PEMBAHASAN TO 1 OPTIMAPREP BATCH I UKDI 2015 Dr. Widya, Dr. Cemara, Dr. Yolina, Dr. Retno, Dr. Hendra, Dr. Ayu
OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB 2A8E2925 WA 081380385694
Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P Hone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 www.Optimaprep.Com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. HIPOGLIKEMIA Hipoglikemia adalah suatu kondisi di mana kadar
glukosa kurang dari 50 mg/dL Diagnosis dengan menggunakan Whipple’s Triad yaitu:
Gejala klinis yang berasosiasi dengan hipoglikemia (gejala autonomik seperti: palpitasi, tremor, cemas (adrenergik), berkeringat dingin, lapar, kesemutan (kolinergik), dan gejala neuroglikopenik seperti: perubahan perilaku, perubahan kesadaran, lemah, kejang, hingga kematian) Adanya hipoglikemia dari pemeriksaan laboratorium Gejala klinis yang membaik setelah pemberian glukosa
Pemeriksaan fisis dapat didapatkan takikardia, kenaikan
tekanan darah sistolik, pallor, dan diaforesis
Etiologi dan Tatalaksana Hipoglikemia ETIOLOGI
TATALAKSANA
Obat-obatan insulin secretagouges seperti klorpropramid, repaglinide, dan nateglinide Salisilat sulfonamid pentamidine quinolone alkohol penyakit kritis (gangguan fungsi
Suplementasi glukosa oral seperti
jus buah, air gula
Suplementasi glukosa intravena
seperti: Dextrose 40% bolus diikuti dengan rumatan dextrose 10% per 6 jam
pengobatan sesuai etiologi
hati, jantung, dan ginjal) kelaparan dalam jangka waktu lama sepsis, defisinesi hormon, insulinoma, dan keganasan.
Sumber: Harrison manual of medicine 18th edition
2. AKALASIA suatu kelainan saluran pencernaan
bagian atas yang disebabkan oleh obstruksi motorik dari sfingter esofagus bagian bawah oleh karena sfingter esofagus bagian bawah yang hipertensif, relaksasi inkomplet dari sfingter esofagus bawah, atau hilangnya peristaltik pada otot polos esofagus. Manifestasi klinis tersering adalah
sulit menelan Penyebab: idiopatik atau sekunder
karena limfoma, karsinoma, pseudoobstruksi, iskemia, virus, obat-batan, toxin.
Diagnosis: X-ray didapatkan hilangnya air bubble pada lambung, foto barium didapatkan dilatasi esofagus dengan gambaran menyerupai paruh burung dan air fluid level. Pemeriksaan manometri menunjukkan normal atau tekanan yang meningkat pada sfingter esofagus bagian bawah endoskopi.
Sumber: Harrison manual of medicine 18th edition
Tatalaksana akalasia Tatalaksana konservatif: Nifedipine 10-20 mg sehari ISDN 5-10 mg a.c Injeksi botulinum toksin Tatalaksana definitif: Heller’s Procedure Pneumatic Balloon Dilatation
Sumber: Harrison manual of medicine 18th edition
3. HEPATITIS A Hepatitis A adalah penyakit infeksi
yang menyerang sel hepar oleh karena virus spesifik hati (Hepatitis A)
Gejala klinis:
Memiliki onset akut dan tidak
memiliki bentuk kronis
Transmisi dapat melalui fekal-oral,
seksual. Pada umumnya menyerang anak-
anak dan dewasa muda Penyembuhan sempurna terjadi
dalam 3-4 bulan Tatalaksana umumnya konservatif
(simptomatis)
masa tunas (periode inkubasi hepatitis A 30 hari), masa prodormal (gejala lemah badan, mual, muntah, panas, anoreksia, nyeri perut kanan), masa ikterik (urine berwarna coklat, ikterus pada sklera, dan seluruh badan, hepatomegali dengan nyeri tekan) masa penyembuhan (ikterus dan gejala lain hilang)
Dapat relaps dan dapat
menyebabkan hepatitis akut fulminan Dapat dicegah dengan imunisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Airlangga
4. Diabetes Mellitus Tipe 2 Penyakit metabolik sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif oleh karena adanya defisiensi insulin relatif akibat dari adanya resistensi insulin atau ―disfungsi‖ sel beta pankreas. Sindroma metabolik merupakan faktor risiko penting dalam perkembangan menjadi diabetes mellitus tipe 2. Patofisiologi yang mendasari: 1. 2.
3. 4.
resistensi insulin pada jaringan sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibatnya terjadi metabolisme anaerob dan meningkatnya hormon kontrainsulin sehingga terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan adanya resistensi insulin sehingga meningkatkan sekresi insulin. Mekanisme kompensasi tersebut pada suatu saat akan mengalami titik jenuh sehingga menyebabkan diabetes mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2 Gejala klinis diabetes mellitus tipe 2: Trias Sindrom
diabetes akut yang terdiri dari poliuri, polidipsi, dan polifagi dan menurunnya berat badan. Gejala lain yaitu gejala kronis DM yang berkaitan dengan komplikasi kronis DM dari ujung rambut ke ujung kaki seperti: lemah badan, kesemutan, menurunnya kemampuan seksual, gangguan penglihatan, mual, muntah, dan gangrene diabetikum. Pengobatan: Penyuluhan kesehatan masyarakat, diet dan aktivitas fisis, obat antidiabetikum, insulin, dan cangkok pankreas
Kaki Diabetik The natural history of the diabetic foot can be divided into six stages Stage 1 : Normal - Not at risk. The patient does not have the risk factors of neuropathy, ischemia, deformity, callus and swelling rendering him/her vulnerable to foot ulcers. Stage 2 : High risk foot – the patient has developed one or more of the risk factors for ulceration of the foot. Stage 3 : Ulcerated foot – the foot has a skin breakdown. This is usually an ulcer, but because some minor injuries such as blisters, splits or grazes have a propensity to become ulcers, they are included in stage 3. Stage 4 : Infected foot – the ulcer has developed infection with the presence of cellulitis. Stage 5 : Necrotic foot – necrosis has supervened. Stage 6 : Unsalvageable – The foot cannot be saved and will need a major amputation.
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UNAIR
5. Tuberkulosis Paru – Klasifikasi Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Kasus setelah putus berobat (Default ) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru UNAIR
6. Tuberkulosis Paru – efek samping pengobatan Isoniasid: Hepatotoksisitas, anemia sideroblastik,
neuropati perifer. Rifampisin: Air seni berwarna kemerahan,
hepatotoksisitas Etambutol: neuritis optika, skotoma sentral,
penurunan tajam penglihatan, dan kemampuan melihat warna hijau. Pirasinamid: Hepatotoksisitas Streptomisin: Ototoksisitas Sumber: Harrison 18th Manual Edition
7-8. Komplikasi Sirosis Hepatis – Hematemesis Melena Hematemesis – Melena dapat terjadi sebagai akibat komplikasi
sirosis hepatis yang berupa pecahnya varises esofagus dan hipertensi portal. Gejala yang terjadi meliputi gejala kegagalan fungsi hati seperti: ikterus, spider naevi, ginekomastia, hipoalbumin, malnutrisi, ascites, bulu ketiak rontok, eritema palmaris dan gejala hipertensi portal seperti adanya vena kolateral prominen, splenomegali, varises esofagus, hemoroid, dan caput medusae. Etiologi berasal dari virus hepatitis B,C,D, alkohol, penyakit metabolik, kolestasis berkepanjangan, obstruksi vena hepatika, gangguan otoimun, toksin, obat-obatan, dan Indian Childhood Cirrhosis Dapat memiliki bentuk progresif maupun bentuk inaktif
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati,
namun sering sukar dilakukan oleh karena kondisi penderita pada umumnya pada keadaan dekompensata. Diagnosis klinis dibuat dengan mengumpulkan temuan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium sebanyak mungkin. Tekanan vena porta pada saat terjadi hematemesis melena umumnya lebih dari 12 mmHg Penatalaksanaan Perdarahan akut oleh karena hematemesis melena
Penatalaksanaan umum: stabilisasi dan resusitasi cairan untuk menstabilkan hemodinamik, pemberian laktulosa untuk mencegah ensefalopati hepatik, pasang NG tube untuk evaluasi perdarahan, antibiotik (sefotaksim 2 x 2 gram) jangka pendek dapat mencegah peritonitis bakterial spontan Penatalaksanaan khusus: Obat vasoaktif (vasopressin, somatostatin, octreotide), pemasangan Sengstaken Blakemore Tube (SB tube), Skleroterapi endoskopi, Ligasi Varises Endoskopi, Bedah darurat, Hemostasis intravena, dan Transjuguler Intrahepatic Porto Systemic Shunt) Sumber: Buku ajar ilmu penyakit Dalam UNAIR, Harrison 18th Edition
9. Farmakologi Obat Antihipertensi Preload-Reducer: Bekerja dengan
menurunkan venous return pulmoner dan menurangi transudasi cairan menuju jaringan interstisial pulmoner dan alveoli sehingga menurunkan tekanan hidrostatik pulmoner. Obat golongan ini: nitrogliserin, furosemide (diuretik), morfin Afterload-Reducer: bekerja dengan mengurangi tahanan vaskular sistemik dan meningkatkan perfusi renal. Obat golongan ini: ACE-inhibitor, nitroprusside, penyakat kanal kalsium, β-blocker.
10. Perubahan Warna Urin Makanan yang dapat mengubah warna urin: Kuning tua atau Oranye: Wortel Hijau: asparagus Merah Muda: beetroot, blackberries, rhubarb Coklat: fava beans, rhubarb Obat-obatan yang dapat mengubah warna urin: Kuning kehijauan: cascara, sulfasalazine, the B vitamins Oranye: rifampicin, sulfasalazine, the B vitamins, vitamin C Merah Muda: phenolphthalein, propofol, rifampicin, laxatives containing senna Hijau atau Kebiruan: amitriptyline, cimetidine, indomethacin, promethazine, propofol, triamterene, beberapa multi-vitamins Hitam: levodopa, metronidazole, nitrofurantoin, some anti-malarial agents, methyldopa, laxatives containing cascara or senna Kondisi Medis yang dapat mengubah warna urin: Kuning: Dehidrasi Oranye: a problem with the liver or bile duct Merah muda atau merah: hematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, kelainan fungsi ginjal Keunguan: porphyria Hijau atau Biru: ISK oleh pseudomonas; familial hypercalcaemia, menyebabkan warna biru pada urin Cokelat: hematuria, Kelainan fungsi ginjal atau hepar
Substance
Glucose
Description
Proximal tubule Loop of Henle reabsorption (almost 100%) If glucose is not reabsorbed by the via sodium-glucose kidney, it appears in the urine, in a transport – condition known as glycosuria. This is proteins[4] (apical) [3] associated withdiabetes mellitus. and GLUT(basolateral).
Oligopeptides, All are reabsorbed nearly proteins, andamino completely.[5] acids Regulation of osmolality. Varies Urea withADH[6][7] Uses Na-H antiport, Na-glucose Sodium symport,sodium ion channels (minor)[8]
Distal tubule
Collecting duct
–
–
–
reabsorption
–
–
reabsorption (50%) via passive transport
secretion
–
reabsorption (65%, isosmotic)
reabsorption (25%, thick ascending, Na-K-2Cl symporter) reabsorption (thin ascending, thick ascending, Na-K-2Cl symporter)
reabsorption (5%,sodiumchloride symporter)
reabsorption in medullary collecting ducts reabsorption (5%, principal cells), stimulated by aldosterone via ENaC
Chloride
Usually follows sodium. Active (transcellular) and passive (paracellular)[8]
reabsorption
Water
Uses aquaporin water channels. See alsodiuretic.
absorbed osmotically along reabsorption (descending) with solutes
Bicarbonate
Helps maintain acid-base balance.[9]
reabsorption (80–90%) [10]
reabsorption (thick ascending) [11]
–
Protons
Uses vacuolar H+ATPase
–
–
–
Potassium
Varies upon dietary needs.
reabsorption (65%)
reabsorption (20%, thick ascending, Na-K-2Cl symporter)
–
Calcium
Uses calcium ATPase, sodium-calcium reabsorption exchanger
reabsorption (thick ascending) viapassive transport
reabsorption in response to PTH and ↑ reabsorption – with Thiazide Diuretics. [12]
Magnesium
Calcium and magnesium compete, and an excess of one can lead to excretion of the other.
reabsorption (thick ascending)
reabsorption
–
–
–
–
–
Phosphate
Carboxylate
Excreted as titratable acid.
reabsorption
reabsorption (85%) viasodium/phosphate – cotransporter.[4] Inhibited byparathyroid hormone. reabsorption (100%[13]) – viacarboxylate transporters.
reabsorption (sodiumchloride symporter)
reabsorption
– reabsorption (regulated by ADH, viaarginine vasopressin receptor 2) reabsorption (intercalated cells, viaband 3 and pendrin) secretion (intercalated cells) secretion (common, via Na+/K+-ATPase, increased by aldosterone), or reabsorption (rare, hydrogen potassium ATPase)
The kidneys play an important role in water homeostasis. Water is mainly
resorbed in the proximal convoluted tubule and loop of Henle, but fine adjustments are made in the distal tubule under the influence of antidiuretic hormone (ADH). For instance, water is lost by the body in hot weather in sweat. This triggers the release of ADH into the blood which acts on the cells of the distal tubule and collecting duct to increase water resorption thus reducing the amount excreted. You might notice in hot weather, you only produce small volumes of urine as the body is fighting to conserve water. If water is in excess, ADH levels are reduced limiting the amount of water resorbed back into the blood but increasing the volume eliminated in the urine. If you drink a pint or so of fluid you will notice that within an hour your urine volume will increase and the excess water will be eliminated.
Sumber: http://www.nottingham.ac.uk/nmp/sonet/rlos/bioproc/kidneyphysiology/8.html
11. Demam Tifoid Merupakan infeksi pencernaan oleh karena kuman patogen
Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi. Gejala Klinis: Penderita namak letih, lesu, delirium hingga
koma, pada anamnesis didapatkan demam 5-7 hari dengan pola step ladder, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri punggung, dan nyeri sendi, perut kembung, nyeri epigastrium, obstipasi maupun diare, mual muntah, serta batuk. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah bradikardia relatif,
pendengaran menurun, typhoid tongue, rose spots, bronchitic chest, hepatomegali, dan splenomegali Masa inkubasi 3-60 hari
Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid Ditemukan banyak eritrosit di dalam tinja. Biakan tinja paling
efektif pada minggu II dan ke III penyakit. Pemeriksaan darah dapat ditemukan leukopenia, leukositosis, neutropenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, LED meningkat, AST/ALT meningkat. Kultur darah paling efektif pada minggu I. Makin lama efektifitas kultur darah makin menurun. Pada minggu III efektifitas hanya 1015%. Biakan Sumsum tulang sangat sensitif dan obyektif namun invasif Pemeriksaan serologi: Widal (kenaikan titer O 4 kali lipat dalam jarak 7 hari pemeriksaan atau titer O yang tinggi), ELISA, PCR, TUBEX. Tatalaksana: tirah baring, diet padat dini, terapi medikamentosa antibiotika
Antibiotika pada Demam Tifoid Demam Tifoid
Obat Lini Pertama
Obat Alternatif
Tanpa Komplikasi Sefiksim po
Azitromisin Amoksisilin Kloramfenikol
Dengan Komplikasi
Aztreonam IV Imipenem IV
Ceftriaxone IV atau Cefotaxime IV
Sumber: Harrison 18th Manual.
12. Pneumonia Merupakan suatu keradangan
jaringan paru akibat infeksi dari mikroorganisme patogen, virus, maupun jamur. Bronkopneumonia = Lobular Pneumonia Didapatkan demam dengan sputum yang purulen. Didapatkan ronki, fremitus raba meningkat, dan bronkofoni bila terdapat konsolidasi. Fremitus menurun dan perkusi redup didapatkan bila terdapat efusi pleura dan empiema
Diagnosis pasti dengan
ditemukan kuman pada sputum maupun darah. Pengobatan berupa antibiotika seperti ceftriaxone, azitromisin, atau quinolone.
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#a30
13. Anemia Aplastik Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai dengan
pansitopenia pada darah tepi disertai dengan hiposelularitas dari sumsumtulang. Etiologi dari anemia aplastik adalah: idiopatik, obat, toksin, infeksi, timoma, sindroma mielodisplastik, dan paroksismal nokturnal hemoglobinuria. Patofisiologi yang mendasari adalah kelainan sel induk, adanya reaksi imunologi, dan kelainan faktor lingkungan. Gejala klinis yang terjadi pada umumnya adalah gejala dari trombositopenia (perdarahan, ekimosis, petekiae, epistaksis), anemia (lemah, lesu, sukar berkonsentrasi), leukositopenia (demam, sering infeksi).
Pemeriksaan fisis sesuai dengan temuan pansitopenia. Pemeriksaan darah tepi didapatkan pansitopenia disertai
hiposeluleritas sumsum tulang. Pengobatan umum dari anemia aplastik meliputi hindari kontak dengan penderita penyakit infeksi, penggunaan sabun antiseptik, penggunaan sikat gigi yang halus, membatasi penggunaan obat suntikan, dan cegah menstruasi dengan memberikan obat anovulatoir. Pengobatan khusus dari anemia aplastik:
Transfusi produk darah sesuai dengan indikasi adanya pansitopenia. (Transfusi PRC bila Hb < 7 g/dL, transfusi trombosit bila kurang dari 10.000/mm3) Pemberian antibiotika sesuai dengan hasil kultur. Berikan Hematopoietic Growth Factor untuk leukopeni berupa GM-CSF, G-CSF, dan eritropoietin untuk anemia. Pemberian steroid 1mg/kgBB/hari selama 1 bulan dengan tapering off atau cyclosporine A 2x sehari dengan dosis 3 mg/kgBB/hari
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
14. Sindroma Alergi Oral Merupakan bentuk alergi makanan yang ditandai dengan
adanya reaksi alergi setelah mengonsumsi buah-buahan, sayur, maupun kacang yang fresh. Merupakan bentuk alergi makanan yang paling sering
dijumpai pada pasien dewasa. Patofisiologi berhubungan dengan reaksi silang antara
protein tanaman atau serbuk yang masih terdapat pada buah-buahan sehingga insidens lebih tinggi apabila memakan buah yang belum dibersihkan. Reaksi tersebut dimediasi oleh IgE
Gejala klinis sindroma alergi oral hanya
melibatkan gejala orofaring. Pasien dapat memiliki riwayat atopi sebelumnya Diagnosis: skin test, ELISA, leukosit feses, patch test, elimination diet, food challenge test Terapi diutamakan menghindari makanan penyebab alergi. Terapi farmakologis dapat digunakan antihistamin, dan kortikosteroid.
15. Lokasi Infark Miokard Akut
16. Miokarditis Miokarditis adalah penyakit inflamasi miokard dengan variasi
gejala klinis dari subklinis hingga kematian mendadak Gejala klinis miokarditis meliputi nyeri dada, demam, keringat dingin, meriang, sesak napas. Pada miokarditis oleh karena virus dapat dijumpai gejala prodormal infeksi virus (ISPA) Gejala lain yang dapat dijumpai dan fatal adalah gagal jantung, palpitasi, sinkop, dan kematian mendadak oleh karena aritmia. Kecurigaan terhadap miokarditis didapatkan dari adanya tanda gagal jantung akut (takikardia, gallop, regurgitasi mitral, edema) dan semakin menguat apabila didapatkan tanda pericarditis (pericardial friction rub)
Pemeriksaan Penunjang Miokarditis Laboratorium Darah lengkap LED dan CRP Skrining reumatologis Kadar enzim jantung ECG Pemeriksaan imejing Echocardiography Antimyosin scintigraphy: untuk mengidentifikasi inflamasi miokard Kardiak angiografi: untuk menyingkirkan iskemia koroner
Tatalaksana Miokarditis Secara garis besar tatalaksana miokarditis bertujuan untuk
mengurangi beban jantung dan meningkatkan hemodinamik sehingga pasien dapat bertahan. Farmakoterapi yang digunakan meliputi Vasodilator, ACEinhibitor, dan diuretik. Antiaritmia dapat digunakan namun harus diperhatikan rata-rata obat tersebut bersifat inotropik negatif sehingga dapat memerburuk keadaan gagal jantung. Obat inotropik positif dapat digunakan namun bersifat aritmogenik apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama. Imunosupresif tidak memberikan manfaat klinis yang signifikan menurut penelitian dari NIH (National Institute of Health)
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/156330-treatment#a1156
17. Pemeriksaan Cairan Sendi (Sinovial)
18. Glomerulonefritis pasca Streptokokus Akut Merupakan
penyakit
sindroma
glomeruler
pasca
infeksi
streptokokus Terdiri dari gejala: Hematuria, Oliguria (hingga anuria), Hipertensi, Proteinuria, dan edema (biasanya wajah) Manifestasi klinis yang menonjol adalah lemah, malaise, nyeri pinggang yang biasa disebabkan oleh karena pembengkakakn kapsuler ginjal. Komplikasi terjadi akibat dari hipertensi, gagal jantung kiri, gagal ginjal akut, dan perubahan menjagi bentuk kronik. Diagnosis: titer Antistreptolisin Pengobatan: retensi cairan, obat antihipertensi, terapi gagal ginjal dan terapi penyebab SNA
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
19. Efusi Pleura Efusi Pleura adalah penumpukan cairan pada kavum
pleura oleh karena produksi cairan yang berlebihan atau berkurangnya kemampuan absorbsi cairan atau keduanya. Merupakan manifestasi klinis paling sering pada pleura Riwayat anamnesis yang lengkap dapat membantu menegakkan etiologi dari efusi Gejala klinis yang dirasakan pasien adalah dispnea (hingga orthopnea dan PND), batuk, nyeri dada (terutama pada saat inspirasi dalam dan dirasakan nyeri dada yang tajam), dan gejala nyeri dada oleh karena etiologi.
Pemeriksaan penunjang: X-ray thoraks,
thoracosentensis. Karakteristik Cairan Pleura normal:
Berwarna jernih pH 7,60-7,64 Kadar Protein kurang dari 2% (1-2 g/dL) Leukosit < 1000/mm3 Kadar glukosa sama dengan plasma LDH < 50% plasma Tidak terdapat bakteri
Tatalaksana efusi pleura pada umumnya mengikuti
tatalaksana etiologi yang mendasari kelainan tersebut. Indikasi drainase efusi pleura: Kondisi cairan purulent makroskopis, pH < 7,1, efusi terlokalisasi, dan didapatkan bakteri pada efusi Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/299959-treatment
20. Bradikardia Adalah irama sinus di mana frekuensi detak jantung ≤ 60 kali per
menit. Pada pasien normal dapat didapatkan (terutama atlet atau pasien dengan aktivitas fisik rutin) oleh karena jantung lebih efisien memompa darah dan adanya hiperreaktivitas nervus X Etiologi tersering adalah Sick Sinus Syndrome pada keadaan patologis Gejala klinis meliputi: sinkop, pusing, perasaan melayang, nyeri dada, sesak, dispnoe on effort. Pemeriksaan fisis sering kali tidak spesifik Pada pasien dengan keluhan atropin intravena dapat diberikan (0,5 mg/dosis)
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/760220-treatment#a1126
21. Perbedaan DM Tipe 1 dan Tipe 2
22. Mitral Regurgitasi Merupakan penyakit jantung katub yang sering disebabkan post infeksi
Streptococcus. Gejala klinis yang dapat terjadi adalah dispnea, kelelahan, orthopnea, dan edema paru. Pada kasus kronis dapat asimtomatik dan dapat didapatkan AF maupun iskemia atau infark miokard terutama pada lead inferior dan posterior. Pada pemeriksaan fisis didapatkan pengisian nadi yang meningkat, S1 menghilang, wide splitting S2, S3 terdengar oleh karena disfungsi ventrikel kiri, P2 dapat terdengar dan murmur sistolik. Murmur yang terjadi pada apex dan dapat menjalar hingga subscapular dan axilla kiri. Pada pemeriksaan radiologi thoraks dapat didapatkan LVH, LAH, hingga edema paru
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/155618-overview
23. Pembesaran Ventrikel Kiri pada EKG (Kriteria Romhilt-Estes)
Jumlah nilai ≥ 5
adalah definitif hipertrofi ventrikel kiri Jumlah nilai = 4 adalah kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri
Kriteria EKG
Nilai
Kriteria Voltase: Terdapat berbagai macam kriteria, pilih salah satu: • R atau S di sandapan ekstremitas ≥ 20 mm • S di kompleks V1 atau V2 ≥ 30 mm • R di V5 atau V6 ≥ 30 mm • S di Vi ditambah R di V5 ≥ 35 mm
3
Depresi ST dan inversi T di kompleks V5-V6 (strain pattern) • Dengan digitalis • Pasien non digitalis
1 3
Terdapat hipertrofi ventrikel kiri: • Interval P di II ≥ 0,12 detik dan terdapat lekukan pada gelombang P • Defleksi terminal V1 negatid dengan lebar ≥ 0,04 detik dan dalam ≥ 1 mm
3
Terdapat Left Axis Deviation • Sumbu QRS pada bidang frontal > 150
2
Interval QRS di kompleks V5-V6 > 0,09 detik
1
Waktu Aktivasi Ventrikel (waktu awal QRS hingga puncak R) > 1 0,04 detik
24. Tatalaksana Hipertiroid Tatalaksana hipertiroid meliputi konservatif, pembedahan, dan
radioaktif. Tatalaksana konservatif meliputi:
Farmakoterapi dengan Propiltiourasil 200-600 mg per hari atau metimazole dengan dosis 1/10 propiltiourasil Obat-obat untuk menekan over-sympathetic stimulation seperti β-blocker Sedativa Diet TKTP Multivitamin
Tatalaksana pembedahan: subtotal tiroidektomi dengan indikasi:
struma yang besar, relaps, tidak dapat diobati secara konservatif, kosmetik Tatalaksana radioaktif dengan Iodium dengan indikasi: usia, menolak pembedahan
25. Bronkiektasis Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik
ditandai dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta fungsinya. Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah
infeksi, kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu.
Gambaran Patologi Lynne Reyd membagi BE menjadi 3 bentuk berdasarkan
pelebaran bronkus dan derajad obstruksi, sebagai berikut:
Bentuk silindrik (tubular)
Bentuk varikosa (fusiform)
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat penambahan diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal bronkus tidak begitu melebar.
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindrik dan bersifat irregular. Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah gambaran khas pada bentuk varikosa.
Bentuk sakuler (kistik)
Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus. Pelebaran bronkus ini terlihat sebagai balon, kelainan ini biasanya terjadi pada bronkus besar, pada bronkus generasi ke 4. Bentuk ini juga terdapat pada BE kongenital.
Tatalaksana Bronkiektasis Tatalaksana suportif meliputi: hindari merokok, nutrisi
adekuat, imunisasi influenza dan pneumonia. Tatalaksana farmakologis meliputi antibiotika
(amoksisilin, kotrimoksasol, tetrasiklin, sefalosporin, fluorokuinolon, dan makrolid sesuai indikasi dan sensitivitas kuman), bronkodilator untuk mengatasi hiperreaktivitas saluran napas, bronchial hygiene dengan nebulisasi NaCl terkonsentrasi (7%) Bila tatalaksana tersebut tidak memberikan hasil
maksimal dapat dilakukan tatalaksana bedah Sumber: Buku Ajar Ilmu penyakit Paru; http://www.klikparu.com/2013/01/bronkiektasis-be.html
26. Hiponatremia Disebut hiponatremia bila kadar natrium dibawah 130 mEq/L Dapat terjadi akibat kehilangan Natrium berlebihan atau
peningkatan jumlah air di dalam tubuh. Etiologi tersering adalah: Kehilangan melalui GI tract, terapi diuretik, acute tubular necrosis, pemberian cairan hipotonik (0,5 NS), ketoasidesis diabetik, HHS, produksi ADH yang tidak teregulasi (pneumonia, brain trauma, kanker paru), obat-obatan (litium) Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah penurunan tekanan darah, perubahan status mental, mual, letargis, nyeri kepala, kejang hingga koma (di bawah 115mEq/L), hipotonia otot, tremor, diare, kram, muntah
Perhitungan defisit Na untuk koreksi = 0,6 x BB
(140-Na Pasien) Tatalaksana hiponatremia:
Apabila pasien normovolemik atau edema: restriksi cairan
Apabila pasien hipovolemik:
IV 0,9% NS atau RL
Hindari koreksi Na secara cepat (maksimum 10 mEq/hari. Bila terlalu cepat dapat menyebabkan central pontin myelinolysis hingga kematian)
Tujuan kadar Na yang ingin dicapai adalah 120 mEq/L
Apabila pasien memiliki simtomatik hiponatremia seperti kejang, koma, edema otak berikan NaCl 3% dengan kecepatan infus 1-2 ml/kgBB/jam Sumber: http://faculty.ksu.edu.sa/hussain/Documents/fluid_electrolytes.pdf
ILMU BEDAH
27. Necrotizing Ulcerative Gingivostomatitis Acute , and sometimes recurring gingival infection of complex etiology Clinical signs • Pain • Ulceration • Necrosis of the interdental papillae • Bleeding either spontaneous or to gentle manipulation.
• The ulcers are covered by a yellowish – white or grayish slough which termed ―Pseudo membrane ― • Consists primarily of fibrin and necrotic tissue with Leucocytes, erythrocytes and masses of bacteria
Acute Necrotizing Ulcerative Gingivostomatitis (Trench Mouth, Vincent‘s Disease) ―Punched out‖
ulcerations, rapid onset, painful, foul, fetid odor Bacteroides fusiformis & Borrelia vincentii TX: 3% H2O2 mouthwash, debridement R/O herpes infection
NOMA: severe variant in children with poor nutrition, gangrenous spread to bone may result in death.
28. The Breast Tumors
Onset
Feature
Breast cancer
30-menopause
Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass
Fibroadeno ma mammae
< 30 years
They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic mammae
20 to 40 years
lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge
Mastitis
18-50 years
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides Tumors
30-55 years
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.
Duct Papilloma
45-50 years
occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge
Pemeriksaan Radiologis Payudara USG Mamae Tujuan utama USG mamae adalah untuk membedakan massa solid dan kistik Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan mamografi
Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk wanita usia muda (<35) dan berperan dalam penilaian hasil mamografi ‗ dense‘ breast
Mammography Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang asimptomatik Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara :
Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara yang terdiagnosis premenopaus Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal hyperplasia
Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang
simptomatik dengan adanya massa pada payudara atau gejala klinis kanker payudara yang lain
www.rad.washington.edu
Treatment FAM: Watchfull waiting Traditional open excisional biopsy Biopsy Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk diperiksa Untuk menentukan adanya suatu penyakit
29. Tennis Elbow Lateral epicondylitis
Terjadi karena
penggunaan siku yang berlebihan
Gejala dan tanda:
Nyeri atau terasa terbakar pada sisi lateral siku Weak grip strength
Often worsened with
forearm activity
holding a racquet turning a wrench shaking hands.
American Academy of Orthopaedic Surgeons
30. Receptors in Ca Mammae Adanya Estrogen
Receptor (ER) pada Ca Mammae
Responsif terhadap terapi Hormonal Better prognosis good differentiation
Proposed mechanism of hormonal therapy in inhibiting tumor cell growth (Sciencedirect.com)
BIOMARKERS Status estrogen receptor (ER), progesterone receptor (PR) dan HER-2/neu status harus ditentukan saat biopsi Valuable Managing metastatic disease Select patients for adjuvant therapybefore initiating any adjuvant therapy it may change after therapy
Adjuvant hormonal therapy, with or without chemotherapy, in receptor-positive tumors improve survival rates even in the absence of lymph node metastases
Receptor-positive More favorable course Up to 60% of patients with metastatic breast cancer will respond to hormonal manipulation Less than 5% of patients with metastatic, ER-negative tumors can be treated successfully in this fashion
31. Lymph node drainage
32. Management of Trauma Patient
Airway Management Simple management
maneuvers Suction Chin lift Jaw thrust “Definitive airway:” Cuffed tube in tracheaendotracheal tube
Pasien tidak sadar: GCS <9 Obstruksi karena Lidah Aspirasi Benda asing Trauma Maksilofasial Trauma leher Management: Careful endoscopic exam Careful and gentle intubation, or Surgical airway?
Modifikasi untuk pasien dengan kecurigaan
trauma medula spinalis: 1. Tongue/jaw lift 2. Modified jaw thrust
Sumbatan Jalan Napas Mengorok •
Obstruksi jalan napas atas karena lidah
Gurgling •
due to obstruction of upper airway by liquids (blood, vomit)
Wheezing •
due to narrowing of the lower airways
Oropharyngeal Airway • Semicircular, disposable and made of hard plastic. Guedel and Berman are the frequent types. • Guedel tubular dan memiliki lubang ditengah. • Berman solid and has channeled sides. • Menarik lidah menjauh dari dinding faring posterior • Mencegah lidah untuk jatuh ke hipofaring
PATENT Vs COLLAPSED AIRWAY
2006 American Academy of Sleep medicine
33. X-ray
Riwayat penurunan kesadaran atau pada pasien
dengan trauma multipelindikasi dilakukannya CT kepala+bone window, 3D bila terdapat fraktur fasial USG abdomen pada trauma tidak diindikasikan FAST
Focused Assesment with Sonography for Trauma Abdomen USG membutuhkan persiapan, kandung kemih harus penuh FASTUSG tanpa persiapan, Kandung kemih penuh tidak diharuskan, terfokus untuk menilai organ abdomen yang padat dan adanya udara bebas
34. GIT Congenital Malformation Disorder
Clinical Presentation
Hirschpru ng
Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus) Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention, poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis. RT:Explosive stools . Criterion standardfull-thickness rectal biopsy. Treatment remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or without an initial diversion)
Anal Atresia
Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler). Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the rectum ending in a blind pouch. High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophi c Pyloric Stenosis
Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus functional gastric outlet obstruction Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive sign).Vomiting occur after every feeding,starts 3-4 weeks of age
Disorder
Clinical Presentation
Oesophagus Atresia
Congenitally interrupted esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia
Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the intestine Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting
http://en.wikipedia.org/wiki/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Atresia anii
Duodenal atresia
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/
Learningradiology.om
Hypertrophic Pyloric Stenosis
CLINICAL MANIFESTATIONS The classic presentation of IHPS
Bayi 3-6 minggu Mengalami muntah segera setelah makan, tidak berwarna hijau (non-bilious) dan sering kali proyektilMuntah proyektil
Muntah dapat berwarna seperti kopi karena iritasi lambung akibat tekanan di pilorus yang tinggi
Terlihat lapar dan makan setelah muntah (a
vomiter")
"hungry
Palpable mass Massa Paling mudah teraba segera setelah muntah karena sebelumnya tertutupi oleh antrum yang distensi atau otot abdomen yang menegang
GERD signs and symptoms
35. Sumbatan Jalan Napas Mengorok •
Obstruksi jalan napas atas karena lidah
Gurgling •
due to obstruction of upper airway by liquids (blood, vomit)
Wheezing •
due to narrowing of the lower airways
Oropharyngeal Airway • Semicircular, disposable and made of hard plastic. Guedel and Berman are the frequent types. • Guedel tubular dan memiliki lubang ditengah. • Berman solid and has channeled sides. • Menarik lidah menjauh dari dinding faring posterior • Mencegah lidah untuk jatuh ke hipofaring
PATENT Vs COLLAPSED AIRWAY
2006 American Academy of Sleep medicine
36. FOREHAND FRACTURE Montegia Fracture Dislocation Fraktur 1/3 proksimal
Ulna disertai dengan dislokasi kepala radius ke arah anterior, posterior, atau lateral Head of Radius dislocates same direction as fracture Memerlukan ORIF
http://www.learningradiology.com
Lateral displacement
Galleazzi Fracture Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi radio-ulna ke arah inferior Like Monteggia fracture if treated conservatively it will redisplace This fracture appeared in acceptable position after reduction and POP http://www.learningradiology.com
Colles‘ Fracture Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis Extra-Articular : 1 inch of distal Radius Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan pada posisi dorsofleksi Typical deformity : Dinner Fork Deformity is : Impaction, dorsal displacement and angulation, radial displacement and angulation and avulsion of ulnar styloid process http://www.learningradiology.com
Colles‘ Fracture
optimized by optima
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture Hampir berlawanan dengan Colles‘ fracture Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan colles‘ Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan
pada posisi palmar fleksi Typical deformity : Garden Spade Management is conservative : MUA and Above Elbow POP
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
http://www.learningradiology.com
37. Hemorrhaegic Shock
38. Airway Management Modifikasi untuk pasien dengan kecurigaan trauma medula
spinalis: 1. Tongue/jaw lift 2. Modified jaw thrust
39. Shock: Classification Hypovolemic shock
Terjadi karena turunnya volume darah yang bersirkulasi dibandingkan kapasitas total pembuluh darah, dicirikan dengan penurunakan diastolic filling pressures
Cardiogenic shock
Kegagalan pompa jantung akibat berkurangnya kontraktilitas myoardium atau fungsi myokardium atau kelainan anatomi jantung, dicirikan dengan peningkatan diastolic filling pressures and volumes
Extra-cardiac obstructive shock
Terjadi karena adanya obstruksi aliran darah balik ke jantung, dicirikan dengan impairment of diastolic filling or excessive afterload
Distributive shock
Disebabkan oleh hilangnya kontrol vasomotor yang menyebabkan dilatasi arteriol dan venula, dicirikan dengan peningkatan cardiac output dan menurunnya SVR (Systemic vascular resistance)
CARDIOGENIC Myopathic
Pharmacologic : Calcium
Blunt Cardiac Injury
(trauma) Myocarditis Cardiomyopathy Post-ischemic myocardial stunning Septic myocardial depression
channel blockers Mechanical Valvular failure (stenotic or regurgitant) Hypertropic cardiomyopathy Ventricular septal defect Arrhythmic Bradycardia Tachycardia
EXTRACARDIAC OBSTRUCTIVE Impaired diastolic filling
(decreased ventricular preload) Direct venous obstruction (vena cava) intrathoracic obstructive tumors Increased intrathoracic pressure Tension pneumothorax Mechanical ventilation (with excessive pressure or volume depletion) Asthma Decreased cardiac compliance Constrictive pericarditis Cardiac tamponade
Impaired systolic contraction
(increased ventricular afterload) Right ventricle Pulmonary embolus (massive) Acute pulmonary hypertension Left ventricle embolus Aortic dissection
DISTRIBUTIVE Septic (bacterial, fungal, viral, rickettsial) Toxic shock syndrome Anaphylactic, anaphylactoid Neurogenic (spinal shock) Endocrinologic Adrenal crisis Thyroid storm Toxic (e.g., nitroprusside, bretylium)
optimized by optima
optimized by optima
Hypovolemic shock Shock caused by
decreased preload due to intravascular volume loss (1/5 of blood volume)
Results in decreased CO SVR is typically increased in an effort to compensate Causes: Hemorrhagic – trauma, GI bleed, hemorrhagic pancreatitis, fractures Fluid loss induced – Diarrhea, vomiting, burns
Loss of circulating blood
volume (Plasma)
Normal Blood Volume:
- 7% IBW in adults - 9% IBW in kids
Hypovolemic Hemorrhagic
Trauma Gastrointestinal Retroperitoneal Fluid depletion (nonhemorrhagic) External fluid loss Dehydration Vomiting Diarrhea Polyuria
optimized by optima
Interstitial fluid
redistribution Thermal injury Trauma Anaphylaxis Increased vascular capacitance (venodilatation) Sepsis Anaphylaxis Toxins/drugs
Hemorrhaegic Shock
40. Hernia HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA
/VENTRAL HERNIA
• • •
Tipe Hernia
Definisi
Reponible
Kantong hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible
Kantong hernia tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga peritoneum
Incarserated
Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia
Strangulated
Obstruksi dari pasase usus dan Obstruksi vaskular dari kantong herniatanda-tanda iskemik usus: bengkak,nyeri,merah
Indirek mengikuti kanalis inguinalis Karena adanya prosesus vaginalis persistent The processus vaginalis outpouching of peritoneum attached to the testicle that trails behind as it descends retroperitoneally into the scrotum. DirekTimbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach http://emedicine.medscape.com/article/
Gejala hernia strangulata
:
Nyeri amat sangat dan kemerahan Nyeri yang makin lama makin berat Demam Takikardi Mual dan muntah Obstruksi
http://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentType ID=134&ContentID=35
Inguinal hernia • Most common • Most difficult to understand • Congenital ~ indirect • Acquired ~ direct or indirect • Indirect Hernia • has peritoneal sac • lateral to epigastric vessels • Direct Hernia • usually no peritoneal sac • through Hasselbach triangle, medial to epigastric vessels
41. Gallbladder Disorder
Kolelitiasis
Pemeriksaan penunjang kolelitiasis Ultrasonography
(US)pemeriksaan penunjang pilihan untuk mengidentifikasi batu empedu
Dapat mendeteksi batu empedu sebesar 2 mm sensitivitas > 95% Cepat, noninvasif, dapat dilakukan secara bedside, Tidak melibatkan radiasi
Ultrasound image obtained with a 4-MHz transducer demonstrates a stone in the gallbladder neck with typical acoustic shadow
Pada foto Polos
Abdomenbatu empedu tampak sebagai kalsifikasi pada kuadran kanan atas Hanya 50% dari batu pigmen dan 20% dari batu kolesterol yang dapat terlihat pada foto polos abdomen
on CT scan
Gallstones appear as single or multiple filling defects densely calcified, rim calcified, or laminated or have a central nidus of calcification Kurang lebih 20% dari batu empedu tidak terlihat pada CT
http://emedicine.medscape.com/article/366246-overview#a20
Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier.
Gallbladder Disorder Term
Definition
Clinical symptoms
Cholecystitis
Inflammation of the gallbladder
Acute: fever,right upper quadrant(RUQ) pain,murphy‘s sign +, may be icteric Chronic:no fever,recurrent RUQ pain,no icteric USG:may be calculus/not,cyst wall thickening
Cholecystolitiasis
the presence of gallstones in the gallbladder.
Recurrent RUQ pain,recurrent dyspepsia,no fever,no icteric,pain after fatty meal,Ro:radioopaque RUQ
Cholelitihiasis
The presence or formation of gallstones in the gallbladder or bile ducts
Symptoms depend on stone location, only use this terms if the stone location is not established
Choledocholithiasis
the presence of gallstones in the common bile duct
Colicky pain(biliary colic),icteric,may be with cholangitis signs(charcoats triads)
Appendicitis
Inflammation of the vermiform appendix.
Pain on right lower quadrant,migratory pain,nausea,vomiting,specific signs(rovcing,McBurney,etc)
Kolesistitis dengan kolelitiasis • Acoustic shadow • Dinding yang menebaldouble rims http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Surgery/cholecystitis_list2.htm
42. Hipospadia Hypospadia • OUE berada pada ventral penis • Three anatomical characteristics • An ectopic urethral meatus • An incomplete prepuce • Chordee ventral shortening and curvature http://emedicine.medscape.com/article/1015227
EpispadiaOUE berada di dorsum penis • Penis lebar, pendek dan melengkung keatas (dorsal chordee) • Penis menempel pada tulang pelvis • Tulang pelvis terpisah lebar • Classification: • the glans (glanular) • along the shaft of the penis (penile) • near the pubic bone (penopubic)
http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surger y_detail.php?Epispadias-4
Phimosis Phimosis Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal Fisiologis pada neonatus Komplikasiinfeksi
Balanitis Postitis Balanopostitis
Treatment
Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction Dorsum incisionbila telah ada komplikasi
Paraphimosis Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius Gawat darurat bila
Obstruksi vena superfisial edema dan nyeri Nekrosis glans penis
Treatment
Manual reposition Dorsum incision
Hydrocele
Anorchia the absence of both testes at birth • Normal outside genitals before puberty • Failure to start puberty at the correct time • Empty scrotum • Lack of secondary sex characteristics • penis and pubic hair growth • deepening of the voice • increase in muscle mass Congenital urethrocutaneous fistula • Fistula pada ventral penis, dapat berkaitan dengan kelainan genitalia yang lain (epispadia atau hipospadia Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants) • Widely separated pubic symphysis • The umbilicus is low or elongated • A small superior bladder opening or a patch of isolated bladder mucosa • Infraumbilica • Genitalia are intact http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002167/
http://en.wikipedia.org/wiki/
http://emedicine.medscape.com/article/
Male Genital Disorders Disorders
Etiology
Clinical
Testicular torsion
Intra/extra-vaginal torsion
Sudden onset of severe testicular pain followed by inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal upset with nausea and vomiting.
Hidrocele
Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen blood blockage in testicle,Transillumination + the spermatic cord Inflammation or injury
Varicocoele
Vein insufficiency
Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis
persistent patency of the processus vaginalis
Mass in scrotum when coughing or crying
Chriptorchimus Congenital anomaly
Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other area, hidden or palpated as a mass in inguinal. Complication:testicular neoplasm, subfertility, testicular torsion and inguinal hernia
43. Ileus Obstruksi Obstruction Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak peristaltik usus. Partial or complete Simple or strangulated
Ileus Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan peristaltik usus
Penyebab- Usus Halus Luminal
Mural
Extraluminal
Benda asing Bezoars Batu Empedu Sisa-sisa makanan
Neoplasims lipoma polyps leiyomayoma hematoma lymphoma carcimoid carinoma secondary Tumors Crohns TB Stricture Intussusception Congenital
Postoperative adhesions
A. Lumbricoides
Congenital adhesions Hernia Volvulus
1. Anamnesis The Universal Features Nyeri kolik (Colicky abdominal pain), muntah, konstipasi (absolute), distensi abdominal. Anamnesis Lengkap
High • Pain is rapid • Vomiting copious and contains bile jejunal content • Abdominal distension is limited or localized • Rapid dehydration
Distal small bowel • Pain: central and colicky • Vomitus is feculunt • Distension is severe • Visible peristalsis • May continue to pass flatus and feacus before absolute constipation
Colonic • Preexisting change in • • • •
bowel habit Colicky in the lower abdomin Vomiting is late Distension prominent Cecum ? distended
Persistent pain may be a sign of strangulation Relative and absolute constipation
2. Pemeriksaan Fisik General •Vital signs: P, BP, RR, T, Sat •dehydration •Anaemia, jaundice, LN •Assessment of vomitus if possible •Full lung and heart examination
Abdominal •Abdominal distension and it‘s pattern •Hernial orifices •Visible peristalsis •Cecal distension •Tenderness, guarding and rebound •Organomegaly •Bising Usus
Others Systemic examination If deemed necessary. •CNS •Vascular •Gynaecological •muscuoloskeltal
–High pitched (metallic sound) –Meningkat –Menghilang
•Rectal examination Darm konturterlihatnya bentuk usus pada dinding abdomen Darm Steifung—terlihatnya gerakan peristaltik pada dinding abdomen
Pemeriksaan Radiologis Posisi: Supine, tegak dan LLD Pola udara dalam usus:
Gastric, Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels:
Gastric 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area: 1. 2. 3. 4.
Caecal Hepatobiliary Udara bebas dibawah diaphragma Rectum
Periksa adanya kalsifikasi Periksa adanya massa, psoas shadow Periksa adanya feses
The Difference between small and large bowel obstruction Large bowel •Peripheral ( diameter 8 cm max) •Presence of haustration
Small Bowel •Central ( diameter 5 cm max) •Vulvulae coniventae •Ileum: may appear tubeless
Radiologi: Supine dan tegak(LLD) Sensitivitas: 60% (sampai 90%) Yang dapat ditemukan:
A.
B. 1.
2. 3.
4.
Distensi usus pada proksimal dari obstruksi Usus kolaps pada distal dari obstruksi Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels Posisi Supine a. Sharply angulated distended bowel loops b. Step-ladder arrangement or parallel bowel loops
Tatalaksana Awal di UGD ResusitasiABC bila pasien tidak stabil
Air way (O2 60-100%) Infus 2 akses vena bila dibutuhkan Infus kristaloid sesuai kondis pasien
Pemeriksaan laboratorium Dekompresi dengan Naso-gastric tube Pemasangan kateter urinmonitor output urin setiap jambalans cairan
ketat Antibiotik IV (tidak ada bukti yang jelas) Pemasangan CVPBila dikhawatirkan akan terjadi pemberian cairan yang berlebih Follow-up hasil lab dan Koreksi ketidakseimbangan elektrolit Perawatan di intermediate care Rectal tubes hanya dilakukan pada Sigmoid volvulus.
Indikasi operasi segera Adanya strangulasicontoh: hernia Adanya tanda-tanda peritonitis yang disebabkan
karena perforasi atau iskemia
44. Acute Limb Ischemia
Chronic Limb Ischemia
Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans) • Secara khusus dihubungkan dengan merokok • Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial • Presentation –
Nyeri saat beristirahat
–
Gangrene
–
Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (―phlebitis • • •
•
migrans‖) Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko aterosklerosis yang lain Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels Progresivitas – dari distal ke proximal Remisi klinis dengan penghentian merokok
Arteritis Takayasu • Vaskulitis dari pembuluh darah besar, yang melibatkan
aorta dan cabang-cabang utamanya • Lebih sering pada wanita dan bergejala sebelum usia 40 thn • Typical symptoms – – –
Klaudikatio ekstremitas saat beraktivitas Nyeri dada Gejala sistemikpenurunan berat badan, malaise, demam subfebris, myalgia.
• On examination – Bruit pada karotis, aorta abdominal atau a.subclavia – Perbedaan TD • •
–
Antara sisi kanan dan kiri Antara ektremitas atas dan bawah
Murmur karena aorta regurgitasibila terdapat dilatasi dari cabang aorta
Classification • Type I Hanya cabang dari arkus aorta • Type IIa Aorta asenden dan atau pada arkus aorta. Cabang
•
• •
•
dari arkus aorta juga dapat terkena. Bagian aorta yang lain tidak terkena. Type IIb Aorta torakalis desenden dengan atau tanpa keterlibatan aorta asenden, arkus aorta dan cabang-cabangnya. Aorta abdominal tidak terkena. Type III Aorta torakalis desenden, aorta abdominal dan atau a.renalis. Aorta asenden dan arkus aorta tidak terkena. Type IV hanya aorta abdominal dan a.renalis Type V a generalized type, with combined features of the other types.
II B
Branches of the aortic arch
II A
Ascending aorta, aortic arch, and its branches
intechopen.com
Abdominal aorta, renal arteries, or both Type IIa region plus thoracic descending aorta
Thoracic descending aorta, abdominal aorta, renal arteries, or a combination
uvahealth.com
http://www.ispub.com/journal/the-internet-journal-of-cardiology/volume-7-number-2/
45. Bisa Ular Neurotoksin jenis racun yang menyerang sistem saraf. Bekerja cepat dan cepat diserap Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang dapat
menyebabkan kematian gagal napas Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami kelemahan yang progresif. Kematian terjadi setelah 5-15 jam Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae seperti ular Kobra Gejala yang segera muncul:
Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas Gigitannya sendiri tidak nyeri http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin: • Fang marks • Nyeri abdomen dan otot Abdominal • Drowsiness. • Ptosis • Paralisis otot leherkepala terkulai • Hilangnya koordinasi otot • Kesulitan berbicara 20 minutes setelah gigitan • Mual dan muntah • Disfagia Konstriksi esofagus • Peningkatan salivasikarena tidak dapat menelan • Peningkatan produksi keringat
Tremor otot(fasiciculation)
Menyerang motor neuron Midriasis Halusinasi and confusion Hipotensi Takikardia atau bradikardi Paralisis flaksid Chest tightness. Respiratory distress. Respiratory muscle paralyses. Gelisah/REstlessness. Kehilangan kontrol terhadap fungsi
tubuhinkontinensia Koma Mati
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim pemecah protein (proteolytic). Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi penggumpalan darah, pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan, beberapa menit saja korban akan merasakan sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Derajat Parrish (Gigitan Ular) Derajat 0 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam Pembengkakan minimal diameter 1 cm
Derajat 2 Sama dengan derajat 1 Ptechiae, echimosis Nyeri hebat dalam 12 jam pertama
Derajat 1 Bekas gigitan 2 taring Bengkak dengan diameter 15 cm Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
Derajat 3 Sama dengan derajat 2 Syok dan distress pernafasan/ptechiae, echimosis seluruh tubuh Derajat 4 Sangat cepat memburuk
46. Controlling External Bleeding Pertolongan pertama yang harus segera
dilakukan untuk menghentikan perdarahan Memberikan
tekanan langsung Menekan langsung sumber perdarahan dengan kassa steril
Pressure Bandages Apply over wound on
extremity to maintain direct pressure Use roller bandage to completely cover wound and maintain pressure
Make sure it doesn‘t cut off circulation Check victim‘s fingers and toes for circulation
Treatment Survei primer (ABC)
selalu didahulukan Setelah pasien stabil dan diamankanperiksa fraktur/dislokasi yang dialami Tatalaksana terpenting untuk fraktur dan dislokasiPembidaian, terutama sebelum transport http://www.aaos.org/
47. Neurofibromas Tumor ini terbentuk dari sel Schwann,
fibroblas, sel mast, dan pembuluh darah Disebut juga Schwannoma Dapat terbentuk dimanapun disepanjang saraf Lesi Cutaneous dan lesi subcutaneous berbatas tegas , nodul dapat berwarna coklat, pink, atau sewarna kulit , teraba lunak atau kenyal. Plexiform neurofibromas noncircumscribed, thick, and irregular, and they can cause disfigurement by entwining important supportive structures
Patologi
Sel Asal
Khas
Schwannoma/n eurofibroma
Sel schwann
Palisade , spindle cell
neurofibromatosis
Sel Schwann
Lesi di seluruh tubuh, café au lait, lesi plexiform, Lisch nodules
neuroblastoma
Neuroblast, sering dari neural crest pada kelenjar adrenal
Massa intraabdomen , pada anak, VMA +, gambaran Rosette
meningioma
Meningen
Mikroskopik Whorl sign dan Psammoma bodies
neuroma
Serabut saraf
encapsulated
48. Colonic Carcinoma Time Course Symptoms
Findings
Early
None
None Occult blood in stool
Mid
Rectal bleeding Change in bowel habits
Rectal mass Blood in stool
Late
Fatigue Anemia Abdominal pain
Weight loss Abdominal mass Bowel obstruction
Site Distribution
Staging
Faktor Risiko Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, beberapa faktor yang diduga berperan adalah: • Faktor herediter •
10-15% carcinoma colorectalkasus familial.
• Usia • •
faktor risiko dominan Insidensi meningkat diatas 50 tahun
• Diet dan lingkungan •
lebih sering terjadi pada populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan rendah serat.
• Inflammarory bowel disease •
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis ulceratif kronis, berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma colorectal.
Pemeriksaan Penunjang Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan
terhadap darah dalam feces. Ada 2 tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan kimiawi) dan immunochemical. Endoskopi
Rectosigmoidoskopi Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Pemeriksaan Penunjang • Double contrast
barium enema (DCBE): Barium enema dimasukkan, diikuti dengan pemasukan udara untuk mengembangkan colon. Hasilnya adalah lapisan tipis dari barium akan meliputi dinding sebelah dalam dari colon yang akan terlihat pada hasil pemeriksaan sinar X.
49. Luka Bakar
prick test (+)
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn
• Berat luka bakar: • Ringan: derajat 1 luas < 15% a/ derajat II < 2% • Sedang: derajat II 10-15% a/ derajat III 5-10% • Berat: derajat II > 20% atau derajat III > 10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, kelamin, persendian, pernapasan
To estimate scattered burns: patient's palm surface = 1% total body surface area
Parkland formula = baxter formula http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Total Body Surface Area
50. Le Fort Fracture
51. Indikasi rawat pasien luka bakar (LB) LB derajat II > 10 % ( < 10
tahun / > 50 tahun ). LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun ) LB derajat II > 30 % ( 10 – 50 tahun )ICU LB yang mengenai : wajah, leher, mata, telinga, tangan, kaki, sendi, genitalia. LB derajat III > 5 %, semua umur.
LB Listrik / Petir dengan
kerusakan jaringan dibawah kulit LB Kimia / Radiasi / Inhalasi dengan penyulit. LB dengan penyakit Penyerta. LB dengan Trauma Inhalasi
http://emedicine.medscape.com/article/1277360-overview#showall
Indikasi resusitasi cairan American Burn
Association
LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ). LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
Unit Luka Bakar RSCM
LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ). LB derajat II > 15% ( 10 – 50 tahun )
Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar (Baxter) dibagi 8 jam pertama dan 16 jam berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360 | SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
52. Intussusception • • •
• • • •
Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan pada kuadran kanan bawah (Dance sign) Usia 6 - 12 bulan Biasanya jenis kelamin laki-laki lethargy/irritability Portio-like on DRE
Triad: • vomiting • abdominal pain • colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved • blood per rectum /currant jelly stool
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
ILMU PENYAKIT MATA
53. Keratitis Herpes Simpleks Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes
simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan. Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti banyak. Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa . Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury‘s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Tanda dan gejala: Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang signifikan. Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata, penurunan penglihatan, anestesi pada kornea, demam. Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat bilateral Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion -dendritic ulcer -- Geographic ulcer Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi. Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury‘s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Manifestations of herpetic keratitis Live virus Epithelium Stroma
Endotheliu m Anterior chamber
Dendrite, geographic Necrotizing keratitis
Keratouveitis
Immune reaction
"Meta-herpetic" Epithelial defect
Immune keratitis Microbial and non-microbial ulcerative keratitis Disciform keratitis Keratouveitis
Tatalaksana: Dokter umum: RUJUK SEGERA Debridement Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus)
Topical antiviral: trifluridine 1% 8x/day (watch for epithelial toxicity after 1 week fo therapy), acyclovir 3% drops initially 5x/day gradually tapering down but continued for at least 3 days after complete healing; if resistant, consider ganciclovir 0.15% gel initially 5x/day.
Bedah Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari berlebihan, imunosupresi, dll
Keratitis herpes zoster • Bentuk rekuren dari keratitis Varicella • Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)
Keratitis varicella • Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella • Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea dan uveitis Keratitis marginal • Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus • Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri • Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata org yang menggunakan kontak lens • Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our patient after fluorescein staining.
54. Retinitis Pigmentosa ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL
MATA MERAH VISUS TURUN
• struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata)
• Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
• • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
• • • • • •
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
• Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
54. Retinitis Pigmentosa Kelompok penyakit
Histopatologik:
degenerasi retina herediter yang ditandai dengan disfungsi progresif fotoreseptor khususnya sel batang (rod cell). Etiologi :
Autosomal dominant 43% Autosomal recessive 20% Sex – linked recessive 8% Sporadic tanpa riwayat keluarga 20%
Degenerasi sel batang dan kerucut Proliferasi sel glia Migrasi pigmen ke dalam jaringan retina Obliterasi sklerotik dari pembuluh darah retina Atrofi N II, sedangkan koroid normal
Saat ini belum ada
pengobatan yang berhasil
Ilmu Penyakit Mata. Nana Wijaya
Gejala Klinis Subyektif : buta senja (hemeralopia/nictalopia). Lapang pandang perifer menurun secara progresif dan perlahan tubular sign. Adaptasi gelap yang memanjang Obyektif : Pembuluh darah ciut tampak seperti tali Penimbunan pigmen berupa gambaran spikula tulang/Retinal Bone specule like pigmentation mula-mula di daerah ekuator kemudian menyebar ke perifer dan makula Karena geseran pigmen, gambaran pembuluh darah koroin menjadi lebih nyata Waxy Disc Pallor (papil pucat dan berwarna kuning tembaga) pada stadium lanjut Makula tampak seperti moth eaten appearance
Ilmu Penyakit Mata. Nana Wijaya
Pemeriksaan Penunjang Tes lapang pandang (goldman perimetry, Humphrey
Analyzer) Funduskopi Electroretinography/ERG (Respon subnormal atau negatif) Dark Adaptometry (memanjang) Electrooculography/EOG (peningkatan sinar yang tidak lazim) fundus Fluorescein angiography/ FFA
55. Konjungtivitis Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of the membrane lining the eyelids (conjunctiva) Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Bacterial
staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains
Acute onset of redness, grittiness, burning sensation, usually bilateral eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)
topical antibiotics Artificial tears
Viral
Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus
Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)
Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Fungal
Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii
Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye
Topical antifungal
Vernal
Allergy
Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, cobblestone pappilae, Hornertrantas dots
Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors
Inclusion
Chlamydia trachomatis
several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles
Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics
Conjunctivitis
Follicles
Papillae
Redness
Chemosis
Purulent discharge
56. AMBLIOPIA Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata
untuk melihat detail. Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak berkembang semasa kanak-kanak. Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang kabur/salah ke otak otak mjd ―bingung‖ akhirnya otak ―mengacuhkan‖ gambar dr mata yg rusak itu. Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun Penyebab :
Strabismus (paling sering) Katarak kongenital Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar
Tatalaksana: Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata yg ambliopia. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia
57. Presbiopia
Koreksi→ lensa positif
untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
Kekuatan lensa yang
biasa digunakan: + 1.0 D → usia 40 tahun + 1.5 D → usia 45 tahun http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
+ 2.0 D → usia 50 tahun + 2.5 D → usia 55 tahun + 3.0 D → usia 60 tahun
58-59. GLAUKOMA ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL
MATA MERAH VISUS TURUN
• struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata)
• Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
• • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
• • • • • •
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
• Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
Glaukoma • Glaukoma adalah penyakit saraf mata yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan bola mata (TIO Normal : 10-24mmHg) • Ditandai : meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang TIO tidak harus selalu tinggi, Tetapi TIO relatif tinggi untuk individu tersebut.
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Jenis Glaukoma : Primer yaitu timbul pada mata yang mempunyai bakat bawaan, biasanya bilateral dan diturunkan. Sekunder yang merupakan penyulit penyakit mata lainnya (ada penyebabnya) biasanya Unilateral Mekanisme : Gangguan aliran keluar humor akueus akibat kelainan
sitem drainase sudut kamera anterior (sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase (sudut tertutup) Pemeriksaan :
Tonometri : mengukur tekanan Intraokuler (TIO) Penilaian diskus optikus : pembesaran cekungan diskus optikus dan pemucatan diskus Lapang pandang Gonioskopi : menilai sudut kamera anterior sudut terbuka atau sudut tertutup
Pengobatan : menurunkan TIO obat-obatan, terapi bedah atau
laser
Glaukoma 179
glaucoma that develops after the 3rd year of life
Jenis Glaukoma Causes
Etiology
Clinical
Acute Glaucoma
Pupilllary block
Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred vision, haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg), conjunctival injection, corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer from hyperopia, and have no history of glaucoma
Open-angle (chronic) glaucoma
Unknown
History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual field loss
Congenital glaucoma
abnormal eye development, congenital infection
present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus (>12 mm)
Secondary glaucoma
Drugs (corticosteroids) Eye diseases (uveitis, cataract) Systemic diseases Trauma
Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
Absolute glaucoma
end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The treatment destructive procedure like cyclocryoapplication, cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol http://emedicine.medscape.com/article/1206147
Mekanisme Glaukoma
Glaukoma Akut
Angle-closure (acute) glaucoma The exit of the aqueous humor fluid is sud At least 2 symptoms: ocular pain nausea/vomiting history of intermittent blurring of vision with halos AND at least 3 signs: IOP greater than 21 mm Hg conjunctival injection corneal epithelial edema mid-dilated nonreactive pupil shallower chamber in the presence of occlusiondenly blocked http://emedicine.medscape.com/article/798811
Open-angle (chronic) Glaucoma Most common type Chronic and progressive →
acquired loss of optic nerve fibers Open anterior chamber angles Visual field abnormalities An increase in eye pressure occurs slowly over time → pushes on the optic nerve Funduskopi: cupping and atrophy of the optic disc Risk factors
elevated intraocular pressure, advanced age, black race, and family history http://emedicine.medscape.com/article/1206147
Normal Tension Glaukoma Normal Tension Glaukoma yang terdapat pada satu ujung spektrum glaukoma
sudut terbuka kronis merupakan bentuk yang tersering menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progressif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. Tipe glaukoma dimana nervus optic rusak dan kehilangan kemampuan melihat dan lapangan pandang, muncul pada glaukoma sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal (<22 mmHg) Pemeriksaan :
Tekanan intraokuler Gonioskopi Penilaian diskus optikus Lapangan pandang
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Tatalaksana Glaukoma Akut Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan mata tenang → operasi Supresi produksi aqueous humor Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan) Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut sudut tertutup. Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari Brimonidine: 0.2% dua kali sehari Inhibitor karbonat anhidrase: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari) Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam) •
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
Tatalaksana Glaukoma Akut Fasilitasi aliran keluar aqueous humor Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan Pengurangan volume vitreus Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50% isosorbide oral, urea iv Extraocular symptoms: analgesics antiemetics Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary block • Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury‘s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGrawHill, 2007.
60. GLAUKOMA SEKUNDER Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang, tumor) • Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata. Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata (glaukoma fakomorfik) Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan mata (glaukoma fakolitik)
Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. • Pada pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hipermatur. Tekanan bola mata sangat tinggi •
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
61. HORDEOLUM Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah,
nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat bertambah berat kelopak Gejala nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah berwarna kemerahan. Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka kelopak mata. Rasa mengganjal pada kelopak mata Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar. Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
2 bentuk : Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal
http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Hordeolum Eksterna
Hordeolum Interna Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
Pengobatan
Self-limited dlm 1-2 mingu Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin Insisi bila pus tidak dapat keluar
Diagnosis Banding Kalazion Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-minggu. Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata, menyebabkan astigmatisma Blefaritis Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior) Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket, epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis Selulitis palpebra Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut, biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury‘s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Definisi
Gejala
Tatalaksana
Blefaritis superfisial
Infeksi kelopak superfisial yang diakibatkan Staphylococcus
Terdapat krusta dan bila menahun disertai dengan meibomianitis
Salep antibiotik (sulfasetamid dan sulfisoksazol), pengeluaran pus
Hordeolum
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
Kelopak bengkak, sakit, rasa mengganjal, merah, nyeri bila ditekan
Kompres hangat, drainase nanah, antibiotik topikal
Blefaritis skuamosa
Blefaritis diseratai skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak terjadi luka pada kulit, berjalan bersamaan dengan dermatitis sebore
Etiologi: kelainan metabolik atau jamur. Gejala: panas, gatal, sisik halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis
Membersihkan tepi kelopak dengan sampo bayi, salep mata, dan topikal steroid
Meibomianitis
Infeksi pada kelenjar meibom
Tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut
Kompres hangat, penekanan dan pengeluaran pus, antibiotik topikal
Blefaritis Angularis
Infeksi Staphyllococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus
Gangguan pada fungsi pungtum lakrimal, rekuren, dapat menyumbat duktus lakrimal sehingga mengganggu fungsi lakrimalis
Dengan sulfa, tetrasiklin, sengsulfat
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
62. KELAINAN REFRAKSI: HIPERMETROPIA
ANAMNESIS MATA MERAH VISUS TURUN
MATA MERAH VISUS NORMAL • struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata)
• • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
HIPERMETROPIA Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina (di belakang makula lutea) Etiologi :
sumbu mata pendek (hipermetropia aksial), kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia kurvatur), indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia refraktif)
Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit
kepala, silau, rasa juling atau diplopia
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA Pengobatan : Pemberian lensa sferis positif akan meningkatkan kekuatan refraksi mata sehingga bayangan akan jatuh di retina koreksi dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6), hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Jika diberikan dioptri yg lebih kecil, berkas cahaya berkonvergen namun tidak cukup kuat sehingga bayangan msh jatuh dibelakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh tepat di retina. Contoh bila pasien dengan +3.0 atau dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA Hipermetropia total = laten + manifest
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6 Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
Hipermetropia absolut :
―Sisa‖/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi dengan akomodasi Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah yang memberikan visus 6/6
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA Hipermetropia fakultatif :
Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan akomodasi Bisa juga dikoreksi oleh lensa Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop absolut
Hipermetropia laten:
Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif dan kemudia menjadi absolut
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20 Dikoreksi dengan sferis +2.00 tajam penglihatan OD 6/6 Dikoreksi dengan sferis +2.50 tajam penglihatan OD 6/6 Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00 tajam penglihatan OD 6/6 ARTINYA pasien memiliki: Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi) Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi) Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50 Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
63. Defisiensi vitamin A Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan
asam retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang memiliki aktivitas biologi βkaroten Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah & sayuran kuning Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis, pembentukan mukus Kliegman RM. Nelson‘s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011
Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet.
Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara drastis bisa ditemukan pada xerosis konjungtiva. Gejala defisiensi:
Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis folikular, fotofobia Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia, hiperkeratosis folikular di kulit
Xerophthalmia (Xo) Stadium :
XN X1A X1B X2 X3A X3B XS XF
: night blindness (hemeralopia) : xerosis conjunctiva : xerosis conjunctiva (with bitot‘s spot) : xerosis cornea : Ulcus cornea < 1/3 : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea : Corneal scar : Xeroftalmia fundus
Therapy & Prevention Therapy :
- Day 1 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral - Day 2 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral - Day 14 / worsened / before discharge : 200.000 IU im / oral
Prevention (every 6 months): < 6 months : 50.000 IU oral 6 – 12 months : 100.000 IU oral > 1 year : 200.000 IU oral
X2 Dryness of cornea
Wrinkle and hyperpigmentation 29
X3B Ulkus kornea > 1/3
Keratomalacea 30
XS Corneal scar
Bitot‘s Spot
Xerophtalmia
Follicular hyperkeratosis
64. Ciliary Injection
Ciliary injection: involves branches of the anterior
ciliary arteries. Indicates inflammation of the cornea, iris or ciliary body.
Conjunctival Injection Conjunctival Injection: mainly affects the posterior
conjunctival blood vessels. Because these vessels are more superficial than the ciliary arteries, they produce more redness and constrict with vasoconstrictors.
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
65. PTERIGIUM
Pterigium
• Pertumbuhan fibrovaskuler bersifat degeneratif dan invasif konjungtiva, bersifat degeneratif Terletak pada celah kelopak bagian nasal dan invasif ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea • Terletak pada celah kelopak bagian Mudah meradang nasal ataupun temporal konjungtiva Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas yang meluas ke daerah kornea Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah, astigmat (akibat kornea • mungkin Mudahterjadi meradang tertarik oleh pertumbuhan pterigium), penglihatan • tajam Etiologi: iritasimenurun kronis karena debu, Tes sonde (+) ujung sonde tidak cahaya matahari, udara panas kelihatan pterigium • Pengobatan Padamerah, pterigium Keluhan ::konservatif; mata iritatif, derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, mungkin terjadi astigmat pasien dapat diberikan obat tetes mata antibiotik dan steroid 3 kali • kombinasi Pengobatan konservatif; operasi sehari selama 5-7 :hari. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah bila terjadi gangguan penglihatan Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
DERAJAT PTERIGIUM Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan
59. Kelainan Konjungtiva
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING Pterigium
a benign growth of the conjunctiva
commonly grows from the nasal side of the sclera, wedge shaped area of fibrosis that appears to grow into the cornea. Symptoms: foreign body sensation, tearing, redness
Pinguecula
a common type of conjunctival degeneration in the eye
a yellow-white deposit on the conjunctiva adjacent to the limbus (the junction between the cornea and sclera). Usually no symptoms
Episkleritis
a benign, self-limiting inflammatory disease affecting part of the eye called the episclera (is a thin layer of tissue that lies between the conjunctiva and the connective tissue layer that forms the white of the eye)
characterized by the abrupt onset of eye pain and redness
Pseudopterigium
Adhesion of the conjunctiva to the peripheral cornea. may result from a peripheral corneal ulcer and ocular surface inflammation such as cicatrizing conjunctivitis, chemical burns, or may also occur secondary to chronic mechanical irritation from contact lens movement
May occur on any quadrant of the cornea, Lacks firm adhesion throughout the underlying structures, and occasionally has a broad leading edge on the corneal surface.
Konjungtivitis
inflammation of the conjunctiva (the outermost layer of the eye and the inner surface of the eyelids)
Red eye, epiphora, chemosis, normal visual acuity
66. Ethambutol Optic Neuropathy Efek samping ganguan penglihatan biasanya bersifat bilateral
yang merupakan neuritis retrobular
penurunan ketajaman penglihatan hilangnya kemampuan membedakan warna merah-hijau
Membaik bila etambutol dihentikan.
Uji ketajaman mata secara periodik sebaiknya dilakukan selama
pengobatan. Bersifat dose related Dengan dosis 15 mg/kg atau kurang, gangguan visual sangat jarang terjadi In most cases of medication-related optic neuropathy, immediate cessation of the offending agent is the only treatment option
Patogenesis Toksisitas Etambutol
Manifestasi Klinis Onset biasanya terlambat dan mungkin terjadi
dalam beberapa bulan setelah terapi dimulai. Gejala klinis pada mata bervariasi:
pandangan kabur yang progresif pada kedua mata atau menurunnya persepsi warna. Penglihatan sentral merupakan gangguan yang paling sering Beberapa individu asimtomatik dengan abnormalitas dan terdeteksi hanya saat tes penglihatan
NEUROLOGI
67. Glasgow Coma Scale
68. Miller-Fisher Syndrome Miller-Fisher syndrome merupakan variasi dari Guillain-Barre
syndrome. Manifestasi klinis yang sering adalah didapatkan kelemahan otot mata yang menyebabkan penglihatan ganda atau kabur dan dapat menyebabkan ptosis, kelemahan otot yang sifatnya descending, sehingga sering menyebabkan jatuh. Pemeriksaan neurologis sering menyebabkan kelumpuhan LMN Pada miller-fisher syndrome pada umumnya sering didahului oleh infeksi saluran napas akut atau diare akut. Pada pemeriksaan cairan spinal didapatkan peningkatan protein Didapatkan anti-GD3 + Tatalaksana: intravenous immunoglobulin
69. Amyotrophic Lateral Sclerosis Disebut juga penyakit Lou Gehrig atau Penyakit Charcot Amyotrophic Lateral Sclerosis adalah penyakit degeneratif sistem saraf motorik
yang paling sering dijumpai. Bersifat incurable dan fatal dengan median survival 3 tahun. Terapi yang ada bersifat meningkatkan kualitas dan median survival pada pasien Gejala awal dapat bermanifestasi pada ekstremitas atas, ekstermitas bawah, maupun otot wajah. Kelemahan yang terjadi dapat bersifat LMN (pada tipe klasik), UMN, maupun kombinasi UMN dan LMN. Pada suatu kelemahan otot yang atrofi, terdapat fasikulasi, namun disertai peningkatan tonus dan refleks curigailah suatu kelainan kombinasi UMN dan LMN. Patofisiologi ALS terdiri dari banyak hipotesis seperti adanya eksitotoksisitas, degenerasi aksonal yang berakibat adanya kematian sel, dan hipotesis mengenai adanya perubahan metabolisme RNA.
Manifestasi Klinis ALS Gejala awal adanya keterlibatan ekstermitas inferior: pasien sering
jatuh, sering merasa tersandung, foot drop, “slapping‖ gait. Gejala awal adanya keterlibatan ekstremitas superior: berkurangnya kelenturan jari kedua tangan, kram, kaku, dan kelemahan kedua tangan. Kelemahan otot biasanya dimulai dari otot intrinsik telapak tangan. Gejala awal adanya keterlibatan otot bulbar: bicara pelo, hoarseness, atau menurunnya volume bicara, dapat dijumpai aspirasi atau tersedak pada saat makan, disfagia, dan drooling. Dapat disertai gejala emosional atau kognitif seperti depresi, perubahan perilaku sosial, dan gangguan fungsi luhur. Gejala pada stadium lanjut didapatkan atropi otot lebih jelas, spastisitas, sering terjadi kram otot, dan dapat didapatkan kontraktur.
Prinsip Tatalaksana ALS Oleh karena ALS masih tidak dapat disembuhkan secara
sempurna, terapi yang dilakukan ditujukan bersifat simtomatis, suportif, dan memberikan edukasi yang baik kepada pasien dan keluarganya mengenai keadaan pasien saat ini. Riluzole, suatu antagonis glutamat adalah satu-satunya obat yang telah memiliki efikasi untuk meningkatkan median survival pada ALS. Prognosis lebih buruk didapatkan pada penderita ALS yang disertai depresi, frontotemporal demensia, dan gangguan lobus frontalis.
70. Pola Pernapasan
71. Skor Siriraj
Interpretasi:
Skor > +1 berarti skor hemoragik, skor < -1 berarti stroke infark, skor diantara +1 sampai -1 berarti tidak pasti
72. Tumor Otak Tumor otak dapat berasal dari elemen sistem saraf pusat di dalam otak atau
metastasi jauh dari organ lain. Tumor yang sering didapatkan glioma, meningioma, adenoma pituitari, dan neuroma akustikus. Tumor otak biasanya memberikan gejala yang bersifat slowly progressive, tetapi dapat disertai manifestasi akut apabila terjadi perdarahan atau obstruksi ventrikel ke tiga oleh karena tumor. Gejala non spesifik adalah: nyeri kepala, perubahan stats mental, ataksia, mual, muntah, kelemahan, dan perubahan postur. Selain gejala tersebut, tumor otak dapat menimbulkan kejang fokal, perubahan lapangan pandang penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan sensoris fokal. Nyeri kepala yang disebabkan tumor pada umumnya gejala non spesifik dan menyerupai tension-type headache, terdapat perubahan pola nyeri kepala, dan adanya nyeri kepala baru pada pasien usia anak-anak, paruh baya atau madya harus dicurigai adanya tumor, dan lokasi nyeri tidak selalu memberikan gambaran pasti dari letak tumor. Efek dari kumulatif dari invasi tumor, edema, dan hidrosefalus adalah meningkatkanya tekanan intra kranial dan gangguan perfusi pada otak dan pada akhirnya dapat menyebabkan herniasi otak.
Diagnosis Tumor Otak Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisis dan
neurologis untuk menilai kelainan klini neurologis yang didapatkan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: darah perifer lengkap, fungsi koagulasi, analisis elektrolit, dan pemeriksaan hormon. Pemeriksaan imejing yang dilakukan untuk mendukung diagnosis adalah CT-scan atau MRI Jenis histopatologi dari tumor otak meliputi glioma (glioblastoma multiforme, astrositoma, ependimoma, oligodendroglioma), meningioma, neuroblastoma, pinealoma, kraniofaringioma, dan neurinoma nervus akustikus.
73. Alur Tatalaksana Stroke
Tatalaksana Stroke Stabilisasi jantung dan pernafasan Manajemen cairan dan elektrolit
Manajemen tekanan darah
• Pasang EKG
• Rehidrasi IV dgn cairan isotonik 50 – 150 cc/jam
• Pada SI, pemberian antihipertensi pada jamjam pertama berbahaya • Indikasi pemberian antihipertensi: • SI : TDS > 220 mmHg/TDD > 120 mmHg • SH : TDS > 180 mmHg/TDD > 110 mmHg • Penurunan TD perlahan-lahan ( ≤ 25 % dalam 1 jam pertama) dgn dosis titrasi (pilihan Nicardipin atau Diltiazem)
Advanced Neurology Life Support 2011 | Hacke, W. et al, Cerebrovasc Dis 2000;10(suppl 3):22–33 | PERDOSSI, Guideline Stroke 2007.
Manajemen peninggian TIK
• Tinggikan posisi kepala dan badan bagian atas 15–30° • Osmoterapi (bila ada indikasi) • Manitol 0.25 – 1 gr/kgBB, dapat diulangi 2 – 6 jam, dilanjutkan 310 - 320 mOsm/L. • Dapat ditambahkan Furosemide 1 mg/kg i.v. (15 menit setelah manitol)
Penanganan kejang Kontrol hiperglikemia akut Pengaturan suhu
• Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin
• Jaga suhu tubuh < 37.50 C
Advanced Neurology Life Support 2011
74. Vertigo Vertigo perifer: suatu vertigo yang disertai dengan mual, muntah,
dan tinnitus. Nistagmus dapat juga timbul pada vertigo tersebut. Pasien merasakan sensasi berputar kontralateral dari lesi sehingga mengalami kesulitan berjalan dan jatuh ke arah sisi lesi pada saat situasi gelap atau mata tertutup. Tempat patologis biasanya terjadi pada telinga dalam atau sistem vestibular sehingga sering disebut otologi vertigo Vertigo sentral: suatu vertigo yang disebabkan kelainan pada batang otak atau sistem saraf pusat dan berasosiasi dengan adanya gejala batang otak atau sistem serebelar seperti disartria, diplopia, disfagia, sendawa, kelainan sistem saraf kranial, ataksia. Nistagmus yang terjadi dapat bersifat multidireksional, bersifat kronik, dan tidak disertai oleh gejala pendengaran.
Etiologi vertigo • Vestibulum • Eight nerve • Retikulum batang otak • Tabes dorsalis • Imagination • Generalized illness • Ophthalmic disease
Tatalaksana Vertigo Tujuan tatalaksana vertigo adalah mengurangi gejala
vertigo, mengurangi morbiditas. Obat yang digunakan adalah betahistin mesylate,meclizine, dimenhydrinate, derivat fenotiazin, dan derivat benzodiazepin
75. Migrain
76. Status epileptikus Suatu keadaan kejang atau serangan epilepsi yang terus-
menerus disertai kesadaran menurun selama > 30 menit; atau kejang beruntun tanpa disertai pemulihan kesadaran yang sempurna. Merupakan keadaan gawat darurat → menyebabkan
kematian dan kecacatan permanen Tatalaksana : Perbaiki jalan nafas, pasang jalur IV,
diazepam 0,3mg/kgBB IV sampai maksimum 20 mg, dapat diulang jika masih kejang stlh 5 menit, bila kejang teratasi lanjutkan dengan fenitoin IV 18mg/kgBB
77. Epilepsi parsial Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan
listrik di suatu daerah di korteks serebri. Terbagi menjadi epilepsi parsial sederhana dan epilepsi parsial kompleks. Epilepsi parsial sederhana memiliki manifestasi yang bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, bisa dengan gejala motorik, sensorik, autonom, maupun psikis. Epilepsi tipe ini terbagi menjadi epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik dan epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik.
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala motorik memiliki fokus di girus presentralis lobus frontalis. Kejang dimulai di daerah yang memiliki representasi luas. Manifestasi klinis dimulai dari kejang pada ibu jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadang dapat berhenti pada satu sisi dan dapat meluas hingga ke tungkai lain bahkan menyebabkan kejang umum. Disebut pula sebagai jackson motoric epilepsy. Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik memiliki fokus epileptik di girus postsentralis lobus parietalis. Penderita merasa kesemutan di daerah ibu jari, lengan, muka, dan tungkai, tanpa kejang motoris yang dapat meluas ke sisi lain. Disebut pula sebagai jackson sensoric epilepsy.
Epilepsi parsial kompleks. Epilepsi parsial kompleks
ditandai dengan adanya gejala psikis dan automatisme dan disertai gangguan kesadaran. Sering juga disebut sebagai epilepsi psikomotor. Walaupun terjadi gangguan kesadaran, penderita masih dapat melakukan gerakan otomatis seperti mengunyah, mengenakan pakaian, mandi, naik sepeda dan tidak responsif dengan interaksi sosial dan dapat agresif bila kemauannya dihalangi. Setelah serangan biasanya diikuti dengan amnesia Penderita sering mengalami deja vu dan jamais vu. Pada rekaman EEG didapatkan kelainan pada lobus temporalis Tatalaksana epilepsi parsial adalah carbamazepine 3 x 200 mg sebagai drug of choice.
78. Dermatom Sensoris
79. Parkinson
Penyakit Parkinson: kelainan degeneratif pada
sistem saraf pusat. Patofisiologi yang terjadi akibat kematian sel di substansia nigra yang menghasilkan dopamin. Terdapat akumulasi alfa sinuklein protein yang memberikan gambaran Lewy‘s bodies Manifestasi klinis: tremor, rigiditas, bradikinesia, demensia, gangguan tidur, depresi, dan lain-lain.
Terapi stadium awal: fisioterapi dan medikasi
(levodopa, preparat agonis dopamin) Terapi stadium lanjut: dilakukan pada pasien dengan pemberian levodopa lebih dari 5 tahun. Medikasi dengan MAO-B dan COMT inhibitor. MAO-B: Monoamin oksidase COMT: Catechol-O Methyltransferase
80. Carpal Tunnel Syndrome Carpal tunnel syndrome Merupakan kompresi nervus medianus oleh karena penggunaan telapak tangan secara berlebihan dan mikrotrauma. Manifestasi gejala umumnya berupa gejala sensoris. Kehilangan fungsi sensoris karena adanya gejala superfisial yang terjadi di daerah palmar di digiti I, II, III, dan setengah digiti IV. Parestesi umumnya memburuk pada malam hari Nyeri dapat menjalar ke lengan bawah hingga ke biseps dan otot bahu. Modalitas terapi: Rehabilitasi fisik, farmakologis (injeksi steroid dan NSAID), bedah
Pemeriksaan CTS
ILMU PSIKIATRI
81. Gangguan Kepribadian
Diagnosis
Ciri
Paranoid
curiga, sensitif, dendam.
Skizoid
tidak peduli, afek datar, tidak ingin berteman.
Dissosial
tidak peduli perasaan, tidak bertanggung jawab, tidak merasa bersalah, tidak mampu memelihara hubungan
Histrionik
teatrikal, labil, terlalu peduli fisik.
Anankastik
perfeksionis, kaku, memaksa orang lain.
Cemas menghindar
tegang, peka kritik & penolakan, menghindari aktivitas sosial
Dependen
bergantung pada orang lain PPDGJ
Gangguan Kepribadian Histrionik Mnemonic "PRAISE ME― Provocative (or seductive) behavior Relationships are considered more intimate than they actually are Attention-seeking Influenced easily Speech (style) wants to impress; lacks detail Emotional lability; shallowness Make-up; physical appearance is used to draw attention to self Exaggerated emotions; theatrical
82. Psychotherapy-Counseling Psychoterapy
Suatu usaha untuk meringankan penderitaan dan disabilitas psikologis dengan menginduksi perubahan perilaku dan dan sikap pasien
Psychotherapy Indications Sebagian besar diagnosis axis I dan II, baik sebagai
terapi sendiri atau kombinasi dengan yang lain Alone or in combination with medications
Depression, anxiety disorders, eating disorders, sexual disorders, dissociative disorders, paraphilias, addictions, personality disorders
In combination with medications
Schizophrenia, bipolar disorder
Contraindications:
delirium, dementia, psychopathy
Types of Psychotherapy Psychodynamic Cognitive Behavioural therapy Supportive
Psychodynamic Psychotherapy Balance between here and
now relationships and early relationships Once per week Face to face 6 months to several years Anxiety and depression, personality disorders, somatoform disorders, sexual dysfunction
3 areas addressed
Ego psychology: Drive
gratification (desire and aggression) Freud Object relations: How we perceive our relationships Klein, Fairburn, Winnicott Attachment theory: Basic need for affirmation, safety, reassurance and self esteem Bowlby, Mahler, Fonagy
CBT : Behavioural Methods Break patterns of avoidance or helplessness –
behavioural activation Gradually face feared situations – systematic desensitization Build coping skills – graded task assignments Reduce painful emotions and physiological arousal – breathing and relaxation training Indikasi: Fobia
Supportive Psychotherapy Reduction in anxiety through empathy, concern and
understanding Strengthen ―healthy‖ or effective mechanisms of coping Helpful for most psychiatric disorders Often used in conjunction with other treatments
Psikoanalisis Cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund
Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia Dikaitkan dengan perkembangan kepribadian mulai dari masa kanak Tidak digunakan sebagai terapi, tapi sebagai analisis tentang suatu kepribadian dan prilaku yang menyimpang
83. Ansietas Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik.
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian
Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas menyeluruh
Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik Tanda fisis: Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat. Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan. PPDGJ Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
84. Ketergantungan Zat (DSM-IV) Ketergantungan zat Adanya dorongan yang kuat untuk menggunakan zat Kesulitan mengendalikan prilaku menggunakan zat saat memakai atau dalam usaha menghentikan tetap menggunakan walaupun terjadi masalah akibat menggunakan zat tersebut Peningkatan dosis (toleransi) gejala withdrawal Mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain
Penyalahgunaan zat (1) penggunaan berulang yang berakibat kesulitan menyelesaikan tugas pekerjaan, sekolah, atau di rumah (2) menggunakan zat pada situasi berbahaya (berkendara saat mabuk) (3) menyebabkan masalah hukum (4) tetap menggunakan meski menyebabkan masalah sosial atau interpersonal
Ketergantungan psikis Suatu keinginan untuk terus meminum suatu obat untuk
menimbulkan rasa senang atau untuk mengurangi ketegangan dan menghindari ketidaknyamanan Obat-obat yang menyebabkan ketergantungan psikis biasanya bekerja di otak Efek:
mengurangi kecemasan dan ketegangan menyebabkan kegembiraan, euforia (perasaan senang yang berlebihan) atau perubahan emosi yang menyenangkan lainnya menyebabkan perasaan meningkatnya kemampuan jiwa dan fisik mengubah persepsi fisik
Ketergantungan fisik Suatu kondisi dimana tubuh menyesuaikan diri terhadap
obat yang dipakai secara terus menerus sehingga menimbulkan toleransi dan jika pemakaiannya dihentikan, akan timbul gejala putus obat
Adiksi/ketagihan Withdrawal Perbuatan kompulsif (yang Syndrome/ Gejala terpaksa dilakukan) dan Putus Obat keterlibatan yang berlebihan terhadap suatu kegiatan Kumpulan gejala yang tertentu muncul saat Aspek psikososial yang menghentikan atau berhubungan dengan menurunkan dosis obat ketergantungan obat karena kecanduan atau ketergantungan terhadap Toleransi obat sebuah kondisi yang ditandai obat yang sudah lama oleh penurunan efek obat digunakan pada pemberian berulang Intoksikasi Kondisi peralihan yang Overdosis zat timbul akibat penggunaan Pemakaian zat yang zat psikoaktif sehingga melebihi dosis sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognisi, persepsi, afek menyebabkan efek toksik atau perilaku dan fungsi atau letal terhadap tubuh psikososial
Gejala Putus Obat Putaw (Sakaw) Tulang dan sendi terasa sangat ngilu dan
meriang sakit kepala, demam, dan kadang diare/muntahmuntah mata dan hidung terus berair mudah kedinginan (menggigil) dan banyak berkeringat dingin depresi dan sangat mudah marah insomnia
Zat
Intoksikasi
Withdrawal
Alkohol
Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nistagmus, gangguan memori/perhatian, stupor/koma
Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi, agitasi, ansietas, kejang.
Heroin
Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, napas pendek, konstipasi, midriasis, gangguan jiwa
Miosis/midriasis, mengantuk/koma, cadel, gangguan perhatian/memori
Kanabis/ganja /marijuana
Injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu makan, mulut kering, takikardia, halusinasi,delusi
Kokain
Taki/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot. Depresi napas, nyeri dada, aritmia, bingung, kejang, distonia, koma
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu makan, agitasi/retardasi psikomotor
Amfetamin
Taki/bradikardia, dilatasi pupil, peningkatan/penurunan TD, perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot. Depresi napas, nyeri dada, aritmia
Disforik mood, fatigue, mimpi buruk, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu makan, agitasi/retardasi psikomotor
Benzodiazepin
Cadel, inkoordinasi, gangguan berjalan, nistagmus, gangguan perhatian/memori, stupor/koma.
Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia, mual/muntah, halusinasi visual/taktil/auditorik, agitasi psikomotor, ansietas, bangkitan grand mal.
85. Gangguan Ansietas Ansietas
suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:
kecemasan (khawatir akan nasib buruk), Sulit konsentrasi ketegangan motorik, gelisah, gemetar, renjatan rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala ketegangan otot, mudah lelah berkeringat, tangan terasa dingin Insomnia
Gejala Umum Gejala Psikologis
Gejala Fisik
86. Skizofrenia Kriteria umum diagnosis skizofrenia: Harus ada minimal 1 gejala berikut: Thought echoisi pikirannya berulang dikepalanya Thought insertion or withdrawalisi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya Thought broadcastingisi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya Delusion of controlwaham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya Delusion of influencewaham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar Delusion of passivitywaham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar Delusion of perceptionpengalaman inderawi yang tidak wajar Halusinasi auditorik Atau minimal 2 gejala berikut: Halusinasi dari panca-indera apa saja Arus pikiran yang terputus Perilaku katatonik Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Skizofrenia
Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan, senyum sendiri
Katatonik
stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal
perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif
gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual
Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang memenuhi skizofrenia
Simpleks
Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna (tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
PPDGJ
Psikofarmaka Antipsikotik: 1st gen: klorpromazin, haloperidol. 2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine Depresi: Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine, sertraline, paroxetine. Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
Manik: lithium, carbamazepine, asam valproat Anxiolitik: benzodiazepine, buspirone,
Psikofarmaka Key points for using antipsychotic therapy: 1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as first-line treatment. 2. Choice of medication should be made on the basis of prior individual drug response, patient acceptance, individual side-effect profile and cost-effectiveness, other medications being prescribed and patient co-morbidities. 3. The lowest-effective dose should always be prescribed initially, with subsequent titration. 4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication should be within the manufacturer‘s recommended range.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka Key points for using antipsychotic therapy: 5.
6.
7.
8.
9.
Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing antipsychotic medication. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should not be prescribed concurrently, except for short periods to cover changeover. Treatment should be continued for at least 12 months, then if the disease has remitted fully, may be ceased gradually over at least 1-2 months. Prophylactic use of anticholinergic agents should be determined on an individual basis and re-assessment made at 3-monthly intervals. A trial of clozapine should be offered to patients with schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka Efficacy 1. Positive Symptoms: With the exception of clozapine, no differences have been clearly shown in the efficacy of typical and atypical agents in the treatment of positive symptoms (eg, hallucinations, delusions, disorganization). Clozapine is more effective than typical agents. 2. Negative Symptoms: Atypical agents may be more effective in the treatment of negative symptoms (eg, affective flattening, anhedonia, avolition) associated with psychotic disorders.
Psychotropic drug handbook. 2007.
Psikofarmaka Rusdi Maslim:
CPZ & thioridazine yang sedatif kuat terutama digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur. Trifluoperazine, flufenazin, & haloperidol yg sedatif lemah digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, afek tumpul, hipoaktif, waham, halusinasi.
87. Alcohol intoxication DSM-IV criteria 1. Baru mengkonsumsi alkohol 2. Setelah konsumsi, timbul perilaku yang maladaptif atau tidak dapat berfungsi dengan benar 3. Setelah konsumsi, timbul gejala neurologis:
slurred speech, inkoordinasi, unsteady, nystagmus, gangguan kognitif
4. tidak sedang menderita penyakit atau kelainan lan
88. Cognitive Disorder
Mild Cognitive Impairment (MCI)
Suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh berkurangnya fungsi kognitif yang signifikan, tanpa adanya dementia Terutama mempengaruhi memori, tapi dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari secara perlahan (subtle ways)
MCI berbeda dengan Alzheimer‘s disease atau dementia yang laintidak
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas sehari-hari atau menyebabkan general confusion Sebagian besar pasien dengan MCI dapat hidup mandiritidak memiliki kesulitan dalam berpikir, berpartisipasi dalam percakapan sehari-hari atau aktivitas sosial, dan menyetir Pasien cenderung mudah lupa dan melakukan tugas tidak secara berurutan
Cognitive Disorder If MCI progresses, memory problems become more noticeable. Family and friends may begin to notice signs such as:
repeating the same question over and over again. retelling the same stories or providing the same information repeatedly. lack of initiative in beginning or completing activities. trouble managing number-related tasks such as bill paying. lack of focus during conversations and activities. inability to follow multi-step directions.
Psychiatric Examination Mental Status Examination The mental status examination is the part of the clinical assessment that describes the sum total of the examiner's observations and impressions of the psychiatric patient at the time of the interview. The patient's mental status can change from day to day or hour to hour.
89. Gangguan Afektif Mania Mood harus meningkat, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal untuk individu yang bersangkutan. Perubahan mood minimal berlangsung 1 minggu. Gejala:
1) peningkatan aktivitas, 2) banyak bicara, 3) flight of idea, 4) hilangnya inhibisi dari norma sosial, 5) berkurangnya kebutuhan tidur, 6) harga diri atau ide-ide kebesaran yang berlebihan, 7) distraktibillitas atau perubahan aktivitas atau rencana yang konstan, 8) perilaku berisiko atau ceroboh tanpa menyadari akibatnya, 9) peningkatan energi seksual.
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Depresi • Gejala utama: 1. afek depresif, 2. hilang minat & kegembiraan, 3. mudah lelah & menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya: 1. 2. 3.
4. 5.
6. 7.
konsentrasi menurun, harga diri & kepercayaan diri berkurang, rasa bersalah & tidak berguna yang tidak beralasan, merasa masa depan suram & pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, perubahan nafsu makan (naik atau turun). PPDGJ
Depresi Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala
lain > 2 minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala
lain, >2 minggu.
Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain
> 2 minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat, diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.
Episode depresif berat dengan gejala psikotik:
episode depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif. PPDGJ
Gangguan Afektif Gangguan Afektif Bipolar:
episode berulang minimal 2 kali, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek & penambahan energi dan aktivitas, pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi & aktivitas. Biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Tipe: Afektif bipolar, episode kini hipomanik Afektif bipolar episode kini manik tanpa/dengan gejala psikotik Afektif bipolar episode kini depresif ringan atau sedang Afektif bipolar episode kini depresif berat tanpa/dengan gejala psikotik Afektif bipolar episode kini campuran
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif • Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham bersifat mood-congruent (konsisten dengan depresi/manik) • Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan, malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab. • Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan Tuhan.
Diagnosis
Gejala Psikotik
Gangguan Afektif
Skizofrenia
Ada
Durasi singkat
Skizoafektif
Ada, dengan atau tanpa gangguan afektif
Hanya ada bila gejala psikotik (+)
Gangguan afektif dengan ciri psikotik
Hanya ada selama gangguan afektif (+)
Ada, walau tanpa gejala psikotik
Gangguan Depresif Berulang Memenuhi kriteria diagnostik depresi Sekurang-kurangnya memiliki 2 episode masing-masing minimal selama 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa fangguan suasana mood yang bermakna Tipe:
Episode kini Ringan Episode kini sedang Episode kini berat tanpa gejala psikotik Episode kini berat dengan gejala psikotik
90. Terapi Depresi Kombinasi psikoterapi & farmakoterapi adalah terapi paling
efektif.
The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs SSRI is commonly used as first line drug for major depression.
Antidepressan A review of the use of antidepressants (Anderson, ‗01):
There is little difference in efficacy among most new (post-1980) and older TCAs & monoamine oxidase inhibitor (MAOI) antidepressants; The serotonin (5-HT) and norepinephrine (NE) reuptake inhibitors (SNRIs), including venlafaxine, and the TCAs are superior in efficacy to the selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); Fluoxetine has a slower onset of therapeutic action than the other SSRIs; The different antidepressant class adverse effect profiles make the SSRIs more tolerable than the TCAs. (Case files: SSRI is commonly used as first line drug for major depression)
Antidepressan Cardiac Toxicity: 1. Tricyclic antidepressants may slow cardiac conduction, resulting in intraventricular conduction delay, prolongation of the QT interval, and AV block. Therefore, TCAs should not be used in patients with conduction defects, arrhythmias, or a history of a recent MI. 2. SSRIs, venlafaxine, bupropion, mirtazapine, and nefazodone have no effects on cardiac conduction.
Antidepresan
Dosis anjuran/hari
Amitriptiliin Imipramin Maprotilin Sertralin Fluoxetin Citalopram Venlafaxin Moclobemid
75 – 150 mg 75 – 150 mg 75 – 150 mg 50 – 100 mg 20 – 40 mg 20 – 60 mg 75 – 150 mg 300 – 600 mg
Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
91. Gangguan Somatoform Dalam DSM IV, gangguan somatoform meliputi:
Gangguan somatisasi Gangguan konversi Hipokondriasis Gangguan dismorfik tubuh Gangguan nyeri somatoform
Gangguan Dismorfik Tubuh
ditandai oleh preokupasi adanya cacat pada tubuhnya hingga menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna secara klinis. Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan.
Sadock BJ, Sadock VA. Somatoform disorders. Kaplan & Sadock‘s Synopsis of Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lipincott William & Wilkins; 2007. p.634-51.
Gangguan Somatoform Diagnosis
Karakteristik
Gangguan somatisasi
Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis
Keyakinan ada penyakit fisik.
Disfungsi otonomik somatoform
Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.
Nyeri somatoform
Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.
Gangguan Dismorfik Tubuh
Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan PPDGJ
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Body Dysmorphic Disorder
A.
B.
•
P r e o ku p a s i te r h a d a p ke l a i n a n ya n g t i d a k nya t a a t a u s e d i k i t d e f e k ya n g te r l i h a t . B i l a te r d a p a t s e d i k i t a n o m a l i f i s i k ya n g te r l i h a t , m a k a p a s i e n a k a n m e r a s a k h awa t i r a t a u m e m p e r h a t i k a n secara berlebihan P r e o ku p a s i m e nye b a b k a n d i s t r e s d a n d i s f u n g s i d a l a m s o s i a l , p e ke r j a a n d a n b i d a n g l a i n nya . Avoidance of social situations or anxiety in social situations, depression, behaviors to modify appearance, etc.
Appearance Complaints in Patients with BDD Hair Skin Lips Stomach
Nose Eyes Chin Teeth
Head shape Body build Entire face Breasts
BDD? Further Evaluation and Treatment
If BDD appears to be present: A) referral for psychological/psychiatric evaluation ask for evaluation of BDD, along with other possible comorbid conditions (e.g., depression, anxiety) B) if any of these conditions are present, consider referral for psychological treatment (cognitive-behavioral therapy, medications) C) if BDD and other conditions ruled out, consider treatment: extensive pre-treatment briefings regarding expectations of outcome
92. Gangguan Hipokondrik Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada: • Keyakinan yang menetap adanya sekurangkurangnya 1 penyakit fisik yang serius, meskipun pemeriksaan yang berulang tidak menunjang • Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
93. Gangguan Waham Menetap Serangkaian gangguan dengan waham-waham yang
berlangsung lama, sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau paling mencolok, dan tidak dapat digolongkan sebagai gangg.mental organik, skizofrenik, atau gangg.afektif Termasuk : paranoia, psikosis paranoid, keadaan paranoid, parafrenia
94. Psychomotor Disturbance Diagnosis
Karakteristik
Stereotipy
Continuous mechanical repetition of speech or physical activities; observed in catatonic schizophrenia.
Compulsion
Pathological need to act on an impulse that, if resisted, produces anxiety; repetitive behavior in response to an obsession or performed according to certain rules, with no true end in itself other than to prevent something from occurring in the future.
Echopraxia
Imitation of observed behavior.
Hyperactivity
Increased muscular activity. The term is commonly used to describe a disturbance found in children that is manifested by constant restlessness, overactivity, distractibility, and difficulties in learning. Seen in attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).
Psychomotor agitation
Physical and mental overactivity that is usually nonproductive & is associated with a feeling of inner turmoil, as seen in agitated depression.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN & PARASITOLOGI
95. Tinea Penyakit
Tanda dan Gejala
Tinea cruris
• • • •
Gatal baisanya terasa terutama sat berkeringat faktor risiko meliputi obesitas dan higienitas tubuh yang kurang Dimulai dengan plak eritematosa pada selangkangan Menyebar secara sentrifugal dengan central healing dan tepi sedikit meninggi, eritema, dan vesikel kecil yang terlihat dengan kaca pembesar
Candidiasis intertriginosa
•
Berlokasi di daerah lipatan kulit seperti inguinal, aksila, skrotum, lipatan pantat, lipatan bawah payudara, lipatan perut dll Eritema, plak maserasi (membasah) dengan lesi satelit papulopustul (hand and chicken pattern) . Pustul mudah pecah, meninggalkan dasar eritematosa dengan kolaret disekelilingnya
• •
Tinea Pemeriksaan Penunjang untuk Lesi Kulit Pemeriksaa n
Diagnosis
Biopsi Kulit
Leprae, pathologic diagnostic; skin cancer
Kultur kerokan
Jamur dan infeksi bakteri
KOH
Infeksi Jamur Kulit
Giemsa
Infeksi Chylamdial atau virus
Lampu Wood
Jamur pada kulit dan rambut
Pemeriksaan KOH pada Tinea KOH stain
The presence of spores and branching hyphae
Gambaran Tinea
gambaran hifa sebagai
dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artrospora) pada Tinea (Dermatofitosis)
96. LESI HIPOPIGMENTASI Ptiriasis alba
Hipopigmentasi, bulat-oval, pada wajah, leher, bahu atau lengan atas Berdiameter 1-4 cm Lesi seringkali multipel, 4-5 hingga 20 Bercak tidak berbatas tegas
Ptiriasis versicolor Lesi memiliki batas tegas, dapat berupa hipo atau hiperpigmentasi Batas tampak lebih aktif, tengah menyembuh, dan tidak selalu tampak eritema Lesi yang berkonfluensi dapat ditemukan Biasanya asimptomatik, tapi dapat terasa gatal (ringan)
Pemeriksaan Lampu Wood Warna
Etiologi
Kuning Emas
Tinea versicolor – M. fufur
Hijau Pucat
Trichophyton schoenleini
Hijau Kekuningan (terang)
Microsporum audouini or M. Canis
Tosca - Biru
Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral
Porphyria Cutanea Tarda
Ash-Leaf-Shaped
Tuberous Sclerosis
Putih Pucat
Hypopigmentation
Coklat-Ungu
Hyperpigmentation
Putih terang, Putih Kebiruan
Depigmentation, Vitiligo
Putih terang
Albinism
Bluewhite
Leprosy
Pitiriasis versikolor Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan
Malassezia furfur Gejala:
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20%
(hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti appearance) Obat: selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol 1x200mg selama 10 hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
97. Ulkus pada Kelamin Chanchroid (ulcus molle)
Chancre (ulcus durum)
Etiologi
Haemophilus ducreyi
Treponema pallidum
Nyeri
Nyeri
Tidak nyeri
Konsistensi
Lunak
Keras, indurasi
Dasar
Pus
Bersih
Tepi
Tidak teratur
Teratur
Pemeriksaan Pada Penyakit Kelamin
Pemeriksaan
Diagnostik Spesifik
Perwarnaan Gram dan NacL
For Gram +/- Bacterial or Parasit
Kultur bakteri dan apusan
Bacterial infection
VDRL dan TPHA
Specific and sensitivefor Treponema sp.
Ig M dan Ig G darn HSV
Specific and sensitive for HSV
Antibodi monoklonal
ELISA
97. Sifilis Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral Gejala Klinis Stadium I: Ulkus durum Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika Stadium III: Gumma Laboratorium Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA Terapi Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
98. Pioderma Vehikulum
Keterangan
Ektima
•infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi (ulkus). Tanpa gejala umum. •ulkus superfisial dengan gambaran ―punched out appearance‖ atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi •Prediklesi di kaki ekstrimitas bawah, menyerang semua umur
Impetigo Krustosa
• Etiologi Streptococcus B Hemolyticus, hanya terdapat pada anak, tanpa gejala umum • Predileksi di sekitar lubang hidung dan mulut. Krusta tebal berwarna kuning, ulkus dibawah dangkal
Folukilitis
• Peradangan dari satu atau lebih folikel rambut. Kondisi ini dapat terjadi di kulit mana pun. Tanpa gejala umum. • Gejala ruam (daerah kulit memerah), pustula yang terletak di sekitar folikel rambut, dan gatal di kulit
Erysipelas
•infeksi kulit akut dan saluran limfa yang di sebabkan oleh bakteriStreptokokkus • Gambaran eritema dan berbatas tegas. Gejala umum ada
Eriterma Multiforme
• Erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang mukosa, target lesi , etiologi alergi obat, virus, bakteri • Tipe Makula –Eriterma (kulit) dan Vesikobulosa (mukosa)
Folikulitis Ektima
Erisepelas
Impetigo Krustosa
Eriterma Multiforme
98. Erisipelas Penyakit infeksi akut oleh
Streptococcus B hemolitycus menyerang epidermis dan dermis Gejala : eritema berwarna merah cerah, berbatas tegas Gejala konstitusi : demam, malese Jika sering residif dapat menjadi elefantiasis Th/ elevasi tungkai, antibiotik sistemik, diuretika jika edema
99. Infeksi Parasit Organisme
Penyakit
Gambaran Klinis
Dermatophagoide s
Asma, Dermatitis Alergi
Reaksi alergi
Sarcoptes scabei
Scabies
4 tanda kardinal: Pruritus nocturna, riwayat terinfeksi skabies dalam keluarga, adanya terowongan, dan ditemukannya tungau
Trichuris triciura
Trichuriasis
Anemia (hidup di sekum- colon asendens) gejala diare-disentri atau tanpa gejala
Ancylostoma brazilience
Cutaneus Larva Migran
Stadium larva: eritem, papul, eritema berkelok-kelok, pustule, gatal Anemia (usus halus)
Ankilostomias is Trichinella spiralis
trikiniasis
Mialgia, miosistis, demama, hipereosinofilia
99. Cutaneus larva migrans Peradangan berbentuk linear,
berkelok-kelok, menimbul dan progresif Etio : Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum Larva masuk ke kulit menimbulkan rasa gatal dan panas, diikuti lesi linear berkelokkelok, menimbul, serpiginosa membentuk terowongan Gatal hebat pada malam hari Th/ Tiabendazole, Albendazole, Cryotherapy, Kloretil Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
100. Pioderma Antibiotik
Indikasi
Kontra indikasi
Sediaan
Ampisilin
Pioderma (DOC)
Hipersensitif
Oral, Injeksi
Gentamisin
Infeksi gram positif dan negatif.
Hipersensitif
Topikal dan Injeksi
Ciprofloksasin
Infeksi gram positif dan negatif.
Hipersensitif, Hamil, menyusui, anak < 12 tahun
Oral
Kloramfinekol
terapi pilihan utama Hipersensitif, gangguan ginjal dan hati untuk pengobatan tifus dan paratifus
Oral, Topikal
Sulfamoksazol
ISK, diare, ISPA
oral
Hipersensitif, ibu hamil, bayi < 6 minggu
100. Impetigo Krustosa Impetigo kontagiosa = impetigo vulgaris
= impetigo tillbury fox Etiologi : Streptococcus B Hemolyticus Predileksi : muka, sekitar lubang hidung dan mulut UKK : eritema dan vesikel yang cepat memecah lalu menjadi krusta berwarna kuning madu, jika dilepaskan tampak erosi Komplikasi : glomerulonefritis Terapi
Antibiotik sistemik gol. Penisilin (Ampisilin 4x250mg, Amoksilin 3x250 mg, Eritromisin 4x500mg) Antibiotik topikal seperti basitrasin, neomisin, mupirosin Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-59
101. Anti Helmatemintes Parasit
Treatment
Ascaris Lumbricoides
Piperasin (Single Doses), Pirantel Pamoat (SD), Mebendazol ( SD), Albendazole (SD)
Trichuris Trichuria
Albendazole (SD), Mebendazole (2-3 hari)
Schistosoma sp
Prazikuental
Oxyuris Vermicularis
Pirantel Pamoat (SD), Mebendazol ( SD), Albendazole (SD)
Anchilostoma D dan N. Americanus
Pirantel pamoat (2-3 hari), Albendazole (SD), Mebendazole (SD)
Strongyloides Stercoralis
Tiabendazole (2-3 hari), Albendazole (2-3hari)< Mebendazole (2-4 minggu)
102. Dermatitis Disorder
Location
Lesion
Neurodermatitis
Kulit kepala, ekstensor lengan dan siku, vulva dan skrotum, betis atas, lutut, tungkai bawah, tumit
Pruritus intermiten (berhubungan dengan stresor), hiperpigmentasi, eritematosa, bersisik, batas tegas, plak likenifikasi
Dermatitis seboroik
Kulit kepala, wajah, dan dada
Kelaianan papuloskuamosa, lesi berminyak berwarna kekuningan diatas kulit yang merah terinflamasi. Mengenai bayi baru lahir, remaja, dan dewasa (aktivitas kelenjar sebasea)
Dermatitis kontak alergi
Hipersensitivitas
Adanya riwayat kontak dengan zat penyebab
Dermatitis atopik
Lipatan lutut atau siku, paha
xerosis, likenifikasi, dan lesi eksema, riwayat atopi
Numularis
Unknown
Lesi koin, eritematosa, central healing, sangat gatal
103. Infeksi Menular Seksual Penyakit
Etiologi
Karakteristik
Gonorrhae
N. gonorrhae
Uretritis anterior, tysnonitis, prostatitis, sekret mukopurulen
Non-specific Uretritis
C. trachomatis
Asimptomatik- disuria ringan, polyuria, sekret mukopurulen
Sifilis
Treponema palidum
Ulkus durum (st 1)
Herpes
Herpes Simpleks
Vesikel berkelompok, cairan bening, nyeri
Kondiloma Akuminatum
HPV
Wart of genital
104. Parasitologi Penyakit
Etiologi
Gejala klinis
Telur/ Kista
Amoebiasis
Entamoeba histolytica
Diare berdarah, nyeri perut, tenesmus
Psedoupodium dengan sel darah didalamnya
Tricuriasis
Tricuris trichuria
Anemia (hidup di sekum- colon asendens) gejala diare-disentri atau tanpa gejala
Tempayan dengan penonjolan pada kedua kutubnya
Balantidiasis
Balantidium coli
Sindroma disentri
Berdinding tebal, bervakuola, makronukleus
Taeniasis
T. Solium/ T. Saginata
Nyeri ulu hati, mual, muntah, mencret, obstipasi dan pusing
Telur dibungkus embriofor yang bergaris radial
Giardiasis
Giardia intestinalis
Diarrhea, Malodorous, greasy stools
Aktif: berflagel, In aktif: oval, dinding tipis dan kuat, berinti 2-4
E. Histolytica
Taenia S.
Trichuris Trichuria
B. Coli
Giardia
Balantidasis Morfologi Bentuk: oval, ukuran panjang 50-80 µ dan lebar 40-60 µ Terdapat sistosom dan cytopyge posterior Nukleus dobel (mikro dan makro nukleus) Silia, vakuola, dan beberapa RBC Kista: oval atau lingkaran
Balantidium coli
~70 x 45 m (up to 200 m)
~55 m
Balantidiasis: Gejala dan Tanda Asimptomatik Bisa dijumpai kista atau trofozoit di dalam feses Diare kronik, disentri, mual, kolitis, nyeri abdominal
Balantidiasis: Terapi
• Terapi menggunakan antibiotik • Dibawah ini adalah 3 antibiotik yang umum digunakan untuk mengobati balantidiasis sesuai urutan: (1) Tetracyclines (2) Metronidazole (3) Iodoquinol
105. Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
105. Kusta Tipe PB Berdasarkan Jopling
105. Pembagian Menurut WHO
Pengobatan Kusta
106. Infeksi Kulit Penyakit
Lokasi
Lesi
Furunkulosis
Infeksi pada lebih dari satu Folikel rambut dan jaringan sekitarnya
Gejala ruam (daerah kulit memerah), pustula yang terletak di sekitar folikel rambut, dan gatal di kulit
Dermatitis seborrheic
scalp, face, and trunk
Kelainan papuloskuamosa dengan gamabran berupa lesi berminyak diatas dasar yang kemerahan Mengenai newborn, remaja, dan dewasa Occurs on newborns, adolscenct and adult
Phitiriasis Alba
most commonly on the upper trunk and extremities, and less often on the face and intertriginous areas.
Lesi dapat berupa hipopigmentasi, coklat muda, atau berwarna salmon di wajah dan intertriginosa Asimptomatik, dapat tersa gatal (ringan)
Pedinkulosis Kapitis
Scalp, hair
Pruritus, karena garukan menyebabkan erosi, eksoriasi, dan infeksi sekunder (pus , krusta). Rambut bergumpal karena pus dan krusta (plikapelonika)
Pedinkulosis Korporis
Hair in trunk area
Pruritus, karena garukan menyebabkan erosi, eksoriasi, dan infeksi sekunder , keterlibatan limfatik
106. Pedikulosis
Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan
Pediculus 3 macam infeksi pada manusia
Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus var. capitis Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus humanus var. corporis Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis Infeksi kulit dan rambut kepala Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk Gejala: mula-mula gatal di oksiput dan temporal,
karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder Diagnosis: menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat Pengobatan: malathion 1%, gameksan 1%, benzil benzoat 25%
Pedikulosis korporis Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene
buruk (jarang mencuci pakaian) Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah Gejala: hanya bekas garukan di badan Diagnosis: menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian Pengobatan: gameksan 1%, benzil benzoat 25%, malathion 2%, pakaian direbus/disetrika
Pedikulosis pubis Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut kepala Gejala: Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot pada celana dalam Pengobatan: gameksan 1%, benzil benzoat 25%
107. Herpes Simpleks Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya vesikel
yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital Gejala klinis:
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear) Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Indication
Acyclovir
First episode
400 mg tid OR 200 mg 5 times/d (for 7-10 d)
1000 mg bid (for 7-10 d)
250 mg tid (for 7-10 d)
Recurrent
400 mg tid (for 3-5 d) OR 800 mg PO tid (for 2 d)
500 mg bid (for 3 d)
1000 mg bid (for 1 d)
400 mg bid
500 mg qd or 1000 mg qd (if >9 recurrences/y )
Daily suppression
Valacyclovir Famciclovir
Tzank Smear 250 mg bid
http://emedicine.medscape.com/article/274874-overview#aw2aab6b7
108. Karsinoma Sel Basal Perbedaan BCC dan SCC dari pemeriksaan dermatologis:
-
Karsinoma Sel Basal Waxy, translucent, or pearly appearance Ulserasi sentral Tepi pucat dan meninggi Telangiektasia Rapuh, penyembuhan buruk, perdarahan
-
Karsinoma Sel Skuamosa Bersisik, lebih tebal dari keratosis aktinik Dasar meninggi eritematosa Kdang membentuk keratin horn Dapat berbentuk plak, nodul, kadang dengan bagian tengah berulkus Tepi iregular dan mudah berdarah Tepi lesi berwarna cerah, tidak jernih seperti karsinoma sel basal
Sumber: Stulberg DL,et al. Diagnosis and treatment of basal cell and squamous cell carcinoma. American Family Physician. 2004;70(8):1481-1488.
108. Keganasan pada kulit Karsinoma sel basal
Berasal dari sel epidermal pluripoten. Faktor predisposisi: lingkungan (radiasi, arsen, paparan sinar matahari, trauma, ulkus sikatriks), genetik Usia di atas 40 tahun Biasanya di daerah berambut, invasif, jarang metastasis Bentuk paling sering adalah nodulus: menyerupai kutil, tidak berambut, berwarna coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar pinggirannya meninggi di tengah menjadi ulkus (ulcus rodent) kadang disertai talangiektasis, teraba keras
Karsinoma sel skuamosa
Berasal dari sel epidermis. Etiologi: sinar matahari, genetik, herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon, ulkus sikatrik Usia tersering 40-50 tahun Dapat bentuk intraepidermal Dapat bentuk invasif: mulamula berbentuk nodus keras, licin, kemudian berkembang menjadi verukosa/papiloma. Fase lanjut tumor menjadi keras, bertambah besar, invasif, dapat terjadi ulserasi. Metastasis biasanya melalui KGB.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Melanoma maligna
Etiologi belum pasti. Mungkin faktor herediter atau iritasi berulang pada tahi lalat Usia 30-60 tahun Bentuk: Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur, berbatas tegas, sedikit penonjolan Nodular: nodus berwarna biru kehitaman dengan batas tegas Lentigo melanoma maligna: plakat berbatas tegas, coklat kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk
SCC
BCC
MM
ILMU KESEHATAN ANAK
109. ISK 3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual, muntah, kadang-kadang diare Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik, inkontinensia, urin berbau Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala Pemeriksaan Penunjang : Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria (Eritrosit>5/LPB) Biakan urin dan uji sensitivitas Kreatinin dan Ureum Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan anatomis maupun fungsional Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>105 koloni kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Interpretasi Hasil Biakan Urin
Risk Factor In girls, UTIs often occur at the onset of toilet training. The child is trying to retain urine to stay dry, yet the bladder may have uninhibited contractions forcing urine out. The result may be high-pressure, turbulent urine flow or incomplete bladder emptying, both of which increase the likelihood of bacteriuria. Constipation can increase the risk of UTI because it may cause voiding dysfunction Babies who soil to diaper can also sometimes get small particles of stool into their urethra Among infants wearing disposable diapers, there is an increased risk of UTI as the frequency of changing diapers decreases.
T Sugimura, et al. Association between the frequency of disposable diaper changing and urinary tract infection in infants. Clin Pediatr (Phila). 2009 Jan;48(1):18-20.
Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan Anak dengan ISK
Tatalaksana UTI Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari kelainan yang mendasari Umum (Suportif) Masukan cairan yang cukup Edukasi untuk tidak menahan berkemih Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra Hindari konstipasi Khusus Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin, amoksisilin, kecuali jika : Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak) Pada bayi muda Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5 mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3 parenteral Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional) Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Dosis Obat Pada UTI Anak ANTIBIOTIC DOSING Amoxicillin/clav 25 to 45 mg per kg per day, ulanate divided every 12 hours Cefixime 8 mg per kg every 24 hours or divided every 12 hours Cefpodoxime 10 mg per kg per day, divided every 12 hours Cefprozil 30 mg per kg per day, divided every 12 hours Cephalexin
25 to 50 mg per kg per day, divided every 6 to 12 hours Trimethoprim/s 8 to 10 mg per kg per day, ulfamethoxazole divided every 12 hours
COMMON ADVERSE EFFECTS Diarrhea, nausea/vomiting, rash Abdominal pain, diarrhea, flatulence, rash Abdominal pain, diarrhea, nausea, rash Abdominal pain, diarrhea, elevated results on liver function tests, nausea Diarrhea, headache, nausea/vomiting, rash Diarrhea, nausea/vomiting, photosensitivity, rash
110. Anemia
Hipokrom: MCH ˂ Normal Mikrositik: MCV ˂ Normal
Hiperkrom: MCH ˃ Normal Makrositik: MCV ˃ Normal
Parameter
Kadar normal
Satuan
Hb
6 bln - 2 thn: 10,5-13,5 2-6 thn: 11-14,7 6-12 thn: 11,5-15,5 12-18 thn: 13-16 (L); 12-16 (P)
g/dL
Ht
2 thn: 33-42
%
Leukosit
2 thn: 6000-17.500
/μL
Trombosit
150.000-400.000
/μL
MCV
2 thn: 70-86
fL
MCH
2 thn: 23-31
pg/sel
MCHC
2 thn: 30-36
%Hb/sel
Anemia Mikrositik Hipokrom
THALASSEMIA Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena
defek pada sintesis rantai globin Diturunkan secara autosomal resesif Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik) Secara genotip:
Thalassemia beta
Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
Thalassemia alfa
-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.
PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS
Pucat kronik Hepatosplenomegali Ikterik Perubahan penulangan Perubahan bentuk wajah facies cooley Hiperpigmentasi kulit akibat penimbunan besi Riwayat keluarga + Riwayat transfusi Ruang traube terisi Osteoporosis ―Hair on end‖ pd foto kepala
Diagnosis thalassemia (cont‘d) Pemeriksaan darah
CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +, nucleated RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling Hiperbilirubinemia Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn overload Fe) Tes fungsi tiroid abnormal (late findings krn overload Fe) Hiperglikemia (late findings krn overload Fe)
Analisis Hb
HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb kualitatif
peripheral blood smear of patient with homozygous beta thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat Hair on End Hair on End & Facies Skully
Excessive iron in a bone marrow preparation
Tata laksana thalassemia Transfusi darah rutin target
Hb 12 g/dl Medikamentosa
Asam folat (penting dalam pembentukan sel) Kelasi besi menurunkan kadar Fe bebas dan me<<< deposit hemosiderin). Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau menerima 5 L darah. Vitamin E (antioksidan karena banyak pemecahan eritrosit stress oksidatif >>) Vitamin C (dosis rendah, pada terapi denga n deferoxamin)
Nutrisi: kurangi asupan besi Support psikososial
Splenektomi kriteria:
Splenomegali masif Kebutuhan transfusi PRC > 200220 ml/kg/tahun usia: > thn Be careful with trombocytosis and infection Immunizations are important
Transplantasi (sumsum tulang,
darah umbilikal) Fetal hemoglobin inducer (meningkatkan Hgb F yg membawa O2 lebih baik dari Hgb A2) Terapi gen
KOMPLIKASI THALASSEMIA Infection chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium
Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF Endokrinopati Impaired carbohydrate metabolism Pertumbuhan : short stature, slow growth rates Delayed puberty & hypogonadism infertility Hypothyroidism & hypoparathyroidism osteoporosis Liver: cirrhosis due to infection and iron load Bleeding: disturbances of coagulation factors
111-112. Anemia Defisiensi Fe (IDA)
Stage
Iron Depletion I
Iron Deficiency II
Iron Deficiency Anemia III
↓
↓↓
↓↓↓
Serum Iron
Normal
↓
↓↓
Hb
Normal
Normal
MCV, MCH MCHC ↓
Iron Store (Ferritin)
Windiastuti E. Anemia in children.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia in Infant Anemia (WHO): A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean Hb concentration for a normal population of the same gender and age range US National Health and Nutrition Examination
Survey (1999 – 2002)→ anemia:
Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and female children aged 12 through 35 months
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age. Pediatrics 2010; 126; 1040.
Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Maria Abdulsalam, Albert Daniel. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002
Tatalaksana IDA Atasi penyakit yang mendasari Nutrisi yang cukup Besi elemental 3-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, sebelum makan. Dilanjutkan hingga 2 bulan setelah anemia terkoreksi dan penyakit etiologi teratasi. Transfusi PRC dibutuhkan bila Hb <6 g/dl; atau Hb ≥6 g/dl
dengan penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal jantung, distress pernafasan) Pencegahan
Primer
Diet: makanan yang kaya besi dan vitamin C ASI eksklusif. Suplemen besi dimulai pada 4-6 bulan (non prematur) atau 2 bulan (prematur)
Sekunder: skrining
Harper JL. Iron deficiency anemia. http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview
Tatalaksana Fe oral Aman, murah, dan efektif Enteric coated iron tablets tidak dianjurkan karena penyerapan di duodenum dan jejunum Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh, kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2 jam setelahnya) Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah antasida Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan penyerapan
Tatalaksana
Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40%-50% Efek samping: Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
113. Kejang demam Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE, 1993) Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun Kejang demam sederhana (simpleks)
Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks Lama kejang > 15 menit Kejang fokal atau parsial menjadi umum Berulang dalam 24 jam Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan
dianjurkan untuk usia 12-18 bulan Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD (pada infant), epilepsi
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006
Profilaksis Intermiten untuk Pencegahan Kejang Demam
Faktor risiko berulangnya kejang demam: Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia kurang dari 12 bulan Temperatur yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demam Pada saat demam Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5⁰C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang Demam Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40
mg/kg/hari fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme Dianjurkan pengobatan rumatan:
Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tod‘s, CP, hidrosefalus) Kejang lama > 15 menit Kejang fokal
Dipertimbangkan pengobatan rumatan : Kejang berulang dalam 24 jam Bayi usia < 12 bulan Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang,
dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan
114. Dengue Demam dengue
DBD
Demam akut 2-7 hari
Infeksi dengue yang
dengan 2 atau lebih gejala berikut:
Nyeri kepala Nyeri retroorbita Myalgia/arthralgia Ruam Manifestasi perdarahan Leukopenia
ditambah 1 atau lebih gejala:
Uji bendung positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa Hematemesis/melena Trombositopenia (<100.000) Adanya kebocoran plasma (kenaikan >20% Ht normal; adanya bukti kebocoran seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia)
Guideline WHO 1997
114. KLASIFIKASI DBD Derajat (WHO 1997): Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. 1999.
Pemeriksaan Penunjang DBD
Serologi Infeksi Dengue NS1 merupakan glikoprotein
yang disekresi oleh sel yg terinfeksi DENV baik in vivo maupun in vitro Peran NS1 dalam replikasi virus belum jelas tetapi penting sebagai bahan senyawa kompleks replikasi thd membran endoplasmic reticulum Respon imun oleh adanya virus Dengue akan terbentuk Antibodi IgM dan IgG Dengue terhadap protein envelope virus
Respon imun bervariasi tgt
apakah individu tersebut mendapatkan infeksi primer atau infeksi sekunder Infeksi primer ditandai respon antibodi yg rendah dan lambat, IgM pertama muncul pada akhir minggu pertama demam Infeksi sekunder (individu dgn infeksi Dengue atau flavivirus lain sebelumnya) ditandai respon IgG yg meningkat cepat secara ekstrim dari awal infeksi
Chikungunya •
Chikungunya (Shawilli) berdasarkan gejala pada penderita: posisi tubuh meliuk atau melengkung akibat nyeri sendi hebat (arthralgia), terjadi pada lutut pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki
•
PENYEBAB: virus Chikungunya (CHIKV) + nyamuk Aedes Aegypti
•
GEJALA – Demam diikuti dengan linu di persendian (awam: demam/ flu tulang) tanpa kelumpuhan setelah lima hari: demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang sembuh
115. Dehidrasi pada anak dgn diare akut
Penanganan Rehidrasi: dapat diberikan oral/parenteral tergantung
status dehidrasinya
Tanpa dehidrasi TERAPI A 5 cc/kg ORS setiap habis muntah 10cc/kg ORS setiap habis mencret
Dehidrasi ringan sedang TERAPI B 75 cc/kg ORS dalam 3 jam
Bila per oral tidak memungkinkan, dapat diberikan parenteral tergantung kebutuhan maintenance cairan + defisit cairan
Dehidrasi berat (parenteral) TERAPI C Pemberian Pertama 30 ml/kgbb selama :
Pemberian Berikut 70 ml/kgbb selama :
Bayi ( < umur 12 bulan )
1 jam
5 jam
Anak ( 12 bln – 5 tahun )
30 menit
2.5 jam
Golongan Umur
Pilar penanganan diare (cont‘d) Terapi nutrisi Pemberian ASI harus dilanjutkan Beri makan segera setelah anak mampu makan Jangan memuasakan anak
Kadang-kadang makanan tertentu diperlukan selama diare Makan lebih banyak untuk mencegah malnutrisi
Terapi medikamentosa Antibiotik, bila terdapat indikasi (eg. kolera, shigellosis, amebiasis, giardiasis) Probiotik Zinc
Diberikan dalam dosis 20 mg untuk anak di atas 6 bulan, dan 10 mg untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan selama 10 hari
Obat-obatan anti diare terbukti tidak bermanfaat
Edukasi pada orang tua Tanda-tanda dehidrasi, cara membuat ORS, kapan dibawa ke RS, dsb.
115. Seorang bayi mengalami dehidrasi ringan sedang
akibat diare, maka dipakai rencana B yaitu 75 cc/ kgBB dalam 3-4 jam 4.5 kg x 75 = 337.5 cc dalam 3-4 jam 84 - 112 cc/jam 84-112 tetes/ menit micro (karena 1 cc = 20 tetes mikro per menit)
116. Difteri Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped) Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok Bull-neck (bengkak pada leher) Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema. Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
Pemeriksaan : Gram, Kultur
Obat: Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat memebuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi) Indikasi trakeostomi/intubasi : Terdapat tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat Komplikasi : Miokarditis dan Paralisis otot 2-7
minggu setelah awitan penyakit
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Tindakan Kesehatan Masayarakat Rawat anak di ruangan isolasi Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB, 4xsehari, selama 3 hari) Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
117. Tatalaksana Dengue
118. Ikterus neonatorum - Pewarnaan kuning pada sklera dan kulit yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin - Terlihat pada kulit bila kadar >5 mg/dl - Terlihat pada >50% neonatus - Pada bayi prematur > bayi cukup bulan
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh. Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk. Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik. (Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology. 3rd edition. McGrawHill. http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25 Juli 2013)
Ikterus Neonatorum Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis. Ikterus fisiologis: Awitan terjadi setelah 24 jam Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB) Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15 mg/dl pada NCB Ikterus non fisiologis: Awitan terjadi sebelum usia 24 jam Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB Tanda penyakit lain
Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai bilirubin
direk > 2 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.
Kramer‘s Rule
Penilaian klinis ikterus (kramer)
Daerah tubuh
Kadar bilirubin mg/dl
Muka
4 -8
Dada/punggung
5 -12
Perut dan paha
8 -16
Tangan dan kaki
11-18
Telapak tangan/kaki
>15
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
fisiologis non- fisiologis
hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
hari 5
hari 6
hari 7
Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1 Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi
AAP, 2004
Panduan transfusi tukar
AAP, 2004
119. Pediatric Septic arthritis The most common route by which microorganisms enter a joint is by
hematogenous spread to the synovium. Less commonly, entry occurs directly following a penetrating trauma
or contiguously from an adjacent osteomyelitis. Because of their unique anatomy, neonates and young children often
have coexisting septic arthritis and osteomyelitis. Infectious agents
In neonates (aged < 2 mo), Staphylococcus aureus is the most common cause of septic arthritis (SA),
In children aged 2 months to 5 years, Haemophilus influenzae type B was the most common cause of SA prior to the widespread use of vaccines; S aureus is now the most common cause.
Presentation Joint pain or swelling Children typically have involvement of a single joint; lower extremity joints, especially the knee and hip, account for most cases. Decreased or absent range of motion, joint tenderness, swelling, warmth, and erythema are common physical signs
Diagnosis Diagnosis of septic arthritis (SA) is established by a
combination of clinical findings and results of synovial fluid analysis. When septic arthritis (SA) is suspected, synovial fluid should be obtained for a complete blood count (CBC), glucose, Gram stain, and culture. Synovial culture has poor sensitivity (60-70%), A synovial fluid WBC count of more than 50,000/mL suggests SA, especially if the count exceeds 100,000/mL or if a predominance of polymorphonuclear cells is observed.
Analisis Cairan Sendi
A. Martínez-Castillo et al / Reumatol Clin. 2010;6(6):316–321
Tatalaksana Rawat inap Intravenous antibiotic
Splint the affected joint in a functional position for 2-3
days early passive range of motion to stretch tendons and prevent contractures. Serial needle aspirations are performed. Urgent arthrotomy and open drainage is usually performed in septic arthritis of the hip or shoulder, septic arthritis of other joints if no improvement occurs within 3 days of starting antimicrobial therapy, or if a large amount of pus is aspirated during diagnostic arthrocentesis http://emedicine.medscape.com/article/970365-treatment#showall
120. Hepatitis Viral Akut Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau
kerusakan dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan Perjalanan klasik hepatitis virus akut
Stadium prodromal: flu like syndrome, Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Anamnesis Hepatitis A : Manifestasi hepatitis A: Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan adanya outbreak atau diketahui sumber penularan. Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Hepatitis A Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm Kebanyakan kasus pada usia <5 tahun asimtomatik atau gejala nonspesifik Rute penyebaran: fekal oral; transmisi dari orangorang dengan memakan makanan atau minumanterkontaminasi, kontak langsung. Inkubasi: 2-6 minggu (rata-rata 28 hari) Behrman RE. Nelson‘s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A Self limited disease dan tidak
menjadi infeksi kronis Gejala:
Fatique Demam Mual Nafsu makan hilang Jaundice karena hiperbilirubin Bile keluar dari peredaran darah dan dieksresikan ke urin warna urin gelap Feses warna dempul (claycoloured)
Diagnosis
Deteksi antibodi IgM di darah Peningkatan ALT (enzim hati Alanine Transferase)
Pencegahan:
Vaksinasi Kebersihan yang baik Sanitasi yang baik
Tatalaksana:
Simptomatik Istirahat, hindari makanan berlemak dan alkohol Hidrasi yang baik Diet
Penanda Serologis Hepatitis
Hepatitis Hepatitis
Jenis virus
Antigen
Antibodi
Keterangan
HAV
RNA
HAV
Anti-HAV
Ditularkan secara fekaloral
HBV
DNA
HBsAg HBcAg HBeAg
Anti-HBs Anti-HBc Anti-HBe
•Ditularkan lewat darah •Karier
HCV
RNA
HCV C100-3 C33c C22-3 NS5
Anti-HCV
Ditularkan lewat darah
HDV
RNA
HBsAg HDV antigen
Anti-HBs Anti-HDV
Membutuhkan perantara HBV (hepadnavirus)
HEV
RNA
HEV antigen
Anti-HEV
Ditularkan secara fekaloral
121. MALARIA FALCIPARUM Lini pertama:
(Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 1 hari (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 1 hari
Lini kedua:
Kina + doksisiklin Tetrasiklin + Primakuin
Primakuin dikontraindikasikan pada ibu hamil, bayi
<11 bulan, dan penderita G6PD
MALARIA VIVAX, OVALE, MALARIAE Lini pertama:
(Artesunat + amodiakuin) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 14 hari (Dihidroartemisinin + piperaquine) dosis tunggal selama 3 hari + primakuin dosis tunggal 14 hari
Lini kedua:
Kina 3x sehari selama 7 hari + primakuin selama 14 hari
122. Diare dehidrasi berat
123. Glomerulonefritis akut Pasca Streptokokus Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema,
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi pada glomerulus Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute GN GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik → deposit kompleks imun di glomerulus Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya, hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi,
diuretik
Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
Mekanisme GNAPS Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam
glomerulus yang kemudian akan merusak glomerulus Proses autoimun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak protein glomerulus (molecular mimicry) Streptokokus nefritogenik dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis glomerulus.
Sindrom Nefritik Akut
Pemeriksaan Penunjang Urinalisis
Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit Peningkatan ureum dan kreatinin ASTO meningkat (ASTO: the antibody made against streptolysin O, an immunogenic, oxygen-labile hemolytic toxin produced by most strains of group A) Komplemen C3 menurun pada minggu pertama Hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada komplikasi gagal ginjal akut
Penatalaksanaan The major goal is to control edema and blood pressure During the acute phase of the disease, restrict salt and water. If significant
edema or hypertension develops, administer diuretics.
Loop diuretics (Furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3 kali per hari) For hypertension not controlled by diuretics, usually calcium channel blockers or angiotensinconverting enzyme inhibitors are useful
Restricting physical activity is appropriate in the first few days of the illness but
is unnecessary once the patient feels well Specific therapy:
Treat patients, family members, and any close personal contacts who are infected. Throat cultures should be performed on all these individuals. Treat with oral penicillin G (250 mg qid for 7-10 d) or with erythromycin (250 mg qid for 7-10 d) for patients allergic to penicillin This helps prevent nephritis in carriers and helps prevent the spread of nephritogenic strains to others
Indications for dialysis include life-threatening hyperkalemia and clinical
manifestations of uremia
124. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 –S919
Teknik Ventilasi dan Kompresi Ventilasi Tekanan Positif (VTP) Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai. Pernapasan awal dan bantuan ventilasi Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi Kompresi dada Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut
jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Kapan menghentikan resusitasi? Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut jantung,
dianggap layak untuk menghentikan resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit (kelas IIb, LOE C). Keputusan untuk tetap meneruskan usaha resusitasi bisa dipertimbangkan setelah memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua mengenai risiko morbiditas. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
125. Clostridium Botulinum
Botulism is a broad term encompassing 3 clinical entities caused by botulinum toxin : food-borne, wound, or infant botulism. C botulinum is a gram-positive, sporeforming anaerobe that naturally inhabits soil, dust, and fresh and cooked agricultural products. produce a type of botulinum toxin which is very lethal to human Food-borne botulism is not seen after eating fresh foods. home canning, produce an anaerobic, low-acid (ie, pH >4.6), low-solute environment in which the toxin can be produced.
In persons older than 1 year, the spores are unable to germinate in the gut; therefore, food-borne disease is the result of ingesting a preformed toxin. C botulinum spores can germinate in the gut of infants younger than 1 year because of their relative lack of gastric acid, decreased levels of normal flora, and immature immune systems conducive to toxin production infant botulism can arise from eating the spores present in unprepared foods.
Food-borne botulism GI tract symptoms usually occur first, beginning 18-36 hours after
ingestion (range, 2 h to 8 d) and consist of nausea, vomiting, and diarrhea followed by constipation. Motor function symptoms follow, with the cranial nerves usually affected first (diplopia and blurred vision secondary to loss of accommodation) Finally, a rapidly progressive descending weakness or paralysis occurs. Autonomic dysfunction may lead to orthostatic hypotension, urinary retention, or constipation. Because the toxin affects only motor and autonomic systems, sensation and mentation remain intact. Patients are usually afebrile.
Clinical Manifestation Dysphagia - 96%
Blurred vision - 65%
Dry mouth - 93%
Nausea - 64%
Diplopia - 91%
Dyspnea - 60%
Dysarthria - 84%
Vomiting - 59%
Extremity weakness -
Abdominal cramps - 42%
73% Constipation - 73%
Diarrhea - 19%
Treatment Supportive care, especially ventilatory support, is
essential.
Promptly initiate ventilatory support promptly because respiratory muscle weakness rapidly progresses and the gag reflex is frequently impaired Antitoxin dramatically alters the course of the disease, especially if administered within the first 24 hours. In general, antibiotic therapy to clear clostridial GI infection in infant botulism is contraindicated, because the treatment increases toxin release and worsens the condition. Antibiotics may be considered to treat secondary bacterial infections.
126. Status Gizi Berat Badan/Umur Parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan diulang, dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat Tinggi Badan/Umur Memberikan informasi bermakna (menggambarkan status nutrisi dan pertumbuhan fisik) apabila dikaitkan dengan hasil pengukuran BB Berat Badan/Tinggi Badan Untuk penilaian status nutrisi, mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan stunting atau perawakan pendek
Pemantauan Pertumbuhan Interpretasi Pengukuran TB/U
Interpretasi Pengukuran BB/U
Z Score >2 SD : Tergolong sangat tinggi. Rujuk anak jika dicurigai adanya gangguan endokrin (tinggi tidak sesuai perkiraan tinggi kedua orang tua, atau cenderung terus meningkat) 2 sd (-2) SD : Normal <-2 SD : Stunted <-3 SD : Severly stunted CDC-NCHS 90-110% : Baik/normal 70-89% : Tinggi kurang <70% : Tinggi sangat kurang
Z Score > 2 SD : Memiliki masalah pertumbuhan, lebih baik dinilai dari pengukuran berat terhadap tinggi atau BMI/U 2 sd (-2) SD : Normal <-2 SD : Underweight <-3 SD : Severly underweight CDC-NCHS >120% : Gizi lebih 80-120% : Gizi baik 60-80% : Gizi kurang, buruk dengan edema <60% : Gizi buruk
Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI
Status Nutrisi BB/TB Cara penilaian status nutrisi:
Z-score → menggunakan kurva WHO weight-for-height >3 – obesitas 2-3 – overweight 1-2 – possible overweight (-2) – (-1) -- normal (-2) – (-3) – moderate wasted <-3 – severe wasted
BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC ≥120% ≥110 -120% ≥90-110% ≥80-90% ≥70-80% ≤70%
obesity overweight normal mild malnutrition moderate malnutrition severe malnutrition.
Interpretasi kurva pertumbuhan WHO (IDAI)
127. Asma Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik
episodik, nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.
PATHOGENESIS OF ASTHMA • Definition o
o
Chronic inflammatory condition of the airwayshyperreacti vity Episodic airflow obstruction
• Main processes o o
Inflammatory reaction Remodeling
http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptom s.jpg
Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
The Inflammatory Reaction Involved:
Dendritic cells and macrophages present antigens to T-helper cells induce the switching of B lymphocytes to produce IgE
T-helper lymphocytes Mast cells Eosinophils
Leads to
episodes of wheezing Coughing tightness in the chest Breathlessness shortage of breath specially at night and in the morning Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
Inflammation causes obstruction of airways
by:
Acute bronchoconstriction Swelling of bronchial wall Chronic production of mucous Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess The inflammatory reaction goes on for a long period Changes
Epithelial cells damaged and the cilia are lostsusceptible for infection goblet cells increasedincrease in the secretions function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate in the lungs
The basement membrane Smooth muscle cells Hyperplasiaability to secrete contractility increased airway hyper-responsiveness.
The neurons
developed local reflexes Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
The cardinal
features
airway hyperresponsiveness excessive airway mucus production airway inflammation elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
NOCTURNAL ASTHMA Associated with:
allergen exposure Sleep airway cooling diminished clearance of mucous secretions diurnal variations in hormone concentrations and in autonomic nervous system control Decreased epinephrine and increased vagal tone cause:
airway obstruction enhance bronchial reactivity.
bronchial obstruction
Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m. Decreased steroid receptorsincreased inflammation Diurnal variation in Cortisol Low level Melatonin http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380
Derajat Serangan Asma
Derajat Penyakit Asma Parameter klinis, kebutuhan obat, dan faal paru
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan
< 1x /bulan
> 1x /bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
1 minggu
Hampir sepanjang tahun tidak ada remisi
Diantara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu Pemeriksaan fisis di luar serangan
Normal
Obat pengendali
Tidak perlu
Mungkin terganggu Tidak pernah normal
Perlu, steroid
Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60% PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% (di luar serangan) Variabilitas 20-30% Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
>15%
< 30%
< 50%
Alur Penatalaksanaan Serangan Asma
128. Skoring Tuberkulosis pada Anak Kriteria
Keterangan di soal
Nilai
Kontak TB
Kontak TB BTA (+)
3
Demam > 2 minggu
1 bulan
1
Batuk > 3 minggu
1 bulan
1
Kelainan sendi + tulang
-
0
Foto rontgen
-
0
Pembesaran KGB
-
Status gizi
BB turun tapi status gizi tidak diketahui di soal
Uji tuberkulin
JUMLAH
0
5
128. Tuberkulosis pada anak
Time after primary infection 2 – 3 months
Clinical Manifestation Fever of Onset
6 – 24 months
Osteo-articular TB
> 5 years
Renal TB
Figure 5. The Timetable of Tuberculosis Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64
Phlyctenular conjunctivitis
3 – 12 months
Primary pulmonary TB TB Meningitis Miliary TB TB Pleural effusion
Erythema nodosum
Tuberculin Test Positive
Complications of focus 1. Effusion 2. Cavitation 3. Coin shadow
455
Complications of nodes 1. Extension to bronchus 2. Consolidation 3. Hyperinflation
MENINGITIS OR MILIARY in 4% of children infected under 5 years of age LATE COMPLICATIONS Renal & Skin Most after 5 years
Most children become tuberculin sensitive
BRONCHIAL EROSION 3-9 months
A minority of children experience : 1. Febrile illness 2. Erythema Nodosum 3. Phlyctenular Conjunctivitis
PRIMARY COMPLEX Progressive Healing Most cases
1
Uncommon under 5 years of age 25% of cases within 3 months 75% of cases within 6 months
2
3
infection
4-8 weeks
3-4 weeks fever of onset
Incidence decreases As age increased
12 months
Development Of Complex GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS
4
Resistance reduced : 1. Early infection (esp. in first year) 2. Malnutrition 3. Repeated infections : measles, whooping cough streptococcal infections 4. Steroid therapy
BONE LESION Most within 3 years
5
6
24 months
DIMINISHING RISK But still possible 90% in first 2 years
Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982
Tuberkulosis pada anak Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas over/underdiagnosed Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada anak Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas Batuk kronik 3 ≥ minggu Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring Diagnosis oleh dokter Perhitungan BB saat
pemeriksaan Demam dan batuk yang tidak respons terhadap terapi baku Cut-of f point: ≥ 6 Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB Rontgen bukan alat diagnosis utama Reaksi cepat BCG harus dilakukan skoring Reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Total nilai 4 pada anak balita atau dengan kecurigaan besar dirujuk ke rumah sakit Profilaksis INH diberikan pada anak dengan kontak BTA (+) dan total nilai <5
Terapi Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB dapat
diberikan regimen 2RHZ/4RH
Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi atau resistensi isoniazid yang tinggi, atau anak dengan TB paru yang ekstensif → diberikan 2RHZE/4RH
WHO. Rapid advice treatment of tuberculosis in children. http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241500449_eng.pdf
Primary prophylaxis 460
to prevent TB infection in TB Class 1 person
exposure (+), infection (-) tuberculin
negative drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day as long as contact take place, the source should be treated at least for 3 months repeat TST: negative: success, stop INH positive: fail, become TB Class 2 continue as 2nd proph
Secondary prophylaxis 461
to prevent TB disease in TB Class 2 person (exposure
(+), infection (+), disease (-) and person with tuberculin conversion certain high risk population
under five, puberty long term use of steroid malignancy certain infection: morbili, pertussis
drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day during the higher risk of TB disease development: 6-12
month
129. Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin) Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat
dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier. Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8° C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.
Vaksin BCG Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada anak
dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif. Efek proteksi timbul 8–12 minggu setelah penyuntikan. Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05
ml untuk bayi baru lahir. VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak di tempat lain (bokong, paha). Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada umur lebih
dari 3 bulan. Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan
asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.
KIPI BCG Penyuntikan BCG secara
intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3 (2-6) minggu setelah penyuntikan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam (retracted).
Limfadenitis Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka lakukan drainase dan diberikan OAT BCG-itis diseminasi
(Disseminated BCG Disease)
berhubungan dengan imunodefisiensi berat. diobati dengan kombinasi obat anti tuberkulosis.
Kontraindikasi BCG Reaksi uji tuberkulin >5 mm, Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, Menderita gizi buruk,
Menderita demam tinggi, Menderita infeksi kulit yang luas,
Pernah sakit tuberkulosis, Kehamilan.
130. Morbili/Rubeola/Campak Pre-eruptive Stage Demam Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis Respiratory Symptoms – cough Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes Exanthem sign Maculopapular Rashes – Muncul 2-7 hari setelah onset Demam tinggi yang menetap Anoreksia dan iritabilitas Diare, pruritis, letargi dan limfadenopati oksipital Stage of Convalescence Rash – menghilang sama dengan urutan munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah) → membekas kecoklatan Demam akan perlahan menghilang saat erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan : Imunisasi Campak pada usia 9 bulan Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili Paramyxovirus Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg blm divaksinasi Anak usia sekolah yang gagal imunisasi
Musim: akhir musim
dingin/ musim semi Inkubasi: 8-12 hari Masa infeksius: 1-2 hari sblm prodromal s.d. 4 hari setelah muncul ruam
Prodromal
Hari 7-11 setelah eksposure Demam, batuk, konjungtivitis,sekret hidung. (cough, coryza, conjunctivitis 3C)
Enanthem ruam
kemerahan Koplik‘s spots muncul 2 hari sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari.
Detection of specific IgM antibodies in a serum sample collected within the first few days of rash onset can provide presumptive evidence of a current or recent measles virus infection Fase akut: terdeteksi IgM Imunoglobulin IgM & IgG muncul bersamaan ± hari ke 12, puncak hari ke 21. IgM (+) : terinfeksi virus campak/ imunisasi campak IgG (+) : pernah terinfeksi campak IgA (+) : terdapat di sekret nasal dan seluruh saluran nafas, hanya terdeteksi pada terpapar virus campak hidup(virus campak mati tidak)
Komplikasi Otitis Media Bronchopneumonia Encephalitis Pericarditis Subacute sclerosing panencephalitis – late sequellae due to persistent infection of the CNS
Rubella Togavirus
Asymptomatik hingga 50%
Yg rentan: orang dewasa
Prodromal
yang belum divaksinasi Musim: akhir musim dingin/ awal musim semi. Inkubasi 14-21 hari Masa infeksius: 5-7 hari sblm ruam s.d. 3-5 hari setelah ruam muncul
Anak-anak: tidak bergejala s.d. gejala ringan Dewasa: demam, malaside, nyeri tenggorokan, mual, anoreksia, limfadenitis oksipital yg nyeri.
Enanthem
Forschheimer‘s spots petekie pada hard palate
Rubella - komplikasi Arthralgias/arthritis pada
org dewasa Peripheral neuritis encephalitis thrombocytopenic purpura (jarang) Congenital rubella syndrome
Infeksi pada trimester pertama IUGR, kelainan mata, tuli, kelainan jantung, anemia, trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum ≈ Exanthem Subitum Human Herpes Virus 6
(and 7) Yg rentan: 6-36 bulan (puncak 6-7 bulan) Musim: sporadik Inkubasi: 9 hari Masa infeksius: berada dalam saliva secara intermiten sepanjang hidup; infeksi asimtomatik persisten.
Demam tinggi 3-4 hari Demam turun mendadak
dan mulai timbul ruam kulit. Kejang yang mungkin timbul berkaitan dengan infeksi pada meningens oleh virus.
Scarlet Fever Sindrom yang memiliki
karakteristik: faringitis eksudatif, demam, dan rash. Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci (GABHS) Masa inkubasi 1-4 hari. Manifestasi pada kulit diawali oleh infeksi streptokokus (umumnya pada tonsillopharynx) : nyeri tenggorokan dan demam tinggi, disertai nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, myalgia, dan malaise.
Rash : Timbul 12-48 jam
setelah onset demam. Dimulai dari leher kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas. Pemeriksaan : Throat culture positive for group A strep Tatalaksana : Antibiotik antistreptokokal minimal 10 hari (Eritromisin atau Penicillin G)
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
131. Derajat dehidrasi diare
132. Anak Tersedak
133. Bronkiolitis Infection (inflammation) at
bronchioli Bisa disebabkan oleh beberapa jenis virus, yang paling sering adalah respiratory syncytial virus (RSV) Virus lainnya: influenza, parainfluenza, dan adenoviruses Predominantly < 2 years of age (2-
6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis: Management Mild disease • Symptomatic therapy Moderate to Severe diseases Life Support Treatment : O2, IVFD Etiological Treatment Anti viral therapy (rare) Antibiotic (if etiology bacteria) Symptomatic Therapy Bronchodilator: controversial Corticosteroid: controversial (not effective)
134. STRIDOR Abnormal, high-pitched sound produced by turbulent
airflow through a partially obstructed airway at the level of the supraglottis, glottis, subglottis, and/or trachea. It can be:
Inspiratory stridorextrathoracic obstruction Supraglottic area Nasopharynx, epiglottis, larynx, aryepiglottic folds, false vocal cords Glottic and subglottic area Vocal cords to the extrathoracic segment of the trachea
Expiratory stridor (wheezing) intrathoracic obstruction bronchial obstruction Biphasic stridortracheal (subglottic or glottic anomaly)
critical and fixed airwary obstruction at any level http://medschool.lsuhsc.edu
http://medschool.lsuhsc.edu
Causes neonate Laryngomalacia Vocal cord dysfunction Congenital tumours Choanal atresia Laryngeal webs
1st 2nd
Chronic Chronic Chronic Chronic Chronic
Chilld
Infection -epiglottitis -Laryngitis Croup : 1-2 days duration less severe FB Laryngeal dyskinesia
acute Acute Acute chronic
adult Infection -epiglottitis -Laryngitis Trauma – acquired stenosis CA Larynx or Trachea or main bronchus http://medschool.lsuhsc.edu
Acute Acute chronic
http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645
Laringomalasia • Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana •
• •
•
epiglotis lemah Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring). Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk omega Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2 tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun. Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
Obstetri & Ginekologi
135. Ginekologi Kista Bartholin
Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula)
Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks
Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.
Karsinoma Serviks
Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt
Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis dan ulserasi.
Kista Gartner Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa
jaringan embrional (duktus Wolffian). Biasanya didapatkan di dinding anterolateral superior vagina. Ukuran pada umumnya < 2cm, namun dapat berkembang hingga lebih besar. Gejala klinis disebabkan oleh karena ukuran kista yang besar adalah dispareuni dan sulitnya persalinan Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan epitelial kuboid yang selapis
KISTA BARTHOLIN Kelenjar Bartholin: Bulat, kelenjar seukuran kacang terletak didalam perineum pintu masuk vagina arah jam 5 dan jam 7 Normal: tidak teraba Duktus panjang 2 cm, dan terbuka pada celah antara selaput himen dan labia minora di dinding lateral posterior vagina
Kista Duktus Bartholin: Kista yang paling sering Disebabkan oleh obstruksi sekunder pada duktus akibat inflamasi nonspesifik atau trauma. Kebanyakan asimptomatik Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik Terapi: “Marsupialization”. Pada wanita > 40 tahun: biopsi dilakukan untuk menyingkirkan adenocarcinoma kelenjar Bartholin
Kista Nabothi Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di permukaan serviks tersumbat epitel skuamosa Benbentuk seperti beras dengan permukaan licin
136. Fistula Vaginorektal Etiologi: trauma t.u saat partus, IBD (Crohn
Disease), luka operasi, infeksi, keganasan PF: Keluar flatus atau feses dari vagina, vaginitis, sistitis, vagina berbau Terapi: operasi
Bangser M. Obstetric fistula and stigma. Lancet. Feb 11 2006;367(9509):535-6. [Medline]. Browning A, Menber B. Women with obstetric fistula in Ethiopia: a 6-month follow up after surgical treatment. BJOG. Nov 2008;115(12):15649. [Medline].
137. Prolaps Uteri Prolaps uteri adalah penurunan uterus dari posisi
anatomis yang seharusnya. Insidens prolaps uteri meningkat dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis
138. Endometriosis Endometriosis sering ditemukan pada wanita
remaja dan usia reproduksi Gejala:
Nyeri di perut bagian bawah dan di daerah panggul Menstruasi yang tidak teratur Kemandulan Dispareunia
Patofosiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan endometriosis
Gangguan Menstruasi
Perdarahan Menstruasi Abnormal Amenorrhea: Tidak adanya menstruasi selama 6 bulan atau tidak terdapat siklus menstruasi selama 3 siklus Menorrhagia: Peningkatan volume darah selama menstruasi > 80 mL
Metrorrhagia: Episode perdarahan iregular Menometrorrhagia: Pemanjangan durasi perdarahan pada interval yang iregular Oligomenorrhea: Panjang siklus menstruasi > 35 hari Polymenorrhea: Panjang siklus menstruasi < 21 hari Postmenopausal bleeding: Perdarahan yang berlangsung lebih dari 12 bulan dari siklus menstuasi terakhir
Coulter A, Bradlow J, Agass M, et al: Outcomes of referrals to gynaecology outpatient clinics for menstrual problems: An audit of general practice records. Br J Obstet Gynaecol. 1991, 98: 789-796.
139. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE • Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium pelvis, atau jaringan penunjangnya. • PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus genital bawah ke atas • Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis) • Faktor Risiko:
Kontak seksual Riwayat penyakit menular seksual Multiple sexual partners IUD PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia
Uterine tenderness, OR Adnexal tenderness, OR Cervical motion tenderness on pelvic exam?
YES
NO
1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia 2) Perform pregnancy testing 3) Perform vaginal microscopy if available 4) Offer HIV testing
See Vaginal Discharge algorithm, consider other organic causes
Empiric treatment for PID* if no other organic cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)
Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR Pregnant?
YES
NO
Inpatient PID treatment: Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** (other regimens available****)
Outpatient PID treatment: Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** OR Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** (other regimens available****) Response to treatment 72 hours later?
1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment 2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course
NO
YES
See Inpatient treatment
Continue treatment for 14 days
http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Pelvic Inflammatory Disease
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid .htm
PID - Pengobatan
Harus berspektrum luas
Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:
Adanya emergensi (contoh; apendisitis) Pasien hamil Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi Pasien memiliki abses tubo-ovarian
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
140. Kontrasepsi
141. Hiperemesis Gravidarum Definisi: keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang
berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya mulai setelah minggu ke-6 dan baik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12 Etiologi : Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik Predisposisi :primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang, hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
Tingkatan Hiperemesis Gravidarum Tingkat 1 :
lemah, napsu makan↓, BB↓, nyeri epigastrium, nadi↑, turgor kulit berkurang, TD sistolik↓, lidah kering, mata cekung.
Tingkat 2 :
apatis, nadi cepat dan kecil, lidah kering dan kotor, mata sedikit ikterik, kadang suhu sedikit ↑, oliguria, aseton tercium dalam hawa pernafasan.
Tingkat 3 :
KU lebih lemah lagi, muntah-muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi lebih cepat, TD lebih turun. Komplikasi fatal Ensefalopati Wernicke : nystagmus, diplopia, perubahan mental, ikterik
Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
Pertahankan kecukupan nutrisi ibu. Istirahat cukup dan hindari kelelahan
Tatalaksana Medikamentosa
Berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari (2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang) Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih berlum teratasai dan tidak terjadi dehidrasi.
Tatalaksana dehidrasi pada Hiperemesis Gravidarum
Atasi dehidrasi dan ketosis Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll. Atasi defisit asam amino Atasi defisit elektrolit Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit Berikan obat anti muntah: metchlorpropamid, largactil, ondansetron, atau metilprednisolon Berikan suport psikologis Jika dijumpai keadaan patologis: atasi Jika kehamilannya patologis (misal: Mola Hidatidosa) lakukan evakuasi Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang dikehendaki pasien Perhatikan pemasangan kateter infus untuk sering diberikan salep heparinkarena cairan infus yang diberikan relatif pekat. Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi wajar http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
142. Abortus Definisi: Kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.
Diagnosis dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak Perut nyeri dan kaku Pengeluaran sebagian produk konsepsi Serviks dapat tertutup maupun terbuka Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. Faktor dari ayah: Kelainan sperma
DIAGNOSIS
PERDARAHAN
SERVIKS
BESAR UTERUS GEJALA LAIN
Abortus imminens
Sedikit-sedang
Tertutup lunak
Sesuai usia kehamilan
Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak
Abortus insipiens
Sedang-banyak
Terbuka lunak
Sesuai atau lebih kecil
Nyeri perut hebat Uterus lunak
Abortus inkomplit
Sedikit-banyak
Terbuka lunak
Lebih kecil dari usia kehamilan
Nyeri perut kuat Jaringan + Uterus lunak
Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Tertutup atau terbuka lunak
Lebih kecil dari usia kehamilan
Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal
Abortus septik
Perdarahan berbau
Lunak
Membesar, nyeri tekan
Demam leukositosis
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup
Lebih kecil dari usia kehamilan
Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi
Abortus Imminens
Abortus Insipiens
Abortus Komplit
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
143. Persalinan Preterm Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu Diagnosis • Usia kehamilan 37 minggu • Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit diikuti dengan perubahan serviks yang progresif • Pembukaan serviks ≥ 2 cm Faktor Predisposisi • Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun, hipertensi, perkembangan janin terhambat, solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, infeksi intrauterine, bakterial vaginosis, serviks inkompetens, kehamilan ganda, penyakit periodontal, riwayat persalinan preterm sebelumnya, kurang gizi, merokok Tatalaksana Tatalaksana Umum Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotika profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan penyesuaian. Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Persalinan Preterm: Tatalaksana Khusus Bila terdapat salah satu dari keadaan dibawah ini maka tokolitik tidak perlu
diberikan, dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan: Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu, pembukaan > 3 cm, ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif, ada gawat janin, janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidupnya kecil Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik, kortikosteroid dan
antibiotika jika syarat berikut ini terpenuhi: Usia kehamilan antara 24-34 minggu, dilatasi serviks kurang dari 3 cm, tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif, tidak ada gawat janin
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Persalinan Preterm: Tatalaksana Khusus
Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan kesempatan pemberian kortikosteroid. Obat-obat tokolitik yang digunakan adalah:
Nifedipin: 3 x 10 mg per oral, ATAU Terbutalin sulfat 1000 μg (2 ampul) dalam 500 ml larutan infus NaCl 0,9% dengan dosis awal pemberian 10 tetes/menit lalu dinaikkan 5 tetes/menit tiap 15 menit hingga kontraksi hilang, ATAU Salbutamol: dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan infus 10 tetes/menit. Jika kontraksi masih ada, naikkan kecepatan 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti atau denyut nadi >120/menit kemudian dosis dipertahankan hingga 12 jam setelah kontraksi hilang
Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat pilihannya adalah: Deksametason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali, ATAU Betametason 12 mg IM setiap 24 jam sebanyak 2 kali Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir. Pilihan antibiotika yang rutin diberikan untuk persalinan preterm (untuk mencegah infeksi streptokokus grup B) adalah:
Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, ATAU Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, ATAU Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap penisilin) Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai dengan ketuban pecah dini adalah eritromisin 4x400 mg per oral
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
144. Anemia pada Kehamilan Anemia adalah suatu kondisi di mana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. Diagnosis ditegakkan dengan kadar Hb < 11 gram/dL (trimester I dan III) atau < 10,5 gram/dL (pada trimester II) Faktor predisposisi
Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat Kelainan gastrointestinal Penyakit kronis Adanya riwayat keluarga Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Anemia Tatalaksana umum anemia Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah. Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat, 3 kali sehari evaluasi 90 hari Tatalaksana khusus anemia Bila terdapat pemeriksaan apusan darah tepi, lakukan pengobatan sesuai hasil apusan darah tepi. Anemia defisiensi besi (hipokromik mikrositer): 180 mg besi elemental per hari Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12: asam folat 1 x 2 mg, dan vitamin B12 1 x 250-1000µg Transfusi dilakukan bila Hb < 7 g/dL atau hematokrit < 20% atau Hb > 7 g/dL dengan gejala klinis pusing, pandangan berkunang-kunang atau takikardia Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
145. TB dan Menyusui Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui Profilaksis untuk bayi: Setelah lahir, bayi diberikan profilaksis INH (5-10 mg/kgBB/hari) sampai 6 bulan. Vaksinasi BCG segera diberikan setelah pengobatan profilaksis selesai
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
146. Hipertensi Dalam Kehamilan Hipertensi Kronik Hipertensi Gestasional Pre Eklampsia Ringan Pre Eklampsia Berat Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome Eklampsia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik Definisi Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan Diagnosis Tekanan darah ≥140/90 mmHg Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik Tatalaksana
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut dengan obat yang sesuai untuk ibu hamil Jika sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu Pantau pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin. Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Gestasional Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD ≥140/90 mmHg Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan <12 minggu Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu. Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia. Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia Preeklampsia Ringan Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam Preeklampsia Berat Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas Sakit kepala , skotoma penglihatan Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia Superimposed preeklampsia pada hipertensi
kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu) Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu
Eklampsia Kejang umum dan/atau koma Ada tanda dan gejala preeklampsia Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia Tatalaksana umum Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk rumah sakit Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat. Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia Antihipertensi
Ibu dengan hipertensi berat perlu mendapat terapi antihipertensi Ibu dengan terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan. Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pasca persalinan berat Antihipertensi yang diberikan nifedipin, nikardipin, dan metildopa. Jangan berikan ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid pada ibu hamil
Pemeriksaan penunjang tambahan
Hitung darah perifer lengkap Golongan darah AB0, Rh, dan uji pencocokan silang. Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin terhambat)
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Khusus Edema paru
Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru pada ibu dengan preeklampsia berat. Tatalaksana Posisikan ibu dalam posisi tegak Oksigen Furosemide 40 mg IV Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian furosemid dapat diulang. Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelets) dilakukan dengan terminasi kehamilan Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Eklampsia Pencegahan dan Tatalaksana Kejang Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD Magnesium sulfat diberikan sebagai tatalaksana kejang pada eklampsia dan pencegahan kejang pada preeklampsia berat. Dosis pemberian magnesium sulfat intravena adalah 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal dilanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan IM dengan dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan. Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
147. Pemeriksaan tinggi fundus uteri Berdasarkan Usia Kehamilan
Sumber: http://www.gynob.c om/fh.htm
147. MOLA HIDATIDOSA Kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi
chorialis degenerasi hidropik; kelainan dalam proses fertilisasi ―hamil anggur‖ 2 tipe :
Komplit: Terdapat perubahan hydropik pada villi, avaskuler, disertai proliferasi pada kedua lapisan jaringan trofoblas dan tidak terdapat janin. Partial: Terdapat perubahan hydropik pada sebagian villi, masih ada gambaran vaskuler, proliferasi hanya terjadi pada lapisan sinsisio trofoblas dan kadang kadang bisa terdapat janin atau jaringan janin yang normal Obstetri Patologi Buku Ajar FK Unpad
Mola Hidatidosa Gejala • Amenorrhea • Perdarahan (banyak/sedikit) •
• • •
•
→ anemia Rahim lebih besar dari usia kehamilan Kista teca lutein (10%) Hyperemesis Dapat disertai preeklampsia/eklampsia; hipertiroid Tidak ada tanda janin : ballotement (-), DJJ (-)
Diagnosis : B-hCG tinggi dalam darah dan
urin Percobaan sonde : masuk mudah ke cavum uteri, tanpa tahanan Diagnosis pasti: Lahirnya gelembung-gelembung mola → pemeriksaan histopatologi : edema dari stroma villi, avaskular villi, kumpulan dari syncytiotrophoblast/cytotrophobla stic yang berproliferasi USG : gambaran badai salju/snowstorm pada mola komplit; gambaran swiss cheese pada mola partial
Mola Hidatidosa Tatalaksana • Perhatikan keadaan umum ibu • Evakuasi jaringan : dengan vakum kuret, diberikan oxytocin sebelumnya → harus yakin bersih • Bila fungsi reproduksi cukup : dapat dianjurkan histerektomi • Follow up rutin : untuk evaluasi kemungkinan menjadi choriocarcinoma
148. PERDARAHAN ANTEPARTUM Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu Gejala dan Tanda Utama • • •
• • •
Faktor Predisposisi
Penyulit Lainnya
Perdarahan tanpa nyeri. Darah segar atau kehitaman. Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau koitus.
Nullipara atau multiparitas
• •
Perdarahan dengan nyeri intermitten atau menetap. Darah kehitaman dan cair atau mungkin terdapat bekuan Bila jenis terbuka, warna darah merah segar.
• • • • • •
• Hipertensi Versi luar Trauma abdomen Polihidramnion Gemelli Defisiensi nutritif
• • • • •
• • • •
Kelelahan dan dehidrasi Konstriksi bandl Nyeri perut bawah hebat Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria
• • • • •
Pernah SC Partus lama CPD Kelainan letak/presentasi Persalinan traumatik
• • • • •
• Perdarahan merah segar • Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya bekuan darah setelah 7 menit • Rendahnya faktor pembekuan darah
• • • •
Solusio plasenta Janin mati dalam rahim Eklampsia Emboli air ketuban
• Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput ketuban pecah spontan • Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba
• Kehamilan multipara • Genetik
Diagnosis
Tidak ada nyeri. Bagian terendah fetus tidak masuk pintu atas panggul. Gawat janin
Plasenta Previa
Syok yang tidak sesuai jumlah darah yang keluar Anemia berat Melemah/hilangnya gerak fetus Gawat janin atau hilangnya DJJ Uterus tegang dan nyeri
Solusio Plasenta
Syok/takikardia Hilangnya gerak dan DJJ Bentuk uterus abnormal/kontur tidak jelas Nyeri raba/tekan dinding perut Bagian anak mudah dipalpasi
Ruptura Uteri
• Perdarahan gusi • Gambaran memar bawah kulit • Perdarahan dari tempat suntikan/infus
Gangguan pembekuan darah
• Sulit dikenali saat pembukaan masih kecil
Vasa Previa
148. Plasenta Previa Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat
sampai syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri & vaginitis, servisitis Klasifikasi:
Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawahuterus dengan tepi tidak mencapai ostium internum. Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium internum Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh ostium internum
Posisi Plasenta Pada Kehamilan A. Placenta Normal B. Placenta Previa C. Placenta Akreta
D. Solusio Plasenta
Masam-macam: - PP totalis - PP lateralis - PP marginal - PP letak rendah
149.Tafsiran persalinan Untuk menentukan usia kehamilan dapat
digunakan rumus Naegele(siklus haid 28 hr) sebagai berikut : Tanggal ditambah 7 Bulan dikurang 3 Tahun ditambah 1 Keterangan : (1 bulan = 30 hari)
Tafsiran Persalinan HPHT : 8 – 12 – 2010
(+)7 (-)3 (+) 1 15 9 2011 Tafsiran persalinan: 15 September 2011 jika siklus haid teratur 28 hari. Tafsiran persalinan dgn siklus haid teratur 21 hr (TP 28hr kurangi 7hr): 8 September 2011
150. Pemeriksaan Leopold
151. Distosia Bahu Distosia bahu adalah : Impaksi bahu depan diatas simfisis Ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme/cara biasa Diagnosis: ―Turtle Sign‖ tidak terjadi gerakan restitusi spontan Gagal lahir dgn tenaga biasa
Distosia Bahu Faktor risiko distosia bahu adalah: Antepartum: adanya riwayat distosia bahu, makrosomia, diabetes mellitus atau intoleransi glukosa pada ibu, kenaikan berat badan yang berlebih pada ibu saat kehamilan, obesitas, dan kehamilan post-term Intrapartum: Precipitous second stage, Operative vaginal delivery (vakum, forceps, atau keduanya), prolonged second stage, riwayat induksi atas indikasi makrosomia.
Penatalaksanaan Distosia bahu Ask for help: 2 tim
Lift the legs & buttocks (McRobert) Anterior shoulder disimpaction:
eksternal: Massanti internal: Rubin (dengan episiotomi) Rotation: Bahu blkng: wood wood corkscrew Manual removal of posterior arm(scwartz) dengan episiotomi Roll over: ulangi knee chest
152. LASERASI PERINEUM Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Gejala : Perdarahan Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir Uterus tidak berkontraksi dengan baik Penanganan : memperbaiki robekan, pemberian antibiotik Komplikasi :
Perdarahan Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina (fistula vesikovagina). Jika rektum luka, maka kotoran dapat keluar ke vagina (fistula rektovagina) Hematoma Infeksi Obstetri Patologi
153. Kehamilan Ektopik Definisi Kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus). Hampir 95% kehamilan ektopik
terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi ruptur di lokasi
implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu (KET) Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013
Kehamilan Ektopik Diagnosis
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah sedang, gejala syok hemoragik, nyeri abdomen dan pelvis, nyeri goyang porsio, serviks tertutup Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG
Faktor Predisposisi
Riwayat KET sebelumnya, riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi, riwayat penggunaan AKDR, infertilitas, riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted reproductive technology/ART), riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID, merokok, riwayat abortus sebelumnya, riwayat promiskuitas, riwayat seksio sesarea sebelumnya Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Kehamilan Ektopik Tatalaksana Umum Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama. Segera rujuk ibu ke rumah sakit Tatalaksana Khusus Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi (lihat lampiran A.20). Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii: Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi) Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan) Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan. Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
154. ANC Kunjungan ANC adalah : setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 32 minggu setiap 1 minggu sejak kehamilan 32 minggu sampai terjadi kelahiran. Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.
Pemeriksaan ANC Standar Minimal ―7T‖
1. 2.
3. 4.
5. 6. 7.
Timbang berat badan Tekanan Darah Tinggi Fundus Uteri (TFU) TT lengkap (imunisasi) Tablet Fe minimal 90 paper selama kehamilan Tengok / periksa ibu hamil dari ujung rambut sampai ujung kaki Tanya (temu wicara) dalam rangka persiapan rujukan
155. Sindrom Sheehan Hipopituarism yang disebabkan oleh
nekrosis akibat kehilangan darah dalam jumlah banyak dan syok hipovolemik selama dan setelah melahirkan •
•
Pituitari anterior disuplai oleh sistem vena porta yang memiliki tekanan rendah bila terjadi perdarahan atau hipotensi iskemia nekrosis Pituitari posterior biasanya tidak terpengaruh karena memiliki suplai arteri sendiri.
Gejala:
Agalaktorea Amenorrhea atau oligomenorrhea setelah persalinan atau kecelakaan
155. Sheehan syndrome
156. Perdarahan Postpartum Perdarahan postpartum adalah perdarahan
pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) Penyebab perdarahan Postpartum antara lain : Atonia uteri 50% - 60% Retensio plasenta 16% - 17% Sisa plasenta 23% - 24% Laserasi jalan lahir 4% - 5% Kelainan darah 0,5% - 0,8%
156. PERDARAHAN POST-PARTUM Gejala dan Tanda yang Selalu Ada • Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Tidak ada penonjolan uterus supra simfisis • Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan dini)
• • • • •
Perdarahan segera setelah bayi lahir Darah segar Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap Teraba diskontinuitas portio atau dinding vagina
Gejala dan Tanda yang Kadang-Kadang Ada • Syok
• • • •
Pucat Lemah Menggigil Presyok
Diagnosis kemungkinan Atonia uteri
Robekan jalan lahir
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Perdarahan segera • Uterus kontraksi baik
• Tali pusat putus akibat traksi berlebihan • Inversio uteri akibat tarikan • Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
• Sub-involusi uterus • Nyeri tekan perut bawah • Perdarahan post partum lanjut
• Anemia • Demam (bila terinfeksi)
Sisa fragmen plasenta / Endometritis (terinfeksi)
• Tidak terdapat penonjolan suprasimfisis ataupun pada perut bawah • Uterus tidak teraba saat palpasi • Lumen vagina terisi massa kenyal dengan penampakan plasenta bagian fetal dan tali pusat (bila belum lepas)
• Neurogenik syok • Pucat dan limbung
Inversio Uteri
156. Atonia Uteri
Atonia Uteri Lakukan pemijatan uterus & pastikan plasenta lahir lengkap Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti. Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti
157. Gangguan Menstruasi Disorder
Definition
Primary Amenorrhea
Absence of menstruation in a woman by the age of 16. Women by the age of 14 who still have not reached menarche, plus having no sign of secondary sexual characteristics such as thelarche or pubarche
Secondary Amenorrhea
An established menstruation has ceased for 3 months in a woman with a history of regular cyclic bleeding, or for 9 months in a woman with a history of irregular periods
Oligomenorea
Infrequent (or, in occasional usage, very light) menstruation
Menorrhagia
Abnormally heavy and prolonged menstrual period at regular intervals
Metrorrhagia
uterine bleeding at irregular intervals, particularly between the expected menstrual periods.
Menometrorrhagia
Condition in which prolonged or excessive uterine bleeding occurs irregularly and more frequently than normal
Gangguan Menstruasi PENYEBAB Kelainan di otak, kelenjar hipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium maupun sistem reproduksi lainnya. Dalam keadaan normal, hipotalamus (bagian dari otak yang terletak
diatas kelenjar hipofisa kelenjar hipofisa untuk melepaskan hormonhormon yang merangsang dilepaskannya sel telur oleh ovarium. Pada penyakit tertentu, pembentukan hormon hipofisa yang abnormal
bisa menyebabkan terhambatnya pelepasan sel telur dan terganggunya serangkaian proses hormonal yang terlibat dalam terjadinya menstruasi.
Kelainan dan Diagnosis
Etiologi Penyebab amenore primer: 1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama) 2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata) 3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dan lain lain) 4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin 5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X) 6. Obesitas yang ekstrim 7. Hipoglikemia
Etiologi Penyebab amenore sekunder: 1. Kehamilan 2. Kecemasan akan kehamilan 3. Penurunan berat badan yang drastis 4. Olah raga yang berlebihan 5. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme 6. Mengkonsumsi hormon tambahan 7. Obesitas 8. Stres emosional
Algoritma Amenore Primer
Algoritma Amenore Sekunder
158. Hiperplasia Endometrium Klasifikasi Menurut WHO dibagi menjadi dua grup: Pola glandular/stromal architectural, dibagi lagi menjadi tipe sederhana atau kompleks Berdasarkan ada/tidaknya inti atipik Risiko Ca endometrium >> Etiologi Paparan estrogen endogen atau eksogen terus-menerus
Endo estrogen: pada penderita PCOS Ekso estrogen: pada sulih hormon (terapi hormone)
Patogenesis Paparan Estrogen terus menerus memiliki efek Menstimulasi the transcription of genes for cyclin D, protooncogenes, growth factors, dan growth factor receptors. Klinis Diagnosis hiperplasia endometrium dapat dicurigai pada: 1. Wanita pasca menoupose (50-60 thn) dengan perdarahan uterus yang banyak, lama, dan sering (< 21 hari) atau 2. Perdarahan uterus yang tidak teratur pada wanita menopouse, atau menjelang menepouse. * Setelah disingkirkan adanya keganasan
159. Metritis Metritis adalah infeksi uterus pasca persalinan.
Keterlambatan terapi metritis dapat menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas. Faktor predisposisi adalah kurangnya higiene pasien, nutrisi, dan tindakan aseptik saat melakukan tindakan. Manifestasi klinis yang didapatkan adalah demam di atas 38°C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi uterus, dan dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pemeriksaan Penunjang Metritis Pemeriksaan darah perifer lengkap Golongan darah AB0 dan jenis rhesus Glukosa darah sewaktu Analisis urin Kultur (cairan vagina, urin, dan darah)
USG (untuk menyingkirkan kemungkinan sisa
plasenta)
Tatalaksana Metritis Berikan antibiotika sampai 48 jam bebas demam dengan
Ampisilin 2 gram IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgB IV tiap 24 jam dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam. Bila demam tidak menurun dalam 72 jam, lakukan kaji ulang tatalaksana dan diagnosis. Cegah dehidrasi Pertimbangkan imunisasi TT bila dicurigai terpapar tetanus Periksa apakah ada kemungkinan sisa plasenta Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis lakukan laparotomi dan drainase abdomen bila terdapat pus
160. Kala Persalinan PERSALINAN dipengaruhi 3 FAKTOR ―P‖ UTAMA
1. Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. 2. Passage Keadaan jalan lahir 3. Passanger Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) (++ faktor2 ―P‖ lainnya : psychology, physician, position)
PEMBAGIAN FASE / KALA
PERSALINAN Kala 1 Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan) Kala 2 Pengeluaran bayi (kala pengeluaran) Kala 3 Pengeluaran plasenta (kala uri) Kala 4 Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi
Kala Persalinan HIS Gelombang kontraksi ritmis otot
polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus Resultan efek gaya kontraksi tersebut
dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Terjadinya his, akibat : 1. kerja hormon oksitosin 2. regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 3. rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi. His yang baik dan ideal meliputi : 1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus 2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus 3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi. 4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his 5. Ostium uteri eksternum dan internum terbuka
Kala Persalinan Sifat his pada berbagai fase persalinan Kala 1 awal (fase laten) Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat. Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).
Kala 2 Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi
juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otototot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi. Kala 3 Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan Kala I Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam). Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas : 1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm. 2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm. 3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Forensik, IKK, dan etika
161. Indikator Kesehatan Angka Kematian Bayi dihitung dari banyaknya kematian bayi berusia kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada waktu yang sama. Berguna untuk mengetahui gambaran tingkat Angka Kematian permasalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, Bayi tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur Angka Kematian yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Indikator ini terkait langsung Balita (U5MR) 0dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akaba kerap 4 tahun dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian perempuan ketika hamil atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan (melahirkan/keguguran/aborsi) yang disebabkan oleh hal-hal terkait dengan kehamilan atau pemeliharaannya. Kegunaan: Indikator kematian ibu bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan Angka Kematian membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), Program Ibu peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, Penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, Penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi
162. Pembagian wewenang & tanggungjawab Interval referral
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu dokter tsb tidak ikut menangani
Collateral referral
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
Cross referral
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
Split referral
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan dokter pemberi rujukan tidak ikut campur
163. Keberhasilan Posyandu Cakupan SKDN S : Semua balita diwilayah kerja Posyandu K : Semua balita yang memiliki KMS D : Balita yang ditimbang N : Balita yang naik berat badannya D / S : baik/kurangnya peran serta masyarakat N / D : Berhasil tidaknya Program posyandu
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011
Tingkat partisipasi masyarakat (D/S x 100%) minimal mencapai 80 % <80 % partisipasi mayarakat untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah Tingkat Liputan Program (K/S x 100%) Mencapai 100 %. Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS
program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah Balita kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan dalam KMS
Tingkat Kehilangan Kesempatan{(S-K)/S x 100%)
Tingkat Keberhasilan Program Posyandu (N/D x 100%) Indikator Drop Out balita yang sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan (K-D)/K x 100%
164. Prevalensi
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
165. Penelitian Diagnostik
Positive predictive value (a/a+b) adalah probabilitas adanya penyakit pada seseorang yang hasil testnya positif Negative predictive value (d/c+d) adalah probabilitas seseorang bebas dari penyakit karena hasil test negative
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
166. Kepadatan Hunian Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan
jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 1989). Untuk perumahan sederhana, minimum 8 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni >10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 10 m²/orang (Lubis, 1989). Kepadatan hunian rumah: luas lantai (m2)/jumlah penghuni (orang) = (3x3)+(4x3)/4 = 5,25 m2/orang
167. Ukuran Epidemiologi Rasio: nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitif yang
pembilangnya bukan bagian dari penyebut Contoh: Kejadian Luar Biasa(KLB) diare sebanyak 30 orang di suatu daerah. 10 diantaranya adalah jenis kelamin pria. Maka rasio pria terhadap wanita adalah R=10/20=1/2 Proporsi: perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Penyebaran proporsi adalah suatu penyebaran persentasi yang meliputi proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori atau subkelompok dari kelompok itu. Pada contoh di atas, proporsi pria terhadap perempuan adalah P= 10/30=1/3 Rate: Rate atau angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus perbandingan antara pembilang dengan penyebut atau kejadian dalam suatu populasi teterntu dengan jumlah penduduk dalam populasi tersebut dalam batas waktu tertentu
Ukuran dalam Epidemiologi Insidens Rate (IR) • Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu periode
waktu dalam populasi tertentu gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok masyarakat • Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap penyakit diare ditemukan laporan penderita baru sebagai berikut bulan januari 50 orang, Maret 100o rang, Juni 150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang • IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %
Ukuran dalam Epidemiologi Attack rate (AR) • Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama dalam % atau permil. • Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah • AR = 100 / 500 X 100% = 20 % • AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas dan periode terbatas,misalnya KLB.
Ukuran dalam Epidemiologi Prevalens rate • Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan
pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat tertentu. • Ada dua Prevalen: Period Prevalence • Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000 orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan 100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru. • Period Prevalens rate : (50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % = 0,9 %
Ukuran dalam Epidemiologi Point Prevalence Rate • Jumlah penderita lama dan baru pada satu saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat itu dalam persen atau permil. • Contoh: Satu sekolah dengan murid 100 orang, kemarin 5 orang menderita penyakit campak, dan hari ini 5 orang lainnya menderita penyakit campak • Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰= 100 ‰
168. Level of Disease Prevention Usaha
Definisi
Promosi kesehatan
Upaya promosi kesehatan yang bersifat umum; Pola hidup bersih dan sehat, asupan gizi seimbang
Proteksi spesifik
Ditujukan untuk mencegah penyakit tertentu; Asepsis dan antisepsis sebelum tindakan, kemoprofilaksis preventif
Early diagnosis and promp treatment
Diagnosis sebelum penyakit timbul atau dimasa awal penyakit kemudian melakukan penanganan dengan tepat. Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengobati serta menghentikan proses perjalanan penyakit
Limitasi Disabilitas
Mengurangi keparahan penyakit jika penyakit telah terjadi, mencegah akibat dari penyakit yang berkelanjutan
Rehabilitasi
Memaksimalkan fungsi tubuh atau memperbaiki atau meningkatkan fungsi yang menurun , sehingga dapat berfungsi optimal secara sosial, mental dan fisik http://dc120.4shared.com/doc/7ade2xg7/preview.html
169. Tahap pencegahan penyakit Penyakit belum terjadi
Primer • Health promotion • Specific protection Hidup sehat secara umum Pencegahan penyakit tertentu
Penyakit sudah terjadi
Sekunder • Early diagnosis • Prompt treatment
Tersier • Rehabilitation
Periode of Prepathogenesis
Periode of Pathogenesis
HEALTH PROMOTION Health education in the fundamental facts of family health and diseases
SPESIFIC PROTECTION Plans for routine specific immunizations and use of most effective periods
Good standard of family nutrition Family healthful living habits Attention to family personality development
Avoidance of fatigue as much as possible
Selective immunizations based on exposure or potential exposure Good personal hygiene Proper isolation when indicated Proper handling of vehicles of transmission (food, water, etc) Concurrent and terminal disinfection when indicated Satisfactory housing vector control
REHABILITATION EARLY DIAGNOSIS AND PROMPT TREATMENT Case finding by periodical examination and selective examination
DISABILITY LIMITATION
Use of all available laboratory procedures
Complete therapy Use of home nursing services when indicated
Adequate notification of cases
Consultation Referral
Examination of hereditary risk
Minor surgery
Examination of contacts
Preparation for surgery
Consultation
Major surgery
Hospitalization and work therapy in hospitals Family education to utilize the rehabilitated Control symptom of diseases Control family awareness Evaluation : method, procedures, utilization review
Hospitalization when indicated
Referral Specialist treatment
Treatment
Primary Prevention
Levels of Prevention of Family Diseases / Problems
Secondary Prevention
Tertiary Prevention
170. Ukuran Epidemiologi Rasio: nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitif yang
pembilangnya bukan bagian dari penyebut Contoh: Kejadian Luar Biasa(KLB) diare sebanyak 30 orang di suatu daerah. 10 diantaranya adalah jenis kelamin pria. Maka rasio pria terhadap wanita adalah R=10/20=1/2 Proporsi: perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Penyebaran proporsi adalah suatu penyebaran persentasi yang meliputi proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori atau subkelompok dari kelompok itu. Pada contoh di atas, proporsi pria terhadap perempuan adalah P= 10/30=1/3 Rate: Rate atau angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus perbandingan antara pembilang dengan penyebut atau kejadian dalam suatu populasi teterntu dengan jumlah penduduk dalam populasi tersebut dalam batas waktu tertentu
171. Beneficence (Berbuat baik)
General beneficence
Melindungi dan mempertahankan hak yang lain Mencegah terjadinya kerugian pada yang lain Menghilangkan kondisi penyabab kerugian pada yang lain Specific beneficence Menolong orang cacat Menyelamatkan orang dari bahaya Mengutamakan kepentingan pasien Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah sakit/ pihak lain Maksimalisasi akibat baik Menjamin nilai pokok: ―apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya‖ (apalagi ada yang hidup)
Beneficence (Berbuat baik) Prinsip tindakan
Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien ―janji‖ atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
Contoh tindakan
Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien, peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi pengetahuan dan keterampilan teknisnya Misalnya memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Kriteria Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle
172. Justice (Keadilan) Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substansif atau materiil) Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama) Hukum (umum) Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum
justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
173. Surveilans Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu: penyelenggaraan Surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan. Surveilans epidemiologi Khusus: penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor resiko atau situasi khusus kesehatan Surveilans sentinel : penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas. Surveilans aktif : penyelenggaraan Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. Surveilans Pasif: Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
174. Calgary Cambridge
Calgary Cambridge
175. Rekam Medis Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran bahwa dokumen rekam medis milik
dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis milik pasien. Dalam Pasal 48 UU Praktek Kedokteran. Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran; Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang – undangan. Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan ―pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan‖ isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundangundangan Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara hukum (pidana).
176. Effective Public Relations Credibility: Communication begins in a climate of belief. This climate is built by the performance of the sender who should reflect an earnest desire to serve the receiver. The receiver will then have high regard for the competency of the sender. Context: An advertising/communications program must square with the realities of its environment. Your daily business activities must confirm, not contradict, the message. Content: The message must have meaning and relevance for the receiver. Content determines the audience and vice versa. Clarity: The message must be put in simple terms. Words used must have exactly the same meaning to the sender as they do to the receiver. using language that is appropriate and understandable for those involved, explaining technical terms, organizing and illustrating the information logically and understandably [clear, concise, complete, consistent, specific, simplistic.]
Effective Public Relations Continuity and Consistency: Communication is an
unending process. It requires repetition to achieve understanding. Repetition, with variation, contributes to learning both facts and attitudes. Channels: Use established channels of communication— channels the receiver uses and respects. Creating new channels is difficult. Capability of audience: Communication must take into account the capability of the audience. Communications are most effective when they require the least effort on the part of the recipient
177. BPJS dan Lansia Dengan dibentuknya BPJS, pemerintah berharap agar
penduduk Indonesia dapat merasakan fasilitas jaminan kesehatan secara merata di tahun 2019 sehingga tidak akan merasa khawatir dalam menghadapi kemungkinan masalah kesehatan di hari tua. Jumlah penduduk Indonesia yang telah lanjut usia (lansia)
atau berusia lebih dari 60 tahun diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2025. Pemerintah telah menyadari akan adanya beban kesehatan yang lebih besar di kemudian hari jika tidak ada pencegahan dan jaminan terhadap masalah kesehatan di hari tua sejak dini.
178. Uji Hipotesis
* : Uji Parametrik; Tanda panah ke bawah : Uji alternatif jika parametrik tidak terpenuhi
Variabel Kategorik vs Numerik Kategorik : Memiliki kategori variabel. Nominal (kategori sederajat, cth laki-laki-perempuan)/Ordinal (kategori bertingkat, cth baik-sedang-buruk) Numerik : Dalam angka numerik, rasio (memiliki nilai nol alami, cth tinggi badan)/interval (tidak memiliki nilai nol alami, cth suhu) Hipotesis Komparatif vs Korelatif Komparatif : perbedaan/hubungan (cth. Apakah terdapat/hubungan antara kadar gula darah dengan jenis pengobatam?) Korelasi : Cth. Berapa besar korelasi antara kadar trigliserida dan kadar gula darah?
Skala Pengukuran Komparatif : Dianggap skala kategorikal bila kedua variabel kategorik. Skala numerik jika salah satu variabel numerik Korelatif : Dianggap skala kategorikal bila salah satu variabel kategorik. Skala numerik jika kedua variabel numerik Berpasangan vs Tidak Berpasangan Berpasangan : Dua atau lebih kelompok data berasal dari subyek yang sama atau yang berbeda tapi telah dilakukan matching Tidak berpasangan : Data berasal dari kelompok subyek yang berbeda, tanpa matching
179. Kekerasan pada anak Beberapa observasi yang ditemukan:
Jika ditemukan memar yang nampak baru tanpa disertai perubahan warna, diperkirakan terjadi 2 hari sebelum kematian Jika memar terdapat perubahan warna kehijauan, diperkirakan terjadi tidak lebih dari 18 jam sebelum kematian Jika ada beberapa memar dengan beberapa warna yang berbeda, berarti tidak terjadi pada saat yang sama. Penting pada kasus penyiksaan anak.
180. Tanatologi Cadaveric spasm adalah bentuk kekakuan otot yang
terjadi pada saat kematian dan menetap. Terjadi karena intensitas kuat tanpa ada relaksasi primer Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat ke lingkungan sekitar yang lebih dingin Rigor mortis adalah kekakuan otot akibat habisnya kelenturan otot yang dipengaruhi ATP Livor mortis adalah darah yang mengendap di bagian terbawah tubuh akibat gravitasi Dekomposisi adalah pembusukan jaringan akibat lisis dan proses urai bakteri
181. Luka Tembak (Gun Shot Wound) Luka yang ditimbulkan oleh anak peluru pada
sasaran tergantung indikator :
Besar dan bentuk anak peluru Balistik (Kecepatan, energi kinetik, stabilitas anak peluru) ‗Kerapuhan‘ anak peluru Kepadatan jaringan sasaran Vulnerabilitas jaringan sasaran
Komponen luka : Luka akibat terjangan anak peluru Bukti partikel logam akibat geseran anak peluru dengan laras Butir mesiu Panas akibat ledakan mesiu Kerusakan jaringan akibat moncong laras yang menekan sasaran Komponen produk ikutan mana yang mencapai
sasaran menentukan jenis: Luka tembak jarak jauh, jarak dekat, jarak sangat dekat dan luka tembak tempel
Gambaran pada sasaran/luka tembak masuk (dari
luar ke dalam): Kelim tatoo : Butir mesiu yang tidak habis terbakar dan tertanam pada kulit Kelim jelaga : Akibat jelaga yang keluar dari ujung laras Kelim api : Hiperemi atau jaringan yang terbakar (jarak sangat dekat Kelim lecet : Bagian yang kehilangan kulit ari akibat peluru yang menembus kulit Kelim kesat : Zat pada anak peluru (minyak pelumas, jelaga, mesiu) yang terusap pada tepi lubang
Luka Tembak Masuk (LTM) : LTM Jarak jauh : Hanya komponen anak peluru LTM Jarak dekat : Komponen anak peluru dan mesiu LTM Jarak sangan dekat : Anak peluru, mesiu, jelaga LTM Tempel/kontak : Seluruh komponen dan jejak laras
Luka Tembak Keluar : Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban Umumnya lebih besar dari LTM karena deformitas anak peluru Jika menembus tulang berbentuk corong yang membuka searah gerak anak peluru Dapat dijumpai daerah lecet jika pada tempat keluar terdapat benda keras
182. Waktu pembusukan Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu
keliling optimal, kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1: 2 : 8.
183. Tanda pasti kematian Tanda
Keterangan
Livor mortis
Penumpukan eritrosit pada lokasi terendah akibat pengaruh gravitasi, kecuali bagian tubuh yang tertekan alas keras. Tampak 20 – 30 menit pascamati, makin lama makin luas dan lengkap, akhirnya menetap setelah 8 – 12 jam.
Rigor mortis
terjadi bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk dan aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi kaku. Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar ke dalam), menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12 jam, kemudian menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi
proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri. Tampak kirakira 24 jam pascamata berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan bawah yang secara bertahan menyebar ke seluruh perut dan dada menyertai terciumnya bau busuk. 36 – 48 jam pascamati akan dijumpai larva lalat (pengukuran panjang larva dapat memperkirakan saat kematian).
Pada kasus belum ditemukan livor mortis menetap (<8 jam), tidak ada kaku yang lengkap (<12 jam), dan tidak ada pembusukan (<24 jam) Dapat disimpulkan waktu kematian antara 3-8 jam
184. Autopsi Autopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau
nekropsi) adalah investigasi medis jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata ―otopsi‖ berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―lihat dengan mata sendiri‖. ―Nekropsi‖ berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―melihat mayat‖.
Ada 2 jenis otopsi: Forensik: Ini dilakukan untuk tujuan medis legal Klinikal: Cara ini biasanya dilakukan di rumah sakit untuk menentukan penyebab kematian untuk tujuan riset dan pelajaran.
185. Identifikasi Umur Bayi Kriteria yangumum dipakai adalah berat badan, tinggi badan, pusat penulangan. Tinggi badan memiliki nilai lebih dalam memperkirakan umur dibanding berat
badan. Tinggi badan diukur dari puncak kepala hingga tumit (crown-heel), dapat digunakan untuk memperkirakan umur menurut Haase. Cara lain yaitu dari puncak kepala hingga tulang ekor (crown-rup), digunakan oleh Streeter. Pusat penulangan yang paling bermakna dalam memperkirakan umur adalah pusat penulangan pada bagian distal os femur. Pemeriksaan dengan sinar-X dapat membantu untuk menilai timbulnya epifise dan fusinya dengan diafise
Abdul Mun‘im Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara: 1997
186. Tahapan DVI Phase I
: TKP Phase II :Post Mortem Phase III :Ante Mortem Phase IV :Rekonsiliasi Phase V :Debriefing
FA S E 1 - T K P Fungsi • Menetapkan prosedur DVI • Mencari, menemukan, mencatat sisa tubuh dan barang Tempat insiden harus dianggap sebagai TKP TKP harus diteliti dan membuat catatan sebelum sisa tubuh dipindahkan Kerjasama dengan pihak terkait di TKP Form DVI warna pink
Fungsi • Melakukan pemeriksaan mayat, property dll • Mencatat hasil pemeriksaan, dokumentasi • Pengambilan sidik jari • Pengambilan sampel DNA • Mencatat hasil dalam form DVI warna pink
Fungsi • Membandingkan data AM dengan PM • Penetapan suatu identifikasi • Mengkorfimasi apakah hasil yang dicapai sudah memuaskan semua pihak (Tim)
FASE 5 – DEBRIEFING Kegunaan 1. Meninjau kembali pelaksanaan DVI 2. Mengenali dampak positive dan negative operasi DVI 3. Menentukan keefektifan persiapan tim DVI secara psikologi 4. Melaporkan temuan serta memberikan masukan untuk meningkatkan operasi berikutnya
TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN
187. Tonsilitis Kronik Acute tonsillitis: Viral: similar with acute rhinits + sore throat Bacterial: GABHS, pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits Detritus coalesce lacunar tonsillitis. Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia. Th: penicillin or erythromicin
Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, & pharyngotonsillar erythema Lymphoid tissue is replaced by scar widened crypt, filled by detritus. Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilitis Kronis Deskripsi Tonsilitis Kronik
Batasan
Radang berulang pada tonsil menyebabkan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut
Etiologi
Rangsangan menahun akibat rokok, makanan, higyne mulut yang buruk, pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat
Gejala
Anamnesis: Rasa mengganjal di tenggorok, kering, nafas berbau PF: Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kripta melebar dan beberapa kripta terisi oleh deritus
Terapi
Menjaga hygine mulut Pertimbangkan tonsilektomi
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
Indikasi Tonsilektomi Tonsilitis > 3 kali pertahun walau dengan terapi adekuat Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
gangguan pertumbuhan orofasial Sumbatan jalan nafas berupa hipertrofi tonsil dengan sleep apnea, ganggua menelan, berbicara, cor pulmonale Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil dengan pengobatan Halitosis yang tidak respon dengan pengobatan Tonsilitis berulang karena Streptococcus beta hemolitikus Curiga keganasan OME/ Otitis media supuratif
188. Penyakit Meniere Penyakit Meniere adalah suatu kelainan pada
telinga bagian dalam yang mengakibatkan gangguan pada pendengaran dan keseimbangan. Hal ini ditandai dengan adanya episode vertigo dan tinnitus dan penurunan pendengaran secara progresif, bisaanya unilateral. Hal ini disebabkan oleh dilatasi sistem limfatik yang berakibat terjadi drainase endolimfa.
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
Patofisiologi
Gejala & tanda klinis
Vertigo Tinitus
tuli sensorineural terutama pada nada rendah
Trias Meniere
Gejala & tanda klinis
Typical
Atypical
• Gejala penurunan pendengaran yang fluktuatif • Fluktuatif vertigo • Fluktuatif tinnitus • Sensani penuh pada telinga yang fluktuatif.
• Pada penyakit meniere cochlear gejalanya adalah : • penurunan pendengaran yang fluktuatif • fluktuatif tinnitus • sensasi rasa penuh pada telinga yang fluktuatif • Pada penyakit meniere vestibular gejalanya adalah : • fluktuatif vertigo • fluktuatif tinnitus • sensasi rasa penuh pada telinga yang fluktuatif.
Diagnosis ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
• Vertigo hilang timbul yang makin mereda pada serangan berikutnya • Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf • Pendengaran membaik setelah serangan berakhir • Tinnitus • Rasa penuh di telinga • Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral
• Diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. • Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan ternyata terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere, sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit Meniere. • Pada sebagian kasus dapat ditemukan nystagmus
PEMERIKSAAN PENUNJANG • audiometri • ENG • BERA • Electrocochleography • MRI kepala • tes gliserin • timpanometri
DIAGNOSIS BANDING
tumor N.VIII
sclerosis multiple
neuritis vestibuler
vertigo posisi paroksisimal jinak (VPPJ) / BPPV
TATALAKSANA Diet dan perubahan gaya hidup • diet rendah garam • Pemakaian rokok alkohol, coklat, Kafein dan nikotin harus dihentikan. • Olahraga rutinOlahraga rutin
Farmakologi • Vasodilator perifer, anti histamin, antikolinergik, steroid dan diuretik : untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. • Obat antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan sarafnya • Diazepam: pada kasus akut untuk membantu mengontrol vertigo • Anti emetik seperti prometazin: untuk mengurangi mual, muntah, dan vertigonya • Diuretik seperti thiazide: menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe
TATALAKSANA Latihan (rehabilitasi) • Canalit Reposition Treatment (CRT)
• Brand - Darroff
Penatalaksanaan bedah • Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol: • Dekompresi sakus endolimfatikus • Labirinektomi • Neurektomi vestibuler • Labirinektomi dengan zat kimia • Endolymphe shunt
189. Penurunan pendengaran Garpu tala 512 Hz
Normal
Tuli Kondukif
Tuli Sensorineu ral
Tes Rinne
Positif
Negatif
Positif
Tes Weber
Tidak ada lateralisasi
Lateralisasi ke telinga sakit
Lateralisasi ke telinga sehat
Sama dengan pemeriksa
Memanjang
Memendek
Tes Swabach
190. OM Serosa Otitis media serosa ialah keradangan non bakterial
mukosa kavum timpani yang ditandai dengan terkumpulnya cairan yang tidak purulen (serous atau mukus). Gangguan fungsi tuba Eustakhius merupakan penyebab utama. Anamnesis: Telinga terasa penuh, terasa ada cairan (grebeg-grebeg), Pendengaran menurun, Terdengar suara dalam telinga sewaktu menelan/menguap.
Pada otoskopi membran timpani berubah warna (kekuning-
kuningan), refleks cahaya berubah atau menghilang, Dapat terlihat "air-fluid level" atau "air bubles". Pemeriksaan tambahan: - Audiogram : tuli konduktif. - Timpanogram : tipe B atau C. TERAPI Tahap I : - Miringotomi dan pasang "ventilating tube" (Gromet). - Obat-obatan terhadap gangguan fungsi tuba. (Dekongestan oral atau lokal, terapi OMA) Tahap II: - Bila ada pembesaran tonsil dan/adenoid, dilakukan adenotonsilektomi. - Bila ada faktor alergi dilakukan perawatan alergi.
Timpanometri Timpanometri dilakukan untuk mengetahui keadaan di
telinga tengah. Misalnya, apakah ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan gendang telinga atau bahkan gendang telinga terlalu lentur. Gambaran hasil timpanometri tersebut adalah:
tipe A mengindikasikan bahwa kondisi telinga tengah normal; tipe B terdapat cairan di telinga tengah; tipe C terdapat gangguan fungsi tuba eustachius; tipe AD terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran; tipe AS terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis)
191. Edukasi Tatalaksana OMSK Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif Operasi OMSK BENIGNA FASE TENANG Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan pasien diberikan informasi dan edukasi untuk tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. OMSK BENIGNA AKTIF Prinsip pengobatan OMSK adalah: Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. Bila sekret keluar terus menerus diberikan H2O2 3% selama 3 – 5 hari. Pemberian antibiotika : topikal antibiotik ( antimikroba) dan sistemik.
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.3
192. Rhinosinusitis Diagnosis
Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis
Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal discharge as one of them and: facial pain/pressure or hyposmia/anosmia. • cheek pain: maxillary sinusitis • retroorbital pain: ethmoidal sinusitis • forehead or headache: frontalis sinusitis
Chronic sinusitis
Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat disturbace, ear disturbance, sinobronchitis.
Dentogen sinusitis
The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots are located. Tooth infection can spread directly to maxillary sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete & foul breath. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rhinosinusitis Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis: Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa. CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus, adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rhinosinusitis Terapi rhinosinusitis
Tujuan: Mempercepat penyembuhan Mencegah komplikasi Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip:
Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) drainasi & ventilasi pulih
Farmakologi: AB amoksisilin 10-14 hari Dekongestan Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl
Operasi
untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
193. Disorders of External Ear Hematoma Aurikula(Othematoma)
Trauma tumpul yang parah pada aurikula dapat menyebabkan hematoma Edema, berfluktuasi, ecchymotic pinna. Jika tidak diobati dapat menyebabkan perichondritis. Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage
Perichondritis Aurikula
Sering disebabkan oleh trauma, dengan penetrasi kulit dan luka terkontaminasi Aurikula menjadi panas, merah, bengkak setelah terluka Infeksi di bawah perikondrium nekrosis cartilageo fibrosis deformitas aurikula parah (cauliflower ear) Th/: antibiotik. Jika ada fluktuasi pus drainage.
Keloid
Dapat muncul pada lokasi tindikan
194. Dix Hall-Pike Manuver Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Vertigo Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Vertigo Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Test
Intepretation
Romberg test
Positive in conditions causing sensory ataxia : • Conditions affecting the dorsal columns of the spinal cord, • Conditions affecting the peripheral sensory nerves • Friedreich's Ataxia
Hallpike test
If the test is negative, benign positional vertigo a less likely diagnosis and CNS involvement should be considered.
195. Fraktur Tulang Maksila Le Fort I: garis fraktur horizontal/ transversal pada
maksila, melibatkan hanya palatum, terdapat maloklusi Le Fort II: palatum, 1/3 tengah muka, terdapat epistaksis masif dan maloklusi Le Fort III: craniofacial dysjunction, lebam pada mata
Pada kecurigaan fraktur maksila yang didapat secara klinis,
pemeriksaan radiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi dapat berupa foto polos, namun CT scan merupakan pilihan untuk pemeriksaan diagnostik.
Teknik yang dipakai pada foto polos diantaranya; waters, caldwell,
submentovertex, dan lateral view.
Jika terjadi fraktur maksila, maka ada beberapa kenampakan yang
mungkin akan kita dapat dari foto polos. Kenampakan tersebut diantaranya; opasitas pada sinus maksila, pemisahan pada rima orbita inferior, sutura zygomaticofrontal, dan daerah nasofrontal.
Dari film lateral dapat terlihat fraktur pada lempeng pterigoid.
Diantara pemeriksaan CT scan, foto yang paling baik untuk menilai fraktur maksila adalah dari potongan aksial. Namun potongan koronal pun dapat digunakan untuk mengamati fraktur maksila dengan cukup baik. Adanya cairan pada sinus maksila bilateral menimbulkan kecurigaan adanya fraktur maksila.
CT scan 3D
Facial fractures imaging
196. Vertigo
Vertigo Vertigo sentral Sumber masalah berasal dari kelainan pada sistem saraf pusat
Vertigo perifer Sumber masalah berasal dari kelainan sistem vestibuler perifer yg terdiri dari sensor proprioseptif, sensor taktil dan visual
Anamnesis • • • •
Onset vertigo Tingkat keparahannya Riwayat penyakit terdahulu Riwayat penggunaan obat
Jacobs JR, Pasha R, Yoo GH, 2000
Perbedaan gejala vertigo dengan lesi perifer dan sentral
Karakteristik
Perifer
Sentral
Intensitas Kelelahan Gejala yang berhubungan
Berat Kelelahan, adaptasi Mual, penurunan pendengaran, berkeringat Gejala akan memburuk pada mata tertututp Horizontal, unilateral, berputar Nistagmus dapat ditahan oleh fiksasi bola mata
Ringan Tidak ada kelelahan kelemahan, mati rasa, sering jatuh Gejala membaik pada mata tertutup Vertikal, bilateral Tidak ada efek atau nistagmus menetap
Menutup mata Nistagmus Fiksasi bola mata
Jacobs JR, Pasha R, Yoo GH, 2000
Perbedaan gejala gangguan vertigo perifer
Penyakit BPPV Meniere’s Disease Vestibulopati berulang Vestibuler Neuronitis Labirinitis Neuroma akustik
Durasi
Gangguan Tinitus Telinga pendengaran penuh Detik Tidak Tidak Tidak Menit-jam Uni/bilateral Ada Tekanan/ serangan rasa awal hangat Menit-jam Tidak Tidak Tidak Jam-hari
unilateral
Tidak
Tidak
Hari
unilateral
Bersiul
Tidak
Kronis
progresif
Tidak
Tidak
Jacobs JR, Pasha R, Yoo GH, 2000
Gejala lain
Otitis media akut Kelemahan saraf kranialis VII
197. Polip Nasi Dekripsi Batasan
Massa lunak mengandung cairan di dalam rongga hidung berwarna putih keabu-abuan akibat inflamasi kronis
Patogenesis
Inflamasi kronik, disfungsi otonom, predisposisi genetik Polip berasal dari kompleks ostiomeatal di meatus medius dan sinus etmoid
Diagnosis
Anamnesis: hidung tersumbat ringan hingga berat, rinore, hiposmia atau anosmia. Gejala sekunder: nafas melalui mulut, sengau, halitosis, gangguan tidur PF: polip masif menyebabkan deformitas hidung luar, pd rinoskopi anterior tampak massa berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan Penunjang: Foto polos sinus paranasal, CT scan
Terapi
Polipektomi medikamentosa dengan kortikosteroid Polipektomi dengan endoskopi
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
198. Otitis Media Supuratif Kronik Benign/mucosal type:
Tidak mengenai tulang. Jenis perforasi: sentral. Th: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear drops AB & steroid, systemic AB
Malignant/bony type:
Large central perforation
Mengenai tulang atau kolesteatoma. Jenis perforasi: marginal atau attic. Tahap lanjut: abses atau fistel retroaurikel, polip/jaringan granulasi, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret bentuk nanah & berbau khas Th: mastoidektomi.
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Cholesteatoma at attic type perforation
Deskripsi OMSK Batasan
Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi MT dan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul (> 2 bulan)
Klasifikasi
OMSK tipe benigna/aman/mukosa - Perforasi sentral - Tidak dijumpai kolesteatoma OMSK tipe maligna/bahaya/tulang -Perforasi marginal/atik -Kolesteatoma (+)
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif (sekret keluar dari kavum timpani secara aktif), dan OMSK tenang (keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering) Diagnosis
Anamnesis: riwayat keluar cairan dari telinga > 2 bulan PF: perforasi MT Penunjang: Audiometri, rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi, CT scan
Terapi
OMSK benigna: konservatif + medikamentosa OMSK maligna: pembedahan (mastoidektomi)
Edukasi Tatalaksana OMSK Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif Operasi OMSK BENIGNA FASE TENANG Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan pasien diberikan informasi dan edukasi untuk tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. OMSK BENIGNA AKTIF Prinsip pengobatan OMSK adalah: Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. Bila sekret keluar terus menerus diberikan H2O2 3% selama 3 – 5 hari. Pemberian antibiotika : topikal antibiotik ( antimikroba) dan sistemik. Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
199. Komplikasi OMSK Complication of Otitis Media Chronic suppurative otitis media Postauricular abscess Facial nerve paresis Labyrinthitis Labyrinthine fistula Mastoiditis Temporal abscess Petrositis Intracranial abscess Meningitis Otitic hydrocephalus Sigmoid sinus thrombosis Encephalocele Cerebrospinal fluid (CSF) leak
Mastioidectomy
Miringoplasty
200. Vertigo
TERIMA KASIH SELAMAT BELAJAR