PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU
SKRIPSI
OLEH MIFTA CHOLIN NIM: 05110093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG April, 2009
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU
SKRIPSI
OLEH: MIFTA CHOLIN NIM: 05110093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG April, 2009
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)
OLEH: MIFTA CHOLIN NIM: 05110093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG April, 2009
HALAMAN PERSETUJUAN
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU
SKRIPSI OLEH MIFTA CHOLIN NIM: 05110093
Telah Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing
Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502
Tanggal, 04 April 2009
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. Moh. Padil, M. Pd.I NIP. 150 267 235
HALAMAN PENGESAHAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU SKRIPSI dipersiapkan dan disusun oleh Mifta Cholin (05110093) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 14 April 2009 dengan nilai: A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal: 14 April 2009. Panitia Ujian,
Tanda Tangan
Ketua Sidang, Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502
:
Sekretaris Sidang, Marno, M. Ag NIP. 150 321 639
:
Pembimbing, Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502
:
Penguji Utama, Drs. HM. Padil, M. PdI NIP. 150 267 235
:
Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031
PERSEMBAHAN Almarhum Bapak (Chariri) dan Ibu (Tamsirah) yang Tercinta, dengan segala jerih payah menyayangiku, mendo’akanku, dan menguatkanku setiap waktu sampai pada terselesaikannya karya ini, tetapi tidak akan putus dan selesai sampai di sini pengabdian dan do’aku selalu hingga akhir hayat hidupku.
Adik-adikku (Charist Fuadi dan Himatul Aliyah), atas motivasi untuk menjadikan diri lebih dewasa, legowo, dan bijaksana. Untuk kehangatan persaudaraan yang kalian bina untukku selama ini dan akan selalu kurindukan dimanapun aku berada nanti.
Tholib Ali Masduqi, semua pengertian dan kesabarannya selama ini dalam mendampingiku dan semoga tetap adanya serta Ridho-Nya untuk kasih kita bersama.
Guru-guruku, segala petuah, bimbingan, penghargaan, dan hukuman yang diberikan adalah pelita bagiku dalam menjalani hidup. Engkaulah cahaya yang takkan redup oleh waktu dan takkan usang oleh masa.
Wahai Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, jadikanlah karya ini amal ibadahku Amin...
MOTTO
⌧
Artinya: ”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al-Hujurat: 13)1
1
Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), hlm. 517.
Dr. M. Zainuddin, MA Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang NOTA DINAS PEMBIMBING Malang, 04 April 2009 Hal : Skripsi Mifta Cholin Lamp : 5 (Lima) Eksemplar
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Di Malang
Assalamu ’alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi tersebut di bawah ini: Nama : Mifta Cholin NIM : 05110093 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi :”Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu” maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 03 April 2009
Mifta Cholin
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan
skripsi
ini
dengan
judul
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SMA NEGERI 2 BATU tepat waktu. Shalawat serta Salam, barokah yang seindah-indahnya, mudahmudahan tetap terlimpahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan dan kebodohan menuju alam ilmiah yaitu Dinul Islam. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan sebagai wujud serta partisipasi penulis dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang telah penulis peroleh selama di bangku kuliah. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Almarhum Bapak Chariri dan Ibu Tamsirah tercinta, yang telah banyak memberikan pengorbanan yang tidak terhingga nilainya baik materiil maupun spirituil, semoga Allah SWT selalu menyayangi beliau berdua. Amin.
2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Bapak Drs. Moh. Padil, M. PdI, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 5. Bapak Dr. H. M. Zainuddin, MA, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. 6. Bapak Drs. Suprayitno, M. Pd, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lembaga yang beliau pimpin. 7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah banyak memberikan bimbingan ilmu dan pengalaman belajar yang hebat kepada penulis. 8. Kawan-kawan lama yang selalu di hati (Nietha Puniaty, Indah Hardiny, dan Amin Tri Wibowo) atas do’a dan semangat yang tak henti-henti. 9. Sahabat Ma’had Khodijah Al-Kubro kamar 19 & 39 (Mbak Luth, Manar, Nia, Nisa’, Yudha, Lia, Ika, Irma, Nuri, Nuha, Za’im, Lely, dan Neni) atas kebersamaan yang hangat serta keceriaan yang selalu kurindukan. 10. Teman seperjuanganku (Elok Stya, Syifa’ Nudiyah, Vitros, Putri, Junaidah, Ulul, Indrajed, Cupink, dan Kelompok 2 PKLI Belung Poncokusumo) dengan
kisah suka dan duka serta motivasi tak henti untuk selalu bertahan dan terus berjuang sampai titik darah penghabisan. 11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Begitu juga dalam penulisan skripsi ini, yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga dengan rahmat dan izin-Nya mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Malang, 03 April 2009
Penulis,
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Bimbingan Skripsi
Lampiran 2
: Bukti Konsultasi
Lampiran 3
: Surat Izin Penelitian dari Fakultas Tarbiyah
Lampiran 4
: Surat Keterangan Penelitian dari SMA Negeri 2 Batu
Lampiran 5
: Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu
Lampiran 6
: Denah Ruang SMU Negeri 2 Batu
Lampiran 7
: Silabus PAI SMA Negeri 2 Batu
Lampiran 8
: Pedoman Wawancara
Lampiran 9
: Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi HALAMAN NOTA DINAS........................................................................... vii HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9 E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 10 F. Sistematika Pembahasan ................................................................ 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 13 A. Konsep Pembelajaran ............................................................... 13 1. Pengertian Pembelajaran ....................................................... 13 2. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 15 3. Tahap-tahap Proses dalam Pembelajaran .............................. 16 B. Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA................................. 26 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .................................... 26 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................................... 29 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam .......................................... 32 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ............................ 38 5. Kedudukan Pembelajaran PAI di Sekolah ............................ 42 C. Konsep Multikultural ............................................................... 44 1. Pengertian Multikultural ....................................................... 44 2. Multikulturalisme dalam Pendidikan .................................... 47 3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Multikultural ....................... 51 4. Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural .............. 55 D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA ............................................................... 59
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 67 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .............................................. 67 B. Kehadiran Peneliti .................................................................... 68 C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 69
D. Sumber Data ............................................................................. 70 E. Prosedur Pengumpulan Data .................................................... 71 F. Teknik Analisa Data................................................................. 73 G. Pengecekan Keabsahan Temuan .............................................. 74 H. Tahap-tahap Penelitian ............................................................. 77
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 78 A. Latar Belakang Objek .............................................................. 78 1. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Batu .................................... 78 2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Batu ........................................ 80 3. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu .............................. 82 B. Paparan Hasil Penelitian .......................................................... 83 1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 83 2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 89 3. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 92
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ........................................ 96
BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 101 A. Kesimpulan ................................................................................. 101 B. Saran............................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK Mifta Cholin, 2009. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Dr. M. Zainuddin, MA.
Secara umum pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam. Ajaranajaran tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad para ulama mengembangkan materi pendidikan agama Islam pada tingkat yang lebih rinci. Mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikaitkan pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis, bahasa dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di sekolah-sekolah umum (bukan bercirikan Islam) di dalam satu kelas saja terdiri dari berbagai siswa yang sangat beragam sekali, ada yang berbeda agama, etnis, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu, untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu, dan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informannya adalah Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum SMA Negeri 2 Batu, Guru pendidikan agama Islam SMA Negeri 2 Batu, dan beberapa murid SMA Negeri 2 Batu. Sedangkan untuk menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yang mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang telah didapat sehingga menggambarkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan fenomena yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini adalah setiap siswa yang beragama non Islam diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran di dalam kelas sebagai peserta pasif atau meninggalkan kelas dan diarahkan ke ruang perpustakaan, dan guru pendidikan agama Islam yang ada juga membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang dipakai dan juga sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh guru pendidikan agama Islam yang ada, dan siswa yang beragama non Islam tersebut ternyata lebih memilih untuk mengikuti
pembelajaran PAI di dalam kelas daripada harus meninggalkan kelas meskipun sudah ada kebijakan dari sekolah ia boleh di luar kelas. Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah terciptanya lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas dan terwujud pula suasana kekeluargaan yang erat di antara siswa maupun guru di SMA Negeri 2 Batu. Seluruh civitas akademik di SMA Negeri 2 Batu harus saling mendukung adanya pembelajaran multikultural ini karena dengan hal ini pembelajaran yang lain selain materi PAI pun dapat berjalan dengan baik, dan siswa-siswa semakin terbuka dan kerjasama pun akan semakin kompak. Hasil lain yang di dapat di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah membekali seluruh siswa untuk siap menghadapi lingkungan masyarakat yang heterogen baik di lingkungan masyarakatnya yang sekarang maupun di lingkungan masyarakat yang akan datang jika siswa tersebut telah lulus ataupun bekerja. Maka guru pendidikan agama Islam dan guru-guru lainnya harus senantiasa bekerja sama untuk menerapkan pembelajaran yang berwawasan multikultural, di samping pula peran orang tua dalam membina akhlak anak di lingkungan rumah.
Kata Kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Multikultural
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas.2 Kemajemukan tersebut pada satu sisi merupakan kekuatan sosial dan keragaman yang indah apabila satu sama lain bersinergi dan saling bekerja sama untuk membangun bangsa. Namun, pada sisi lain, kemajemukan tersebut apabila tidak dikelola dan dibina dengan tepat dan baik akan menjadi pemicu dan penyulut konflik dan kekerasan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa. Peristiwa Ambon dan Poso, misalnya, merupakan contoh kekerasan dan konflik horizontal yang telah menguras energi dan merugikan tidak saja jiwa dan materi tetapi juga mengorbankan keharmonisan antar sesama masyarakat Indonesia. Jika dilacak, akar penyebab konflik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya memang cukup beragam. Ada faktor kesenjangan ekonomi, perseteruan politik, perebutan kekuasaan, atau persaingan antaragama. Namun demikian, dari sebagian besar konflik dan kekerasan yang ada, ”agama” dinilai menjadi salah satu faktor yang ikut andil sebagai pemicu.3
2
Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan (Jogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 3 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 15.
Maka, disinilah diskursus dan implementasi multikulturalisme menemukan tempatnya yang berarti dan tentu saja pendidikan menjadi satu faktor penting. Sebagai sebuah ide, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur sosial masyarakat yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai
kegiatan
lainnya
dalam
masyarakat
yang
bersangkutan.
Multikulturalisme juga harus menjelaskan hak persamaan dalam berbagai permasalahan masyarakat, melingkupi politik dan demokrasi, pendidikan, keadilan dan penegakan hukum (law enforcement) kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsipprinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas. Multikulturalisme dalam praktek merupakan suatu strategi dari integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar-benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam menengarai setiap isu separatisme dan disintegrasi sosial. Pengalaman mengajarkan, bukan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial yang bisa melahirkan persatuan kuat, tetapi justru pengakuan terhadap adanya pluralitas (kebhinnekaan) budaya bangsa inilah yang lebih menjamin persatuan bangsa menuju pembaruan sosial yang demokratis. Pengalaman konflik yang cukup frekuentif yang terjadi pada beberapa tempat4 dapat dijadikan tolok ukur bahwa negeri ini masih merangkak dalam memahami subtansi multikulturalisme. 4
Seperti separatisme Aceh yang menghasilkan status bumi serambi Mekah ini sebagai daerah istimewa (khusus), dengan penerapan syariat Islamnya, terlepasnya Timor Leste –terlepas dari debat tentang ketidak
Pengembangan faham multikultural dalam masyarakat tidak akan pernah terbentuk dengan sendirinya. Dibutuhkan proses yang panjang dan sistematis. Paham multikultural sebagai entitas yang paling asasi dalam membentuk hubungan harmonis kemasyarakatan ini harus tertanam semenjak dini, dan salah satu lembaga yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkannya adalah lembaga sekolah, melalui kurikulum pendidikan yang akomodatif terhadap kepentingan ini. Dalam konteks ini, tentu saja pengajaran agama Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah harus memuat kurikulum berbasis keanekaragaman (multikultur). Pendidikan merupakan interaksi antara orang dewasa dengan orang yang belum dapat menunjang perkembangan manusia yang berorientasikan pada nilai-nilai dan pelestarian serta perkembangan kebudayaan yang berhubungan dengan usaha pengembangan kehidupan manusia. Tujuan pendidikan yang ditentukan oleh negara merupakan kesepakatan bersama yang patut dihormati.
Sebagai
suatu
kesepakatan,
tujuan
pendidikan
bukanlah
merupakan suatu dogma yang tidak berubah bahkan merupakan patokan yang terus bergerak ke depan untuk lebih menyempurnakan upaya memerdekakan warganya.5 Dunia pendidikan dewasa ini berkembang semakin pesat dan semakin kompleksnya persoalan pendidikan yang dihadapi bukanlah tantangan yang dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan pemikiran yang konstruktif demi
fairan bergabungnya negeri "Timor Manise" ini sebelumnya, Jaya Pura (Irian Jaya), dan daerah konflik lainnya adalah wujud ketidak harmonisan pemahaman pluralitas berbangsa kita. 5
H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 112.
tercapainya kualitas yang baik. Persoalan yang dimaksud diantaranya adalah kompetensi mengajar guru. Karena guru sebagai tenaga pendidik yang paling banyak
berhubungan
dengan
peserta
didik
diharuskan
mempunyai
kompetensi yang baik dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut Ametembun seperti yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah menyatakan bahwa: “Guru sebagai orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun secara klasikal baik di sekolah maupun diluar sekolah minimal harus memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dalam menjalankan tugasnya”.6 Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai kompetensinya. Tanpa hal tersebut guru akan gagal dalam melaksanakan tugasnya. Karena kompetensi mengajar harus dimiliki oleh seorang guru yang merupakan kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dalam kenyataan guru yang mempunyai kompetensi mengajar yang baik dalam proses pembelajaran tidaklah mudah ditemukan, disamping itu kompetensi mengajar guru bukanlah persoalan yang berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan training keguruan yang pernah diikuti. Dengan demikian guru yang mempunyai kompetensi mengajar akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan serta akan 6
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm. 33.
lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Disamping hal tersebut di atas, “kompetensi dalam proses interaksi belajar mengajar dapat pula menjadi alat motivasi ekstrinsik, guna memberikan dorongan dari luar diri siswa”.7 Sebagai dasar dari adanya kompetensi guru ini, penulis nukilkan firman Allah SWT. Surat Al-An’am: 135 sebagai berikut:
☺ ☺ ⌧ 8
☺
Berdasarkan ayat di atas, kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik, sebab dalam mengelola proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru yang tidak menguasai kompetensi guru, maka akan sulit untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa tidak dalam bentuk kurikulum yang tunggal, melainkan kurikulum pendidikan yang dapat menunjang proses siswa menjadi manusia yang demokratis, pluralis dan menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh. Kurikulumnya bisa meliputi beberapa subjek pelajaran, seperi toleransi, Aqidah Inklusif, Fiqih Muqarran dan perbandingan agama serta tema-tema tentang perbedaan ethno-kultural dan agama. Dengan materi itulah kemudian
7 8
Ibid., hlm. 17. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), hlm. 145.
pendidikan agama Islam berwawasan multikultural dapat diajarkan kepada siswa. Disinilah letak urgensi pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam pendidikan yakni dengan mendidik siswa agar tidak melakukan tindakan kejahatan terhadap siswa dari suku lain, khususnya di dalam lingkungan pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi etnik itu lebih heterogen lagi pada sekolah umum. Gagasan dan Rancangan memasukan wawasan multikultural di sekolah patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan kesejatian idiologi dari pendidikan Islam itu sendiri.9 Pendidikan Islam memiliki ke unikan dan khasnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya. Adapun visi dari pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang Islami dan berkualitas, menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang
profesional
dan
memiliki
kompetensi
dalam
bidangnya
dan
menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang berprestasi.10
9
Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 10 10 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hlm. 20.
Sebagaimana yang terdapat di SMA Negeri 2 Batu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berlangsung telah terlihat adanya wawasan multikultural baik dari pemahaman Guru Agama Islam maupun dari berbagai materi yang diajarkan yang kemudian diintegrasikan dengan perilaku-perilaku multikultural. Penegasan dari Kepala Sekolah dari SMA Negeri 2 Batu bahwa di sekolah tersebut terdapat siswa-siswi yang memiliki agama yang bermacam-macam yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Buddha. Tidak hanya itu, mereka (siswa minoritas) ada yang berasal dari daerah luar wilayah Batu bahkan dari daerah luar Jawa yang tentunya memiliki berbagai perbedaan dengan siswa-siswa yang mayoritas dari daerah Batu, baik dari bahasa, adat, kebiasaan, pola hidup dan lain sebagainya. Oleh karena itu dimungkinkan bahwa Pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural telah berlangsung di sekolah tersebut karena melihat fenomena-fenomena yang telah ada. Guru Pendidikan Agama Islam memberi kesempatan pada para siswa yang berbeda agama untuk tetap berada di ruang kelas pada saat proses belajar mengajar Agama Islam berlangsung, walaupun sebenarnya sekolah telah menyediakan guru agama sesuai dengan agama mereka masing-masing. Guru Pendidikan Agama Islam juga mampu untuk menanamkan pada diri siswa bahwa toleransi antar umat beragama dapat menjadikan suatu kerjasama yang baik antara mereka dan menghilangkan prasangka-prasangka yang salah sehingga mengikis adanya ketegangan antar siswa yang berlainan agama. Usaha tersebut akan dapat membuahkan hasil yakni terciptanya kerukunan antar umat beragama dan
meminimalkan terjadinya konflik lahir maupun batin dari diri siswa selaku komunitas terbesar di SMA Negeri 2 Batu. Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut
dalam
rangka
memahami
cara
manusia
mengkonstruksi
pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya.11 Agar dapat memfungsikan dan merealisasikan hal tersebut, diperlukan suatu cara yang sistematis, terencana, berdasarkan pendekatan interdisipliner serta mensintensiskan pendidikan islam dengan disiplin atau konsep paradigma lain. Karena perkembangan masyarakat semakin kompleks dan tentunya akan mengarahkan potensi yang ada pada diri manusia dengan cepat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat dari kompleksitas sosial masyarakat itu sendiri. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam skripsi ini peneliti mengambil judul: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU dengan mencoba mengetahui sejauh mana pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural telah diterapkan, serta bagaimana pembelajaran pendidikan agama
Islam
berwawasan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan
11
C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 56.
strategi dan konsep pembelajaran pendidikan agama Islam yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada pada masyarakat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah
Perencanaan
Pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
Agama
Islam
Agama
Islam
Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu? 2.
Bagaimanakah
Pelaksanaan
Pembelajaran
Pendidikan
Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu? 3.
Bagaimanakah
Hasil
dari
Pembelajaran
Pendidikan
Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1.
Untuk mendeskripsikan perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.
2.
Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.
3.
Untuk mendeskripsikan hasil dari Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.
D. Manfaat Penelitian Setelah
menentukan
tujuan,
selanjutnya
menentukan
kegunaan
penelitian atau manfaat dari dilaksanakannya suatu penelitian, baik untuk pengembangan teori, bagi peneliti, lembaga pendidikan maupun khalayak umum. Karena secara rinci guna penelitian adalah dijadikan peta yang menggambarkan tentang suatu keadaan, sarana diagnosis mencari sebab akibat, menyusun kebijakan, melukiskan kemampuan dalam pembiayaan, pembekalan tenaga kerja dan lain-lain. Adapun dalam penelitian ini memiliki kegunaan, yakni sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti, adalah sebagai pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya tentang pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural. 2. Bagi
Lembaga
mengembangkan
Pendidikan, kualitas
adalah
pendidikan
sebagai
pengetahuan
dalam
khususnya
dalam
Islam,
pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural yang diterapkan di lembaga pendidikan. 3. Bagi khalayak umum adalah sebagai pengetahuan atau informasi untuk menambah partisipasi dan kepedulian terhadap pendidikan.
E. Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan memiliki beberapa aspek, diantaranya adalah: 1. kurikulum dan pembelajaran, 2. ketenagaan,
3. kesiswaan, 4. keuangan, 5. sarana dan prasarana, serta 6. kerjasama atau humas. Atas dasar inilah peneliti lebih menitikberatkan pada aspek pembelajaran. Adapun dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu.
F. Sistematika Pembahasan Dalam tulisan ilmiah unsur yang paling penting adalah bagaimana tulisan tersebut disusun dengan sistematis dan mempunyai hubungan antara masalah yang di atas dengan yang di bawahnya. Sistematika isi penelitian yang telah dideskripsikan dalam skripsi ini sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab II Kajian Pustaka, meliputi: a. Konsep Pembelajaran: pengertian pembelajaran, tujuan pembelajaran, tahap-tahap proses dalam pembelajaran. b. Pendidikan Agama Islam di SMA: pengertian pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan agama Islam, ruang lingkup pendidikan agama Islam, kedudukan pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. c. Konsep Multikultural: pengertian multikultural, multikulturalisme
dalam
pendidikan,
tujuan
dan
fungsi
pendidikan
multikultural,
strategi
dan
manajemen
pendidikan
multikultural.
d.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA. Bab III
Metodologi Penelitian: pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian. Bab IV
Hasil Penelitian, meliputi: a. Latar Belakang Objek: sejarah
singkat SMA Negeri 2 Batu, visi dan misi SMA Negeri 2 Batu, struktur organisasi SMA Negeri 2 Batu. b. Penyajian Data: 1. perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu. 2. pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu. 3. hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Bab V
Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab VI
Penutup, meliputi: kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian
tujuan
pendidikan
banyak
tergantung
pada
proses
pembelajaran yang baik. Pembelajaran
ialah
membelajarkan
siswa
menggunakan
asas
pendidikan maupun teori belajar, yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut Corey, pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.12
12
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 61.
Dalam pengertian demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien. Pembelajaran terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs). Karena itu, pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi pendidikan agama yang terkandung di dalam kurikulum. Selanjutnya, dilakukan kegiatan untuk memiliki, menetapkan, dan mengembangkan, cara-cara atau strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai kondisi yang ada, agar kurikulum dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik. Pembelajaran merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terus menerus selama manusia hidup. Isi dan proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya jika masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang berstandar nasional dan internasional, maka isi
dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut.13 Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa dalam arti luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Pembelajaran merupakan perbuatan yang kompleks. Artinya, kegiatan pembelajaran
melibatkan
banyak
komponen
faktor
yang
perlu
dipertimbangkan. Untuk itu perencanaan maupun pelaksanaan kegiatannya membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijak. Seorang guru dituntut untuk bisa menyesuaikan karakteristik siswa, kurikulum yang sedang berlaku, kondisi kultural, fasilitas yang tersedia dengan strategi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa agar tujuan dapat dicapai. Strategi pembelajaran sangat penting bagi guru karena sangat
berkaitan
dengan
efektivitas
dan
efisiensi
dalam proses
pembelajaran.
2. Tujuan Pembelajaran Pada dasarnya belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai 13
Siti Kusrini, dkk. Ketrampilan Dasar Mengajar (PPL 1), Berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2008), hlm. 137.
makhluk
sosial.
Sebagai
individu
seseorang
diharapkan
dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovatif menghadapi persaingan global, kreatif dan tekun mencari peluang untuk memperoleh kehidupan layak dan halal, namun dapat menerima dengan tabah apabila menghadapi kegagalan setelah berusaha. Oleh karenanya, setiap lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan disamping membekali lulusannya dengan penguasaan materi subyek dari bidang studi yang akan dikaji dan pedagogi bahan kajian atau materi subyek tersebut, diharapkan juga memberikan pemahaman tentang kaitan antara materi pelajaran dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran baik formal, informal maupun non formal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi peserta didik melalui “learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together” sesuai anjuran yang dicanangkan oleh UNESCO.14 Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran atau apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusus, atau dimana saja dalam kontinum umum-khusus. Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan 14 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya dan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2005), hlm. 97-98.
landasan
yang
berguna
sekali
dalam
mendeskripsikan
strategi
pembelajaran, seperti misalnya, waktu, media, personalia, dan dana/uang. Selanjutnya, karakteristik si belajar adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan si belajar, seperti misalnya: bakat, motivasi, dan hasil yang telah dimilikinya.
3. Tahap-tahap Proses dalam Pembelajaran Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut: 3.1 Tahap Perencanaan Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran. Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan
untuk
mencapai
Pelaksanaan
perencanaan
tujuan
tersebut
yang
dapat
telah
disusun
ditentukan. berdasarkan
kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. Begitu
pula
dengan
perencanaan
pembelajaran,
yang
direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai
subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan digunakan.15 Dalam konteks desentralisasi pendidikan sering perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks lokal, nasional, dan global. Secara umum, guru harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai dengan evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di dalam kelas, tetapi sebelum dan sesudah kelas.16 Agama Islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan itu ialah adanya bagian-bagian yang sangat sulit diajarkan dan sangat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
15
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 93. 16 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 112.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam membuat persiapan mengajar: 1.
memahami tujuan pendidikan,
2.
menguasai bahan ajar,
3.
memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran,
4.
memahami prinsip-prinsip mengajar,
5.
memahami metode-metode mengajar,
6.
memahami teori-teori belajar,
7.
memahami beberapa model pengajaran yang penting,
8.
memahami prinsip-prinsip evaluasi, dan
9.
memahami langkah-langkah membuat lesson plan.
Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Analisis Hari Efektif dan Analisis Program Pembelajaran. Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, seorang guru perlu membuat analisis hari efektif selama satu semester. Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan penyusunan program pembelajaran selama satu semester. Dasar pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan kalender umum.
b. Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan. Program Tahunan Penyusunan
program
dimaksudkan
agar
pembelajaran keutuhan
dan
selama
tahun
pelajaran
kesinambungan
program
pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam dua semester tetap terjaga. Program Semester Penyusunan program semester didasarkan pada hasil analisis hari efektif dan program pembelajaran tahunan. Program Tagihan Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, dan portofolio. c. Menyusun Silabus. Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokokpokok isi atau materi pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari standart kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokokpokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standart kompetensi dan kompetensi dasar.
d. Menyusun Rencana Pembelajaran. Seperti penyusunan silabus, rencana pembelajaran sebaiknya disusun oleh guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya. Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran didasarkan pada silabus dan
kondisi
pembelajaran
agar
kegiatan
pembelajaran
dapat
berlangsung sesuai harapan. e. Penilaian Pembelajaran. Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Prinsip penilaian antara lain valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna.17 Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti model Kemp adalah sebagai berikut: a. Perkiraan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari. b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan tujuan umum PAI yang akan dicapai. c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat
17
Siti Kusrini, dkk. op.cit., hlm. 139-148.
perhatian selama perencanaan pengembangan pembelajaran PAI. d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI. e. Nyatakan tugas khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas. f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar mengajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah dinyatakan. g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI. h. Rincikan
pelayanan
penunjang
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI. i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI. j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda kembangkan.18 3.2 Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi metode dan teknik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media. 18
Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 223-224.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya ialah: a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakikat
pembelajaran.
Mengingat
pendekatan
pembelajaran
bertumpu pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan. b. Aspek strategi dan taktik dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran. Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi diperlukan kiatkiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilakukan gurumurid di kelas dapat terwujudkan. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis prosedural dari setiap aktivitas
guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran. Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas. c. Aspek metode dan teknik dalam pembelajaran. Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid dengan lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode. Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi, dan lain-lain. Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran. d. Prosedur pembelajaran. Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap selanjutnya,
sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang terbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran. 3.3 Tahap Evaluasi Pada hakikatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: 1. peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan; 2. mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan tingkah laku yang diinginkan.19 Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Sebaliknya, oleh karena evaluasi sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran. Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu: evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus
19
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 169.
nilai.20 Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat yang dikutip oleh Mulyasa mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sebagai berikut: (1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan; (2) Evaluasi belajar ketrampilan,
dapat
dilakukan
dengan
ujian
praktik,
analisis
ketrampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS).21 Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus: 1. memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji); 2. mempunyai reabilitas (keajegan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang sama); 3. menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga 20
tidak
menimbulkan
interpretasi
yang
tidak
ada
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 179. 21 E. Mulyasa, op.cit., hlm. 223.
hubungannya dengan maksud tes); dan 4. pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.22
B. Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) Di dalam Kurikulum PAI 2004 sebagaimana dikutip oleh Ramayulis disebutkan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, beakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.23 Menurut Zakiyah Daradjat sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, ”pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup”.24 Di dalam GBPP Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan 22 23 24
Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., hlm. 171. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 21. Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 130.
atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Esensi dari pendidikan adalah adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut pendidikan agama Islam, maka akan mencakup dua hal, yaitu: (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; (b) mendidik siswa untuk mempelajari materi ajaran agama Islam.25 Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu: a.
Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b.
Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama Islam.
c.
Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
d.
25
Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk
Muhaimin, dkk. op.cit. hlm. 75-76.
meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan-kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama (sesama Muslim) atau yang tidak seagama (hubungan dengan non Muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga dapat
terwujud
persatuan
dan
kesatuan
nasional
(ukhuwah
wathoniyah) dan bahkan ukhuwah insaniyah (persatuan dan kesatuan antar sesama manusia).26 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Di dalam GBPP PAI 1994 sebagaimana dikutip oleh Muhaimin disebutkan bahwa secara umum, Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan untuk
“meningkatkan
keimanan,
pemahaman,
penghayatan
dan
pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam
kehidupan
pribadi,
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara”.27 Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah sama dengan tujuan manusia diciptakan, yakni untuk berbakti kepada Allah SWT sebenar-benarnya bakti atau dengan kata lain 26 27
Ibid., hlm. 76. Ibid., hlm. 78.
untuk membentuk manusia yang bertakwa, berbudi luhur, serta memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, yang menurut istilah marimba disebut terbentuknya kepribadian muslim. Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), yaitu: a. dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam, b. dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam, c. dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran agama Islam, d. dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu
mampu
menumbuhkan
motivasi
dalam
dirinya
untuk
menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilainilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa
kepada
Allah
SWT
serta
mengaktualisasikan
dan
merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masing-masing dimensi itu membentuk kaitan yang terpadu dalam usaha membentuk manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia, dalam arti bagaimana Islam yang
diimani kebenarannya itu mampu dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kurikulum 1999, tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: “agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.28 Rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini mengandung pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasi dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia Muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
28
Ibid., hlm. 78-79.
Di dalam Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi/Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam di SMA/MA bertujuan untuk: 1.
Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
2.
Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga
keharmonisan
secara
personal
dan
sosial
serta
mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.29 Oleh karena itu berbicara Pendidikan Agama Islam (PAI), baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.30
29 Lihat Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA-MA-SMK-MAK (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 81. 30 Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 136.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut: a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik pada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.31 Dengan melalui proses belajar-mengajar pendidikan agama diharapkan terjadinya perubahan dalam diri anak baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Dan dengan adanya perubahan dalam tiga aspek tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap tingkah laku anak didik, dimana pada akhirnya cara berfikir, merasa dan melakukan sesuatu itu akan menjadi relatif menetap dan membentuk kebiasaan bertingkah laku pada dirinya, perubahan yang terjadi harus merupakan perubahan tingkah laku yang mengarah ke tingkah laku yang lebih baik dalam arti berdasarkan pada pendidikan agama. Di
samping
pendidikan
agama
disampaikan
secara
empiric
problematic, juga disampaikan dengan pola homeostatika, yaitu
31
Ibid., hlm. 134.
keselarasan antara akal kecerdasan dan perasaan yang melahirkan perilaku akhlaqul karimah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pola ini menuntut upaya lebih menekankan pada faktor kemampuan berfikir dan berperasaan moralis yang merentang ke arah Tuhannya, dan ke arah masyarakatnya, dimana iman dan takwa menjadi rujukannya. b. Penanaman Nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.32 Sering terjadi kesalahpahaman di antara kita karena menganggap bahwa pendidikan agama Islam hanya memuat pelajaran yang berkaitan dengan akhirat atau kehidupan setelah mati. Bahkan ada yang berlebihan kesalahannya karena menganggap bahwa madrasah hanya mendidik anak untuk siap meninggal dunia. Dengan konsekuensi negatif, anggapan seperti itu adalah salah, yang benar adalah bahwa madrasah atau lebih umum lagi pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk memberi bekal siswa dalam mengarungi kehidupan di dunia yang hasilnya nanti mempunyai konsekuensi di akhirat. Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 201:
33
32 33
.
Ibid., hlm. 134. Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 31.
⌧
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". c. Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.34 Dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, pendidikan agama Islam adalah ikhtiar manusia dengan jalan bimbingan dan pimpinan untuk membantu dan mengarahkan fitrah agama peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama. d. Perbaikan,
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.35 Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini, selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka meminta pertolongan. Itulah sebabnya bagi orang-orang Muslim diperlukan adanya pendidikan agama Islam, agar dapat mengarahkan
34 35
Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 134. Ibid., hlm. 134.
fitrah mereka tersebut ke arah yang benar sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. e. Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya
dan
menghambat
perkembangannya
menjadi
manusia
Indonesia seutuhnya.36 Maksudnya adalah bahwa Pendidikan Agama Islam mempunyai peran dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan Pendidikan Agama Islam menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya.
Untuk
itu,
Pendidikan
Agama
Islam
hendaknya
ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Orang tua dalam hal ini berperan sangat penting terhadap pembentukan watak anak khususnya pada masa pra sekolah, karena yang dapat dilakukan anak pada masa itu adalah meniru tindakan orang yang berada disekitarnya. Oleh sebab itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.
36
Ibid., hlm 134.
Sebagaimana tercermin dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 17 yang berbunyi:
☺ ☺ 37
Artinya: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya.38 Dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya kedudukan pendidikan agama dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dapat dibuktikan dengan ditempatkannya unsur agama dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila pertama dalam Pancasila adalah Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memberikan makna bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beragama. Untuk membina bangsa yang beragama, pendidikan agama ditempatkan pada posisi strategis yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan nasional. g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang 37 38
Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 412. Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 134.
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan bagi orang lain.39 Karena itulah pendidikan Islam memiliki beban yang multi paradigma, sebab berusaha memadukan unsur profan dan imanen, dimana dengan pemaduan ini, akan membuka kemungkinan terwujudnya tujuan inti pendidikan Islam yaitu melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang. Di samping itu, pendidikan agama Islam memberikan bimbingan jasmanirohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Ruang lingkup materi PAI di dalam kurikulum 1994 sebagaimana dikutip oleh Muhaimin pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh. Pada kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fikih dan bimbingan ibadah serta tarikh yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya dalam lingkup: Al-Qur’an dan al-hadits, keimanan, akhlak, fiqih atau ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup
39
Ibid., hlm. 134.
pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.40 Mengenai lingkup maupun urutan sajian materi pokok pendidikan agama itu sebenarnya telah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik putranya. Unsur-unsur pokok materi kurikulum Pendidikan Agama Islam yang tersebut di atas masih terkesan bersifat umum dan luas. Perlu ditata kembali menurut kemampuan siswa dan jenjang pendidikannya. Dalam arti, kemampuan-kemampuan apa yang diharapkan dari lulusan jenjang pendidikan tertentu sebagai hasil dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum 1994 sebagaimana diikuti oleh Muhaimin, dijelaskan bahwa pada jenjang Pendidikan Menengah, kemampuan-kemampuan dasar yang diharapkan dari lulusannya adalah dengan landasan iman yang benar, siswa: a.
Taat beribadah, mampu berdzikir dan berdo’a serta mampu menjadi imam; anak pada usia SMA dapat menjalankan rukun Islam, terutama sahadat, shalat, zakat, dan puasa. Anak diharapkan juga mampu mengagungkan asma Allah SWT, serta mampu memimpin shalat.
b.
Mampu membaca Al-Qur’an dan menulisnya dengan benar serta berusaha memahami kandungan maknanya terutama yang berkaitan
40
Ibid., hlm. 131.
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang relevan dengan apa yang diketahui di lingkungan sekitarnya. c.
Memiliki kepribadian Muslim, artinya di dalam diri anak selalu terpancar kesalehan pribadi dengan selalu menampakkan kebajikan yang patut dipertahankan dan diteladani untuk ukuran sebaya.
d.
Memahami, menghayati dan mengambil manfaat sejarah dan perkembangan agama Islam, dalam hal ini disesuaikan dengan kemampuannya.
e.
Mampu menerapkan prinsip-prinsip muamalah dan syari’at Islam dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam arti mampu
menerapkan
hubungan
sesama
makhluk
dengan
memperhatikan hukum Islam dan pengetahuan tentang agama Islam yang dimiliki anak usia SMA.41 Agar kemampuan-kemampuan lulusan atau out put yang diharapkan itu dapat tercapai, maka tugas guru pendidikan agama Islam adalah berusaha secara sadar untuk membimbing, mengajar, dan melatih siswa sebagai siswa agar dapat: (1) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga; (2) menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain; (3) memperbaiki
41
Muhaimin, dkk. op.cit., hlm. 81.
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan
dan
kelemahan-
kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari; (4) menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan, paham atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan keyakinan siswa; (5) menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam; (6) menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; dan (7) mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.42 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya ruang lingkup Pendidikan Agama Islam berpusat pada sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan surat Al-Isra’ ayat 9:
⌧ ☺ ☺ 43
⌧
Artinya: “Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi 42 43
Ibid., hlm. 83. Al-Qur’an dan Terjemahannya, op.cit., hlm. 283.
mereka ada pahala yang besar”.
Seringkali manusia menemui kesulitan dalam memahami Al-Qur’an dan hal ini juga dialami oleh para sahabat Rasulullah SAW sebagai generasi pertama penerima Al-Qur’an. Oleh karena itu, mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah SAW, yang memang diberi otoritas oleh Allah SWT, hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44:
⌧ 44
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. Dengan demikian, as-Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an dan sekaligus dijadikan sebagai sumber pokok ajaran Islam serta dijadikan pijakan atau landasan dalam lapangan pembahasan Pendidikan Agama Islam. Dari kedua sumber tersebut, baik pada jenjang dasar maupun menengah kemampuan yang diharapkan adalah sosok siswa yang beriman dan berakhlak. Hal tersebut tentunya selaras dengan tujuan pendidikan agama Islam seperti tersebut di atas, yaitu sosok siswa yang secara terus 44
Ibid., hlm. 272.
menerus membangun pengalaman belajarnya, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
5. Kedudukan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Di dalam UUSPN No. 21/1989 pasal 39 ayat 2 ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat antara lain Pendidikan Agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa Pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan
nasional.45 Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengamalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai
tersebut
dalam
kehidupan
individual
ataupun
kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang 45
Muhaimin, dkk. op.cit., hlm. 75.
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri: a. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secara utuh selain penguasaan materi. b. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia. c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan. Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.46
C. Konsep Multikultural 1. Pengertian Multikultural Multikulturalisme secara etimologis marak pada tahun 1950-an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah multiculturalism berasal dari kata multicultural. Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat ”multicultural and multilingual”.47 Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia.48 Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini
46
Permen No. 22 Tahun 2006, op.cit., hlm. 1. Tobroni, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi, HAM, Civil Society, dan Multikulturalisme (Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat, 2007), hlm. 281. 48 Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. (http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm, diakses 24 September 2008. Dalam 47
telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme
tidaklah
dapat
disamakan
dengan
konsep
keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme akan menyinggung pula berbagai permasalahan yang mendukung ideologi
ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa,
kesukubangsaan,
kebudayaan
sukubangsa,
keyakinan
Makalah yang diseminarkan pada Simposium Internasional ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli).
keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat
yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.49 Multikultural secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, tidak ada satu negara pun yang mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal. Dengan demikian, multikultural merupakan sunnatullah yang tidak dapat ditolak bagi setiap negara atau bangsa di dunia ini. Multikultural ternyata bukanlah suatu pengertian yang mudah. Di dalamnya mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu ”multi” yang berarti plural, ”kultural” berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena plural bukan berarti sekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga pengakuan tersebut mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, dan 49
Malik Fajar. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme (http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305, diakses 24 September 2008).
ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi.50 Multikultural secara sederhana dapat dikatakan pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang ”given” tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu komunitas.51
2.
Multikulturalisme dalam Pendidikan Sebagai
sebuah
cara
pandang
sekaligus
gaya
hidup,
multikulturalisme menjadi gagasan yang cukup kontekstual dengan realitas masyarakat kontemporer saat ini. Prinsip mendasar tentang kesetaraan, keadilan, keterbukaan, pengakuan terhadap perbedaan adalah prinsip nilai yang dibutuhkan manusia di tengah himpitan budaya global. Oleh karena itu, sebagai sebuah gerakan budaya, multikulturalisme adalah bagian integral dalam berbagai sistem budaya dalam masyarakat yang salah satunya dalam pendidikan, yaitu melalui pendidikan yang berwawasan multikultural. Pendidikan dengan wawasan multikultural dalam rumusan James A. Bank adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan 50 Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 82. 51 Ibid., hlm. 179.
pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.52 Jenis pendidikan ini menentang bentuk rasisme dan segala bentuk diskriminasi di sekolah, masyarakat dengan menerima serta memahami pluralitas (etnik, ras, bahasa, agama, ekonomi, gender dan lain sebagainya) yang terefleksikan diantara peserta didik, komunitas mereka, dan guru-guru. Menurutnya, pendidikan multikultural ini harus melekat dalam kurikulum dan strategi pengajaran, termasuk juga dalam setiap interaksi yang dilakukan diantara para guru, murid dan keluarga serta keseluruhan suasana belajar mengajar. Karena jenis pendidikan ini merupakan pedagogi kritis, refleksi dan menjadi basis aksi perubahan dalam masyarakat, pendidikan multikultural mengembangkan prisip-prinsip demokrasi dalam berkeadilan sosial.13 Sementara itu, Bikhu Parekh mendefinisikan pendidikan multikultur sebagai “an education in freedom, both in the sense of freedom from ethnocentric prejudices and biases, and freedom to explore and learn from other cultures and perpectives”.53 Dari beberapa dua defini diatas, hal yang harus digarisbawahi dari diskursus
multikulturalisme
dalam
pendidikan
adalah
identitas,
keterbukaan, diversitas budaya dan transformasi sosial. Identitas sebagai salah satu element dalam pendidikan mengandaikan bahwa peserta didik dan guru merupakan satu individu atau kelompok yang merepresentasikan satu kultur tertentu dalam masyarakat. Identitas pada dasarnya inheren 52
James A. Bank. Handbook of Research on Multicultural Education (http://www.education world.com, diakses tanggal 12 Januari 2009). 53 Bikhu Parekh. Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory (http://www.educationworld.com. Diakses tanggal 12 Januari 2009).
dengan sikap pribadi ataupun kelompok masyarakat, karena dengan identitas tersebutlah, mereka berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain, termasuk pula dalam interaksi antar budaya yang berbeda. Dengan demikian dalam pendidikan multikultur, identitas-identitas tersebut diasah melalui interaksi, baik internal budaya (self critic) maupun eksternal budaya. Oleh karena itu, identitas lokal atau budaya lokal merupakan muatan yang harus ada dalam pendidikan multikultur. Dalam masyarakat ditemukan pelbagai individu atau kelompok yang berasal dari budaya berbeda, demikian pula dalam pendidikan, diversitas tersebut tidak bias dielakkan. Diversitas budaya itu bisa ditemukan di kalangan peserta didik maupun para guru yang terlibat -secara langsung atau tidak- dalam satu proses pendidikan. Diversitas itu juga bisa ditemukan melalui pengkayaan budaya-budaya lain yang ada dan berkembang dalam konstelasi budaya, lokal, nasional dan global. Oleh karena itu, pendidikan multikultur bukan merupakan satu bentuk pendidikan monokultur, akan tetapi model pendidikan yang berjalan di atas rel keragaman. Diversitas budaya ini akan mungkin tercapai dalam pendidikan jika pendidikan itu sendiri mengakui keragaman yang ada, bersikap terbuka (openess) dan memberi ruang kepada setiap perbedaan yang ada untuk terlibat dalam satu proses pendidikan. Dalam pelaksanaannya, Banks menjelaskan lima dimensi yang harus ada yaitu, pertama, adanya integrasi pendidikan dalam kurikulum (content integration) yang didalamnya melibatkan keragaman dalam satu kultur
pendidikan yang tujuan utamanya adalah menghapus prasangka. Kedua, konstruksi ilmu pengetahuan (knowledge construction) yang diwujudkan dengan mengetahui dan memahami secara komperhensif keragaman yang ada. Ketiga, pengurangan prasangka (prejudice reduction) yang lahir dari interaksi antar keragaman dalam kultur pendidikan. Keempat, pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy) yang memberi ruang dan kesempatan yang sama kepada setiap element yang beragam. Kelima, pemberdayaan kebudayaan sekolah (empowering school culture). Sementara itu, H.A.R. Tilaar menggariswahi bahwa model pendidikan yang dibutuhkan di Indonesia harus memperhatikan enam hal, yaitu, pertama, pendidikan multikultural haruslah berdismensi “right to culture” dan identitas lokal. Kedua, kebudayaan Indonesia yang menjadi, artinya kebudayaan Indonesia merupakan Weltanshauung yang terus berproses dan merupakan bagian integral dari proses kebudayaan mikro. Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengoptimalisasikan budaya lokal yang beriringan dengan apresiasi terhadap budaya nasional. Ketiga, pendidikan
multikultural
normatif
yaitu
model
pendidikan
yang
memperkuat identitas nasional yang terus menjadi tanpa harus menghilangkan identitas budaya lokal yang ada. Keempat, pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, artinya pendidikan multikultural tidak boleh terjebak pada xenophobia, fanatisme dan fundamentalisme, baik etnik, suku, ataupun agama. Kelima, pendidikan multikultural
merupakan
pedagogic
pemberdayaan
(pedagogy
of
empowerment) dan pedagogik kesetaraan dalam kebudayaan yang beragam (pedagogy of equity). Pedagogik pembedayaan pertama-tama berarti, seseorang diajak mengenal budayanya sendiri dan selanjutnya digunakan untuk mengembangkan budaya Indonesia di dalam bingkai negara-bangsa Indonesia. Dalam upaya tersebut diperlukan suatu pedagogik kesetaraan antar-individu, antar suku, antar agama dan beragam perbedaan yang ada. Keenam, pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika bangsa. Pendidikan ini perlu dilakukan untuk mengembangkan prinsip-prinsip etis (moral) masyarakat Indonesia yang dipahami oleh keseluruhan komponen sosialbudaya yang plural.54
3.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok kultural. Tujuan penting dari pendidikan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua murid.55 Sehingga sekolah menjadi element pengentas sosial dari struktur masyarakat yang timpang kepada struktur yang berkeadilan. Peran pendidikan di dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti di dalam kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan meliputi disiplin-disiplin ilmu yang lain seperti ilmu politik, filsafat,
54 55
H.A.R. Tilaar, op. cit., hlm. 185-190. John W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada, 2007), hlm. 184.
khususnya falsafah posmoderenisme, antropologi, dan sosiologi. Dalam hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan multikultural nantinya tidak kehilangan arah atau bahkan berlawanan dengan nilai-nilai dasar multikulturalisme. Oreintasi yang seharusnya dibangun dan diperhatikan antara lain meliputi: 1.
Orientasi kemanusiaan. Kemanusian atau humanisme merupakan sebuah nilai kodrati yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusian besifat universal, global, di atas semua suku, aliran, ras, golongan dan agama.
2.
Orientasi kebersamaan. Kebersamaan atau kooperativisme merupakan sebuah nilai yang sangat mulia dalam masyarakat yang plural dan heterogen. Kebersamaan yang hakiki juga akan membawa kepada kedamaian yang tidak ada batasannya. Tentunya kebersamaan yang dibangun disini adalah kebersamaan yang sama sekali terlepas dari unsur kolutif maupun koruptif. Kebersamaan yang dibangun adalah kebersamaan yang masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, serta negara.
3.
Orientasi kesejahteraan. Kesejahteraan atau welvarisme merupakan suatu
kondisi
sosial
yang
menjadi
harapan
semua
orang.
Kesejahteraan selama ini hanya dijadikan sebagai slogan kosong. Kesejahteraan sering diucapkan, akan tetapi tidak pernah dijadikan orientasi oleh siapapun. Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus
dibuktikan dengan perilaku menuju pada terciptanya kesejahteraan masyarakat. 4.
Orientasi propesional. Propesional merupakan sebuah nilai yang dipandang dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat proses, tepat pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran, tepat kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan.
5.
Orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas. pluralitas dan heterogenitas merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditindas secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap sebuah kebenaran yang diyakini oleh orang banyak.
6.
Orientasi anti hegemoni dan anti dominasi. hegemoni dan dominasi hegemoni adalah dua istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas. Hanya saja kedua istilah tersebut tidak pernah digunakan atau bahkan dihindari jauh-jauh oleh para pengikut paham liberalis, kapitalis, globalis, dan neo-liberalis. Karena hegemoni bukan hanya di bidang politik, melainkan juga di bidang pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian multikulturalisme dan pendidikan bukanlah
masalah teknis pendidikan belaka, tetapi memerlukan suatu konsep pemikiran serta pengembangan yang meminta partisipasi antardisiplin. Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan
multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan
kebanggaan
terhadap
warisan
budaya
mereka,
menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat. Pendidikan multikultural lebih lanjut diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Tujuan diidentifikasi:
pendidikan
dengan
(1)
memfungsikan
untuk
berbasis
multikultural
peranan
sekolah
dapat dalam
memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok. Pendidikan multikultural (multicultural
education)
adalah
proses
penanaman
cara
hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup
di
tengah-tengah
masyarakat
plural.
Dengan
pendidikan
multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental
bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.56
4. Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural
Dari aspek metodik, strategi dan manajemen pembelajaran merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural. Manajemen merupakan suatu usaha atau tindakan ke arah pencapaian tujuan melalui sebuah proses.57 Harry K. Wong, penulis buku How to be an Active Teacher
the
First
Days
of
School,
mendefinisikan
manajemen
pembelajaran sebagai “praktik dan prosedur yang memungkinkan guru mengajar dan siswa belajar”. Terkait dengan praktik dan prosedur ini ada 3 (tiga) faktor dalam manajemen pembelajaran, yaitu: (a) lingkungan fisik (physical environment), (b) lingkungan sosial (human environment), dan (c) gaya pengajaran guru (teaching style). Dalam pembelajaran siswa memerlukan lingkungan fisik dan sosial yang aman dan nyaman. Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan musik. Guru yang memiliki pemahaman terhadap latar belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar. Sementara itu, lingkungan sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang dipilih, hubungan 56
Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. Marno, M. PdI, Islam by Management and Leadership Tinjauan Teoritis dan Empiris Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: Lintas Pustaka, 2007), hlm. 2. 57
simpatik antar siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa yang beragam budayanya.58
Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga memerlukan gaya pengajaran guru yang menggembirakan. Gaya pengajaran guru merupakan gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran (the kind of leadership or governance techniques a teacher uses). Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan guru sangat berpengaruh bagi ada-tidaknya peluang siswa untuk berbagi pendapat dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan guru berkisar pada otoriter, demokratis, dan bebas (laizzes faire). Gaya kepemimpinan otoriter tidak memberikan peluang kepada siswa untuk saling berbagi pendapat. Apa yang diajarkan guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh sang guru. Sebaliknya, gaya kepemimpinan guru yang demokratis memberikan peluang kepada siswa untuk menentukan materi yang perlu dipelajari siswa. Selanjutnya, guru yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas (laizzes faire) menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk menentukan materi pembelajaran di kelas. Untuk kelas yang beragam latar belakang budaya siswanya, agaknya, lebih cocok dengan gaya kepemimpinan guru yang demokratis.59
58
Starr, Linda. 2004. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management Technique (http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml, diakses 11 Nopember 2008). 59 Styles, Donna. 2004. Class Meetings: A Democratic Approach to Classroom Management (http://www.educationworld.com/a_curr/profdev012.shtml, diakses 11 Nopember 2008).
Melalui pendekatan demokratis ini, para guru dapat menggunakan beragam strategi pembelajaran, seperti dialog, simulasi, bermain peran, observasi, dan penanganan kasus.60 Melalui dialog para guru, misalnya, mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa. Selain itu, melalui dialog para guru juga dapat mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apapun ternyata juga menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain. Sementara itu, melalui simulasi dan bermain peran, para siswa difasilitasi untuk memerankan diri sebagai orang-orang yang memiliki agama, budaya, dan etnik tertentu dalam pergaulan sehari-hari. Dalam situasi tertentu, diadakan proyek dan kepanitiaan bersama, dengan melibatkan aneka macam siswa dari berbagai agama, etnik, budaya, dan bahasa yang beragam. Sedangkan melalui observasi dan penanganan kasus, siswa dan guru difasilitasi untuk tinggal beberapa hari di masyarakat multikultural. Mereka diminta untuk mengamati proses sosial yang terjadi di antara individu dan kelompok yang ada, sekaligus untuk melakukan mediasi bila ada konflik di antara mereka.
Dengan strategi pembelajaran tersebut para siswa diasumsikan akan memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam tentang adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Bahkan, mereka akan memiliki pengalaman nyata untuk melibatkan diri dalam mempraktikkan nilai-nilai 60
Abdullah Aly. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik (http://psbps.org/, diakses 22 Desember 2008, dalam Makalah Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman pada hari Sabtu, 8 Januari 2005 di Surakarta: PSB-PS UMS).
dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan perilaku yang toleran, simpatik, dan empati pun pada gilirannya akan tumbuh pada diri masing-masing siswa. Dengan demikian, proses pembelajaran yang difasilitasi guru tidak sekadar berorientasi pada ranah kognitif, melainkan pada ranah afektif dan psikomotorik sekaligus.
Selanjutnya, pendekatan demokratis dalam proses pembelajaran dengan beragam strategi pembelajaran tersebut menempatkan guru dan siswa memiliki status yang setara (equal status), karena masing-masing dari mereka merupakan anggota komunitas kelas yang setara juga. Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang absolut. Perilaku guru dan siswa harus diarahkan oleh kepentingan individu dan kelompok secara seimbang. Aturan-aturan dalam kelas harus dibagi untuk melindungi hakhak guru dan siswa. Adapun hak-hak guru dalam proses pembelajaran meliputi: (a) guru berhak menilai para siswa sebagai manusia dan hak mereka sebagai manusia, (b) guru berhak mengetahui kapan menerapkan gaya pengajaran yang berbeda—otoriter, demokratis, dan bebas—untuk meningkatkan hak-hak siswa, (c) guru berhak mengetahui kapan dan bagaimana menerapkan ketidakpatuhan sipil, dan (d) guru berhak memahami kompleksitas aturan bagi mayoritas dan melindungi hak-hak minoritas. Di pihak lain, para siswa memiliki hak-hak sebagai berikut: (a) siswa berhak mengetahui hak sipil dan kewajibannya, dan (b) siswa berhak mengetahui bagaimana menggunakan hak dan kewajibannya.
Lebih jauh, pendekatan demokratis dalam pembelajaran ini menuntut guru memiliki kompetensi multikultural. Terdapat 6 (enam) kompetensi multikultural guru, yaitu: (a) memiliki nilai dan hubungan sosial yang luas, (b) terbuka dan fleksibel dalam mengelola keragaman siswa, (c) siap menerima perbedaan disiplin ilmu, latar belakang, ras, dan gender; (d) memfasilitasi pendatang baru dan siswa yang minoritas, (e) mau berkolaborasi dan koalisi dengan pihak mana pun, dan (f) berorientasi pada program dan masa depan. Sedangkan kompetensi multikultural lain yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: (a) sensitif terhadap perilaku etnik para siswa, (b) sensitif terhadap kemungkinan adanya kontroversi tentang materi ajar, dan (c) menggunakan teknik pembelajaran kelompok untuk mempromosikan integrasi etnik dalam pembelajaran.
D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat 1 (a) disebutkan bahwa: ”setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.61
61
Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokus Media, 2005), hlm. 101.
Maka dari itu di dalam penyelenggaraan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di sekolah-sekolah umum, meskipun sudah ada kebijakan dari pihak sekolah bahwa siswa yang beragama non Islam boleh ikut di dalam pelaksanaan pelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada, tetapi pihak sekolah masih tetap menyediakan guru agama yang seagama dengan mereka. Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikaitkan pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis, bahasa dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di sekolah-sekolah (SMA) umum yang bukan bercirikan Islam di dalam satu kelas saja terdiri dari berbagai siswa yang sangat beragam sekali, ada yang berbeda etnis, agama, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural, ada tiga fase yang harus betul-betul diperhatikan oleh seorang pendidik, diantaranya ialah: a. Perencanaan Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. Mulai dari kompetensi dasar, standar
kompetensi, maupun silabi yang dibuat harus mencerminkan nilai-nilai multikultural. b. Pelaksanaan Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, diantaranya ialah: aspek pendekatan dalam pembelajaran PAI berwawasan multikultural, aspek strategi dan metode dalam pembelajaran PAI berwawasan multikultural, dan prosedur pembelajaran PAI berwawasan multikultural. c. Evaluasi Evaluasi adalah alat untuk mengukur sampai dimana penguasaan murid terhadap pendidikan yang telah diberikan.62 Dengan evaluasi, dapat diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Pada hakikatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi, termasuk setelah proses pelaksanaan pembelajaran PAI berwawasan multikultural. Untuk merancang strategi hubungan multikultural dan etnik dalam SMA
dapat digolongkan kepada dua yakni pengalaman pribadi dan
pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pengalaman pribadi dengan
62
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Malang: UM Press, 2004), hlm. 122.
menciptakan pertama, siswa etnik minoritas dan mayoritas mempunyai status yang sama; kedua, mempunyai tugas yang sama; ketiga, bergaul, berhubungan, berkelanjutan dan berkembang bersama; keempat, berhubungan dengan fasilitas, gaya belajar guru, dan norma kelas tersebut. Adapun dalam bentuk pengajaran adalah sebagai berikut: pertama guru harus sadar akan keragaman etnik siswa; kedua, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya refleksi keragaman etnik; dan ketiga, bahan kurikulum dituliskan dalam bahasa daerah atau etnik yang berbeda. Jelasnya, apabila pengajaran multikultural dapat dilakukan dalam sekolah baik umum maupun agama hasilnya akan melahirkan peradaban yang juga melahirkan toleransi, demokrasi, kebajikan, tolong menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Intinya gagasan dan rancangan sekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidak mengaburkan dan atau menciptakan ketidakpastian jati diri para kelompok yang ada.63 Sebagai langkah praktis, menurut Samsul Ma’arif, kurikulum pendidikan agama Islam di SMA setidaknya harus berisi beberapa muatan multikultural. Samsul mendeskripsikan solusinya ke dalam lima pokok muatan kurikulum, yakni: a. Pendidikan agama seperti fiqih, tafsir tidak harus bersifat linier, namun menggunakan pendekatan muqaron. Ini menjadi sangat penting, karena
63
Z. Arifin Nurdin, Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah (http://www.dirjen.depag.ri.or.id, diakses 22 Desember 2008).
anak tidak hanya dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan hukum dalam fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun juga diberikan pandangan yang berbeda. Tentunya, bukan sekedar mengetahui yang berbeda, namun juga diberikan pengetahuan tentang mengapa bisa berbeda. b. Untuk mengembangkan kecerdasan sosial, siswa juga harus diberikan pendidikan lintas agama. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog antar agama yang perlu diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam. Sebagai contoh, dialog tentang “puasa” yang bisa menghadirkan para bikhsu atau agamawan dari agama lain. Program ini menjadi sangat strategis, khususnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa ternyata puasa itu juga menjadi ajaran saudara-saudara kita yang beragama Budha. Dengan dialog seperti ini, peserta didik diharapkan akan mempunyai pemahaman khususnya dalam menilai keyakinan saudarasaudara kita yang berbeda agama. c. Untuk memahami realitas perbedaan dalam beragama, lembaga-lembaga pendidikan Islam bukan hanya sekedar menyelenggarakan dialog antar agama, namun juga menyelenggarakan program road show lintas agama. Program road show lintas agama ini adalah program nyata untuk menanamkan kepedulian dan solidaritas terhadap komunitas agama lain. Hal ini dengan cara mengirimkan siswa-siswa untuk ikut kerja bakti membersihkan gereja, wihara ataupun tempat suci lainnya. Kesadaran pluralitas bukan sekedar hanya memahami keberbedaan, namun juga harus
ditunjukkan dengan sikap konkrit bahwa diantara kita sekalipun berbeda keyakinan, namun saudara dan saling membantu antar sesama. d. Untuk
menanamkan
kesadaran
spiritual, pendidikan
Islam perlu
menyelenggarakan program seperti Spiritual Work Camp (SWC), hal ini bisa dilakukan dengan cara mengirimkan siswa untuk ikut dalam sebuah keluarga selama beberapa hari, termasuk kemungkinan ikut pada keluarga yang berbeda agama. Siswa harus melebur dalam keluarga tersebut. Ia juga harus melakukan aktivitas sebagaimana aktivitas keseharian dari keluarga tersebut. Jika keluarga tersebut petani, maka ia harus pula membantu keluarga tersebut bertani dan sebagainya. Ini adalah suatu program yang sangat strategis untuk meningkatkan kepekaan serta solidaritas sosial. Pelajaran penting lainnya, adalah siswa dapat belajar bagaimana memahami kehidupan yang beragam. Dengan demikian, siswa akan mempunyai kesadaran dan kepekaan untuk menghargai dan menghormati orang lain. e. Pada bulan Ramadhan, adalah bulan yang sangat strategis untuk menumbuhkan
kepekaaan
sosial
pada
anak
didik.
Dengan
menyelenggarakan “program sahur on the road”, misalnya. Karena dengan program ini, dapat dirancang sahur bersama antara siswa dengan anak-anak jalanan. Program ini juga memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, terutama pada orang-orang di sekitarnya yang kurang mampu.
Dalam lingkungan pendidikan SMA, metode asimilasi ini dapat diturunkan ke dalam model pembelajaran kontekstual, karena didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata.64 Mengingat cakupan kurikulum pendidikan agama Islam dengan muatan materi yang mencakup hampir pada semua nilai kemasyarakatan, pendidikannya pun dapat langsung diajarkan dengan berinteraksi dan memahami kondisi masyarakat yang ada di sekitar sekolah, tentunya yang ada kaitannya dengan materi pendidikan agama Islam. Analisis faktor yang dipandang penting dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan model pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA, yang meliputi: (a) tuntutan kompetensi mata pelajaran yang harus dibekalkan kepada peserta didik berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan etika atau karakter (ethic atau disposition); (b) tuntutan belajar dan pembelajaran, terutama terfokus membuat orang untuk belajar dan menjadikan kegiatan belajar adalah proses kehidupan; (c) kompetensi guru pendidikan agama Islam dalam menerapkan pendekatan multikultural. GPAI sebaiknya menggunakan metode mengajar yang efektif, dengan memperhatikan referensi latar budaya siswanya. GPAI harus bertanya terlebih dahulu kepada diri sendiri, apakah ia sudah menampilkan perilaku dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural; (d) analisis terhadap latar kondisi siswa. Secara alamiah siswa sudah menggambarkan masyarakat 64
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 40.
belajar yang multikultural. Latar belakang kultural siswa akan mempengaruhi gaya belajarnya. Agama, suku, ras/etnis dan golongan serta latar ekonomi orang tua, dapat menjadi stereotipe siswa ketika merespon stimulus di kelasnya, baik berupa pesan pembelajaran maupun pesan lain yang disampaikan oleh teman di kelasnya. Siswa bisa dipastikan memiliki pilihan menarik terhadap potensi budaya yang ada di daerah masing-masing: (e) karakteristik materi pembelajaran pendidikan agama Islam yang bernuansa multikultural. Analisis materi potensial yang relevan dengan pembelajaran yang berwawasan multikultural yang juga dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, antara lain meliputi: (1) menghormati perbedaan antar teman (gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan budaya); (2) menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-masing; (3) kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (4) membangun kehidupan atas dasar kerjasama umat beragama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan; (5) mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antar bangsa-bangsa; (6) tanggung jawab daerah (lokal) dan nasional; (7) menjaga kehormatan diri dan bangsa; (8) mengembangkan sikap disiplin diri, sosial dan nasional; (9) mengembangkan kesadaran budaya daerah dan nasional; (10) mengembangkan perilaku adil dalam kehidupan; (11) membangun kerukunan hidup; (12) menyelenggarakan ‘proyek budaya’ dengan cara pemahaman dan sosialisasi terhadap simbolsimbol identitas nasional, seperti bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya,
bendera Merah Putih, lambang negara Garuda Pancasila, bahkan budaya nasional yang menggambarkan puncak-pucak budaya di daerah; dan sebagainya.65
65
Wiriaatmadja, R. 1996. “Perspektif Multikultural dalam Pengajaran Sejarah”. dalam (http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-multikultural/, Mimbar Pendidikan. Bandung. Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun XV 1996, diakses tanggal 12 Januari 2009).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan penelitian dalam bidang pendidikan secara umum adalah untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah pendidikan. Kemudian meningkatnya daya nalar untuk mencari jawaban permasalahan itu melalui penelitian. Penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi misalnya observasi secara sistematis, dikontrol, dan mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada.66 Sistematika penulisan dalam metodologi penelitian karya ilmiah yang diambil oleh penulis memuat hal-hal sebagai berikut:
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian Kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi
66
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 4.
ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.67 Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.68 Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa katakata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen, dan lain-lain) atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan untuk pendeskripsian secara analisis sesuatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakikat proses tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai fenomena secara rinci dan tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara holistic kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
B. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan instrumen sekaligus pengumpul data utama.69 Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy J. Moeloeng, kedudukan peneliti dalam 67
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 4. 68 Ibid., hlm. 11. 69 M. Zainuddin dan Muhammad Walid, Pedoman Penulisan Skripsi (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2009), hlm. 23.
penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.70 Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran peneliti di sini di samping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan penelitian ini.
C. Lokasi Penelitian Penelitian skripsi ini diadakan di SMA Negeri 2 Batu yang beralamatkan di Jalan Hasanudin, kecamatan Junrejo, kota Batu yang merupakan salah satu SMA Negeri unggulan di Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Peta (denah) lokasi SMA Negeri 2 Batu memperjelas lokasi penelitian sebagaimana terdapat dalam lampiran 1. Dalam rangka mewujudkan SMA Negeri 2 Batu sebagai lembaga pendidikan yang professional, maka dalam aktivitas sehari-hari gerak langkah komponen-komponen pendukung SMA Negeri 2 Batu dibingkai dalam sebuah tata kerja yang harmonis mulai dari pimpinan sekolah, dewan sekolah, guru-karyawan hingga siswa dengan struktur organisasi. Dalam upaya melayani siswa dengan sebaik-baiknya, guru-guru di SMA Negeri 2 Batu telah memiliki kelayakan dan profesionalisme yang cukup memadai sesuai dengan bidang mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
70
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 168.
D. Sumber Data Yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dimana data diperoleh.71 Sedangkan menurut Lofland, yang dikutip oleh Moeloeng, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.72 Adapun sumber data ada dua macam: 1. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.73 Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil observasi di kelas, wawancara mendalam (depth interview) dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, Waka Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, dan beberapa murid SMA Negeri 2 Batu. 2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.74 Sumber data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data
71
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi VI (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 107. 72 Lexy J. Moeloeng, Op.cit., hlm. 157. 73 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2006), hlm. 253. 74 Ibid., hlm. 253.
yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data-data sekolah dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan. E. Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Metode Observasi atau Pengamatan Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa observasi atau disebut juga dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan segala indera.75 Berdasarkan definisi di atas maka yang dimaksud dengan metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data melalui pengamatan panca indera yang kemudian diadakan pencatatan-pencatatan. Penulis menggunakan metode ini untuk mengamati secara langsung di lapangan, terutama data tentang: a) Letak geografis dan keadaan fisik SMA Negeri 2 Batu. b) Manajemen Pengelolaan Sekolah yang dipakai di SMA Negeri 2 Batu. c) Kurikulum (terutama kurikulum Pendidikan Agama Islam) yang ada di SMA Negeri 2 Batu. d) Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 2 Batu. e) Fasilitas/sarana prasarana Pendidikan yang ada di SMA Negeri 2 Batu.
75
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 204.
2. Metode Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.76 Metode wawancara (interview) dipergunakan apabila seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu (face to face).77 Metode wawancara ini peneliti gunakan dengan tujuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural. Adapun sumber informasi (informan) adalah Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, Waka Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, dan beberapa murid SMA Negeri 2 Batu. 3. Metode Dokumentasi Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap dan 76
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 186. Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 129. 77
tidak berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.78 Dari definisi di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dokumentasi yang penulis gunakan adalah dengan mengambil kumpulan data yang ada di kantor SMA Negeri 2 Batu baik berupa tulisan, papan nama, brosur dan profil SMA Negeri 2 Batu.
F. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dilakukan pemilahan secara selektif disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan proses editing, yaitu dengan meneliti kembali data-data yang didapat, apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera dipersiapkan untuk proses berikutnya. Secara sistematis dan konsisten bahwa data yang diperoleh, dituangkan dalam bentuk suatu rancangan konsep yang kemudian dijadikan dasar utama dalam memberikan analisis. Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Moeloeng adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu.79
78 79
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 206. Lexy J. Moeloeng. op.cit., hlm. 280.
Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menganalisa data yang sudah diperoleh adalah dengan cara deskriptif (non statistik), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan data yang diperoleh dengan katakata atau kalimat yang dipisahkan untuk kategori memperoleh kesimpulan. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya. Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Penelitian deskriptif dibedakan dalam dua jenis penelitian menurut sifat-sifat analisa datanya, yaitu riset deskriptif yang bersifat eksploratif dan riset deskriptif yang bersifat developmental.80 Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif yang bersifat eksploratif, yaitu dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena.81 Peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu yang ingin diteliti. Dengan berusaha memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam rumusan masalah dan menganalisa data-data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan sosiologis.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan Pemeriksaan keabshan data didasarkan atas kriteria tertentu. Kriteria itu terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik
80 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Bima Karya, 1987), hlm. 195. 81 Ibid., hlm. 195.
pemeriksaan sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan pemeriksaan datanya dilakukan dengan: 1. Teknik perpanjangan keikutsertaan, ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti. 2. Ketekunan/keajegan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isuisu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. 3. Triangulasi,
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dan penguat terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang paling penting banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, maupun teori yang ada. 4. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. 5. Kecukupan refensial, alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Film atau video-tape misalnya, dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat
dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul. 6. Kajian kasus negatif, dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. 7. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya seperti ikhtisar wawancara dapat diperlihatkan untuk dipelajari oleh satu atau beberapa anggota yang terlibat, dan mereka diminta pendapatnya. Kriteria kebergantungan dan kepastian pemeriksaan dilakukan dengan teknik auditing, yaitu untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian data.82 Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti telah menggunakan beberapa kriteria pemeriksan keabsahan data dengan menggunakan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah tersebut di atas, untuk membuktikan kepastian data. Yakni dengan kehadiran peneliti sebagai instrumen itu sendiri, mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaing, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, mengadakan wawancara dari beberapa orang yang berbeda dengan tema yang sama kemudian dilakukan kroscek agar informasi menjadi lebih kuat hasilnya, menyediakan data deskriptif secukupnya, dan diskusi dengan teman-teman sejawat.
82
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 326-338.
H. Tahap-tahap Penelitian Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian: 1. Tahap pra lapangan a) Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa SMA Negeri 2 Batu adalah salah satu SMA unggulan yang menerapkan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural. b) Mengurus perizinan secara informal ke pihak sekolah yakni SMA Negeri 2 Batu. c) Melakukan penjajakan lapangan, dalam rangka penyesuaian dengan SMA Negeri 2 Batu selaku objek penelitian. 2. Tahap pekerjaan lapangan a) Mengadakan observasi langsung ke SMA Negeri 2 Batu terhadap tahap-tahap
proses
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
Berwawasan Multukultural yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama
Islam,
dengan
melibatkan
beberapa
informan
untuk
memperoleh data. b) Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses pembelajaran
dan
wawancara
dengan
beberapa
pihak
yang
bersangkutan. c) Berperan serta sambil mengumpulkan data. 3. Penyusunan laporan penelitian, berdasarkan hasil data yang diperoleh.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Objek 1. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Batu SMA Negeri 2 BATU berdiri pada tanggal 1 Mei 1997 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 5 Januari 1999 Nomor 0012/0/1999 tentang pembukaan dan pendirian sekolah tahun pelajaran 1997/1998 dan berlaku surat pada tanggal 1 Mei 1997. Selama menunggu gedung belum selesai dibangun sementara menempati gedung SMA Negeri 1 Batu kurang lebih selama satu tahun ajaran sesudah itu pindah ke gedung sendiri. Pimpinan sekolah yang pernah bertugas di SMA Negeri 2 sejak awal berdirinya (1997) adalah: NAMA
PERIODE TUGAS
1. Dra. Mistin, M. Pd
Tahun 1997 s/d 2002
2. Drs. Abu Sufyan, MM
Tahun 2002 s/d 2003
3. Drs. Suprayitno, M. Pd
Tahun 2003 s/d sekarang
Kemudian berdasarkan surat keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang Nomor 460.135.30.190.12.1-8-1998 tentang penetapan lokasi untuk SMU tanggal 20 April 1998, mulailah dibangun gedung baru di atas tanah seluas 10.000 m3, di Jalan Hasanuddin
kecamatan Junrejo kota Batu, dan selesai pada bulan Juni 1998 sehingga pada tanggal 1 Juni 1998 tahun pelajaran 1998/1999, secara resmi SMA Negeri 2 Batu menempati gedung baru. Dengan dipimpin Ibu Dra. Mistin selaku Kepala Sekolah dan baru memiliki 4 (empat) orang guru pegawai negeri, serta 18 (delapan belas) orang guru GTT. Sekarang jumlah seluruh personil sekolah tahun pelajaran 2008/2009 ada sebanyak 71 orang, terdiri atas guru 51 orang, karyawan tata usaha
20 orang terdiri dari 12 orang staf administrasi, 1 orang
penjaga koperasi, 4 orang petugas kebersihan, 1 orang satpam dan 2 orang penjaga sekolah. Dari sejumlah guru, hanya 50 % yang berstatus guru PNS. Sisanya 20 % GTT/ PTT dan 30 % sebagai tenaga honorer.83 Sementara itu jumlah siswa tahun pelajaran 2008-2009 adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 1 berikut ini:
Siswa SMA Negeri 2 Batu No
Kelas
Lk
Pr
Jumlah
1.
X (Sepuluh)
88
196
284
2.
XI (Sebelas)
96
203
299
3.
XII (Dua Belas)
82
212
294
266
611
877
Jumlah
83
Jenis Kelamin
Buku Pedoman SMA Negeri 2 Batu Tahun Pelajaran 2007/2008, hlm. 5-7.
Demikianlah paparan sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 2 Batu, sehingga dapat digunakan oleh peneliti sebagai pengetahuan awal dalam proses penelitian selanjutnya.
2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Batu Perkembangan dan tantangan masa depan seperti: perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; globalisasi yang sangat cepat;
era
informasi; dan berubahnya kesadaran masyarakat dan orang tua terhadap pendidikan memicu sekolah untuk merespon tantangan sekaligus peluang itu. SMA Negeri 2 Batu memiliki citra moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang yang diwujudkan dalam visi sekolah berikut: Visi SMA Negeri 2 Batu “Mewujudkan SMA Negeri 2 Batu yang unggul dalam prestasi, terampil, beretika, peduli lingkungan, profesional dan kompetitif berdasarkan IMTAQ dan IPTEK” Visi tersebut di atas mencerminkan cita-cita sekolah yang berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi kekikinian, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat. Untuk mewujudkannya, Sekolah menentukan langkah-langkah strategis yang dinyatakan dalam Misi berikut:
Misi SMA Negeri 2 Batu 1.
Terlaksananya pembelajaran yang efektif, efisien, profesional, dan kompetitif.
2.
Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEKS serta mampu bersaing di era globalisasi.
3.
Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karyawan dalam mengikuti kemajuan IPTEKS.
4.
Terwujudnya budaya jujur, ikhlas, salam, senyum dan santun.
5.
Terciptanya budaya disiplin, beretos kerja tinggi, dan bertanggung jawab.
6.
Terciptanya
suasana
kerja
yang
demokratis,
dinamis,
dan
kekeluargaan. 7.
Terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi warga sekolah.
8.
Terciptanya budaya bersih dan peduli terhadap kelestarian lingkungan.
Tujuan SMA Negeri 2 Batu Berdasar pada visi dan misi di atas, maka tujuan SMA Negeri 2 Batu dinyatakan dalam tujuan berikut: a.
Mempersiapkan peserta didik yang bertakwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
b.
Mempersiapkan
peserta
didik
agar
menjadi
manusia
yang
berkpribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang akademis, olahraga dan seni.
c.
Membekali peserta didik agar memiliki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri.
d.
Menanamkan kepada peserta didik sikap ulet dan gigih dalam berkompetisi
dan
beradaptasi
dengan
lingkungan
dan
mengembangkan sikap sportivitas. e.
Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu bersaing dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
f.
Terciptanya budaya disiplin, demokratis dan beretos kerja tinggi.
g.
Terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien.
h.
Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEK serta mampu bersaing di era globalisasi.
i.
Terwujudnya sarana prasarana sekolah yang memadai.
j.
Terwujudnya manajemen sekolah yang partisipatif, transparan dan akuntable.
k.
Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karyawan dalam mengikuti kemajuan IPTEK.
l.
84
Terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi warga sekolah.84
Ibid., hlm. 7-9.
3. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu Dalam rangka mewujudkan SMA Negeri 2 Batu sebagai lembaga pendidikan yang professional, maka dalam aktivitas sehari-hari gerak langkah komponen-komponen pendukung SMA Negeri 2 Batu dibingkai dalam sebuah tata kerja yang harmonis mulai dari pimpinan sekolah, dewan sekolah, guru-karyawan sampai siswa-siswinya. Adapun bagan struktur organisasi SMA Negeri 2 Batu sebagaimana terdapat dalam lampiran 2.85
B. Paparan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Di dalam sebuah lembaga sekolah segala program kegiatan harus sepengetahuan Kepala Sekolah, karena Kepala Sekolah adalah sebagai leader pada lembaga tersebut. Di dalam peran Kepala Sekolah ini peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”........Peran Kepala Sekolah adalah mengkoordinasikan seluruh Guru agama untuk merumuskan program pembelajaran PAI baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya..........”86 Di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu, ada beberapa langkah-langkah yang diambil Kepala Sekolah di dalam menggerakkan GPAI yang ada di 85
Ibid., hlm. 15. Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40. 86
sekolah tersebut. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah, dan hasilnya adalah sebagai berikut:
”.........langkah-langkah yang diambil dalam menggerakkan GPAI adalah: GPAI harus menjadi contoh yang baik bagi guru agama selain Islam baik konsep dasar dan etos kerjanya, dan juga tidak diskriminasi dalam memberikan bimbingan terhadap siswa yang beragama Islam maupun non Islam...........”87 Artinya guru pendidikan agama Islam yang ada harus menjadi suri tauladan yang baik bagi yang lain, baik dari konsep dasar dan etos kerjanya, dan juga tidak mendiskriminasikan siswa (baik itu siswa yang beragama Islam maupun non Islam) di dalam memberikan bimbingan. Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih diutamakan adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
87
Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40.
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan 3 (tiga) guru pendidikan agama Islam, dan hasilnya adalah: ”.........kita membuat perencanaan sesuai dengan bab atau sub bab yang akan disampaikan, dan juga memberi kebebasan kepada siswa yang non Islam, artinya mereka diperbolehkan mengikuti di dalam kelas dengan syarat tidak mengganggu yang lain (sebagai peserta pasif), atau keluar dari kelas dan diarahkan ke ruang perpustakaan untuk belajar mandiri.......”88 ”............dalam perencanaan pembelajaran PAI yang siswanya ada selain Muslim adalah membuat rencana pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan memberikan kebebasan bagi siswa yang non Muslim untuk mengikuti atau berada di luar kelas.........”89
”.........membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan dan juga sesuai dengan kurikulum yang ada dan mengenai siswa yang non Islam, karena sekolah ini sekolah umum yang bahkan terdapat lima agama sekaligus disini, sehingga kita memberikan kesempatan kepada siswa tadi untuk ikut belajar atau keluar ke perpustakaan, lebih-lebih pada jam pelajaran terakhir..........”90 Semua guru agama yang ada ketika akan mengajar membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai dengan kurikulum yang dipakai, sehingga nanti apa yang akan menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Bagi siswa yang beragama non Islam, diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran yang ada dengan syarat tidak mengganggu yang lain (sebagai peserta pasif) atau maninggalkan kelas dan diarahkan untuk belajar di perpustakaan.
88
Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 89 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 90 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.
Berikut peneliti paparkan pula mengenai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, dan Materi Pokok PAI di SMA Negeri 2 Batu yang memiliki unsur atau nilai-nilai multikultural yang menjadi tolak ukur perumusan RPP (Rencana Program Pembelajaran) GPAI selama semester genap tahun pelajaran 2008/2009: KELAS: X (Sepuluh) ASPEK AKHLAK Standar Kompetensi: Menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan seharihari91 Kompetensi
Indikator
Materi Pokok
Dasar Membiasakan
Siswa dapat:
diri berperilaku
o Menjelaskan pengertian
dengan sifat-sifat
husnuzzan kepada Allah dan
terpuji dan
sesama
menghindari sifat tercela
o Husnuzzan kepada Allah dan sesama
o Menunjukkan sikap baik sangka kepada Allah dan sesama o Menunjukkan perilaku gigih o Menunjukkan perilaku berinisiatif o Menunjukkan rela berkorban
o Akhlak karimah terhadap diri sendiri
o Mendiskusikan manfaat sikap gigih, berinisiatif dan rela berkorban o Menunjukkan kebiasaan berpakaian dan berhias sesuai dengan ajaran Islam
91
o Adab berpakaian o Adab
Drs. H. Syamsuri. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 1 Untuk Kelas X Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. xi.
o Menunjukkan kebiasaan bertamu dan menerima tamu
menerima
sesuai dengan ajaran Islam
tamu
Menerapkan
Siswa dapat:
tatakrama dalam
o Menunjukkan sikap menjauhi
kehidupan sehari-hari
bertamu dan
sifat hasud
o Hasud, Riya’, dan Aniaya
o Menunjukkan sikap menjauhi sifat riya’ o Menunjukkan sikap menjauhi sifat aniaya
Melalui komponen-komponen materi akhlak yang tersebut di atas, peserta didik akan mengetahui bagaimana berakhlak yang baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, maupun orang lain terkait dengan tata cara (adab) berpakaian, bertamu, dan menerima tamu. Dengan memahami bagaimana adab bertamu dan menerima tamu, seorang peserta didik akan mampu bersikap sopan santun dan bijaksana terhadap orang lain meskipun berbeda agama, suku, maupun bahasa dengan mereka. Tentang adab berpakaian, seorang peserta didik akan lebih mengerti bagaimana menghormati dan tenggang rasa dengan orang lain yang mungkin status sosialnya ada di bawah mereka sehingga dapat berpenampilan sederhana tidak berlebihlebihan, sehingga dapat menghapus kesenjangan sosial di antara mereka dan umumnya di lingkungan masyarakat. Materi akhlak yang selanjutnya adalah dapat menjauhi sifat hasud, riya’, dan aniaya. GPAI memberikan contoh dan teladan mengenai sikap terpuji dengan melarang keras dan peringatan tegas terhadap anak didik
yang memiliki sifat hasud, riya’, dan aniaya terhadap teman-temannya yang berbeda agama ataupun suku budaya dengannya, dengan cara itu maka pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural dapat dilaksanakan dengan baik. Pembiasaan sikap toleransi oleh peserta didik di lingkungan kelas khususnya dan di lingkungan luar kelas (masyarakat) umumnya dapat menjadi modal dasar terbentuknya masyarakat Indonesia yang demokratis sehingga mewujudkan tatanan masyarakat yang makmur, rukun, aman, dan sejahtera.
KELAS: XI (Sebelas) ASPEK AKHLAK DAN AL-QUR’AN Standar Kompetensi: Menerapkan kesetiakawanan dalam kehidupan sehari-hari dan menampilkan kerukunan umat beragama dalam kehidupan sehari-hari92 Kompetensi
Indikator
Materi Pokok
Dasar Menerapkan
Siswa dapat:
sikap
o Menjelaskan pengertian
kesetiakawanan sosial dalam kehidupan sehari-hari
kesetiakawanan o Menunjukkan sikap kesetiakawanan
o Kesetiakawanan sosial o Peranan kesetiakawanan sosial
o Mendiskusikan peranan kesetiakawanan sosial dalam kehidupan seorang muslim dalam masyarakat
92 Drs. Syamsuri dan Drs. Mohamad Yunus, MA. Pendidikan Agama Islam Jilid 2 Untuk SMU Kelas 2 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 2.
Menerapkan
Siswa dapat:
kerukunan umat
o Menjelaskan pengertian
beragama dalam
kerukunan intern umat
kehidupan
beragama, antar umat
sehari-hari
beragama dan kerukunan
o Kerukunan umat beragama
umat beragama dengan pemerintah o Menyimak dan membahas Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13 dan Al-Imran: 103 tentang kerukunan intern
o QS. Al-Hujurat: 13 o QS. Al-Imran: 103
umat beragama o Mengkaji dan memahami Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 256 dan Al-Kafirun:1-6 tentang kerukunan antar
o QS. Al-Baqarah: 256 o QS. Al-Kafirun: 1-6
umat beragama o Mendiskusikan Al-Qur’an
o QS. An-Nisa’: 59
surat An-Nisa’: 59 tentang kerukunan umat beragama dengan pemerintah
Siswa mengetahui dan dapat menerapkan sikap kesetiakawanan sosial dan kerukunan umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Nilainilai multikultural yang terkandung adalah siswa di bina dalam lingkungan sekolah khususnya di dalam pembelajaran PAI dengan melakukan kerjasama dengan siswa-siswa yang berbeda latar belakang, suku, status sosial, maupun agama. Hal ini dengan memupuk sejak dini melalui materi PAI yang mengandung indikator belajar tentang kerukunan umat
beragama, pertama, kerukunan antar umat beragama, kedua, kerukunan intern umat beragama, dan ketiga, kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Siswa membaca dan memahami kandungan ayat-ayat AlQur’an mengenai kerukunan umat beragama sehingga diharapkan siswa dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi modal dasar dalam berperilaku di kehidupan masyarakat yang heterogen. Siswa tidak hanya mampu untuk melakukan kerjasama dengan orang-orang yang seagama dengan mereka, tetapi juga memiliki toleransi yang tinggi dengan orang-orang yang berbeda agama dengan mereka, contohnya adalah adanya kelas jigsaw, guru mengelompokkan anak yang berbeda-beda latar belakang ke dalam satu kelompok kemudian guru memberikan tugas untuk dikerjakan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Selain kelas jigsaw, juga dapat dilakukan kerjasama dalam tim olahraga, teater, pentas musik, dan lain sebagainya. Maka disini sikap kesetiakawanan sosial mendapatkan tempat yang baik diantara mereka untuk mempererat kerjasama dan kekeluargaan diantara mereka, tidak hanya di dalam tim tetapi juga di luar tim. Dari sini kita dapat melihat bahwasanya pembelajaran Pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural mewujudkan dampak positif bagi semua siswa dan menjadi acuan semua guru untuk proses pembelajaran.
KELAS: XII (Dua Belas) ASPEK AKHLAK DAN AL-QUR’AN Standar Kompetensi: Menerapkan sikap/perilaku orang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dalam kehidupan sehari-hari93 Kompetensi
Indikator
Materi Pokok
Dasar Menerapkan
Siswa dapat:
sikap terpuji
o Menunjukkan cara-cara
kepada kedua
berbuat baik kepada kedua
orang tua dalam
orang tua, baik kedua orang
kehidupan
tua masih hidup maupun
sehari-hari
sudah meninggal dunia
Menerapkan
Siswa dapat:
sikap terpuji
o Menunjukkan cara-cara
kepada sesama
berbuat baik kepada sesama
manusia dalam
manusia
kehidupan
o Menyimak dan membahas
sehari-hari
Al-Qur’an surat An-Nisaa: 36 dan surat Al-Hujurat: 10,
o Berbuat baik kepada kedua orang tua
o Kerukunan umat beragama
o QS. An-Nisaa: 36 o QS. Al-Hujurat:
11, 12, dan 13 tentang
10, 11, 12, dan
berbuat baik pada sesama
13
manusia
Berbuat baik terhadap orang tua dan sesama manusia merupakan salah satu indikator demi meningkatkan wawasan multikultural pada siswa, GPAI memberi pengertian, contoh, serta teladan pada siswa untuk 93 Drs. Syamsuri dan Drs. Mohamad Yunus, MA. Pendidikan Agama Islam SMU Jilid 3 Untuk Kelas 3 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 94.
meningkatkan akhlak yang baik di kehidupan sehari-hari tanpa melihat perbedaan status sosial, suku, etnis, bahasa, maupun agama orang yang dihadapinya. Pendidikan berwawasan multikultural itu sendiri ingin mewujudkan
manusia
budaya
sehingga
menciptakan
masyarakat
berbudaya (berperadaban). Sebagai warga negara yang baik maka kita harus ikut mendukung adanya era reformasi yang memiliki cita-cita mewujudkan manusia yang demokratis, menghapus KKN, mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, maka dengan adanya pembelajaran PAI berwawasan multikultural maka dapat mempercepat proses terbentuknya masyarakat yang demokratis. Hal ini membuat siswa tidak kehilangan jati diri budaya asalnya tetapi juga tidak terhanyut atau fanatik terhadap budaya-budaya baru yang datang di lingkungannya sehingga tetap memiliki respon positif terhadapnya dan mampu mereduksi konflik-konflik yang diakibatkan benturan budaya yang ada. Untuk lebih memperjelas perencanaan yang digunakan, data yang terdapat dalam silabus pendidikan agama Islam SMA Negeri 2 Batu dapat dilihat dalam lampiran 3. Dari paparan data di atas, dapat dilihat bahwa standar kompetensi maupun indikator dari materi yang diajarkan dalam pembuatan perencanaan pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Batu telah mengandung unsur atau nilai-nilai multikultural yang menjadi pokok ajaran dari GPAI untuk mengembangkan sikap toleransi antar siswa dan menerapkan lebih lanjut pendidikan multikultural di lingkungan SMA Negeri 2 Batu.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Proses pembelajaran dalam pendidikan agama Islam selalu memperhatikan individu peserta didik serta menghormati harkat, martabat dan kebebasan berpikir, mengeluarkan pendapat, dan menetapkan pendiriannya, sehingga bagi peserta didik belajar merupakan hal yang menyenangkan dan sekaligus mendorong kepribadiannya berkembang secara optimal. Sedangkan bagi guru, proses pembelajaran merupakan kewajiban yang bernilai ibadah, yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI ini, peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah: ”..........dan telah disepakati bila proses pembelajaran PAI berlangsung siswa yang beragama selain Islam, diperkenankan mengikuti atau meninggalkan kelas dan belajar atau baca-baca buku di ruang perpustakaan.........”94 Peneliti juga melakukan wawancara dengan Wakasek Bagian Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”...........dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain Islam, boleh ikut di dalam kelas asal tidak mengganggu yang lain atau tidak ikut dan di suruh belajar di perpustakaan, pendidikan agama Kristen dan Katholik dilaksanakan pada hari Jum’at sedangkan pendidikan agama Hindu dan Budha dilaksanakan pada hari Sabtu..........”95
94
Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40. 95 Wawancara dengan Anto Dwi Cahyono, S. Pd., MM, Wakasek Bagian Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, tanggal 28 Februari 2009, pukul 10.00-10.20.
Artinya telah ada kesepakatan atau ketetapan dari Kepala Sekolah dan guru pendidikan agama Islam yang ada, bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada non Muslim maka siswa tersebut diperkenankan mengikuti atau meninggalkan kelas dan belajar atau baca-baca buku di ruang perpustakaan. Dalam hal ini peneliti juga melakukan wawancara dengan 3 (tiga) guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”.........dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain non Islam, biasanya materi yang disampaikan dikaitkan dengan kondisi lingkungan/kejadian/fenomena yang ada dan berhati-hati dalam pengucapan/penyampaian materi agar murid yang non Islam tidak tersinggung. Kalau di kelas saya, yang ikut di dalam kelas biasanya hanya satu atau dua murid non Islam, dan karena seringnya ikut di dalam pelajaran, sehingga terkadang saya lupa kalau ia beragama non Islam.........”96 ”...........dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain Islam berjalan sebagaimana biasanya, apa yang telah direncanakan kita sampaikan apa adanya, dan siswa yang non Islam ternyata mereka lebih memilih ikut di dalam kelas meskipun sebagai peserta pasif.........”97 ”...........pembelajaran pendidikan agama Islam terkadang dilakukan di dalam kelas atau mushola, sedangkan untuk siswa yang beragama non Islam mayoritas mereka ikut di dalam pembelajaran yang ada meskipun sebagai peserta pasif...........”98
96
Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 97 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 98 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu murid SMA Negeri 2 Batu, hasilnya adalah sebagaimana berikut: ”...........pembelajaran pendidikan agama Islam yang ada sangat menyenangkan sekali, karena dengan adanya pelajaran agama di sekolah dapat menambah dan mempertebal keimanan saya. Pesertanya yang ada di dalam kelas bukan hanya siswa yang beragama Islam saja akan tetapi siswa yang beragama non Islam boleh ikut, sehingga dengan adanya pembelajaran seperti ini dapat menambah rasa toleransi dan sikap saling menghargai sesama antar pemeluk agama yang berbeda..........”99 Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu murid yang beragama Katholik, dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”...........Guru pendidikan agama Islam memberi saya kebebasan untuk mengikuti pelajarannya atau tidak dan saya kemarin juga sempat minta bimbingan secara individu kepada beliau karena permasalahan yang terjadi pada diri saya, dan beliau membimbing dan menerima kedatangan saya dengan baik tidak pilih kasih dan penuh kekeluargaan...........”100 Dari hasil wawancara di atas ternyata menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Batu berjalan seperti apa yang telah direncanakan oleh GPAI yang ada, tempat pelaksanaan pembelajaran biasanya dilakukan di dalam kelas atau mushola, GPAI menerapkan nilai-nilai multikultural dalam metode pembelajarannya dan di dalam menyampaikan materi selalu dikaitkan dengan kejadian/fenomena yang ada sehingga murid dapat lebih peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Selanjutnya siswa yang beragama non Islam ternyata mereka lebih memilih ikut dalam pelaksanaan pembelajaran
99
Wawancara dengan Rifki Nur Ardian Firmansyah, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas X-5, tanggal 16 Maret 2009, pukul 10.00-10.10. 100 Wawancara dengan Leonardus Andri Himawan, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas X-3, tanggal 16 Maret 2009, pukul 11.45-12.00.
PAI yang ada meskipun hanya sebagai peserta pasif, dari sinilah muncul pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural.
3. Hasil
Pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
Berwawasan
Multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Hasil pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan motorik.101 Mengenai hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini, peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah. Adapun hasil dari wawancara tersebut adalah sebagai berikut: ”.........seperti diketahui bahwa di sekolah ini terdapat lima agama sekaligus yang juga diajar oleh guru agama masing-masing, saya melihat para guru telah melaksanakan pembelajaran masing-masing dengan baik yang tentunya dengan berwawasan multikultural yang mereka miliki, hasilnya adalah bahwa selama beberapa tahun belakangan ini sekolah disini tidak pernah terlibat konflik antar siswanya hanya karena perbedaan agama atau daerah asal masing-masing..........”102 Kepala Sekolah sejak awal telah mengkoordinir
para guru
pendidikan Agama Islam dalam perencanaan maupun pelaksanaan dalam pembelajaran PAI, selain itu juga di dalam evaluasinya yang telah sesuai
101
Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 16-17. 102 Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Maret 2009, pukul 08.10-08.25.
dengan prosedur yang ada, akan tetapi peneliti disini tidak memaparkan hasil evaluasi pembelajaran PAI secara detail, karena yang ingin diketahui hanyalah hasil dari proses pembelajaran PAI berwawasan multikultural yang telah dilaksanakan di SMA Negeri 2 Batu. Peneliti juga melakukan wawancara dengan 3 (tiga) guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”..........saya mengamati bahwa semua siswa baik yang beragama Islam maupun non Islam saat mengikuti pembelajaran PAI semua bersikap biasa dalam artian tidak ada perubahan sikap (fanatik) dari setiap siswa, saling menghormati dan yang beragama non Islam juga menghargai siswa yang Islam dalam mengikuti pelajaran PAI.........” 103 ”.........hasil yang diperoleh adalah keadaan kelas yang kondusif penuh kekeluargaan, baik pada saat guru menyampaikan materi atau pada saat mengerjakan tugas yang diberikan guru. Mereka (siswa non Islam) tidak mengganggu proses pembelajaran PAI di kelas, tetapi mereka juga dapat membaca di ruang perpustakaan sehingga waktu mereka juga tidak terbuang sia-sia, mereka memiliki hak untuk memilih. Mengenai evaluasi kami sebagai GPAI memakai prosedur yang telah ada dan sampai saat ini tidak memiliki kendala yang berarti........” 104 ”.........pada saat saya melakukan proses pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas, ada beberapa anak non Islam yang mengikuti pelajaran saya, terkadang malah saya juga mengajak komunikasi dengan mereka terlepas dari materi agama Islam yang saya ajarkan, nah kemudian hasilnya adalah pada saat waktu senggang (jam istirahat) di sekolah, ada anak yang kebetulan beragama non Islam datang kepada saya dan mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan hidupnya, dari sini saya dapat melihat bahwasanya anak-anak yang beragama non Islam pun merasa nyaman kepada saya yang bukan guru agamanya, dan nyaman pula berada di lingkungan sekolah yang mayoritas agama yang di anut siswanya bukan agama yang di anutnya (Islam), jadi hasilnya terlihat dari perilaku mereka yang tidak fanatik dan menghormati terhadap perbedaan.........” 105
103
Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 104 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 105 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.
Sehingga dari sini, peneliti dapat melihat bahwasanya peran dari guru pendidikan agama Islam sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di kelas, karena dengan sikap terbuka dan adil oleh guru yang bersangkutan dapat membuka pula komunikasi yang baik dengan siswa-siswanya walaupun dari agama yang berbeda. Sehingga tujuan dari pendidikan agama Islam berwawasan multikultural dapat tercapai dengan baik. Mengenai hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu murid SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut: ”..........saya sebagai Ketua OSIS di sekolah ini banyak mengamati keadaan teman-teman saya yang berasal dari bermacam-macam daerah asal, bahasa, dan agama yang dianut, melalui pembelajaran PAI berwawasan multikultural ini, kita semakin rukun dan bergaul pun tidak memandang status, karena kita harus bekerja sama misalnya dalam menyelesaikan tugas kelompok dari guru, sehingga hubungan kami tidak kaku dan saling menghormati.........” 106 Demikian paparan hasil dari pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu yang secara langsung dapat diamati oleh peneliti. Sehingga dapat diketahui bahwa di sekolah tersebut telah terlihat toleransi antar pemeluk agama dan antar berbagai suku atau bahasa yang digunakan sehari-hari oleh siswa-siswanya.
106
Wawancara dengan Kiki Wahidatul Awaliyah, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas XI IPA 1, tanggal 3 Maret 2009, pukul 10.00-10.15.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikaitkan pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis, bahasa, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di sekolah-sekolah umum (bukan bercirikan Islam) di dalam satu kelas saja terdiri dari berbagai latar belakang siswa yang sangat beragam, ada yang berbeda agama, etnis, bahasa, suku, dan lain sebagainya. Begitu juga halnya apa yang ada di SMA Negeri 2 Batu, siswa yang ada sangat beragam sekali, tapi yang paling menarik untuk di jadikan bahan kajian adalah di dalam pembelajaran agama Islam yakni dimana siswa yang ada di dalam satu kelas tadi tidak hanya beragama Islam saja, akan tetapi ada juga yang beragama non Islam. Sebagaimana data yang diperoleh di lapangan, kebijakan yang ada di SMA Negeri 2 Batu ini adalah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada yang beragama non Islam, maka oleh guru pendidikan agama Islam siswa tadi diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran agama Islam di dalam kelas sebagai peserta pasif atau di luar kelas dan diarahkan untuk belajar di perpustakaan sekolah.
A. Perencanaan Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural Dari data yang diperoleh di lapangan, di dalam membuat perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural, tidak ada perencanaan yang bersifat khusus yang dipersiapkan untuk pembelajaran tersebut, akan tetapi guru pendidikan agama Islam hanya membuat perencanaan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Perencanaan tersebut hanya khusus dipersiapkan bagi siswa yang beragama Islam, hal ini disebabkan karena siswa yang beragama non Islam di SMA Negeri 2 Batu telah memiliki guru mata pelajaran agama yang di anut masing-masing. Sehingga dalam perencanaan pembelajaran pendidikan agama selain Islam telah diatur oleh guru agama masing-masing yang bersangkutan. Akan tetapi meskipun demikian siswa yang beragama non Islam tersebut tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas meskipun hanya sebagai peserta pasif. Perencanaan
merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program pengajaran sesuai dengan pendekatan dan metode yang akan digunakan.
B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini berjalan sebagaimana yang telah direncanakan oleh guru yang bersangkutan. Dari data yang diperoleh di lapangan ternyata siswa banyak yang merasa senang terhadap pembelajaran yang ada, karena di samping pelajaran agama yang ada dapat menambah dan mempertebal keimanan siswa yang ada juga tambah mempererat hubungan antara siswa yang berbeda agama. Karena siswa yang beragama non Islam tadi meskipun sudah ada kebijakan bahwa mereka diperbolehkan untuk tidak mengikuti pelajaran, tetapi pada kenyataannya mereka lebih memilih ikut di dalam kelas mereka hanya sebagai peserta pasif. Di dalam penyampaian materi pendidikan agama Islam, guru pendidikan agama Islam yang ada selalu mengaitkan dengan fenomena/kejadian yang ada. Hal ini dilakukan dalam ragka mengarahkan peserta didik agar peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Salah seorang informan mengatakan, apabila materi yang disampaikan ada yang berkaitan dengan masalah Aqidah (keyakinan), mereka sangat berhati-hati di dalam menyampaikannya karena ditakutkan ada siswa yang
beragama non Islam yang tersinggung. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata di dalam pembelajaran yang ada masih dapat dikatakan kurang mengenal tentang wawasan multikultural, sehingga nantinya seorang guru pendidikan agama Islam harus dapat member pemahaman terhadap murid agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dan juga dari hasil data yang diperoleh di lapangan ada sebagian guru yang menyampaikan materi tentang Aqidah (keyakinan) ini dengan apa adanya (blak-blakan), akan tetapi sebelumnya sang guru tersebut sudah memberikan penjelasan bahwa di dalam setiap agama itu terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah setiap agama selalu ingin menuju terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan bagi penganutnya, dan mungkin perbedaannya adalah pada tata cara peribadatan yang dilakukan atau jalan yang digunakan untuk mencapai tujuan masing-masing. Dari salah seorang informan menyebutkan bahwa di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural yang ada, terkadang sang guru ada yang lupa kalau muridnya tersebut ada yang beragama non Islam, hal ini disebabkan karena intensitas seringnya sang murid tersebut dalam mengikuti proses pembelajaran pendidikan agama Islam yang ada di sekolah tersebut. Akan tetapi perlu kita pahami bahwasanya multikultural bukan berarti paham yang hendak menyeragamkan perbedaan/keanekaan, paham ini justru menjunjung tinggi keragaman dan menghargai perbedaan. Titik temu multikultural bukan pada bentuk peleburan untuk menyatu, akan tetapi pada
sikap toleransi terhadap keragaman itu sendiri. Inilah peranan pendidikan agama yang perlu diutamakan, di masa kini dan di masa yang akan datang, di samping peran-peran lainnya dalam meningkatkan kualitas keberagaman para pemeluk agama.
C. Hasil Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural Seorang guru untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh terkait dengan apa yang telah ditransformasikan kepada anak didiknya, serta untuk mengetahui apakah tujuan yang direncanakan telah tercapai atau belum, dan juga berapa persen tercapainya. Guru tadi telah membuat cara mengevaluasi, yaitu cara mengukur kemampuan murid setelah proses belajar mengajar selesai. Sikap toleransi dan saling menghormati tercermin di dalam perilaku siswa-siswa yang berlatar belakang heterogen, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Seorang guru, baik guru bidang pelajaran pendidikan agama Islam maupun guru bidang pelajaran lainnya memiliki tanggung jawab untuk memberikan bimbingan dan pemahaman kepada peserta didik tentang wawasan multikultural. Hal ini dikarenakan hasil yang nantinya akan diperoleh adalah perubahan sikap yang positif dari peserta didik tentang tata cara berhubungan yang baik dengan komunitas yang heterogen (agama, bahasa, suku, dan etnis) baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat yang mereka diami sekarang atau lingkungan masyarakat setelah mereka lulus nanti.
Sebagai warga negara yang baik maka penduduk Indonesia harus ikut mendukung adanya era reformasi yang memiliki cita-cita mewujudkan manusia yang demokratis, menghapus KKN, mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, memberantas pengangguran, dan bersikap adil dan bijaksana, maka dengan adanya pembelajaran PAI berwawasan multikultural maka dapat mempercepat proses terbentuknya masyarakat yang demokratis. Hal ini membuat siswa tidak kehilangan jati diri budaya asalnya tetapi juga tidak terhanyut atau fanatik terhadap budaya-budaya baru yang datang di lingkungannya sehingga tetap memiliki respon positif terhadapnya dan mampu mereduksi konflik-konflik yang diakibatkan benturan budaya yang ada. Guru memiliki peran dalam meningkatkan wawasan multikultural karena pendidikan menjadi wadah yang tepat untuk melaksanakan pembelajaran yang berwawasan multikultural, selain itu juga peran orang tua dalam mendukung pembelajaran tersebut, maka setiap sekolah khususnya guru untuk membuka atau melaksanakan diskusi tentang wawasan multikultural agar dapat mengurangi bias dan meningkatkan toleransi antar peserta didik. Dalam mengemukakan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural, tidak lepas dari peranan seluruh civitas akademik SMA Negeri 2 Batu, baik Kepala Sekolah ,guru pendidikan agama Islam, dan siswa-siswanya dalam usaha mensukseskan pendidikan multikultural. Secara keseluruhan dapat dilihat adanya kerukunan dan sikap kekeluargaan yang ditunjukkan oleh setiap siswa yang ada, sehingga kegiatan belajar mengajar
yang terjadi menjadi lebih kondusif, tanpa pilih kasih dengan tetap menghargai perbedaan yang ada.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pendidikan agama Islam berwawasan multikultural ini adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan
pembelajaran
pendidikan
agama
Islam
berwawasan
multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah setiap guru pendidikan agama Islam membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai kurikulum yang digunakan dan sesuai dengan materi atau bab yang akan disampaikan kepada siswa. Kemudian, siswa yang beragama non Islam diberi kebebasan untuk ikut dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas sebagai peserta pasif atau meninggalkan kelas dan diarahkan ke perpustakaan untuk belajar secara mandiri. 2. Pelaksanaan
pembelajaran
pendidikan
agama
Islam
berwawasan
multikultural di SMA Negeri 2 Batu berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh guru pendidikan agama Islam dengan macam-macam metode yang mereka gunakan. Cara GPAI menyampaikan materi telah terselipkan nilai-nilai multikultural baik dalam tutur kata maupun dalam sikap sehari-hari. Siswa yang beragam non Islam ternyata dalam pelaksanaan pembelajaran PAI lebih memilih untuk mengikuti sebagai peserta pasif di dalam kelas daripada meninggalkan kelas meskipun telah ada kebijakan dari sekolah untuk berada di luar kelas.
3. Hasil yang dicapai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah keterbukaan antar siswa baik yang Islam maupun non Islam di dalam penyelesaian masalah yang ada baik masalah internal maupun eksternal siswa. Terdapat kerjasama yang baik antar siswa yang berbeda-beda dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok yang diberikan guru. Sehingga terlihat kondisi kelas yang kondusif dan penuh kekeluargaan. Di kalangan guru juga tercipta suasana kerja yang nyaman tanpa adanya konflik-konflik yang dapat merenggangkan tali silaturahmi antar civitas akademika SMA Negeri 2 Batu. Kerukunan terbina karena adanya sikap saling menghargai antar perbedaan yang ada, baik agama, bahasa, maupun daerah asal dari setiap guru dan siswa.
B. Saran 1. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural diperlukan dukungan dari berbagai pihak, khususnya orang tua siswa dan para guru mata pelajaran umum agar tercipta sikap toleransi di kalangan civitas akademika SMA Negeri 2 Batu. 2. Perlu adanya peningkatan kerjasama antara Guru Pendidikan Agama Islam dengan guru mata pelajaran lainnya serta lembaga-lembaga keagamaan guna meningkatkan toleransi antar umat beragama terutama di kalangan guru dan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Qur’an dan Terjemahnya. 2005. Bandung: PT Syaamil Cipta Media. Aly, Abdullah. 2005. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik (http://psbps.org/). Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT. Bima Karya. -------------, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional. Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme (http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305). Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kusrini, Siti., dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Mengajar (PPL 1), Berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Mahfud, Chairul. 2007. Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, Abdul. Andayani, Dian. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Marno. 2007. Islam by Management and Leadership Tinjauan Teoritis dan Empiris Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Lintas Pustaka. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muhaimin, dkk. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Naim, Ngainun. Syauqi, Ahmad. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Nurdin, Z. Arifin. 2008. Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama Berwawasan
Multikultural
di
Sekolah
Agama
dan
Madrasah
(http://www.dirjen.depag.ri.or.id). Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA-MA-SMK-MAK. 2006. Jakarta: Sinar Grafika.
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya dan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Ramayulis, 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada. Shaleh, Abdul Rahman. 2000. Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi. Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sukardi. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Rineka Cipta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. (http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm). Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Bandung: Fokus Media.
Starr, Linda. 2004. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management
Technique
(http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml). Styles, Donna. 2004. Class Meetings: A Democratic Approach to Classroom Management (http://www.educationworld.com/a_curr/profdev012.shtml). Syamsuri, dkk. 2003. Pendidikan Agama Islam SMU Jilid 3 Untuk Kelas 3 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester. Jakarta: Erlangga. ----------------, 2003. Pendidikan Agama Islam Jilid 2 Untuk SMU Kelas 2 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester. Jakarta: Erlangga. ---------------, 2004. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 1 Untuk Kelas X Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Tilaar, H.A.R., 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. -----------------, 2006. Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Kompas. Tobroni, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi, HAM, Civil Society, dan Multikulturalisme. Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat. Yaqin, Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Jogyakarta: Pilar Media.
Zainuddin, M.. Walid, Muhammad. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Zuhairini. Ghofir, Abdul. 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Malang: UM Press.