu ketertiban masyarakat atau keselamatan masyarakat, dan tidak mengindahkan perintah anggota Polri untuk menghentikan perilaku tersebut.
t.
Tindakan aktif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk melepaskan diri
atau melarikan diri dari anggota Polri tanpa
menunjukkan upaya menyerang anggota Polri. u.
Tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau kehormatan kesusilaan.
v.
Tindakan agresif yang bersifat segera adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang
yang dapat menyebabkan luka parah atau
kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum.
8 BAB II IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK
Identifikasi potensi konflik merupakan serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
secara sistematis dan terencana guna mengidentifisir setiap potensi konflik ada melalui langkah inventarisasi potensi konflik, penelitian dan penentuan prioritas penanganannya. 7.
Inventarisasi potensi konflik Merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan,
mendatakan, serta mengelompokan berbagai potensi konflik yang dapat bersumber dari : a.
permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya, antara lain berupa :
b.
1)
perselisihan dalam pelaksanaan Pemilu atau Pemilukada;
2)
reaksi atas kenaikanharga BBM dan atau Sembako;
3)
penggusuran tempat tinggal atau tempat usaha;
4)
kesenjangan antara kelompok /kecemburuan sosial;
5)
perkelahianantar warga/kelompok/pelajar; dan sebagainya.
perseteruan antar dan atau intern umat beragama, antar suku, dan antar etnis, antara lain berupa : 1)
reaksi atas pendirian rumah ibadah atau rumah/bangunan dijadikan tempat ibadah;
c.
2)
perbedaan aliran interndan atau antar umat beragama;
3)
penistaan agama;
4)
konflik antar suku/etnis, ras dan golongan, dan sebagainya.
sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan atau provinsi, antara lain berupa : 1)
pemekaran wilayah;
2)
klaim atas wilayah tertentu;
3)
batas wilayah yang tidak jelas; dan sebagainya.
9
d.
sengketa sumber daya alam
antar masyarakat dan atau antara
masyarakat dengan pelaku usaha, antara lain berupa : 1)
tumpang tindih kepemilikan lahan;
2)
perizinan yang bermasalah;
3)
pembebasan lahan yang merugikan masyarakat;
4)
penguasaan lahan secara sepihak;
5)
pencemaran/perusak lingkungan,dan
6)
persaingan
antar
perusahaan/pemilik
modal
dalam
mengeksploitasi Sumber daya alam (SDA); dan sebagainya. e.
distribusi
sumber
daya alam yang
tidak
seimbang dalam
masyarakat, antara lain berupa :
8.
1)
masalah irigasi atau perebutan sumber air;
2)
eksplorasi SDA yang berlebihan,dan
3)
penimbunan/kelangkaan Sembakodan BBM; dan sebagainya.
Penelitian/pendalaman potensi konflik Penelitian/pendalaman potensi konflik dilakukan untuk mengetahui anatomi dan akar masalah potensi konflik, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
mengumpulkan data untuk memetakan potensi konflik, meliputi : 1)
Sumber dan jenis potensi konflik;
2)
Latar belakang, asal usul konflik dan perkembangannya;
3)
kelompok dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam konflik, termasuk kelompok pendukung dan simpatisan;
4)
organisasi (Ormas, Orpol, OKP, LSM, dsb) yang terlibat dalam konflik;
5)
faktor struktural, laten dan faktor pemicu konflik;
6)
luasan konflik dan luasan obyek sengketa;
7)
letupan-letupan konflik kecil yang pernah muncul;
8)
isu atau kisaran suara yang berkembang di masyarakat;
9)
hasil penelitian atau pendalaman sebelumnya terhadap lokasi konflik tersebut;
10 10)
mengidentifikasi aktor yang terlibat atau key person sesuai peran masing-masing (pemain lapangan, aktor intelektual, pendana dan sebagainya).
b.
memahami karakteristik, komposisi, budaya, adat istiadat dan tokohtokoh masyarakat (elit, menengah, bawah) meliputi: 1)
mengidentifikasi karakteristik dan komposisi masyarakat (antara lain: perilaku, suku bangsa);
2)
mendalami adat istiadat masyarakat yang terlibat konflik;
3)
menggali kearifan lokal yang dapat di dayagunakan dalam menyelesaikan konflik (antara lain : pranata adat dan pranata sosial); dan
4)
menginventarisir tokoh masyarakat (pemuda, agama, adat), yang berpengaruh dan dianggap mampu memberikan kontribusi dalam penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah.
c.
melakukan analisis terhadap
data diatas dan permasalahan yang
muncul kepermukaan untuk menemukan akar permasalahannya dengan cara : 1)
mengelompokan, mengkaitkan dan
mencari hubungan sebab
akibat dari akar masalah yang terjadi dari setiap konflik kecil; 2)
menentukan akar masalah yang paling menentukan terjadinya konflik;
d.
melakukan koordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan potensi konflik
yang akan terjadi, untuk mencari solusi agar potensi konflik
tidak berkembang menjadi konflik terbuka meliputi: 1)
mendorong
Instansi
terkait,
untuk
bersama-sama
Polri
menangani akar permasalahan konflik di wilayah sejak dini; 2)
memberikan
masukan
kepada
Instansi
terkait
untuk
penyelesaian masalah agar tidak berkembang menjadi konflik terbuka; 3)
Polri dan Instansi terkait secara bersama-sama
melibatkan
Toga, Tomas dan pihak terkait mencari solusi penyelesaian konflik yang ada di wilayah. 4)
Membuat alternatif pemecahan konflik, dengan cara:
11 a)
mengedepankan kegiatan Polmas (Comunity Policing ) dengan
melakukan
langkah-langkah
pendekatan dan pembinaan
persuasif,
terhadap para pihak yang
berpotensi menimbulkan konflik: 1)
mengupayakan aparat Polri harus dekat dengan masyarakat
yang
berkonflik,
agar
bisa
mengendalikannya,dan beraktivitas sehari - hari dilingkunganmasyarakat yang berkonflik (bila perlu untuk sementara waktu tinggal dilokasi tersebut); 2)
Susupkan anggota intelsus untuk bertempat tinggal didesa tersebut untuk mengetahui seluk beluk dan rencana warga desa tersebut;
3)
Petugas binmas dan bhabinkamtibmas melakukan pembinaan dan penggalangan terbuka kepada masyarakat,
melalui
berbagai
kegiatan
serta
aktivitas sosial lainnya, seperti: olahraga, kesenian, keagamaan. b)
membentuk FGD dalam rangka mencari solusi dengan mengikut sertakan tokoh pemuda, masyarakat, agama, adat, key person, instansi terkait dan para pakar dibidangnya;
c)
mengedepankan pranata adat atau pranata sosial dalam penyelesaian konflik melalui musyawarah untuk mufakat;
d)
melakukan penegakan hukum terhadap para pihak yang melakukan pelanggaran hukum.
9.
Menentukan skala prioritas penanganan potensi konflik dengan cara : a.
memetakan semua potensi konflik yang terjadi di wilayah hukum masing-masing , meliputi: 1)
mengklasifikasisemua sumber potensi konflik;
2)
membuat prioritas penanganan potensi konflik;
3)
langkah-langkah penanganan yang sudah dan atau akan dilakukan;
12 4) b.
menunjuk pejabat atau petugas yang bertanggung jawab.
membuat perkiraan khusus intelijen terhadap potensi konflik yang ada diwilayah dengan cara: 1)
menganalisa situasi daerah potensi konflik;
2)
Mengelompokan posisi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik berdasarkan interest / kepentingan mereka;
3)
memperkiraan ancaman yang akan timbul;
4)
merekomendasi langkah tindak lanjut penanganan potensi konflik.
c.
melakukan analisa intelijen untuk menentukan bobot kerawanan potensi konflik (sangat rawan, rawan dan aman) yang didasari antara lain : 1)
jenis potensi konflik;
2)
sumber potensi konflik;
3)
jumlah pihak yang terlibat;
4)
perkiraan dampak/akibat yang ditimbulkan dari konflik apabila terjadi.
d.
memprioritaskan penanganan potensi konflik dimulai pada bobot kerawanan tertinggi (“sangat rawan”), melalui berbagai alternatif pemecahan konflik sebagaimana tercantum dalam poin 8 huruf d angka 4).
13 BAB III PENCEGAHAN KONFLIK
Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dengan cara memelihara
kondisi
damai
dalam
masyarakat,
mengembangkan
sistem
penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik,dan membangun Sistem Peringatan Dini (SPD). 10.
Memelihara kondisi damai dalam masyarakat. a.
bersama-sama penyuluhan
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
kepada masyarakat tentangberbagai permasalahan
sosial, yang materinya meliputi: 1)
mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;
2)
menghormati perbedaan suku, bahasa dan adat istiadat orang lain;
3)
menghargai hak, pendapat dan kebebasan orang lain;
4)
mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa; dan
5)
menghormati hak atas kepemilikan orang lain/badan yang dijamin dan dilindungi oleh undang undang;
6)
mengembangkan komunikasi lintas budaya, suku dan agama dalam bentuk forum atau kegiatan sosial bersama;
7)
mengembangkan sikap saling gotong royong dalam berbagai kegiatan walau dalam kelompok yang berbeda; dan
8)
Menumbuhkembangkan sikap rasa kesetiakawanan sosial dan saling membantu terhadap sesama yang memerlukan bantuan dan atau terkena musibah.
b.
menghimbau masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang berpotensi konflik melalui musyawarah untuk mufakat dan tidak melanggar hukum, melalui:
14 1)
Babinkamtibmas
melaksanakan
perpolisian
masyarakat
(polmas) dan mengaktifkan FKPM (Forum Komunikasi Polisi dan Masayarakat) atau nama lain dengan fungsi yang sama dengan cara : a)
mengunjungi warga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda,
tokoh adat, LSM, tokoh
Parpol, petani, nelayan, tukang ojek
dan berbagai
komunitas lainnya; b)
melakukan komunikasi dan dialog dengan berbagai komunitasserta menghimbau untuk : (1)
membantu pencegahan konflik (a)
bersikap
peka
permasalahan
dan
peduli
sosial
lingkungannya,
yang
serta
menyelesaikannya
terhadap terjadi
proaktif bersama
di
dalam aparat
pemerintah; (b)
ikut
aktif
mempengaruhi
masyarakat
sekitarnya dalam membangun kehidupan yang rukun, toleran, saling menghormati dan menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat, seperti : perbedaan
agama,
suku, bahasa, adat istiadat dan sebagainya; (c)
tidak melanggar hukum dan mendorong penyelesaian
perselisihan
dalam
masyarakat dilingkungannya melalui dialog dan musyawarah untuk mufakat; (d)
bersedia
membantu
memberikan
informasi
permasalahan menimbulkan
Polri
yang konflik
perkembangannya;
dengan tentang berpotensi dan
15 (e)
memberikan bantuan pikiran dan jalan pemecahan untuk menyelesaian potensi konflik agar tidak berkembang menjadi konflik terbuka;
(f)
mengkoordinir dan membina generasi muda di lingkungan tempat tinggalnya kearah yang positif.
(2)
membantu tugas kemanusiaan (a)
bersediamenjadi relawan untuk menolong dan menyelamatkan korban konflik;
(b)
membantu
memberikan
sementara,
sebelum
penampungan ada
tempat
pengungsian; (c)
membantu penanganan pengungsi yang biasanya
dengan
fasilitas
yang
serba
terbatas; (d)
membantu sumbangan
mencarikan untuk
para
bantuan
atau
korban
dan
pengungsi, baik berupa : pembiayaan, donor
darah,
obat-obatan,
pakaian,
makanan dan sebagainya; (e)
membantu tenaga untuk bergotong royong memperbaiki
perumahan
atau
fasilitas
umum yang rusak akibat konflik. (3)
membantu tugas Polri (a)
bersedia menjadi mitra Polri dalam : i.
memberikan
penyuluhan
kepada
masyarakat; ii.
melakukan komunitas
pembinaan dalam
terhadap masyarakat
(perpolisian komunitas ); dan iii.
menyelesaikan permasalahan atau perselisihan dalam masyarakat;
16 (b)
turut aktif memberikan informasi kepada Polri
tentang
orang
memprovokasi
yang
sengaja
masyarakat
untuk
menimbulkan konflik maupun hal-hal yang terkait dengan tindak pidana; (c)
bersedia
untuk
membantu
menjaga
keamanan lingkungan masing-masing untuk mencegah terjadinya tindak pidana maupun konflik sosial; (d)
menjadi
pelopor
masyarakat
dan
teladan
untuk
dalam hal kepatuhan dan
ketaatan pada hukum serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat ; (e)
bersedia proses
menjadi hukum
saksi
terhadap
terkait pelaku
dengan tindak
pidana. c)
apabila dari komunikasi dan dialog ditemukan masalah sosial yang dapat berkembang menjadi gangguan kamtibmas, dapat mengajak tokoh masyarakat dan beberapa
warga
yang
terkait
ke
FKPM
untuk
bermusyawarah guna menyelesaikan masalah tersebut agar tidak berkembang menjadi gangguan kamtibmas. 2)
memberdayakan pranata adat
dan / atau pranata sosial
agar aktif menangani permasalahan sosial, terutama yang mengarah pada potensi konflik sosial, dengan cara : a)
mendorong pranata adat dan atau pranata sosial dalam menyelesaikan setiap permasalahan sosial semaksimal mungkin melalui musyawarah untuk mufakat;
b)
meyakinkan pranata adat dan atau pranata sosial, tokohtokoh masyarakat, aparat setempat dan masyarakat bahwa setiap permasalahan dalam masyarakat harus diselesaikan oleh masyarakat itu sendiri
tanpa campur
17 tangan
pihak
luar,sehingga
permasalahan
dapat
dilokalisir dan tidak meluas; c)
Apabila belum ada penyelesaian,dapat melibatkan tokoh rujukan dari dari luar yang disetujui para pihak, serta memberikan
gambaran
tentang
implikasi
aktif
apabila
permasalahan tersebut tidak dapat dapat diselesaikan; diselesaikan; d)
Apabila
permasalahan
belum
juga
selesai,
agarmenyarankan kepada para pihak yang bermasalah untuk menyelesaikannya melalui prosedur formal. c.
memberdayakan peran media massa, massa, agar
situasi damai dalam
masyarakat tetap terpelihara, dengan cara : 1)
melakukan komunikasi, pendekatan dan penggalangan penggalangan terhadap media massa ( cetak, elektronik), media sosial, radio yang ada di wilayahnya
untuk
memuat
berita
yang
seimbang
dan
menyejukkan masyarakat; 2)
apabila terdapat berita dari media massa yang berdampak meresahkan,memperparah,
atau
memancing
perpecahan
masyarakat, segera melakukan koordinasi dan pendekatan untuk melakukan konter ataumenetralisir ataumenetralisir berita; 3)
terhadap isu-isu yang provokatif atau menyesatkan yang berkembang di masyarakat, segera membuat konterisuuntuk konterisuuntuk diseberluaskanmelaluii diseberluaskanmelalu
sms,media massa,
jejaring sosial,
maupun public maupun public adress; 4)
membuat pesan-pesan kamtibmas yang bersifat penerangan, penyuluhan, himbauan atau peringatan kepada masyarakat untuk disebar luaskan melalui media massa, tempat ibadah, sekolah,
kantor
pemerintah,
tempat
hiburan,
iklan
dan
sebagainya; 5)
memberikan data dan informasi kepada media massa yang cepat, akurat dan seimbang; dan
6)
mendorong pembuatan iklan layanan sosial yang bertujuan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
18 d.
meningkatkan sinergitas dengan instansi terkait untuk terkait untuk memberikan himbauan kepada kepada masyarakat masyarakat agar tidak melanggar hukum hukum dan tidak melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah,dengan cara: 1)
Mengadakan dan atau memanfaatkan pertemuan-pertemuan dengan instansi terkait untuk terkait untuk dapat : a)
Memberikan informasi terkait permasalahan sosial yang ada,
dan
sekaligus
memberikan
saran
yang
bisa
dilakukan oleh instansi terkait lainnya; b)
sebaliknya Polri juga menerima informasi
dari instansi
terkait tentang permasalahan sosial yang ada dan saran tindak lanjutnya; c)
melakukan dialog/diskusi /bertukar pikiran untuk mencari penyelesaian permasalahan sosial, hukum, dan ketertiban umum lainnya;
d)
memberikan masukan tentang program Polmas dan mengajak
instansi
menggelorakannya,
terkait dalam
untuk rangka
turut
serta
menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk melakukan pengamanan dilingkungannya
masing-masing,
baik
lingkungan
pemukiman, lingkungan industri maupun lingkungan perkantoran; 2)
Membantu
Pemda Pemda dalam usaha membina wilayah demi
terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah, antara lain : a)
Membantu
pemerintah
daerah
dalam
menegakkan
Peraturan Daerah untuk mewujudkan ketertiban wilayah; b)
Ikut
membina
masyarakat
dengan
menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk mampu menjaga keamanan dan ketentraman dilingkungan masing-masing; c)
ikut memelopori kerja bhakti dan gotong royong dalam membangun fasilitas umum, rumah ibadah dan lain-lain dalam rangka membangun kebersamaan;
19 d)
Mengembangkan dialog dan ngobrol-ngobrol warga masyarakat
dengan
tentang hal-hal yang yang aktual untuk
menambah wawasan masyarakat, utamanya tentang hukum dan demokrasi. 3)
membantu aparat penegak hukum lainnya (Kejaksaan dan Pengadilan)
dalam
rangka
melaksanakan
program
KADARKUM. 4)
Membantu
TNI TNI
dalam
usaha
membina
ketahanan
wilayah, antara lain : a)
Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka bela Negara;
b)
Membantu penyelenggaraan penyelenggaraan program TMMD; dan
c)
Membantu penyelenggaraan Bhakti Sosial dan fungsi pembinaan
teritorial
yang perlu
ditangani
secara
bersama. e.
Melakukan penanganan terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum agar tidak berkembang menjadi permasalahan
yang lebih luas,
dengan cara: 1)
merespon dengan cepat setiap permasalahan yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Polri : a)
fungsi Sabhara melakukan penutupan dan pengamanan TKP;
b)
SPKT bersama fungsi reserse segera mendatangi TKP dan melakukan melakukan olah TKP bersama unsur unsur bantuan teknis lainnya ;
c)
Fungsi lalu lintas melakukan pegaturan lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan lalulintas dan penumpukan massa;
d)
fungsi
intelijen
permasalahan
yang
melakukan terjadi
dan
analisis membuat
terhadap terhadap prediksi
terhadap dampak atau ekses yang akan muncul serta rekomendasinya;
20 e)
fungsi Reskrim melakukan pencarian saksi-saksi dan barang bukti untuk bahan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut; dan
f)
apabila
kejadian
tersebut
berdampak
terjadinya
pengumpulan massa, maka dilakukan langkah-langkah persuasif dengan memberdayakan pranata adat/sosial, tokoh
yang
berpengaruh
dan
pihak
terkait
untuk
menghimbau agar massa membubarkan diri. 2)
melakukan penanganan terhadap kejadian yang bernuansa SARA atau kejadian lain yang cepat berkembang : a)
segera melakukan penanganan dengan cepat (jangan ditunda-tunda) dan perkirakan dampak yang akan segera timbul serta langkah antisipasinya;
b)
koordinasikan segera dengan forum komunikasi pimpinan daerah
(FKPD),
instansi
terkait
dan
tokoh-tokoh
masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan atau kejadian tersebut diatas; c)
bersamaan dengan itu disiapkan kekuatan pasukan Dalmas, Brimob dan back up TNI untuk mengantisipasi manakala terjadi gejolak sosial;
d)
menyebarkan personel intelijen pada kelompok-kelompok yang potensial bereaksi untuk mendeteksi rencana aksi mereka maupun aspirasi yang berkembang dan bisa juga sebagai upaya penggalangan untuk penggagalan;
e)
terhadap provokasi dan isu yang berkembang, agar dilakukan himbauan-himbauan oleh petugas Binmas dan konterisu melalui kerjasama dengan provider phonsel; dan
f)
melakukan
upaya-upaya preventif melalui
kegiatan
patroli, penjagaan, pengamanan dan juga pengaturan kegiatan masyarakat.
21 11.
mengembangkan
sistem
penyelesaian
perselisihan
secara
damai
melalui : a.
mendorong pranata adat dan atau pranata sosial untuk menyelesaian perselisihan dalam masyarakat melalui musyawarah untuk
mufakat
yang hasilnya mengikat para pihak; b.
mengedepankan
restorative justice dalam upaya penyelesaian
perselisihan, khususnya terhadap pelanggaran hukum yang ringan atau kerugiannya kecil dan atau pelakunya anak-anak dan orang lanjut usia,melalui: 1)
memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tidak setiap
permasalahan
hukum
diselesaikan
melalui
sidang
pengadilan; 2)
mendorong adanya kesepakatan antara pihak yang berselisih dengan menitikberatkan pada perlindungan terhadap korban;
3)
mengikutsertakan pihak ketiga/mediator yang disepakati oleh para pihak yang berselisih;
4)
mengingatkan dan mensosialisasikan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak yang dituangkan dalam surat pernyataan bersama sebagai wujud atas penyelesaian permasalahan;
5)
mengingatkan dan mensosialisasikan hasil kesepakatan tertulis tersebut
sebagai
landasan/bahan
pertimbangan
bahwa
permasalahan tersebut tidak dilanjutkan ke pengadilan. c.
penyelesaian dengan cara penegakan hukum melalui proses peradilan merupakan langkah terakhir , apabila langkah sebagaimana tersebut poin a dan b tidak tercapai;
d.
memberikan keteladanan kepada masyarakat, bahwa anggota Polri juga tidak boleh main hakim sendiri, bersikap sewenang-wenang, melakukan kekerasandan apabila melanggar hukum juga harus diproses secara hukum.
12.
meredam potensi konflik melalui: a.
memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, yang meliputi:
22 1)
menginformasikan kepada pemerintah daerah tentang aspirasi masyarakat yang perlu diperhatikan dan berpotensi konflik;
2)
memberikan analisis terhadap kebijakan pemerintah daerah yang berpotensi menimbulkan konflik;
3)
menginformasikan tentang hot spot berpotensi terjadinya konflik
(daerah rawan) yang
pada kesempatan tertentu
(Musrenbangda, rapat FKPD, rapat Kominda); dan 4)
memberikan masukan penanganan potensi konflik yang juga menjadi
tugas
dan
tanggung
jawab
serta
kewenangan
pemerintahan daerah. b.
menerapkan tugas pelayanan masyarakat dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang meliputi: 1)
memberikan pelayanan kepolisian dengan tidak membebani masyarakat di luar dari ketentuan yang sudah ditetapkan;
2)
tidak
ada
keberpihakan/diskriminasi
dalam
memberikan
pelayanan kepolisian; 3)
memberikan
pelayanan
yang
cepat
dengan
tetap
memperhatikan kualitas standar pelayanan; dan 4)
transparansi dalam prosedur pelayanan kepolisian meliputi kepastian persyaratan, waktu dan biaya.
c.
memanfaatkan
FGD untuk mencari solusi terhadap permasalahan
yang berpotensi terjadinya konflik sosial, yang meliputi: 1)
menginventarisir berbagai permasalahan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik yang ada di wilayahnya;
2)
membuat skala prioritas untuk menentukan topik/permasalahan yang akan dibahas dalam FGD;
3)
menentukan para peserta yang akan diikutsertakan dalam FGD;
4)
mengundang
pakar
yang
berkompeten
sesuai
topik/permasalahan yang akan dibahas; dan 5)
menindaklanjuti hasil FGD oleh para pihak sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang berpotensi berkembang menjadi konflik sosial.
d.
proaktif dalam memediasi para pihak yang berkonflik, agar tidak berkembang menjadi konflik yang meluas, yang meliputi:
23 1)
mengundang para pihak yang berkonflik untuk duduk bersama dalam menyelesaikan permasalahannya;
2)
mendengarkan aspirasi kedua belah pihak yang berkonflik untuk mencari titik temu permasalahannya;
3)
mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak; dan
4)
mendorong
kedua
belah
pihak
yang
berkonflik
untuk
menyelesaikan permasalahan sesuai kesepakatan bersama. e.
membangun kemitraan dengan berbagai komunitas dalam masyarakat melalui penerapan Polmas guna mengeliminir potensi konflik, yang meliputi: 1)
menginventarisir komunitas dalam masyarakat yang dapat membantu untuk meredam potensi konflik;
2)
menjalin komunikasi yang intensif terhadap berbagai komunitas sehingga
memudahkan
koordinasi
apabila
sewaktu-waktu
dibutuhkandalam meredam potensi konflik; dan 3)
mendorong peran komunitas untuk menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang muncul dilingkungan/komunitasnya.
f.
menegakan hukum secara tegas, non-diskriminasi dan menghormati HAM, yang meliputi: 1)
menegakkan hukum terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum secara tegas sebelum berkembang menjadi konflik yang lebih luas;
2)
menindak para pelaku pelanggaran hukum dengan tidak ada keberpihakan;
3)
tidak mentolerir adanya tindakan main hakim sendiri, termasuk melakukan razia atau sweeping illegal baik secara kelompok maupun perorangan; dan
4)
dalam penegakan hukum, tidak melakukan kekerasan yang berlebihan (eksesif);
5)
mempedomani
ketentuan
perundang-undangan
menghormati norma-norma yang berlaku.
dan
24 13.
membangun Sistem Peringatan Dini (SPD) melalui: a.
mengoptimalkan peran jajaran Intelkam untuk melakukan deteksi dini, yang meliputi: 1)
memperbanyak jaringan informasidengan berbagai komunitas dalam masyarakat dan setiap orang yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi;
2)
melakukan komunikasi, pendekatan,dan koordinasi dengan tokoh masyarakat / agama / adat /pemuda mendapatkan
perkembangan
informasi
setempat untuk aktual
(karena
umumnya para tokoh tersebut banyak menerima pengaduan, keluhan, dan informasi lainnya dari masyarakat); 3)
melakukan penggalangan terhadap pihak-pihak yang berkonflik, untuk mendapatkan informasi terhadap isu yang berkembang ditengah masyarakat;
4)
mewajibkan kepada seluruh anggota yang melaksanakan tugas didaerah potensi konflik untuk membuat laporan informasi terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan; dan
5)
melakukan koordinasi dengan unsurKominda untuk mengupdate dan tukar menukar informasi terhadap permasalahan yang berkembang diwilayahnya.
b.
mengoptimalkan peran Bhabinkamtibmas, yang meliputi: 1)
menginventarisir dan mendatakan berbagai komunitas kelompok masyarakat
atau
yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi; 2)
melakukan pendekatan dan pembinaan secara intensif terhadap berbagai
komunitas
atau
kelompok
masyarakat
untuk
mendapatkan informasi secara dini tentang permasalahan yang ada diwilayahnya; 3)
mengidentifikasi setiap permasalahan yang berkembang di masyarakat yang dapat menjadi sumber potensi konflik dan melaporkan kepada pimpinan secara berjenjang;
4)
melakukan dialog dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang berkonflik
agar
tidak
melakukan
tindakan
yang
dapat
25 menimbulkan konflik dan meminta untuk menginformasikannya apabila ada pihak-pihak yang memancing konflik; 5)
mencatat dan melaporkan kepada pimpinan, apabila ada orang atau LSM atau Ormas dari luar daerah yang sering datang dan berpotensi memperkeruh / mendorong terjadinya konflik; dan
6)
melakukan koordinasi dan kerjasama denganberbagai pihak diwilayah penugasanya untuk meminimalisir berbagai potensi konflik.
c.
mengoptimalkan peran patroli Sabhara, yang meliputi: 1)
melakukan patroli dialogis guna mendapatkan informasitentang perkembangan situasi wilayah;
2)
meningkatkan intensitas patroli pada tempat/lokasi yang rawan terjadinya potensi konflik; dan
3)
mewajibkan pembuatan laporan hasil patroli yang mencakup informasi wilayah yang dapat dijadikan sebagai bahan rencana tindak lanjut.
d.
membangun komunikasi yang intensif
dengan media massa dan
jejaring sosial dalam rangka memperluas
jaringan informasi, yang
meliputi: 1)
melakukan penggalangan terhadap insan pers (wartawan, pimpinan redaksi, dan dewan pers) dalam rangka memperoleh informasi dan penyamaan persepsi terhadap permasalahan yang terjadi;
2)
membangun jaringan informasi melalui jejaring sosial (media twitter, facebook, internet
dan lain-lain) guna mendapatkan
informasi serta membangun opini positif tentang permasalahan yang berkembang; dan 3)
membangun komunikasi dengan berbagai komunitas radio amatir (ORARI, RAPI) untuk memperoleh dan menyebarkan informasi tentang permasalahan yang terjadi.
26 BAB IV PENGHENTIAN KONFLIK
Penghentian konflik merupakan serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi
perluasan
dan
eskalasi
konflik,
serta
mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda; langkah ini meliputi: 14.
Penghentian kekerasan fisik dilakukan dengan cara: a.
menghentikan
kekerasan
fisik
melalui
negosiasi
dengan
mengikutsertakan tokoh yang berpengaruh serta melibatkan pranata adat dan atau pranata sosial, melalui : 1)
mencari tokoh-tokoh yang berpengaruh, termasuk tokoh pada tatarangrassroot dari para pihak yang berkonflik untuk
diikut
sertakan dalam penyelesaian konflik yang terjadi; 2)
mempertemukan para tokohtersebut untuk menentukan dan menyepakati langkah-langkah penanganan yang akan diambil terutama langkah awal untuk meredam emosi para pihak atau massa yang berkonflik;
3)
mempertemukanperwakilanpara pihak yang berkonflik dengan didampingi para tokoh yang berpengaruh, untuk mencari solusi penyelesaian konflik yang disepakati dengan memperhatikan kearifan lokal yang berlaku dilingkungannya;
4)
mendorong para tokoh berpengaruh serta para pihak yang hadir
dalam
pertemuan
untuk
menyampaikan
hasil
kesepakatan kepada masing-masing kelompoknya; 5)
memantau implementasi serta perkembangan dari hasil kesepakatan bersama para pihak yang berkonflik untuk memastikan bahwa konflik benar-benar tuntas atau masih berpotensi untuk muncul kembali;
6)
apabila negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan, tetap harus diupayakan melalui lobi-lobi maupun mediasi dan juga intervensi
27 (tekanan
yang
positif)
untuk
mendapatkan hasil
yang
dikehendaki. b.
Apabila negosiasi sebagaimana poin a tidak berhasil dicapai, maka Polri mengeluarkan himbauan dan atau maklumat Kepolisian: 1)
menghimbau kepada pihak yang berkonflik untuk menahan diri dan tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum;
2)
himbauan dapat dibuat secara lisan, tertulis maupun melalui media massa untuk diketahui oleh masyarakat secara luas;
3)
mengeluarkan maklumat kepolisian terhadap para pihak yang berkonflik
apabila himbauan
tidak dipatuhi dan para pihak
melakukan tindakan yang bersifat konfrontatif dan atautidak mematuhi
perintah
polisi,sertasecara
terang-terangan
melakukan pelanggaran hukum, seperti: membawa senjata tajam, senjata api, senjata rakitan atau bahan peledak, melakukan kekerasan, sweeping, penjarahandan sebagainya; 4)
maklumat
kepolisian
dibuat,
sebagai
penegasan
adanya
pelanggaran hukum disertai dengan ultimatum akan ditindak tegas oleh aparat kepolisian; 5)
maklumat harus diumumkan atau disebarluaskan kepada masyarakat luas.
c.
menghentikan kekerasan fisik melalui penggelaran kekuatan Polri yang disesuaikan dengan fluktuasi atau eskalasi konflik yang dihadapi, dengan cara : 1)
menggelar kekuatan yang dimiliki kesatuan kewilayahan: a).
menggelar
satuan
dalmas
yang
dimiliki
kesatuan
kewilayahan; b)
mengerahkan seluruh satuan fungsi operasional yang ada pada kesatuan kewilayahan disesuaikan dengan konflik yang dihadapi; dan
c)
memobilisasi
anggota
staf
untuk
penggelaran kekuatan apabila dibutuhkan.
mendukung
28 d)
menggelar
peralatan
yang
dimiliki
Polri,
termasuk
peralatan utama dan peralatan khusus Polri; 2)
apabila penggelaran kekuatan kesatuan kewilayahan dianggap kurang,
dapat
mempedomani
meminta
up kekuatan
back
mekanisme
backupsatuan
atau
dengan
lapis-lapis
kekuatan dengan menerapkan pola: a)
sistemb a c k u p rayonisasi (satuan Polri terdekat), merupakan sistem backup yang dilakukan oleh satuan kewilayahan yang kedudukannya sejajar dengan satuan yang
meminta
backup,
yang
dilakukan
dengan
mekanisme sebagai berikut : (1)
membentuk rayonisasiyang disesuaikan dengan letak geografis serta situasi dan kondisi yang memudahkan pergeseran atau mobilitas pasukan: (a)
pada tingkat Polres, Polres membagi habis Polsek yang menjadi tanggungjawabnya
menjadi
rayon, contoh: Polres „A”
beberapa
mempunyai 20
Polsek dibagi menjadi 4 rayon, sehingga satu rayon terdiri dari 5 Polsek terdekat; (b)
pada tingkat Polda, Polda membagi habis Polres yang menjadi tanggungjawabnya
menjadi
rayon, contoh: Polda „A”
beberapa
mempunyai 20
Polres dibagi menjadi 4 rayon, sehingga satu rayon terdiri dari 5 Polres terdekat; (c)
untuk
satwil
perbatasan
baik
ditingkat
Polres/polda dapat menggunakan satwil terdekat
diluar
rayon
yang
telah
ditentukan,contoh: Polres “A” berada dalam rayon 1 pada polda “B” dapat meminta
29 batuan Polres “C” yang berada pada Polda “D”. (2)
permintaanback
up satuan
dilakukan
apabila
konflik yang terjadi berdasarkan perkiraanintelijen akan berkembang lebih luas dan tidak mampu dihadapi oleh satuan kewilayahan setempat; (3)
permintaanback up dilakukan oleh kasatwil yang membutuhkan back up kepada para kasatwil yang masuk dalam satu wilayah rayonisasidan atau kasatwil perbatasan terdekat;
(4)
permintaanbackup diajukan secara tertulis yang tembusannya
di
tujukan
kepada
satuan
atas,sedangkan permintaanb a c k u p untuk satwil perbatasan
tembusannya
ditujukan
kepada
satuan atas dari satwil yang diminta maupun yang meminta bantuan; (5)
dalam keadaan mendesak, permintaan back up dapat dilakukan secara lisan dan ditindaklanjuti dengan permintaan secara tertulis;
(6)
permintaan backup dapat berupapersonel maupun peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat ancaman yang dihadapi;
(7)
personel back up yang membantu penanganan konflik bersifat bawah Kendali Operasi(BKO) yang dikendalikan oleh kasatwil yang menerima back up.
b)
sistem b a c k u p satuan hierarkis, merupakan sistem backup yang dilakukan oleh satuan yang kedudukannya lebih tinggi dari satuan yang meminta backup, dengan mekanisme sebagai berikut :
30 (1)
permintaan backup dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Polres ke tingkat Polda dan tingkat Polda ke Mabes Polri;
(2)
permintaan
backup satuan
dilakukan
apabila
konflik yang terjadi berdasarkan perkiraan intelijen akan
berkembang lebih luas dan tidak mampu
dihadapi oleh satuan kewilayahan setempat; (3)
permintaan back up dapat berupa personel, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat ancaman yang dihadapi;
(4)
permintaan back up diajukan secara tertulis di tujukan kepada satuan atas dan dalam keadaan mendesak permintaan back up dapat dilakukan secara lisan dan ditindaklanjuti dengan permintaan secara tertulis;
(5)
personel back up yang dimintakan kepada satuan atas (Polda dan Mabes Polri) dari satuan fungsi operasional maupun satuan fungsi pendukung;dan
(6)
personel back up yang membantu penanganan konflik bersifat
bawah Kendali Operasi (BKO)
yang dikendalikan oleh kasatwil yang menerima back up. c)
permintaan perbantuan TNI; Dalam hal penyelesaian konflik yang membutuhkan bantuan TNI dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut : (1).
kriteria permintaan bantuan : (a)
terbatasnya personel Polri setempat baik kualitas maupun kuantitas untuk mengatasi konflik sosial;
31 (b)
sarana
dan
prasarana
pendukung
operasional Polri setempat dinilai tidak cukup untuk mengatasi konflik sosial; dan (c)
keadaan
geografis
memungkinkan
yang
satuan
back
tidak up
Polri
bertindak segera, sehingga membutuhkan bantuan TNI setempat untuk mengatasi konflik sosial. (2)
prosedur permintaan bantuan : (a)
permintaan perbantuan TNI dapat dilakukan secara lisan dan
harus ditindaklanjuti
secara tertulis paling lambat 1 x 24 jam, diajukan serendah-rendahnya oleh Kasatwil setingkat
Kapolres
ditujukan
kepada
Komandan Militer yang setingkat (Dandim, Danlanal, dan Danlanud); dan (b)
Kasatwil
yang meminta bantuan kepada
komandan satuan TNI, segera melaporkan kepada
atasannya
pada
kesempatan
pertama selambat-lambatnya 1 x 24 jam. (3)
permintaan bantuan TNI memuat antara lain: (a)
perkembangan situasi terakhir;
(b)
alasan permintaan bantuan;
(c)
jumlah kekuatan dan kemampuan
yang
diperlukan baik personel, alat utama, alat khusus,
peralatan
lain
maupun
perlengkapan yang dibutuhkan; (d)
sasaranatau lokasi bantuan diperlukan;
(e)
waktu
penugasan (kapan dimulai dan
kapan berakhir); dan (f)
dukungan administrasi dan logisitk.
32 (4).
hal-hal yang perlu diperhatikan : (a)
satuan TNI yang diperbantukan kepada Polri sepenuhnya di bawah kendali operasi dan
menjadi
Kepolisian
tanggung
wilayah
jawab
yang
Kepala
mendapat
perbantuan; (b)
batas-batas pelaksanaan tugas yang boleh dilakukan oleh satuan TNI ditetapkan oleh Kepala Kepolisian wilayah yang mendapat perbantuan TNI;
(c)
perubahan
penggunaan
kekuatan
atau
pengalihan sasaran agar dikoordinasikan dengan komandan satuan
TNI
yang
memberikan perbantuan; (d)
dalam permintaan bantuan kepada TNI, satuan terkecil yang dapat diminta adalah setingkat regu, permintaan bantuan tidak dapat berbentuk perseorangan; dan
(e)
dalam pelaksanaan tugas, satuan TNI yang diperbantukan
dapat
diberikan
sektor
tersendiri, terutama untuk mengamankan obyek vital (kantor pemerintahan, PLN, Telkom, PDAM, dll)
tetapi masih dalam
kendali Polri. d.
memperhatikan tahapan prosedur penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi : 1)
Tahap 1 :
menggelar atau menempatkan personel Polri dengan jumlah memadai sesuai tingkat ancaman yang dihadapi dengan kekuatan yang memiliki dampak deterrent atau pencegahan;
33 2)
Tahap 2 :
menggunakan
perintah
mehimbau,
memberi
memerintahkan
untuk
lisan
dengan
cara
peringatan
dan
menghentikan
tindakan
massa atau para pelaku. 3)
Tahap 3 :
Kendali tangan kosong lunak yaitu penggunan teknik yang tidak menyebabkan cedera yang dilakukan untuk menghadapi tindakan massa yang bersifat pasif, misalnya ketika petugas kepolisian memegang bahu atau memegang salah satu lengan seseorang untuk
dipindahkan dari
satu tempat ketempat lain; 4)
Tahap 4:
kendali tangan kosong keras; yaitu penggunaan teknik
yang
ringanyang
dapat
menyebabkan
dilakukan
untuk
cedera
menghadapi
tindakan massa yang bersifat aktif, misalnya polisi
memaksa
seseorang
untuk
mematuhi
perintahnya dengan cara menekan bagian tubuh tertentu,
menarik,
memanipulasi
menjatuhkan
persendian
dan
seperti
teknik
memelintir
tangan/jari; 5)
Tahap 5:
kendali senjata tumpul atau tongkat polisi dan senjata kimia (semprotan air, gas air mata atau alat lain sesuai standar Polri), yaitu penggunan teknik yang dapat menyebabkan cedera yang
dilakukan
untuk
menghadapi
berat
tindakan
massa yang bersifat agresif, misalnya ketika Polisi
menghalau
atau
membubarkan
para
pelaku/massa agar menjauh dari objek yang diamankan; 6)
Tahap 6 :
kendali dengan menggunakan senjata api yaitu penggunan cedera menghadapi
teknik
yang
serius, tindakan
dapat
yang
menyebabkan
dilakukan
massa
yang
untuk bersifat
34 agresif segera/anarki, dalam hal ini tindakan pelaku atau massa dapat menimbulkan bahaya ancaman luka parah atau kematian terhadap masyarakat
atau
anggota
Polri
atau
dapat
membahayakan keselamatan umum, misalnya: menyerang masyarakat atau petugas dengan mengunakan senjata api atau senjata tajam, membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, meledakkan gudang senjata atau amunisi, atau menghancurkan objek vital. penggunan
senjata
api
dilakukan
pelaku
dapat
dengan
mempertimbangkan: a)
tindakan
massa/para
secara
segera
menimbulkan luka parah atau kematian bagi masyarakat atau anggota Polri; b)
anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan massa/para pelaku;
c)
Penggunaan kekuatan dengan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan massa/para pelaku.
penggunan senjata api dilakukan dengan prosedur : a)
terlebih dahulu dilakukan tembakan peringatan apabila massa/para pelaku belum
melakukan tindakan agresif
yang bersifat segera dengan ketentuan : (1)
tembakan
peringatan
dilakukan
dengan
pertimbangan yang aman, beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan pelaku, serta tidak menimbulkan ancaman atau bahaya bagi orang-orang di sekitarnya.
35 (2)
tembakan peringatan hanya dilepaskan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian yang tinggi apabila alternatif lain sudah dilakukan tidak berhasil dengan tujuan untuk menurunkan moril massa atau para pelaku dan memberikan peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada massa atau para pelaku;
b)
tembakan peringatan tidak diperlukan ketika menangani bahaya ancaman yang dapat menimbulkan luka parah atau kematian bersifat segera, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan tembakan peringatan;
c)
tahapan
pengunaan
senjata
api
dilakukan
dengan
memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan mulai dari penggunaan peluru hampa, peluru karet atau sejenis, dan peluru tajam; d)
sasaran tembakan diarahkan pada bagian tubuh yang tidak mematikan dan bersifat melumpuhkan;
e)
dalam ikatan kelompok (pasukan PHH) penggunaan senjata api dibatasi pada anggota yang telah ditunjuk serta memiliki kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku;
Tahapan prosedur penggunaan kekuatan tersebut diatas, digunakan sesuai urutan tahapan apabila menghadapi tindakan massa yang bersifat eskalatif, sedangkan untuk menghadapi tindakan massa yang bersifat anarki spontan / sporadis dapat dilakukan tanpa melalui urutan tahapan atau langsung pada tahap 5 dan atau tahap 6 disesuaikan dengan tingkat ancaman yang dihadapi. e
melakukan tindakan tegas dan terukur kepada para pihak yang berkonflik yang berupaya memaksakan kehendak/memprovokasi aksi dengan mempedomani ketentuan : 1)
tindakan ketika terjadi kerumunan massa (crowd), namun belum mengarah pada tindakan anarkis dilakukan dengan cara : ( ref perkap 16/2006 ttg dalmas )
36 a)
menempatkan personel Polri berseragam (dalmas awal dan dalmas lanjutan) untuk melakukan pengamanan di tempat kerumunan massa / para pihak yang berkonflik;.
b)
melakukan
upaya
melakukan
tidakan
pencegahan destruktif
agar
massa
(merusak,
tidak
menyerang
kelompok lainnya) c)
melokalisir kerumuman massa dari para pihak yang berkonflik
agar
tidak
terjadi
benturan
fisik
dan
bergerak/merambat ke lokasi lain; d)
menunjuk negosiator untuk melakukan himbauan kepada para pihak yang berkonflik untuk dapat menahan diri dan tidak terprovokasi.
e)
mengambil
gambar
(foto
maupun
video)
selama
kerumunan massa berlangsung; f)
satuan fungsi lain melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi
masing-masing
yang
mendukung
kegiatan
pengamanan, contoh :
-
fungsi intel melakukan deteksi dan penggalangan terhadap korlap;
-
fungsi reserse melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku;
-
fungsi lantas melakukan pengaturan arus lalu lintas;
-
fungsi binmas melakukan himbauan;
-
fungsi Propam melakukan pengamaan terhadap anggota agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan.
g)
pertimbangan untuk meminta back up kekuatan baik rayonisasi,
hirarkis maupun perbantuan TNI dilakukan
dengan memperhatikan perkembangan/ prediksi eskalasi massa.
37 h)
pertimbangan
untuk
penggunaan
alat
dalmas
disesuaikan dengan eskalasi ancaman. 2)
tindakan ketika menghadapi tindakan massa yang bersifat pasif (situasi tertib/hijau) adalah: a)
menempatkan polisi berseragam dan atau dalmas awal untuk melakukan pengamanan;
b)
petugas yang ditunjuk sebagai negosiator berada di depan pasukan Polri yang berseragam dan atau dalmas awal, untuk melakukan perundingan/negosiasi dengan Koordinator Lapangan (Korlap) guna menenangkan anggota kelompoknya masing masing;
c)
negosiator melakukan himbauan kepada para pihak yang berkonflik untuk tidak melakukan tindakan yang destruktif (merusak, menyerang kelompok lainnya);
d)
negosiator melaporkan hasil negosiasi kepada Kapolsek dan atau Kapolres;
e)
Kapolsek dan atau Kapolres mempertemukan para korlap agar
para
pihak
yang
berkonflik
menyelesaikan
persoalannya secara musyawarah dan mufakat atau melalui proses hukum; f)
Kapolsek dan atau Kapolres meminta agar para korlap menyampaikan hasil musyawarah kepada kelompoknya dan segera membubarkan diri;
g)
apabila
para
pihak
yang
berkonflik
tidak
mau
membubarkan diri dan tetap melakukan aksinya, maka untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dapat dilakukan tindakan
Kepolisian dengan tehnik
Kendali tangan kosong lunak dengan cara : (1)
memisahkan para pihak yang berkonflik dengan cara merentankan tangan untuk di halau saling menjauh.
38 (2)
membuat rantai tangan petugas untuk membatasi ruang
gerak
/
melokalisir
para
pihak
yang
berkonflik. (3)
petugas dalam posisi tetap bertahan dan tidak melakukan dorongan serta
tidak terprovokasi
sampai massa membubarkan diri dengan tertib. h)
apabila
situasi
meningkat
dimana
tindakan
massa
berubah dari yang bersifat pasif kearah yang bersifat aktif (situasi dari tertib/hijau ke tidak tertib/kuning), maka dilakukan berubahan cara bertindak. 3)
tindakan ketika menghadapi tindakan massa yang bersifat aktif (situasi tidak tertib/kuning) adalah: a)
polisi
berseragam
melakukan
dan
pengamanan
atau
dalmas
secara
awal
persuasif
tetap sambil
menunggu penambahan pasukan pengamanan /dalmas lanjut; b)
negosiator
tetap
melakukan
himbauan
/
negosiasi
dengan massa/para pihak yang berkonflik semaksimal mungkin; c)
atas perintah Kapolsek dan atau Kapolres melakukan proses lapis ganti dari polisi berseragam
dan atau
dalmas awal ke Dalmas Lanjut; d)
dalmas Lanjut maju dengan cara lapis ganti dan membentuk formasi bersaf di belakang Dalmas Awal, kemudian saf kedua dan ketiga Dalmas Awal membuka ke kanan dan kiri untuk mengambil perlengkapan Dalmas guna melakukan penebalan kekuatan Dalmas Lanjut, diikuti saf kesatu untuk melakukan kegiatan yang sama;
f)
perlengkapan
dalmas
dikenakan
dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi massa/pihak yang berkonflik;
39 g)
apabila
massa/para
pihak
yang
berkonflik
tetap
melakukan aksinya yang mengarah pada tergangunya ketertiban umum seperti menutup jalan dengan cara duduk-duduk,
tidur-tiduran,
aksi
teatrikal,
dan
aksi
sejenisnya maka dalmas lanjut dapat melakukan tindakan Kepolisian dengan teknik kendali tangan kosong keras dengan cara: (1)
melakukan
tindakan
penertiban
dengan
cara
memindahkan, mengangkat, dan atau mendorong massa/para pihak yang berkonflik ke tempat yang netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif dan edukatif,
guna menghindari bentrokan fisik
antara para pihak yang berkonflik dan atau menghindari provokasi dari pihak lain; (2)
bagi massa/para pihak yang berkonflik yang tidak patuh
dapat dilakukan tindakan berupa teknik
menarik tangan atau menekan bagian tubuh tertentu
dengan tujuan agar yang bersangkutan
mengikuti perintah petugas Polri; (3)
tidak melakukan tindakan yang kontra produktif seperti memukul, menendang atau menangkap yang justru akan memicu emosi massa/ para pihak yang berkonflik;
(4)
apabila eskalasi meningkat
tindakan massa
berubah dari tindakan yang bersifat aktif menjadi tindakan yang bersifat agresif, (situasi massa saling melempari atau melempari petugas dengan benda keras), maka dilakukan berubahan cara bertindak;
40 4)
tindakan ketika menghadapi tindakan massa berubah dari tindakan yang bersifat aktif menjadi tindakan yang bersifat agresif (dalam situasi melanggar hukum) adalah: a)
Kapolres memerintahkan Danki Dalmas Lanjut untuk melakukan tindakan kendali senjata tumpul/tongkat polisi dan senjata kimia, sebagai berikut : (1)
melakukan pendorongan massa/para pihak yang berkonflik
dengan
mengunakan
kelengkapan
tameng dan tongkat polisi; (2)
apabila massa/para pihak yang berkonflik masih melakukan tindakan agresif, maka dalmas lanjut dapat melakukan tindakan yang lebih tegas dengan melakukan pelemparan atau penembakan gas air mata dan atau penyemprotan air melalui water canon;
(3)
dalam melakukan pendorongan atau pembubaran massa/pihak yang berkonflik tetap dalam ikatan satuan dan tidak melakukan pengejaran di luar kendali;
(4)
petugas
pemadam
api
dapat
melakukan
pemadaman api apabila ada pembakaran; (5)
melakukan
penangkapan
terhadap
para
pelaku/provokator apabila situasi memungkinkan; (6)
melakukan pertolongan dan evakuasi terhadap korban;
b)
Apabila eskalasi meningkat tindakan massa berubah dari yang bersifat agresif menjadi tindakan masa yang bersifat agresif segera/anarki(situasi merah) maka dilakukan berubahan cara bertindak.
41 5)
tindakan
ketika
massa
melakukan
tindakan
anarkis
(tindakan yang bersifat agresif segera atau situasi merah) baik yang bersifat eskalatif maupun spontan / sporadis: (ref protap 01/2010 ttg Gul anarki ) a)
tindakan ketika massa/para pihak yang berkonflik melakukan tindakan anarkis yang bersifat eskalatif : (1)
Kapolres
melaporkan
kepada
Kapolda
untuk
dilakukan Iintas ganti dari dalmas lanjut ke Detasemen/Kompi
Penanggulangan
Huru-Hara
(PHH) Brigade Mobil (Brimob); (2)
Kapolres
dan
atau
Kapolda
memerintahkan
Kepala Detasemen/ Kompi PHH Brimob untuk lintas ganti dengan Dalmas Lanjut; (3)
Detasemen/Kompi PHH Brimob maju membentuk formasi dan mendorong massa untuk mengurai massa/pihak yang berkonflik ke tempat netral ;
(4)
dalmas lanjut dan rantis pengurai massa berada di belakang detasemen/kompi PHH brimob untuk membantu mengurai massa;
(5)
dalam mengurai massa Detasemen/Kompi PHH Brimob
dapat
menggunakan
gas
air
mata,
penyemprotan air melalui water canon dan atau alat lain sesuai standar Polri; (6)
apabila massa tidak dapat dikendalikan dan bertindak semakin anarki maka dapat dilakukan tindakan kendali dengan menggunakan senjata api sesuai dengan pertimbangan dan prosedur penggunaan senjata api
(7)
melakukan
penangkapan
terhadap
para
pelaku/provokator apabila situasi memungkinkan atau dilakukan setelah situasi kondusif;
42 (8)
melakukan pertolongan dan evakuasi terhadap korban;
b)
tindakan ketika massa/para pihak yang berkonflik melakukan tindakan anarkis yang bersifat spontan / sporadis : (1)
apabila peristiwa anarki yang terjadi dihadapi oleh perorangan
anggota
Polri,
tindakanyang
dilakukan adalah : (a)
apabila pelaku / pihak yang berkonflik melakukan tindakan anarki dalam bentuk perorangan,
maka
segera
dilakukan
tindakan: i.
memberi peringatan secara lisan agar menghentikan tindakannya;
ii.
segera melaporkan kepada pimpinan dan atau satuan Polri terdekat untuk meminta
bantuan
kekuatan
dan
perkuatan; (b)
berdasarkan penilaian sendiri bahwa pelaku anarki dapat ditangani, maka diupayakan dilakukan tindakan melumpuhkan dengan: i.
tindakan kendali senjata tumpul dan atau senjata kimia antara lain gas airmata,
atau
alat
lain
sesuai
standard Polri; ii.
apabila pelaku/ pihak yang berkonflik tidak
dapat
bertindak
dikendalikan
semakin
anarki
dan maka
dapat dilakukan tindakan kendali dengan menggunakan senjata api sesuai dengan pertimbangan dan prosedur penggunaan senjata api ;
43 iii.
apabila
dalam
tindakan
melumpuhkan yang dilakukan oleh petugas terjadi korban luka, segera dilakukan
pertolongan
prosedur
sesuai
pertolongan
dengan
menggunakan sarana yang tersedia (c)
apabila
pelaku
/para
pihak
yang
berkonflik melakukan tindakan anarki dalam bentuk kelompok, maka dilakukan tindakan: i.
segera melaporkan kepada pimpinan dan atau satuan kepolisian terdekat untuk meminta bantuan kekuatan dan
perkuatan
menggunakan
dengan
sarana
komunikasi
yang ada; ii.
melakukan pengawasan atas gerak gerik pelaku dengan menggunakan peralatan dan atau tanpa peralatan, sambil
menunggu
datangnya
bantuan perkuatan; (2)
apabila pelaku /para pihak yang berkonflik melakukan tindakan anarki dihadapi ikatan
satuan
Polri,
maka
dalam
tindakanyang
dilakukan adalah: (a)
pimpinan satuan memerintahkan kepada para pelaku untuk menghentikan semua tindakan anarki;
(b)
apabila pelaku /para pihak yang berkonflik tidak maka
mengindahkan segera
perintah
dilakukan
melumpuhkan dengan cara:
petugas, tindakan
44 i.
tindakan
kendali
senjata
tumpul,
senjata kimia antara lain gas airmata, atau alat lain sesuai standard Polri; ii.
apabila
massa/para
pihak
yang
berkonflik tidak dapat dikendalikan dan bertindak semakin anarki maka dapat dilakukan tindakan kendali dengan menggunakan senjata api sesuai dengan pertimbangan dan prosedur penggunaan senjata api ; (c)
apabila personel dalam ikatan satuan tidak mampu menangani para pelaku anarki segera meminta bantuan kekuatan dan perkuatan secara berjenjang;
(d)
apabila dalam tindakan melumpuhkan yang dilakukan oleh petugas terjadi korban luka petugas, pelaku dan atau masyarakat, segera
dilakukan
prosedur
pertolongan
pertolongan
sesuai dengan
menggunakan sarana yang tersedia. f.
meminimalisir
timbulnya
korban
sebagai
dampak
dari
penindakan Polri dengan cara : 1)
sebelum pelaksanaan tugas, kepala kesatuan melaksanakan APP atau arahan kepada seluruh anggota yang terlibat dan menyampaikan : a)
Gambaran umum pelaksanaan tugas : (1)
Gambaran massa atau para pihak yang berkonflik yang
akan
dihadapi
(jumlah,
perlengkapan,
senjata, karakternya ); (2)
Gambaran situasi obyek tempat konflik;
(3)
Pembagian tugas dan tanggungjawab baik dalam ikatan
kelompok/satuan
maupun
perorangan
45 termasuk
penanggungjawab
pemegang
peralatan/senjata; (4)
Rencana urutan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan fungsi;
b)
Anggota Polri dilarang : (1)
Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa/para pihak yang berkonflik;
(2)
Melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur dan atau melakukan tindakan diluar komando/perintah kepala satuan lapangan;
(3)
Membawa peralatan diluar peralatan dalmas/yang telah ditentukan;
(4)
Membawa senjata tajam dan peluru tajam bukan oleh petugas yang telah ditunjuk;
(5)
Keluar dari ikatan satuan / formasi dan melakukan pengejaran massa/para pihak yang berkonflik secara perorangan;
(6)
Mundur membelakangi massa/para pihak yang berkonflik ;
(7)
Mengucapkan kata-kata kotor pelecehan seksual / perbuatan asusila memaki-maki massa/para pihak yang berkonflik;
(8)
Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan lainnya.
c)
Anggota Polri berkewajiban : (1)
Menghormati hak asasi manusia dan normanorma yang berlaku ;
(2)
Melayani dan mengamankan massa/para pihak yang berkonflik sesuai ketentuan;
46 (3)
Setiap pergerakan pasukan dalmas/PHHselalu dalam ikatan satuan dan membentuk formasi sesuai ketentuan;
(4)
Melindungi jiwa dan harta benda;
(5)
Tetap
menjaga
dan
mempertahankan situasi
hingga massa/para pihak yang berkonflik bubar; (6)
Patuh dan taat kepada perintah kepala kesatuan lapangan
yang
bertanggung
jawab
sesuai
tingkatannya. 2)
melakukan pengecekan perlengkapan yang digunakan : a)
untuk memastikan seluruh jenis pelengkapan yang akan digunakan telah dibawa dengan lengkap;
b)
untuk
menghitung
dengan pasti
jumlah
dan
jenis
perlengkapan yang dibawa termasuk jumlah dan jenis amunisi yang dibawa; c)
untuk
memastikan
perlengkapan
dipegang
oleh
orang/petugas yang tepat khususnya yang diberi tugas memegang senjata api, senjata peluncur gas air mata. 3)
menempatkan/mengikut sertakan fungsi Propam dalam kegiatan penindakan untuk : a)
mengingatkan petugas selama kegiatan agar tidak melakukan pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang;
b)
mengingatkan tindak tanduk petugas selama kegiatan agar tidak melanggar kode etik profesi dan prinsip prinsip kepatutan dalam tindakan kepolisian;
c)
menjamin akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan tugas.
4)
Setiap penindakan yang dilakukan oleh anggota Polri dilakukan perekaman
dengan
handycam
untuk
bahan
akuntabilitas dan pelurusan berita yang tidak benar.
evaluasi,
47 g.
melakukan penindakan dan penyidikan terhadap para pelaku pelanggar hukum. 1)
Melakukan penyelidikan terhadap siapa pelaku yang menjadi aktor
intelektual,
penggerak/korlap,
pelaku
anarkhis,
dan
sebagainya; 2)
mencari bukti, saksi-saksi dan fakta-fakta yang mendukung keterlibatan para pelaku tersebut diatas;
3)
melakukan penindakan terhadap para pelaku dengan teknis dan taktis yang tepat serta administrasi penyidikan yang lengkap agar tidak menimbulkan komplain dan berdampak pada konflik;
4)
melanjutkan
proses
hukum
dengan
tidak
memihak
dan
seimbang, artinya kalau kedua pihak sama-sama melanggar hukum; kedua-duanya harus juga ditindak dan dilakukan penyidikan; 5)
proses penyidikan dilakukan secara profesional dan jelaskan pada kedua pihak yang berkonflik agar proses hukum bisa dipahami dan tidak menimbulkan salah pengertian;
6)
bagi pelaku pelanggar hukum yang belum tertangkap agar dibuat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan disebarluaskan; dan
7)
Koordinasikan dengan pihak JPU untuk mempercepat proses penyidikan tindak pidananya.
15.
Penyelamatan dan perlindungan terhadap korban. a
Tugas Polri terhadap korban 1)
Memberikan pertolongan danevakuasi korban konflik secara cepat dan tepat; a)
Melakukan pencarian terhadap korban konflik;
b)
membantu memberikan pertolongan pertama kepada korban yang kritis, sesuai dengan petunjuk tim kesehatan lapangan;
48 c)
melakukan evakuasi korban
manusia, yang dalam
keadaan kritis dan perlu mendapatkan pertolongan lanjutan segera; d)
memberikan pertolongan dan mengevakuasi korban menuju lokasi penampungan sementara yang aman;
e)
menyerahkan penanganan korban ditempat evakuasi sementara kepada petugas kesehatan.
2)
Melakukan identifikasi terhadap korban konflik, baik korban meninggal maupun luka-luka; a)
Mengumpulkan dan mengevakuasi korban meninggal ke Rumah Sakit terdekat;
b)
melakukan identifikasi jenazah di Rumah Sakit sesuai dengan standart identifikasi jenazah (inafis dan DVI);
c)
melakukan pendataan terhadap jumlah korban konflik, baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka;
d)
melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya penanganan para korban dan juga pengamanan para korban di rumah sakit;
e)
selalu melakukan up-date data korban untuk diberikan kepada Humas Polri, agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemberitaan jumlah korban.
3)
Membentuk Posko pengaduan orang hilang akibat konflik. a)
mendirikan Posko di tempat yang mudah terjangkau oleh masyarakat, seperti Kantor Desa/Kelurahan atau Kantor Kecamatan, untuk mendata laporan atau pengaduan adanya orang yang hilang atau belum kembali akibat konflik;
b)
menyiapkan petugas dan kelengkapan poskoberupa alat komunikasi dan alat tulis/catatan tabulasi; dan
49 c)
meng-update laporan dari masyarakat atau temuan dari petugas di lapangan dan meneruskan laporan atau temuan kepada pihak yang berkepentingan.
b.
Tugas Polri dalam membantu Pemda/instansi terkait : 1)
membantu menyiapkan tempat pengungsian yang aman bagi kelompok yang terdesak; a)
Aparat Polri melakukan pencarian terhadap kelompok terdesak/rentan atau kelompok korban yang bertahan atau bersembunyi untuk dibawa ketempat pengungsian sementara dengan pengawalan petugas Polri;
b)
tempat pengungsian dikelola oleh Pemerintah daerah dengan segala fasilitas kebutuhan dasar
dan dijaga
keamanannya oleh petugas Polri; c)
Polri dapat memperbantukan petugas Kesehatan dan psikolog Polri untuk membantu pengobatan pengungsi dan menghilangkan trauma para korban akibat konflik;
d)
membantu menyeleksi / membatasi para relawan yang berada
ditempat
pengungsian
disesuaikan
dengan
kebutuhan para korban konflik; 2)
membantu menentukan tempat perawatan medis untuk korban; a)
mendirikan
pos
pelayanan
medis/
pengobatan/
kesehatan di tempat yang tepat dan aman; b)
menyiapkan kendaraan, peralatan, dan tenaga medis sesuai dengan kebutuhan kesehatan lapangan;dan
c)
menentukan Rumah Sakitrujukan, bagi korban yang tidak bisa ditangani di pos kesehatan lapangan.
3)
membantu mendirikan dapur umum, bila diperlukan; a)
mendirikan dapur lapangan di lokasi penampungan;
b)
menunjuk personel yang mengelola dapur lapangan;
50 c)
menyiapkan bahan makanan, sarana dan prasarana sesuai kebutuhan;dan
d) 4)
membantu pendistribusian makanan.
membantu menghimpun dan menyalurkanbantuan dukungan logistik untuk para korban konflik: a)
mendata korban konflik yang berhak menerima bantuan secara akurat;
b)
mengawal pendistribusian bantuan dengan aman sampai ke tempat tujuan; dan
c)
membuat administrasi pembukuan terhadap penyaluran bantuan sebagai pertanggungjawaban;
5)
menetapkan lokasi crisis center atau pos komando pengendali lapangan
dan
pusat
informasi,
bila
diperlukan
dengan
memperhatikan : a)
mendirikan pusat informasi atau Pos Komando yang terpisah dari segala aktivitas lainnya;
b)
mengatur ruang kerja, meteriil, dan penempatan staf;
c)
menyiapkan rangkuman informasi awal dan memelihara arsip semua rangkumannya;
d)
melakukan perekaman kegiatan bantuan dan pertolongan menggunakan video kamera baik bersifat umum maupun khusus/menonjol.
16.
Membatasi perluasan area dan terulangnya konflik a.
Melakukan isolasi untuk menghambat penyebaran konflik massa, dengan cara : 1)
menempatkan pasukan dalmas di lokasi terjadinya konflikguna membatasi ruang gerak massa yang berkonflik;
2)
menugaskan anggota untuk
memberikan himbauan kepada
massa yang berkonflik agar tidak melakukan tindakan yang dapat memicu terjadinya konflikkembali.
51 b
melakukan penyekatan terhadap jalur atau jalan yang dimungkinkan untuk masuknya massa dari luar ke lokasi/daerah konflik: 1)
membuat
check point
(pos pemeriksaan) dengan tetap
mempertimbangkan jumlah personel yang ada: a)
memilih lokasi yang tepat, untuk dijadikan check point (bisa berupa pos tetap atau pos bergerak.);
b)
menentukan personel yang ditugaskan pada check point sesuai kebutuhan (dapat berupa personel gabungan);
c)
membuat konsignes/pedoman tugas bagi petugas yang bertugas pada check point seperti melakukan razia dengan sasaran khusus/tertentu (senpi, sajam, identitas dll.);
2)
memberlakukan pembatasan dan pengamanan
mobilitas
orang, barang, dan jasa dari dan ke daerah konflik; 3)
menentukan jalan keluar masuk kendaraan ke lokasi konflik ;
4)
melarang orang atau kendaraan yang tidak berkepentingan untuk memasuki lokasi tempat terjadinya konflik; dan
5)
apabila diperlukan dapat dilakukan patroli sabhara/brimob skala besar dengan sasaran pada check point - check point (pos pemeriksaan) yang telah ditentukan.
c.
mencegah terjadinya konflik susulan dilakukan dengan cara : 1)
Melakukan upaya pengamanan agar tidak terjadi aksi balas dendam, baik berupa kekerasan fisik terhadap orang maupun barang, sekalipun terjadi diluar wilayah konflik melalui: a)
Patroli selektif dan intensif pada sasaran tertentu yang menjadi pusat berkumpulnya massa, dengan cara : (1)
menugaskan personel patroli dalam jumlah yang cukup;
(2)
memperhatikan
kewaspadaan
body
untuk
sistem
mendadak;
dan
melakukan
menghindari
serangan
52 (3)
melakukan patroli dengan rute yang tidak tetap; dan
(4) b)
melakukan komunikasi dengan warga setempat.
Penjagaan tempat / obyek yang menjadi sasaran aksi massadengan cara: (1)
membuat pos penjagaan pada tempat-tempat strategis
untuk
memudahkan
melakukan
pengawasan; (2)
menempatkan jumlah personel yang cukup pada pos penjagaan yang telah dibuat; dan
(3)
membuat konsignes/pedoman tugas bagi petugas jaga dalam menghadapai kondisi tertentu.
2)
Melakukan deteksi terhadap para pihak yang berkonflik, untuk mengetahui isu, aspirasi yang berkembang dan rencana yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk adanya agenda tersembunyi sehingga bisa dilakukan langkah antisipasi;
3)
segera melakukan konter terhadap
isu provokatif yang
berkembang, baik melalui sms, jejaring sosial maupun media massa; 4)
melakukan bimbingan, penyuluhan dan pendekatan guna memberikan penyadaran kepada kedua pihak untuk tidak saling bermusuhan, tidak saling dendam, tidak saling emosi
untuk
kemudian bisa membangun kehidupan bermasyarakat yang harmonis kedepan; 5)
melakukan tindakan tegas dan memproses secara hukum terhadap orang yang sengaja melakukan perbuatan yang memancing terulangnya konflik kembali;
53 BAB V PEMULIHAN PASCA KONFLIK
Pemulihan pasca konflik merupakan serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat konflik menuju ke keadaan semula, melalui: 17.
Kegiatan rekonsiliasi, dilakukan dengan cara : a.
memediasi perundingan damai secara permanen yang meliputi : 1)
mengajak para pihak yang berperan dalam konflik untuk berdamai dan merumuskan butir-butir kesepakatan perdamaian;
2)
melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh yang diterima oleh para pihak yang berkonflik guna memberikan pemahaman dan mendorong terwujudnya perdamaian;
3)
memberdayakan
pranata
sosial
atau
pranata
adat
dan
memperhatkan kearifan lokal dalam pelaksanan perundingan; 4)
membuat
kesepakatan bersama dengan mengikutsertakan
para pihak yang berkonflik, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh
agama,
tokoh
pemuda,pemerintahan
daerah
serta
instansi terkait lainnya; 5)
memonitor dan mengawasi pelaksanaan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani; dan
6)
hindari sejauh mungkin proses perdamaian yang mensyaratkan dihapuskannya
proses
penegakan
hukum
bagi
pelaku
pelanggaran hukum yang menimbulkan korban jiwa. b.
memfasilitasi pemberian restitusi yang meliputi: 1)
membantu memberikan masukan data korban jiwa (luka, dan meninggal dunia) dan korban materi akibat konflik; dan
2)
mengawasi pelaksanaan pemberian restitusi agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
54 18.
Kegiatan rehabilitasi, dilakukan dengan cara: a.
pemulihan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang meliputi: 1)
melakukan pengawasan dan pengamanan pada daerah pasca konflik, melalui : a)
melakukan patroli dan bila diperlukan mengikutsertakan unsur TNI dan atau pihak-pihak yang berkonflik;
b)
melakukan penjagaan pada pos-pos pengamanan, baik pos tetap maupun pos sementara;
c)
melakukan
pemeriksaan
atau
pemeriksaan atau chek point
razia pada
pada
pos
pintu keluar /
masuk daerah pascakonflik; dan d)
melakukan pengamanan terbuka dan tertutup pada kegiatan
2)
masyarakat
dan
pemerintah
di
daerah
pascakonflik.
melakukan kegiatan sambang dan
patroli dialogis pada
komunitas pihak-pihak yang berkonflik; 3)
meningkatkan kegiatan perpolisian masyarakat di daerah pasca konflik; dan
b.
melakukan kegiatan bakti
sosial dan kesehatan pada daerah
pascakonflik yang meliputi: 1)
menugaskantenaga medis Polri untuk membantu melakukan pengobatan terhadap korban dan pengungsi;
2)
menugaskan para psikolog Polri untuk membantu pemulihan psikologis korban dan kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak-anak; dan
3)
membantuPemda
untuk
kelancaran
dan
pengamanan
penyaluran bantuan sosial; 4)
membantu Pemda dalam penanganan dan pengamanan para pengungsi; dan
5)
membantu Pemda dan masyarakat untuk membersihkan puingpuing dan sampah akibat konflik atau kerusuhan.
55
c.
memperbanyak kegiatan simpatik lainnya yang meliputi: 1)
melakukanpembinaan masyarakat yang dapat memperkuat relasi sosial para pihak yang berkonflik, melalui kegiatan olah raga bersama, kesenian, keagamaan, kerja bhakti dan kegiatan sosial lainnya ;
2)
membantuproses pengembalian dan pemulihan aset korban konflik;
3)
mendorong pemda untuk membuat program harmonisasi sosial pada masyarakat bawah di daerah pascakonflik, termasuk mengoordinasikan LSM, Ormas, perguruan tinggi, maupun pihak lain yang akan membantu proses pemulihan.
19.
Kegiatan rekonstruksi,dilakukan dengan cara: a
membantu memperbaiki lingkungan tempat tinggal, fasilitas umum, dan fasilitas sosial yang rusak;
b
membantu pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan dan mata pencaharian;
c
membantu pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan atau daerah pasca konflik; dan
d
membantu perbaikan dan pemulihan tempat-tempat rusak akibat konflik;
ibadah yang
56 BAB VI KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENANGANAN KONFLIK
20.
Kelembagaan a.
Kelembagaan
penyelesaian
konflik
pada
hakikatnya
melibatkan
berbagai pihak yang terdiri atas :
b.
1)
Polri;
2)
TNI;
3)
kementerian/kelembagaan terkait lainnya;
4)
pemerintah daerah;
5)
pranata adat dan atau pranata sosial; dan
6)
masyarakat.
penanganan konflik sosial menjadi tanggung jawab Kepala Kesatuan Wilayah Polri (Polres/ta /tabes/Polda) sesuai tingkatannya, selama wilayah tersebut belum ditetapkan Status Keadaan Konflik oleh Kepala Daerahnya.
c.
persyaratan suatu daerah untuk ditetapkan Status keadaan Konflik oleh Kepala Daerah, apabila : 1)
Konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri; adalah kondisi dimana eskalasi konflik makin meningkat dan resiko makin meluas karena terbatasnya jumlah personel dan peralatan kepolisian setempat.
2)
Terganggunya
fungsi
pemerintahan;
adalah
terganggunya
kegiatan administrasi pemerintahan dan fungsi pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. d.
setelah
ditetapkan
Status
keadaan
Konflik,
tanggung
jawab
penanganan konflik beralih kepada Kepala Daerah sesuai tingkatan konflik .
57 21.
Mekanisme penanganan konflik a.
penanganan konflik sosial dilakukan dengan memperhatikan setiap tahapan, mulai dari tahap identifikasi potensi konflik,
pencegahan
konflik, penghentian konflik dan pemulihan pascakonflik; b.
penanganan konflik sosial mengutamakan upaya pencegahan yang didukung oleh identifikasi potensi konflik
yang akurat,
sehingga
potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik terbuka; c.
dalam penanganan konflik sosial, Polri mengutamakan keterpaduan dengan pemerintah daerah, TNI dan instansi terkait lainnya serta mengikutsertakan pranata adat dan atau pranata sosial;
d.
mengedepankan pranata adat dan atau pranata sosial dalam mendorong penyelesaian konflik guna mendapatkan kesepakatan melalui musyawarah untuk mufakat, dan hasil kesepakatan tersebut memiliki kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang berkonflik;
e.
dalam hal penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat dan atau pranata sosial tidak dapat diselesaikan, maka dilakukan proses penegakan hukum;
f.
Polri
dapat
meminta
bantuan
perkuatan
TNIdalam
mengatasi
penghentian konflik dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku; g.
pada
tahap pemulihan pascakonflik, Polri bersama instansi terkait
serta pihak lainnya membantu pemerintah daerah dalam melakukan rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi;
58 BAB VII PENDANAAN
22.
Alokasi APBN dan APBD a.
Pendanaan untuk penanganan konflik , baik pada tahap identifikasi potensi konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik dan rehabilitasi pasca konflik menjadi tanggung jawab pemerintah dan Pemerintah daerah yang dialokasikan pada APBN dan atau ABPD sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;
b.
Untuk satuan kerja jajaran Polri, dapat menggunakan anggaran yang telah dialokasikan dalam DIPA masing-masing Satker/Satwil, baik berupa :
c.
1)
dana dukops Satwil (Polda, Polres) ;
2)
dana kontinjensi Polda;
3)
dana kontinjensi Mabes Polri;
kegiatan penanganan konflik yang dapat dilakukan secara bersama dengan
Pemerintah
Daerah,
seperti
pencegahan
konflik
pembiayaannya dapat dibebankan pada anggaran Pemda atau masing-masing; d.
Dalam hal pendanaan penanganan konflik mendapat bantuan/hibah dari Pemda/APBD dapat dilakukan sepanjang tidak duplikasi dalam penggunaanya dan sesuai mekanisme yang berlaku.
59 BAB VIII PENUTUP
Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial ini disusun untuk dipedomani dan dilaksanakan di Tingkat Mabes Polri maupun Satuan Kewilayahan dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
:
di Jakarta
pada tanggal
:
Januari 2013
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Drs. TIMUR PRADOPO JENDERAL POLISI