7
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development – WCED) PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul "Our Common Future" (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Laporan itu mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yangmemenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting. Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial, kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan :
Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara ekologis, benar;
Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya tak-terbarukan (non-renewable resources);.
Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran. Dan
Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity)
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.
Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan (UN conference on environment and development) yang diadakan di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan kritik terhadap konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan (ecodevelopment) yang dianggap gagal karena tidak membawa perubahan signifikan. Perkembangan ilmu dan teknologi baru misalnya, dianggap tidak membawa keadilan bagi negara berkembang, sebab sekitar 70% penduduk dunia yang berada di negara berkembang hanya memperoleh 30% dari pendapat dunia yang akan menimbulkan ketidakadilan yang berkelanjutan. Berkat dari pekerjaan yang serius dari Komisi Dunia Pembangunan dan Lingkungan atau dikenal sebagai The World Commission on Environment and Development, dikenal pula sebagai The Brundtland Commission dalam laporannya yang berjudul Our Common Future mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Produk dari era konferensi Rio tercermin, antara lain, dalam konvensi keanekaragaman hayati (biodiversity convention), Konvensi perubahan Iklim (Climate Change Convention), dan suatu Deklarasi Pembangunan berkelanjutan Pengelolaan Hutan, serta agenda 21. Pengaruh dari perkembangan baru ini dengan segera pula mempengaruhi kebijakan dan hukum lingkungan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil suatu simpulan bahwa peranan pembangunan berkelanjutan sangat berpengaruh dalam bidang lingkungan sehingga penulis teratrik untuk melakukan penelitian dengan judul "Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Di Indonesia".
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan?
Bagaimana penerapan Tentang analisis mengenai dampak lingkungan terhadap lingkungan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang berkelanjutan yang mengandung pengertian sebagai pembangunan yang "memperhatikan" dan "mempertimbangkan" dimensi lingkungan hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66Menurut Sundari Rangkuti, Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (eco-development) (Rangkuti,2000:27)
Konferensi tersebut sejalan dengan keinginan PBB untuk menanggulangi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi. Bertepatan dengan di umumkannya "Strategi Pembangunan Internasional" bagi "Dasawarsa Pembangunan Dunia ke–2 "(The Second UN Development Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta Internasional guna menanggulangi "proses pemerosotan kualitas lingkungan hidup" agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No. 2657 (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha "melindungi dan mengembangkan kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkembang" dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional, berikut skala prioritasnya (Hardjasoemantri, 200:7).
Amanat inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep "Pembangunan Berkelanjutan" Konferensi Stocholm memberikan pengaruh besar terhadap gerakan kesadaran lingkungan dunia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang lingkungan hidup, termasuk di Indonesia.
Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disyahkan oleh resolusi SU PBB No. 2997 (XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai "a first step in developing international environment law" (Silalahi,1992:20). Konsep Sustainable Development memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam di masa depan, generasi yang akan datang "pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri". Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Menurut Laporan dari KTT Dunia (2005), menjabarkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab - akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan ( sustainable).
Sustainable development atau pembangunan berkelanjutan merupakan istilah yang sering digunakan di Negara-negara barat. Istilah ini secara resmi digunakan dalam Tap MPR No. IV /MPR/1999 tentang GBHN, sedangkan istilah Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan Hidup" digunakan dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu juga dikenal ada lingkungan dan pembangunan, 1988:12) sedang sebelumnya lebih popular digunakan sebagai istilah "Pembangunan yang berwawasan Lingkungan" sebagai terjemah dari "Eco-development".
Menurut Sonny Keraf, sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai dipusatkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Mulai pertama istilah ini muncul dalam World Conservation Strategy dari the International Union for the conservation of nature (1980), lalu dipakai oleh Lester R. Brown dalam bukunya Building a Suistainable Society (1981). Istilah tersebut kemudian menjadi sangat popular melalui laporan Bruntland, Our Common Future(1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang akhirnya pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigm aPembangunan Berkelanjutan di terima sebagai sebuah agenda politik Pembangunan untuk semua Negara di dunia (Keraf, 2001:1,2002:166).
Perkembangan kebijakan lingkungan hidup, menurut Koesnadi Hardjosoemantri, didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkat WECD. WECD dibentuk PBB memenuhi keputusan Sidang Umum PBB Desember 1983 No. 38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr. Mansour Khalid (Sudan). Seorang anggota dari Indonesia, Prof. Dr. Emil Salim. Salah satu tugas WECD adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya. WECD telah memberikan laporannya pada tahun 2000 yang diberi judul "Our Common Future" yang memuat banyak rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan perubahan hukum (Hardjasoematri, 2000:12-15). Sedangkan Soerjani menambahkan bahwa panitia ini menghasilkan laporan yang berjudul "Our Common Future" pada tahun 1987 (WECD 1987). Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul "Hari Depan Kita Bersama" 1988. salah satu tonggak penting yang di pancangkan oleh panitia ini adalah agar pemahaman tentang perlunya wawasan lingkungan dalam Pembangunan di praktekkan di semua sektor dan terkenal dengan istilah "Sustainable Development" (Soerjani, 1997:61).
Dalam laporan WECD "Our Common Future" ditemui sebuah rumusan tentang "Suistainable Development" sebagai berikut:
`"Suistainable Development is defined as development that meet the needs of the present without comprosing the ability of future generations to meet their own needs" (Tjokrowinoto, 1991:7, Hardjosoemantri,2000:15).
Pembangunan berkelanjutan (Emil Salim,1990) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.
Berbicara mengenai lingkungan hidup tidak bisa lepas dari UU nomor 32 tahun 2009 tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sering disingkat dengan UUPLH. Dimana dalam Undang-undang ini diatur kewenangan antara pusat dan daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam regulasi ini dijelaskan bahwa Pemerintah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah yang meliputi:
Aspek perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekorigen dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolalaan Lingkungan Hidup.
Aspek Pemanfaatan SDA yang dilakukan berdasarkan RPPLH.
Aspek Pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi Sumber Daya Alam.
Aspek Pengawasan dan Penegakkan hukum.
Secara substansial daerah mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Namun, dalam kenyataanya hak dan kewajiban daerah yang tertuang dalam pasal 21 ayat 6 UU nomor 32 tahun 2004 yang berbunyi "daerah mempunyai hak mendapatkan bagi hasil dari penegelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah". Kemdian dalam rangka untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Hal yang perlu dicermati mengenai persoalan pengelolaan lingkungan dalam konteks otonomi daerah adalah Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini penting karena SDA merupakan tumpuan daerah dalam memperoleh dana (Pendapatan Asli Daerah) untuk menyelengarakan pemerintahan. Disisi lain, penggunaan SDA yang semena-mena berpotensi menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Tanpa pengaturan yang jelas, maka kesejahteraan rakyat tidak akan terjamin karena rentan terjadi kerusakan lingkunga di daerah.
Penggunaan SDA yang tidak dapat habis seperti sinar matahari, angin, dan gelombang) tidak mengurangi kemampuanya untuk mendukug kesejahteraan manusia. Lain halnya dengan sumber daya yang tidak dapat diperbarui seperti gas alam, minyak bumi, batubara, tembaga, aluminium, dan sumber daya lain yang tidak dapat diperbarui dalam jangka waktu cepat, tentu akan secara langsung mengurangi daya tahan dan mutu lingkungan. Daerah-daerah yang mengandalkan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi seringkali tidak memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan menjadi isu strategis daerah kaitanya dalam pertumbuhan ekonomi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan manusia.
Dengan kata lain, Pembangunan berkelanjutan adalah semacam strategi dalam pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right thing). Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup perlu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara cermat dan bijaksana.
Sumber daya alam yang mencakup air, tanah, udara, hutan, kandungan mineral, dan keanekaragaman hayati.
Sumber daya manusia yang mencakup jumlah penduduk, pendidikan, kesehatan, keterampilan, dan kebudayaan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mencakup transportasi, informasi, komunikasi, dan hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) lainnya.
Sumber-sumber daya tersebut sifatnya terbatas, sehingga dalam penggunaannya harus cermat dan bijaksana. Ketidakcermatan dan kekurangbijaksanaan dalam penggunaan sumber daya dapat menimbulkan beragam masalah, seperti polusi lingkungan, kerusakan sumber daya alam, dan timbulnya masalah permukiman. Pembangunan berwawasan lingkungan yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisiensi, dan memerhatikan pemanfaatannya, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
Pembangunan berwawasan lingkungan yang memerhatikan keberlanjutan lingkungan hidup memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Menjamin Pemerataan dan Keadilan. Strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan dilandasi oleh pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi, pemerataan kesempatan bagi perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan.
Menghargai Keanekaragaman Hayati Keanekaragalan hayati merupakan dasar bagi tatanan lingkungan. Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Menggunakan Pendekatan Integratif Dengan menggunakan pendekatan integratif, maka keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Menggunakan Pandangan Jangka Panjang Pandangan jangka panjang dilakukan untuk merencanakan pengelolaan pemanfaatan sumber daya yang mendukung pembangunan agar secara berlanjut dapat digunakan dan dimanfaatkan.
Adapun ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan antara lain :
Menjamin pemerataan dan keadilan.
Menghargai keanekaragaman hayati.
Menggunakan pendekatan integratif.
Menggunakan pandangan jangka panjang.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi.
Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut di bidang pembangunan. Permasalahan pembangunan berkelanjutan juga tak dapat diabaikan dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan tekonologi, Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan sebagai hasil debat antara pendukung pembangunan dan pendukung lingkungan. Konsep pembangunan yang berkelanjutan ini terus berkembang. Pada tahun 1987, Edward B. Barbier mengusulkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilihat sebagai interaksi antara tiga system : sistem biologis dan sumber daya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Selain itu, dalam menjelaskan konsep pembangunan berkelanjutan ini, Budimanta membandingkan perkembangan kota Jakarta dengan kota-kota lain di Asia, yaitu Bangkok, Singapura, Tokyo yang memiliki kualitas pembangunan yang berkelanjutan yaitu cara berpikir yang integrative, perspektif jangka panjang mempertimbangkan keanekaragaman dan distribusi keadilan social ekonomi. (Arif Budimanta Dalam Bunga Rampai, 2005: 375-377)
Kemiskinan serta kerusakan lingkungan hidup merupakan ancaman utama bagi proses pembangunan berkelanjutan dengan melihat tujuan dari pembangunan berkelanjutan yaitu mencapai masyarakat sejahtera (masyarakat berkelanjutan) dalam lingkungan hidup yang berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 405)
Berikut dibahas mengenai tiga masalah yang merupakan hambatan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan yaitu masalah kemiskinan, masalah kualitas lingkungan hidup dan masalah keamanan dan ketertiban.
Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok (masyarakat pra sejahtera), dan terdapat di mana-mana, baik di Negara maju maupun di Negara-negara yang sedang berkembang. Ketidakadilan itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah ) rumah sehat, RTH, pelayanan pendidikan dan sebagainya. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya akses kepemilikan hak atas tanah yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik dan stabil. Ketidakadilan itu menyebabkan masyarakat miskin tetap miskin dan mengancam proses pembangunan yang berkelanjutan. Kerusakan lingkungan, kondisi permukiman buruk atau kumuh dalam suatu kawasan memperlihatkan bahwa kawasan tersebut sedang dalam proses tidak berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 410).
Krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga kebutuhan bahan pokok telah menimbulkan berbagai kerusuhan. Kerusuhan ini bahkan telah menembus sampai kawasan pedesaan atau kawasan pinggiran kota. Hal ini disebabkan desa telah kehilangan daya tahan menghadapi krisis. Kultur agraris yang menjadi basis pertahanan ekonomi desa telah hilang maupun ditinggalkan, diganti dengan pola modern yang tergantung pada industri.
Sementara industry yang diharapkan mampu menopang sektor pertanian, kondisinya sangat rentang dan keropos, karena ketergantungannya pada bahan baku impor. Kebijakan tegas untuk meninggalkan kultur agraris, karena ada pandangan bahwa pola pertanian yang ada selama ini tidak memberikan nilai tambah, sangatlah naif. Nilai tambah yang dimaksud dalam konteks tersebut adalah yang bisa memberikan konstribusi devisa, bukan dalam pengertian mampu memberikan daya hidup pada komunitas desa. Bahkan kecenderungannya adalah mengubah kawasan pedesaan yang mampu mandiri berbasis pertanian keanekaragaman hayati, sebagai ajang konversi, menjadi kawasan industri dan kawasan permukiman perkotaan.
Ketahanan kita akan kebutuhan bahan pokok sangatlah kurang, karena investasi yang ada selama ini bukan untuk pembangunan industri yang berbasis sumber daya alam hayati (agroindustry). Penelitian yang ada selama ini bukan membumi, tetapi menuju ke langit. Untuk itu, dalam rangka peningkatan ketahanan akan kebutuhan bahan pokok, diperlukan upaya pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati setempat.(Sugandi, 2007: 46-50). Penelitian – penelitian terbaru menunjukkan bahwa kemiskinan tidaklah statis. Orang miskin bukanlah orang yang pasif. Ia adalah manajer seperangkat asset yang ada di seputar diri dan lingkungannya. Keadaan ini terjadi pada orang yang miskin yang hidup di Negara yang tidak menerapkan sistem Negara kesejahteraan (welfare state). Sistem yang dapat melindungi warganya menghadapi kondisi-kondisi yang memburuk yang mampu ditangani oleh dirinya sendiri. Kelangsungan hidup individu dalam situasi seringkali tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan keuangan, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya.
Pendekatan kemiskinan yang berkembang selama ini perlu dilengkapi dengan konsep keberfungsian sosial yang lebih bermatra demorasi-sosial ketimbang neo-liberalisme. Rebounding atau pelurusan kembali makna keberfungsian sosial ini akan lebih memperjelas analisis mengenai bagaimana orang miskin mengatasi kemiskinannya, serta bagaimana struktur rumah tangga, keluarga kekerabatan, dan jaringan sosial mempengaruhi kehidupan orang miskin. Paradigma baru lebih menekankan pada "apa yang dimiliki si miskin " ketimbang " apa yang tidak dimiliki si miskin ". (Suharto, 2005 : 148)
Pada akhirnya kebijakan pengurangan kemiskinan yang selama ini yaitu pendekatan top-down dalam perencanaan kebijakan yang sekarang dilakukan, yaitu pemerintah dan para pakar menganggap dirinya yang paling mengetehaui tentang proses-proses yang terjadi dimasyarakat, perlu diganti dengan pendeketan bottom-up, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat melalui dialog-dialog yang demokratis, menghargai perbedaan-perbedaan, keadilan dan kesetaraan gender. Ilmu pengetahuan modern antroposentris sebagai dasar perencanaan kebijakan publik untuk mengelola kehidupan masyarakat dan lingkungan perlu diganti dengan ilmu pengetahuan yang bersifat non-antroposentris, menghargai etika dan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan di lingkungan alam. (Madrim Djody Gondokusumo Dalam Bunga Rampai, 2005 : 418).
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan. Sejak berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah merubah hutan menjadi daerah pemukiman dan pertanian. Perubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dibawah kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah pegunungan. Hingga sekarang pencetakan sawah masih berjalan terus. Dengan perubahan hutan atau tata guna lahan lain menjadi sawah berubahlah pula keseimbangan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari pembangunan manusia itu sendiri. Manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan. Manusia berada pada posisi sentral sahingga pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilya tidak boleh mengabaikan dimensi manusianya. Untuk dapat melakukan hal tersebut, diperlukan pendekatan pembangunan yang menitikberatkan pada segi manusia. Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusia. Di lain pihak, pembangunan yang makin meningkat akan memberikan dampak negatif, berupa resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan rusaknya struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan. Kerusakan ini pada akhirnya akan menjadi beban yang malah menurunkan mutu hidup manusia, sehingga apa yang menjadi tujuan pembangunan akan sia-sia. Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan manusia, sehingga menuntut tanggung jawab dan perannya untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Keberlanjutan pembangunan harus memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, serta pengembangan sumber daya buatan, dan menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan, serta menjadi jaminan bagi kesejahteraan serta mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang.
Penerapan Tentang analisis mengenai dampak lingkungan?
2.1. Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi.Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan.Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan. Dengan adanya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaituNational Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970.Dalam NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan, "Semua usulan legilasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut".
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan.Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999.Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal. Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut.
Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan. AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
1. jumlah manusia yang terkena dampak
2. luas wilayah persebaran dampak
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5. sifat kumulatif dampak
6. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
2.2.Peranan AMDAL
Persoalan kerusakan lingkungan akibat industri dan rumah tangga, khususnya di Negara berkembang seperti Indonesia sudah sangat kompleks dan sudah menghawatirkan. Karena itu perlu kesadaran semua pihak untuk turut menangai pencemaran lingkungan. Pemerintah melalui kebijakan dan aturan harus mampu mengatur industi dalam pengolahan limbah baik cair, kayu dan udara. Pihak industripun harus menyadari peranan pencemarannya yang sangat besar sehingga harus mau membangun pengolahan limbah. Masyarakat pun harus mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengolahan limbah rumah tangga dan lingkungan sekitar sehingga kelestarian lingkungan baik, udara, tanah maupun air dapat terjaga dengan baik. Amdal dilakukan untuk menjamin tujuan proyek-proyek pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak kualitas lingkungan hidup. Amdal bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses Amdal yang lebih besar dan lebih penting sehingga Amdal merupakan bagian dari beberapa hak berikut :
1. Pengelolaan lingkungan
2. Pemantauan proyek
3. Pengelolaan proyek
4. Pengambilan keputusan
5. Dokumen yang penting
AMDAL bukan suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan lingkungannya, sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau proyek dan lingkuangannya dengan menggunakan dokumen yang benar. Selanjutnya, beberapa peran AMDAL dijelaskan sebagai berikut : Peran AMDAL dalam pengelolaan lingkuangan.Aktivitas pengelola lingkungan baru dapat dilakukan apabila rencana pengelolaan lingkungan telah disusun berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan timbul akibat dari proyek yang akan dibangun.Dalam kenyataan nanti,apabila dampak lingkungan yang telah diperkirakan jauh berbeda dengan kenyataan, ini dapat saja terjadi karena kesalahan-kesalahan dalam menyusun AMDAL atau pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai AMDAL.
Agar dapat dihindari kegagalan ini maka pemantauan haruslah dilakukan sedini mungkin,sejak awal pembangunan,secara terus menerus dan teratur. AMDAL sebagai dokumen penting. Laporan AMDAL merupakan dokumen penting sumber informasi yang detail mengenai keadaan lingkungan pada waktu penelitian proyek dan gambaran keadaan lingkungan di masa setelah proyek dibangun.Dokumen ini juga penting untuk evaluasi,untuk membangun proyek yang lokasinya berdekatan dan dapat digunakan sebagai alat legalitas. AMDAL dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakanlingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunanyang sedang direncanakan. Dampak, adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas, yang dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi. Dalam konteks AMDAL, penelitian dampak dilakukan karena adanya rencana aktivitas manusia dalam pembangunan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah diketahui sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan di dalam AMDAL.
Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa penerapan AMDAL di negara-negara berkembang ditujukan untuk :
Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi akibat kegiatan pembangunan
Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan ekonomi yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih dalam dan pemantauannya.
Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan pembangunan.
Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu sama lain.
2.3.Tujuan AMDAL
1. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutamayang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
2. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkenadampak besar dan penting.
3. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yangmenimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
4. Merumuskan RKL dan RPL.
2.4. Manfaat AMDAL
1. Bagi Pemerintahan
Menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran air,pencemaran udara, kebisingan, dan lain sebagainya. Sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.
Menghindari pertentangan yang mungkin timbul, khususnya dengan
masyarakat dan proyek - proyek lain.
Mencegah agar potensi sumber daya yang dikelola tidak rusak.
Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada diluar lokasi proyek, baik yang diolah proyek lain, masyarakat, ataupun yang belum diolah.
2. Bagi pemilik modal.
Menentukan prioritas peminjaman sesuai dengn misinya.
Melakukan pengaturan modal dan promosi dari berbagai sumber modal.
Menghindari duplikasi dari proyek lain yang tidak perlu.
Untuk dapat menjamin bahwa modal yang dipinjamkan dapat dibayar kembali oleh proyek sesuai pada waktunya, sehingga modal tidak hilang.
3. Bagi pemilik proyek.
Melihat masalah-masalah lingkungan yang akan dihadapi dimasa yang akan datang.
Melindungi proyek yang melanggar undang –undang atau peraturan yang berlaku.
Mempersiapkan cara-cara pemecahan masalah yang akan dihadapi dimasa yangakan datang.
Melindungi proyek dari tuduhan pelanggaran atau suatu dampak negatif yang sebenarnya tidak dilakukan.
4. Bagi masyarakat.
a. Mengetahui rencana pembangunan didaerahnya.
b. Turut serta dalam pembangunan di daerah sejak awal.
c. Mengetahui kewajibannya dalam hubungan dengan proyek tersebut.
d. Memahami hal ihwan mengenai proyek secara jelas akan ikut menghindarkan timbulnya kesalahpahaman.
5. Bagi peneliti dan ilmuan.
a. Kegunaan didalam penelitian.
b. Kegunaan didalam analisis kemajuan dan ilmu pengetahuan.
c. Kegunaan didalam meningkatkan keterampilan didalam penelitian dan meningkatkan pengetahuan.
2.5 Kriteria Wajib AMDAL
Kriteria ini hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan yang pada umumnya terdapat pada rencana-rencana kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah yang memiliki lingkungan sensitif.
Jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.
Jenis Usaha dan Atau Kegiatan Wajib AMDAL:
1. Pertahanan dan Keamanan
2. Pertanian
3. Perikanan
4. Kehutanan
5. Kesehatan
6. Perhubungan
7. Teknologi Satelit
8. Perindustrian
9. Prasarana Wilayah
10. Energi dan Sumber Daya Mineral
11. Pariwisata
12. Pengelolaan limbah B3, dan Rekayasa Genetika
AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan dimana tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia dan lain-lain, Hadi dalam Daniah (2007: 49). Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut layak dari segi aspek liongkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif. Dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna dalam hal:
1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2. Menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain dan masyarakat agar tidak timbul pertentangan-pertentangan.
3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.
4. Agar diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara dan masyarakat.
Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang negatif serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efesien.
Munn (1979) sebagaimana dikutip oleh Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL merupakan salah satu dari bagian perencanaan dalam rangka menghasilkan tindakan pembangunan yang selaras dengan lingkungan. Hasil AMDAL dapat diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau tidak. Bila berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja proyek tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan tertentu agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak membahayakan lingkungan. Bila berdasarkan AMDAL tidak akan menimbulkan dampak yang berarti, maka proyek pembangunan dapat dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap berpedoman agar tetap memperhatikan dampak-dampak negatif yang mungkin timbul diluar perkiraan semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan harus ditentukan dulu pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya. Perlu kiranya ditekankan AMDAL sebagai alat dalam perencanaan harus mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan tentang proyek yang sedang direncanakan. Artinya AMDAL tidak banyak artinya apabila dilakukan setelah diambil keputusan untuk melaksanakan proyek tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Simpulan
Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut di bidang pembangunan. Permasalahan pembangunan berkelanjutan juga tak dapat diabaikan dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan tekonologi. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari pembangunan manusia itu sendiri. Manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan. Manusia berada pada posisi sentral sahingga pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilya tidak boleh mengabaikan dimensi manusianya. Untuk dapat melakukan hal tersebut, diperlukan pendekatan pembangunan yang menitikberatkan pada segi manusia. Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusia. Di lain pihak, pembangunan yang makin meningkat akan memberikan dampak negatif, berupa resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan rusaknya struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan.
AMDAL bukan suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses AMDAL yang lebih besar dan penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan lingkungannya, sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau proyek dan lingkuangannya dengan menggunakan dokumen yang benar. Selanjutnya, beberapa peran AMDAL dijelaskan sebagai berikut : Peran AMDAL dalam pengelolaan lingkuangan.Aktivitas pengelola lingkungan baru dapat dilakukan apabila rencana pengelolaan lingkungan telah disusun berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan timbul akibat dari proyek yang akan dibangun. Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut layak dari segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif.
Saran
Pemerintah agar lebih memperhatikan efek negatif pembangunan karena yang merasakan dampak negatif langsung dari pemerintah adalah masyarakat, terutama masyarakat miskin. Pembangunan mau tidak mau pasti berefek pada lingkungan hidup. Maka dalam hal ini pemeerintah harus secara tegas mengatur tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pembangunan juga sarana pengolahan limbah yang tepat guna, sehingga limbah yang dihasilkan tidak lagi mengotori lingkungan.
Perlunya peran masyarakat agar lebih berpartisipasi dalam pengawasan dampak pembangunan karena tanpa adanya pengawasan yang ketat, maka pemerintah akan mengabaikan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan syarat utama mengurangi dampak negatif pembangunan.sehingga pemerintah lebih cepat mengetahui bila terjadi pencemaran lingkungan atau pelanggaran amdal.
Daftar Pustaka
Buku :
Djamin, Djanius.2007.Pengawasan & Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Liberty Offset. Yogyakarta
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Horas, Nommy.2004.Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.Jakarta:Erlangga.
Soemarno, Otto.2007. Analisis Mengenai Daaampak Lingkungan.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi Lingkungan hidup dan Pembangunan. Djambatan : Jakarta
Sugandhy, Aca Dkk. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara.
Undang-Undang :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Literatur :
Seminar Pembangunan Hukum Nasional Viii Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan Prof. Dr. Daud silalahi. Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pengelolaan (termasuk perlindungan) sumber daya alam yang berbasis pembangunan sosial dan ekonomi. 2003
Prinsip-Prinsip Dan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan// © 2006 Sekolah Pasca Sarjana IPB Posted 24 Aug. 06 Makalah Kelompok 2, Materi Diskusi Kelas Pengantar Falsafah Sains (PPS702).