Pembangunan Pertanian di Indonesia Berdasarkan Teori Rostow
ABSTRAK
Berkembangnya sektor pertanian di Indonesia sangat didukung oleh faktor iklim, sosial budaya, politik dan teknologi. Kondisi sumber daya Negara Indonesia yang sebagian besar terdiri atas tanah vulkanis dengan pola iklim tropis basah merupakan salah satu pendorong utama bagi maraknya kegiatan di sektor pertanian. Faktor sumber data alam lainnya yang sangat mendukung pemanfaatan sektor pertanian antara lain ketersediaan sumber daya ai, baik berupa curah hujan yang senantiasa tinggi sepanjang tahun, air tanah permukan dan air tanah artesis, serta air yang meliputi sungai, danau, dan perairan lainnya. Faktor sosial yang sebagian besar penduduk Indonesia terutama yang tinggal di pedesaan banyak bergerak di bidang pertanian.
Kata kunci : pertanian, sumber daya, fisik, sosial budaya, politik, teknologi, iklim, alam, air, pedesaan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Posisi pertanian memegang peranan penting pada tahapan pertama petumbuhan ekonomi Rostow (masyarakat tradisional), tetapi semakin berkembang ke tahap selanjutnya, posisi petanian dan peranya semakin berkurang. Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia berawal dari the traditional society, the precondition for take off, take off, the drive to maturity, dan the age of high mass consumption. Adanya tahapan tersebut berasal dari analisa Rostow mengenai pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan pertanian di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Indonesia sebagai Negara agraris yang sekitar 70% penduduknya tingaal di desa dan umumnya mata pencahariannya sebagai petani, seharusnya bisa memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia.
Berkembangnya sektor pertanian di Indonesia sangat didukung oleh faktor iklim, tanah dan kondisi sosial budaya sebagian masyarakat Indonesia yang bercorak agraris, kecuali modernisasi dalam bidang pertanian Negara Indonesia masih relative belum maju.
Masalah
Pertanian di Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan, maksudnya, Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris namun belum bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain kepemilikan lahan petani yang sempit, organisasi tani kurang berfungsi, akses pasar lemah, pembangunan di sektor pertanian terabaikan, petani terpinggirkan, import tinggi dan banyak yang lainnya.
Tujuan
Meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia melalui sektor pertanian dengan adanya usaha swasembada pangan. Artinya, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri, tanpa import bahkan dapat mengeksport pangan ke Negara lain.
PEMBAHASAN
Pertumbuhan ekonomi suatu Negara sangat bergantung pada sumber daya alam yang tersedia di Negara tersebut. Menurut W. W. Rostow, pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia memiliki 5 tahapan, yaitu :
1. The traditional society, masyarakat yang strukturnya dibangun dalam produk-produk yang sangat terbatas dan untuk konumsi sendiri.
2. The precondition for take off, masa peralihan, adanya ketidakcocokan dengan cara-cara tradisional, dan mulai mencari cara baru.
3. Take off, segala kendala pertumbuhan dapat diatasi, terobosan kearah peningkatan taraf hidup dan maraknya pertumbuhan industrti untuk meningkatkan investasi.
4. The drive to maturity, perkembangan industry tumbuh secara berkesinambungan dan sumbangan besar terhadap pendapatan nasional.
5. The age of high mass consumption, hadirnya industry yang menghasilkan barang konsumsi tahan lama dan jasa teknologi canggih GNP, meningkatnya masyarakat mengkonsumsi barang luar negeri.
Teori Rostow ini menggambarkan tahapan pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Jika dipahami, maka Indonesia saat ini berada di The precondition for take off, yaitu masa peralihan, adanya ketidakcocokan dengan cara-cara tradisional, dan mulai mencari cara baru.
Pertanian di Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan dengan adanya masalah-masalah di sektor pertanian itu sendiri. Seperti import tinggi, petani terpinggirkan, organisasi tani kurang berfungsi, infrastruktur pertanian terabaikan, investasi terhadap pertanian rendah, akses pasar lemah, dan akses lemabag keuangan lemah.
Seharusnya pertanian di Indonesia menjadi salah satu mata pencaharian andalan, karena sumber daya alam yang mendukung, seperti kondisi tanah, air (sungai, curah hujan, danau), suhu, cuaca dan pola iklim tropis basah merupakan salah satu pendorong utama bagi maraknya sektor pertanian. Karena itu, pertanian Indonesia seharusnya memiliki kontribusi dalam pembangunan ekonomi Negara Indonesia.
Berikut, kontribusi pertanian dalam pembangunan ekonomi (Kuznets, 1964; Todaro, 2000):
1. Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja;
2. Kontribusi terhadap pendapatan;
3. Kontribusi dalam penyediaan pangan;
4. Pertanian sebagai penyedia bahan baku;
5. Kontribusi dalam bentuk capital;
6. Pertanian sebagai sumber devisa.
Adanya pertanian yang baik dan terorganisir diharapkan masyarakat tergabung dalam pertanian Indonesia dan megurangi pengangguran. Banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian akan berdampak baik pada hasil produksi pertanian sehingga Indonesia akan menjadi Negara yang tahan pangan dan akan secara langsung mensejahterakan petani tersebut dan secara tidak langsung akan menambah pendapatan Negara Indonesia melalui sektor pertanian. Teori ketergantungan dalam hal perdagangan bebas membuat Negara maju lain membutuhkan bahan baku dari Negara lainnya, disini fungsi sektor pertanian Indonesia yang menyediakan bahan baku berupa hasil produksi pertanian dan akan menambah pendapatan Negara dan menambah devisa Negara karena adanya kegiatan ekspor produk dalam negeri ke luar negeri.
Namun kondisi pertanian di Indonesia masih jauh dari baik, terutama pada pelaku pertanian, yaitu, petani, buruh tani, pengusaha pertanian, pengepul, pedagang, pasar, eksportir, importir, pemerintah dan lembaga lain yang termasuk pelaku pertanian masih belum terintegerasi menjadi suatu kekuatan ekonomi nasional. Ini dikarenakan lemahnya sistem dan pemerintahan.
Adanya ego sektoral yaitu tidak adanya sifat kemitraan dan belum ada hubungan yang adil satu sama lainnya, membuat pertumbuhan ekonomi melalui pertanian semakin terhambat. Kebanyakan pemasaran hasil pertanian di Indonesia melewati banyak pihak. Sehingga ini merugikan pada banyak pihak terutama petani itu sendiri dan menguntungkan sebagian pihak.
Sumber daya alam Indonesia sebenarnya sudah mendukung untuk menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya, namun karena masih belum terciptanya sistem yang adil dalam pemanfaatan pertanian antara kepemilikan dan pengusahaan. Kemudian skala usaha yang belum ekonomis, masih banyak lahan tidur, konversi dan hak kepemilikan lahan pertanian belum jelas. Kekuatan permodalan usaha pertanian di Indonesia yang seadanya dan lemah membuat investasi terhadap pertanian di Indonesia rendah.
KESIMPULAN
Pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertanian di Indonesia masih lemah, namun hal tersebut bisa diatasi dengan adanya perbaikan di berbagai komponen, yaitu birokrasi Departemen Pertanian, lahan pertanian, kondisi petani, kepemilikan tanah, mentalitas, keterampilan, pasar dan tata niaga, organisasi petani, tekologi, informasi dan kebijakan politik. Berikut beberapa solusi dari berbagai komponen diatas:
1. Birokrasi Departement Pertanian sebaiknya digalakan penerapan penyelenggaraan birokrasi yang bersih, amanah dan professional, pemberdayaan semua stak holder dalam mengefektifkan eksekusi.
2. Lahan pertanian sebaiknya diadakan pembangunan agroindustri di pedesaan dalam upaya merasionalisasi jumlah petani dengan lahan ynag ekonomis. Penggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konversi lahan.
3. Mengadakan sekolah lapang berbasis teknologi tepat guna pada petani.
4. Mendorong tumbuhnya LSM pertanian dan peran advokasinya untuk petani agar reforma pertahanan berpihak pada petani.
5. Mendorong peran lembaga keuangan untuk masuk ke sektor pertanian dengan skema yang menguntungkan petani.
Daftar Pustaka
Enok Maryani, Dr. M. S dan Bagja Waluya, S. Pd., Handout Mata Kuliah Geografi Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2007.
Anton Apriyanto, Dr.Ir, MS., Pembangunan Pertanian di Indonesia, Departemen Pertanian, Kementrian Pertanian Indonesia, 2004.