KOMPETENSI MANAJERIAL
KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN MENENGAH
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PERENCANAAN PARTISIPATORI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2007
PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah
berupaya
menyusun
naskah
materi
diklat
pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah. Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk
memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah. Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Jakarta, November 2007 Direktur Tenaga Kependidikan
Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...............................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................
iv
DAFTAR TABEL .......................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................
1
B. Dimensi Kompetensi ...............................................
3
C. Kompetensi .............................................................
3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi ...........................
4
E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat ....................
4
F. Alokasi Waktu..........................................................
6
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH ...................................
7
A. Visi Pendidikan Nasional .........................................
8
B. Misi Pendidikan Nasional.........................................
8
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional .....
9
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan ..............................
9
E. Peran Serta Masyarakat ..........................................
10
F. Standar Nasional Pendidikan ..................................
11
BAB III PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH ......
15
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah .
15
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah ...................................................................
19
C. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah .........................................
23
D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana Di Sekolah ...............................................................
31
ii
BAB IV MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/ MADRASAH ...............................................................
36
A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah ................
36
B. Evaluasi Diri ............................................................
47
C. Rencana Implementasi Pengembangan (RIP) .........
61
RENCANA OPERASIONAL .......................................
64
A. Pengertian Rencana Operasional ............................
64
B. Komponen-Komponen Renop .................................
64
BAB VI PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN ...................................................
77
A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekola ........
77
B. Penyusunan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR) Kegiatan ......................................
94
BAB V
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................
iii
102
DAFTAR GAMBAR hal Gambar
3.1.
Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana ....................................................
18
Gambar
3.2.
Kerangka Umum Proses Perencanaan......
20
Gambar
3.3.
Model Dasar Perencanaan Pengembangan Sekolah ...........................
26
Model Perencanaan-Tindakan Tahap Permulaan bagi Perencanaan Pengembangan Sekolah ..........................
28
The Three-Strand Concurrent Model untuk Perencanaan Pengembangan Sekolah ....
29
Gambar
Gambar
3.4.
3.5.
iv
DAFTAR TABEL
hal Tabel
3.1.
Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam Proses Perencanaan Pengembanga .........
20
Tabel
4.1.
Matrik MacMillan........................................
61
Tabel
5.1.
Cotoh Penyajian Indikator Kinerja..............
71
Tabel
5.2.
Contoh Kegiatan dan Investasi ..................
73
Tabel
5.3.
Keterkaitan Antara Kegiatan, SubKegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana
75
Tabel
5.4.
Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop ......
76
Tabel
6.1.
Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program yang diusulkan
87
Tabel
6.2.
Indikator Keberhasilan ...............................
89
Tabel
6.3.
Program dan Penjadwalan ........................
91
Tabel
6.4.
Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-Program ..............................
92
Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi
93
Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan ........................................
97
Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran ................
98
Tabel Tabel Tabel
6.5. 6.6. 6.7.
Tabel
6.8.
Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru
99
Tabel
6.9.
Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan ..........
100
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan
manajemen
berbasis
sekolah
(school
based
managemen) sebagai prinsip utama yang harus dipegang taguh dalam pengelolaan semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan pendidikan
Pemerintah pada
ini
jenjang
menyatakan: pendidikan
“Pengelolaan dasar
dan
satuan
menengah
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian,
kemitraan,
partisipasi,
keterbukaan,
dan
akuntabilitas.” Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen berbasis sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga menetapkan bahwa proses pengambilan keputusan di tingkat satuan pendidikan juga harus sejalan dengan nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya pengambilan keputusan harus dilakukan dengan melibatkan pihakpihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terwadahi dalam Dewan Pendidik dan Komite Sekolah. Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidangbidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan
1
bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan. Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah. Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan di atas mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel. Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah tersebut pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan
hasil
evaluasi
diri
sebagai
titik
awal
usaha
pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan sekolah, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
2
Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses perencanaan akan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Kepala terwujudnya
sekolah
adalah
berbagai
standar
sosok
kunci
pengelolaan
yang satuan
menentukan pendidikan
sebagaimana disebutkan di atas. Kompetensi kepala sekolah di bidang perencanaan dan pengambilan berbagai keputusan strategis menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu membangun kemandirian sekolah melalui
penguatan
kompetensinya
di
bidang
perencanaan
pengembangan sekolah. Melalui pendidikan dan pelatihan ini, para peserta, yang diproyeksikan akan mengemban tugas sebagai kepala sekolah, diharapkan akan mampu mengembangkan kompetensi yang strategis yang dibutuhkan oleh setiap kepala sekolah itu.
B. Dimensi Kompetensi Dimensi kompetensi yang akan dicapai melalui pendidikan dan pelatihan ini adalah Dimensi Kompetensi Manajerial
C. Kompetensi Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta diharapkan mampu menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan (Kompetensi 2.1 Permendiknas nomor 13 tahun 2007)
3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi Setelah
mengikuti
pendidikan
dan
pelatihan
ini
peserta
diharapkan mampu: 1. menguasai kebijakan pendidikan tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota sebagai landasan dalam perencanaan pengembangan sekolah; 2. menguasai
pengertian
dan
model-model
perencanaan
pengembangan sekolah; 3. menyusun rencana strategis (Renstra) pengembangan sekolah berlandaskan
kepada
keseluruhan
kebijakan
pendidikan
nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana strategis yang baik. 4. menyusun Rencana Operasional (Renop) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan operasional yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik. 5. menyusun penyusunan proposal pengembangan sekolah dan kerangka acuan kegiatan
E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat Program
Diklat
ini
dirancang
bagi
guru-guru
yang
telah
berpengalaman dan bercita-cita untuk berkarir menjadi tenaga kependidikan sebagai kepala sekolah atau pemimpin kependidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah lainnya.
Paket
pendidikan dan pelatihan ini menggunakan pendekatan pelatihan berbasis
komptensi
(competency-based
4
training).
Pelatihan
dilaksanakan dengan memadukan kompetensi-kompetensi yang terdiri
dari
pengetahuan,
keterampilan,
kinerja,
dan
disposisi
profesional. Untuk itu, prinsip belajar tuntas untuk orang dewasa diterapkan dalam pelatihan ini. Pelatihan juga harus dilaksanakan dengan
mengedepankan
pendekatan
multi
metode.
Pedoman
kegiatan dan lembar-lembar kerja yang dilampirkan dalam bahan ini akan sangat membantu dalam pengembangan berbagai pengalaman praktis dan pengalaman lapangan peserta peserta pendidikan dan pelatihan. Selama proses pelatihan berlangsung harus tercipta suasana hubungan peserta dan fasilitator
yang saling menerima dan
menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani. Selain itu, pendekatan kontekstual juga digunakan dalam proses pelatihan. Konteks kepribadian seperti pengalaman dan latar belakang pendidikan dipertimbangkan selama proses pelatihan. Konteks lingkungan dan sosial seperti karakteristik daerah, sosial budaya setempat, sekolah asal peserta juga dijadikan dasar dalam penentuan strategi kegiatan pelatihan. Sangat diharapkan bahwa para fasilitator memiliki pemahaman yang seksama terhadap kedua konteks tersebut. Penilaian acuan patokan digunakan untuk menilai kinerja peserta pelatihan. Pada setiap mata diklat ditetapkan sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta. Kompetensi-kompetensi inilah yang kemudian digunakan sebagai kriteria keberhasilan peserta dalam mengikuti diklat ini. Pada setiap kompetensi ditetapkan kriteria ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta.
5
Beberapa teknik berikut dapat digunakan oleh fasilitator atau pihak yang berkewenangan melaksanakan sertifikasi dapat untuk mengevaluasi kompetensi peserta pelatihan. •
penguasaan materi pelatihan,
•
partisipasi/aktivitas belajar di kelas
•
penyelesaian tugas-tugas dan studi kasus di kelas,
•
penyelesaian tugas akhir (Renstra Sekolah),
F. Alokasi Waktu Alokasi waktu yang digunakan untuk pelatihan ini adalah 40 x 50 menit.
6
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Sebagai pengelola satuan pendidikan, seorang kepala sekolah harus mendasarkan semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di sekolah pada semua kebijakan pendidikan yang berlaku baik secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota. Adalah suatu keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan itu. Pemahaman ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk memiliki wawasan dalam skala nasional maupun regional dan lokal, kemudian mewujudkannya dalam tindakan-tindakan nyata pada tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian, setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar terilhami dan didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan dan akan mengarah pada cita-cita pendidikan nasional yang dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Untuk berbagai
memberikan kebijakan
perundang-undangan
pemahaman
secara
umum
tersebut,
berikut
diuraikan
pokok
yang
erat
dua
kaitannya
mengenai peraturan dengan
perencanaan pengembangan sekolah dan sedang banyak digunakan sebagai landasan bagi penentuan kebijakan pendidikan lainnya. Peraturan perundang-undangan dimaksud meliputi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Uraian difokuskan pada hal-hal pokok yang diatur dalam dua peraturan perundang-undangan itu yang berkaitan dengan
7
perencanaan pemimpin
pengembangan pendidikan
sekolah.
masih
Namun
diharapkan
demikian, terus
para
mengikuti
perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota. Pemahaman terhadap dua kebijakan tersebut pasti belum cukup bagi setiap pemimpin pendidikan untuk mampu menentukan segala kebijakan tingkat satuan pendidikan yanng benar-benar sejalan dengan cita-cita pendidikan nasional.
A. Visi Pendidikan Nasional Visi adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
B. Misi Pendidikan Nasional 1) mengupayakan
perluasan
dan
pemerataan
kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3) meningkatkan
kesiapan
masukan
dan
kualitas
proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,
8
keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan 5) memberdayakan
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa.
Sedangkan
tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu dijadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah pasal-pasal dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal 39 sampai dengan pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49). Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan pasal penting
yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan
pengembangan sekolah. Pasal ini menentukan bahwa pengelolaan
9
sekolah
harus
menerapkan
manajemen
berbasis
sekolah,
sebagaimana ditegaskan: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”
E. Peran Serta Masyarakat Berkenaan
dengan
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan, hal-hal penting yang harus dipahami oleh
perencana pengembangan
sekolah
meliputi
ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 54, 55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup peran serta masyarakat, sebagai berikut: 1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, pengusaha,
kelompok, dan
penyelenggaraan
keluarga,
organisasi dan
organisasi
profesi,
kemasyarakatan
dalam
pengendalian
mutu
pelayanan
pendidikan. 2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsipprinsip pendidikan berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa: 1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
10
2. Penyelenggara
pendidikan
berbasis
masyarakat
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. 3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber pemerintah
dari penyelenggara, daerah
dan/atau
masyarakat, sumber
lain
Pemerintah, yang
tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana pengembangan sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami secaha komprehensif ketentuan-kentuntuan lain yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap keputusan yang dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
F. Standar Nasional Pendidikan Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standarstandar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.
Peraturan Pemerintah ini
menetapakan arah reformasi pendidikan nasional dalam rangka
11
mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. PP nomor 19 tahun 2005 menetapkan delapan standar yang meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan;dan h. standar penilaian pendidikan. Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Untuk itu berikut diuraikan kententuan-ketentuan yang berkaitan dengan standar pengelolaan dan pengambilan keputusan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
menerapkan
manajemen
berbasis
sekolah
yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.” Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan
sejumlah
standar
pengelolaan
yang
mencakup
pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsipprinsip
dasar
pengelolaan
satuan
pendidikan,
pengawasan,
pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standarstandar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
12
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsipprinsip
kemandirian,
efisiensi,
efektivitas,
dan
akuntabilitas.
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah
pendidikan
dipertanggungjawabkan
kepada
rapat
dewan
oleh pendidik
kepala
satuan
dan
komite
sekolah/madrasah. Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidangbidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan. Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus
disetujui rapat
dewan pendidik
setelah
memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi,
13
efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan
oleh
pengawas
atau
penilik
satuan
pendidikan dan kepala satuan pendidikan. Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih
mampu
memperkuat
membangun
hubungan
partisipasi
semua
kemitraan pemangku
dengan
dan
kepentingan
(stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel. Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan
hasil
evaluasi
diri
sebagai
titik
awal
usaha
pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
14
BAB III PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah Perencanaan menggerakkan
(planning),
atau
pengorganisasian
memimpin
(actuating
atau
(organizing), leading),
dan
pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan
proses
manajemen
tersebut.
Perencanaan
dapat
dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen bermula dari perencanaan.
Daft (1988:100) menyatakan: “When
planning is done well, the other management functions can be done well.” Perencanaan pada intinya merupakan upaya pendefinisian kemana sebuah organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
15
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang terukur. Dalam organisasi sekolah, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuantujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh-oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Untuk SMK tujuantujuan taktis ini dapat berupa tujuan-tujuan yang harus dicapai pada tingkat jurusan atau program keahlian. Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut.
Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran,
misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional. Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang
16
harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana operasional (operational plan). Perlu dicatat bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, ada atau diadakan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu.
Dalam
kaitannya
dengan
perencanaan,
dasar-dasar
keberadaan ini disebut dengan premis organisasi. Secara formal permis-premis perencanaan itu biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan keadaan “ideal” yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang diinginkan. Premis-premis
tersebut
harus
menjadi
titik-tolak
dalam
perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 3.1 mengilustrasikan hubungan antara premis organisasi, herarkhi tujuan, dan bentuk rencana sebagaimana diuraikan di atas.
17
Visi, Misi, dan NilaiNilai Dasar (Premis Organisasi)
Tujuan (hasil)
Manajemen Puncak (Tingkat Sekolah)
Manajemen Menengah
Tujuan Strategis
Rencana Strategis
Tujuan Taktis
Rencana Taktis
Tujuan Operasional
Rencana Operasional
(Jurusan, Prog. Keahlian)
Manajemen Bawah
(Mapel, Individu Guru)
Rencana (alat)
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana
Perencanaan
pengembangan
sekolah
(school
development
planning) merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan herarkhi tujuan dan rencana
18
sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana pengembangan.
Tujuan
yang
akan
dicapai
dalam
rencana
pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang selama ini telah dicapai oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah
disusun
agar
sekolah
terus-menerus
meningkatkan
kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi sekolah,
perencanaan
pengembangan
harus
didasarkan
atas
pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal dimana sekolah itu berada.
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah Kerangka umum proses perencanaan pengembangan sekolah sebenarnya dapat digambarkan sebagai sebuah siklus yang bergerak mengelilingi sebuah titik pusat. Siklus itu terdiri dari empat langkah kunci: Telaah (Review) atau evaluasi diri (self evaluation), Rancangan Strategi (Strategy Design), Implementasi (Implementation), dan evaluasi. Sedangkan titik pusatnya terdiri dari: Visi, Misi, dan Tujuan. Kerangka tersebut dapat diilustrasikan dalam diagram sebagai Gambar 3.2. Untuk mengoperasionalkan siklus tersebut, langkah-langkah dalam
proses
perencanaan
dapat
diubah
menjadi
sejumlah
pertanyaan pokok. Masing-masing langkah dapat direpresentasikan dengan
sebuah
pertanyaan
pokok
yang
dijabarkan
menjadi
pertanyaan-pertanyaan khusus. Pertanyaan-pertanyaan khusus ini
19
kemudian digunakan untuk menentukan tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan dalam proses perencanaan pengembangan. Tabel 3.1 merangkum operasionalisasi siklus tersebut. Uraian lebih rinci mengenai langkah-langkah pelaksanaan dari masing-masing operasi tersebut disajikan pada bab-bab selajutnya dalam bahan pelatihan ini.
Gambar 3.2. Kerangka Umum Proses Perencanaan
Tabel 3.1 Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam Proses Perencanaan Pengembangan LANGKAH PERENCANAAN TELAAH (REVIEW)
PERTANYAAN POKOK Dimanakah posisi sekolah kita sekarang?
PERTANYAAN KHUSUS Sejauh mana kita melakukan hal-hal yang berkaitan dengan: • pencapaian visi, misi, dan tujuan kita? • kinerja kita sebelumnya? • praktik-praktik terbaik (best practices)? • pemenuhan kebutuhan siswa? • pemenuhan kebutuhan orang tua dan masyarakat? • tindak lanjut terhadap tujuan pendidikan nasional? • pengelolaan perubahan (baik internal
20
LANGKAH PERENCANAAN
PERTANYAAN POKOK
PERTANYAAN KHUSUS maupun eksternal)?
Kemana kita akan • membawa sekolah ini pada akhir • siklus • perencanaan? RANCANGAN (DESIGN)
Bagaimana kita akan membawa sekolah agar mencapai apa yang kita inginkan?
Apa yang dapat kita raih lebih dari apa yang kita capai sekarang? Perubahan apa yang harus kita lakukan? Apakah prioritas pengembangan kita?
Bagaimana kita akan melakukan perubahan?
Apa persisnya yang ingin kita capai? Tindakan-tindakan apa yang tersedia dan dapat kita pilih untuk memampukan kita mencapai tujuan kita? Tindakan terbaik mana yang sesuai untuk mencapai tujuan? Sumber daya apa yang kita butuhkan? Siapa yanng akan melaksanakan tindakan-tindakan itu? Bagaimana kemajuan tindakan akan diukur?
Bagaimana kita memastikan bahwa tujuan, kebijakan, prioritas, dan rencana sekolah diketahui dan didukung oleh semua warga sekolah? IMPLEMENTASI Apa yang (IMPLEMENseharusnya kita TAION) kerjakan untuk menghantarkan sekolah sampai pada apa yang kita inginkan?
Bagaimana seharusnya usaha kita seharihari mencerminkan visi, misi, dan tujuan sekolah?
Monitoring dan Selama implemenTelaah Formatif tasi, bagaimana kita akan mengecek apakah kita telah membawa sekolah ke arah yang kita inginkan?
Kemajuan apa yang kita capai untuk mencapai tujuan kita?
Bagaimana kita dapat mendorong kemajuan yang terkait dengan prioritas sekolah? Apa yang harus kita lakukan untuk menjamin keberhasilan implementasi Rencana implementasi program pengembanganan?
Apakah tujuan khusus masih tepat dalam kaitannya dengan tujuan umum dan prioritas kita? Apakah tugas-tugas kita: Fisibel Tepat Tersedia sumber daya yang memadai? Apakah biaya yang dianggarkan: termanfaatkan? mampu memanfaatkan? Berdasarkan pengalaman, apakah rentang
21
LANGKAH PERENCANAAN
PERTANYAAN POKOK
PERTANYAAN KHUSUS waktu yang ditetapkan dapat diterima/cukup beralasan? Penyesuaian-penyesuaian apa yang dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan Rencana Sekolah Kita?
Telaah dampak (outcomes)
Pada akhir siklus perencanaan, bagaimana kita akan mengetahui apakah kita telah membawa sekolah ke tempat yang kita inginkan?
Sampai dimana yang telah kita capai? Sejauh mana kita telah: Mencapai tujuan (objectives) dari rencana implementasi program pengembanganan yang kita buat? Mengembangkan prioritas yang kita tetapkan? Mengimplementasikan kebijakan yang kita tetapkan? Memperluas misi, visi, dan tujuan sekolah kita?
Tujuan Umum (Purpose)
Dengan cara apa kita kelak mengetahui bahwa kita telah memilih arah yang benar?
Apakah kita telah berjalan pada jalur yang benar? Dalam kaitannya dengan perubahan social budaya, sejauh mana ketepatan: Misi, visi, dan tujuan kita? Kebijakan kita? Prioritas pengembangan kita? Sasaran-sasaran (objectives) kita?
Proses
Bagaimana kelak kita akan mengetahui bahwa kita telah memilih kendaraan yang paling sesuai?
Apakah kita telah menggunakan metode terbaik untuk sampai ditujuan? Seberapa sesuaikah model proses perencanaan yang kita pilih? Seberapa efektifkah kita mengimplementaiskan model itu? Apa sajakah yang membantu dan mengemhambat kemajuan?
Rekomendasi
Kemana Berdasarkan pengalaman kita: hendaknya kita Perubahan apa yang seharusnya kita menuju dari kondisi lakukan terkait dengan model proses sekarang ini? perencanaan kita? Aspek kehidupan sekolah yang mana yang harus menjadi focus pada siklus perencanaan kita berikutnya?
22
C. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat
yang
esensial
dalam
pengelolaan
sekolah.
Dalam
kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai
kondisi
yang
terus
berkembang
(Nickols
dan
Thirunamachandran, 2000). Perencanaan
strategis
merupakan
bagian
dari
proses
managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan
23
jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan
strategi
di
masa
depan
(Nickols
dan
Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular contexts." Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembagalembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti
halnya
menurunnya
dukungan
keuangan,
pesatnya
perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997). Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang, yang hingga saat ini masih banyak diterapkan pada lembaga pendidikan
antara
lain:
Model
Dasar
(Foundational
Model),
Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent
24
Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang tersebut. Pada bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang pernah diterapkan di Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
1. Model Dasar (Foundational Model) Sesuai
dengan
namanya,
model
dasar
ini
pertama-tama
difokuskan pada peletakan landasan-landasan yang diperlukan dalam perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang tepat, sebelum melangkah pada perencanaan pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada premis bahwa perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila tujuan dan nilai-nilai fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu memampukan tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri dari urutan kegiatan sebagai berikut: a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi dalam tahap persiapan. b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan. c. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang terkait dengan bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan kehidupan beragama. d. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan perencanaan terkoordinasi dalam bidang belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompokkelompok lintas kurikulum.
25
e. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan anggaran serta spesifikasi dan pengalokasian sumber daya. f. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan sekolah. g. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari operasi dasar perencanaan pengembangan: kaji, rancang, implementasi termonitor, dan evaluasi. h. Penerapan
model
perencanaan
pengembangan.Setelah
evaluasi, kembali ke langkah pertama dan ulangi proses
Gambar 3.3. Model Dasar Perencanaan Pengembangan Sekolah
26
Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan stratsgis, untuk menyelesaikan langkah a sampai dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan tetapi apabila sekolah telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai dengan e dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-apa yang sudah ada. Namun demikian, langkahlangkah itu tidak dapat diabaikan begitu saja. Model dasar itu dapat diilustrasikan dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 3.3. 2. Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model) Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning Model) pertama-tama menitik beratkan pada identifikasi cepat sejumlah
kecil prioritas
jangka
pendek
dan
inisiatif
rencana
implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu. Model ini didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk mendorong keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran tindakan dan capaian pada tahap permulaan sebagai penguatan yang positif bagi partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan sekolah. Dengan demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya berbagai keluhan seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada yang menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.
27
Gambar 3.4. Model Perencanaan-Tindakan Tahap Permulaan bagi Perencanaan Pengembangan Sekolah Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses perencanaan dan menjadi insentif bagi keteribatan dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks.
Model permulaan tersebut dapat
mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan (3) Perencanaan Terelaborasi.
3. Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model) The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu perencanaan. Model ini mengakui bahwa pengembangan sekolah memiliki dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Model itu didasarkan pada premis bahwa tiga 28
dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-sama oleh sekolah jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap kebutuhan lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah kegiatan perencanaan yang saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk mengatasi
perubahan-perubatah
yang
rumit
dan
tidak
dapat
diprediksikan.
Gambar 3.5. The Three-Strand Concurrent Model untuk Perencanaan Pengembangan Sekolah Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi jangka panjang dalam perencanaan sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun). Three-Strand Concurrent Model tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 3.5. 29
4. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999 sebenarnya merupakan rintisan diterapkannya
perencanaan
strategis
di
lembaga
pendidikan
menengah di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat (Umaedi, 1999). Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya sangat tampak pada strategi pelaksanaan yang digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat langkah-langkah yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.
30
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah) b. Mengidentifikasi
Fungsi-Fungsi
yang
Diperlukan
untuk
Mencapai Sasaran c. Melakukan Analisis SWOT d. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan e. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan g. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana Di Sekolah Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan proses yang berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan “sekali jadi”. Agar perencanaan pengembangan itu efektif dalam memampukan (enabling) sekolah untuk menghadapi tantangan ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan pengelolaan perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi “modus operandi” normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya, perencanaan pengembangan yang sistematis akan memerlukan perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang. Bab ini memaparkan tantangan inovatif yang harus diatasi dengan cermat untuk
menjamin
keberhasilan
pengintegrasian
perencanaan
pengembangan ke dalam kehidupan sekolah, sehingga perencanaan akan menjadi budaya dalam manajemen sekolah. Berdasarkan
penelitian
internasional
terhadap
perubahan
pendidikan pada umumnya, penumbuhan budaya perencanaan pengembangan sekolah dibagi menjadi tiga tahap:
31
Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan untuk
memulai
perencanaan
pengembangan
sekolah,
menumbuhkan komitmen terhadap proses perencanaan, dan penyiapan partisipan.
Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal dari perencanaan pengembangan sekolah, dimana masyarakat sekolah belajar bagaimana melaksanakan proses perencanaan pengembangan itu.
Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan pengembangan sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan sekolah sehari-hari dalam melaksanakan segala sesuatu.
1. Tahap Pemulaan (Inisiasi) Secara formal semua pengelola sekolah bertanggung jawab atas inisiatif perencanaan pengembangan sekolah untuk menjamin bahwa keputusan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah benarbenar terlaksana dan terwujud. Akan tetapi, pada praktiknya, inisiatif itu pada umumnya diambil oleh kepala sekolah atau komite sekolah. Komitmen guru terhadap inovasi sekolah merupakan hal yang esensial bagi keberhasilan dalam inovasi sekolah. Mereka harus benar-benar memahami hal-hal pokok berkaitan dengan apa, mengapa, dan bagaimana perencanaan pengembangan sekolah dilakukan. Guru-guru harus disadarkan tentang peran yang harus mereka ambil dalam proses perencanaan dan manfaat apa yang dapat mereka peroleh dari proses itu. Pemahaman mereka harus difokuskan pada keterkaitan antara proses dengan isu-isu yang penting bagi guru pada umumnya, sehingga relevansi proses perencanaan dan kebutuhan sekolah dapat disampaikan dengan
32
jelas. Penjelasan serupa juga harus dilakukan kepada semua mitra kerja yang ada di lingkungan sekolah agar proses perencanaan pengembangan sekolah memperoleh dukungan dari mereka. Kegiatan-kegiatan berikut merupakan cara-cara yang dapat membantu warga sekolah untuk mempersiapkan partisipasinya dalam proses perencanaan pengembangan sekolah. a. Membaca berbagai panduan, buku-buku pegangan dan laporan-laporan
hasil
penelitian
mengenai
perencanaan
pengembangan sekolah. b. Mencari saran-saran, masukan dan dukungan dari lembagalembaga yang peduli terhadap pendidikan yang ada di sekitar sekolah. c. Menghadiri seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang relevan dengan perencanaan pengembangan sekolah. d. Menghubungi sekolah-sekolah lain yang dipandang lebih maju di
bidang
perencanaan
pengembangan
sekolah
untuk
menggali dan belajar dari pengalaman yang mereka miliki. e. Mengundang pembicara dari luar untuk menyajikan paparan tentang perencanaan pengembangan sekolah di hadapan guru, pengelola sekolah, komite sekolah, dan orang tua, baik secara bersama-sama atau terpisah. f. Mengundang tokoh-tokoh kunci di lingkungan sekolah untuk memaparkan
pentingnya
perencanaan
pengembangan
sekolah dan mendorong partisipasi semua pihak. g. Memanfaatkan fasilitator dari luar untuk membantu memulai dan
mengimplementasikan
sekolah.
33
perencanaan
pengembangan
Keluaran yang dicapai dari tahap pemulaan meliputi: a. Telah dibuatnya keputusan untuk mengawali (mengintroduksi) perencanaan pengembangan sekolah. b. Semua guru memiliki pemahaman yang benar mengenai perencanaan pengembangan sekolah dan memiliki komitmen terhadap proses itu. c. Semua mitra sekolah telah diberi penjelasan pada tahap awal proses tersebut. d. Terpilihnya fasilitator untuk membantu melaksanakan proses tersebut.
2. Tahap Pembiasaan (Familirialisation) Pada tahap pembiasaan—biasanya merupakan langkah pertama dari siklus perencanaan pengembangan sekolah secara utuh— masyarakat sekolah berada dalam proses belajar dari pengalaman bagaimana
melaksanakan
proses
perencanaan
tersebut.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan pengalaman dan struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari tahapan ini adalah terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen terhadap proses perencanaan. Selama berlangsungnya tahap ini, fasilitator yang terampil, koordinasi yang cermat, dan dukungan yang cukup dan berkelanjutan, termasuk di dalamnya pelatihan dalam jabatan, akan sangat membantu keberhasilan proses perencanaan. Perhatian khusus harus diberikan agar timbul penguatan yang positif di kalangan guru.
34
3. Penyatuan (Embedding) Tahap penyatuan terjadi ketika perencanaan pengembangan telah menjadi bagian dari cara-cara yang biasa dilakukan sekolah dalam melaksanakan segala sesuatu. Tatanan manajemen sekolah telah
berkembang
menjadi
pendukung
yang
baik
terhadap
pengembangan maupun pemeliharaan sekolah yang bersangkutan, dan menjadi bagian dari pola prilaku yang berterima (acceptable) bagi semua pihak. Terdapat begitu luas ragam penggunaan rencana implementasi program pengembanganan oleh guru. Dalam hal ini rencana pengembangan sekolah harus berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perencanaan-perencanaan yang terkoordinasi yang dilakukan oleh guru secara individual, unit-unit yang ada sekolah, timtim lintas kurikulum, dan dampaknya akan tampak pada praktikpraktik pembelajaran dalam kelas. Seluruh proses tersebut pada saat itu telah menjadi “cara kita melakukan segala sesuatu di sekolah ini” atau "the way we do things around here."
35
BAB IV MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/MADRASAH
A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah
1. Pengertian Visi, Misi, dan Tujuan Visi, misi dan tujuan merupakan titik sentral dalam siklus perencanaan pengembangan sekolah. Ketiganya mensarikan apa yang menjadi dasar keberadaan sekolah dan apa yang ingin dicapai oleh sekolah. Oleh karena itu, ketiganya menjadi kerangka acuan dari semua langkah dalam siklus perencanaan dan berfungsi sebagai (1) konteks saat melakukan telaah, (2) arah dari rancangan dan implementasi, dan (3) tolok ukur dalam proses telaah. Visi sekolah merupakan representasi masa depan sekolah yang diinginkan. Visi mensarikan prinsip-prinsip umum dan bersifat aspirasional. Rumusan visi sekolah hendaknya mencakup: a. sosok lembaga macam apa yang diinginkan di masa depan, b. justifikasi sosial atas keberadaan sekolah yang diwujudkan dalam isu-isu pendidikan apa yang harus ditangani oleh sekolah atau masalah-masalah pendidikan mana yang akan diatasi oleh sekolah, c. apa yang harus diakui, diantisipasi, dan dijawab oleh sekolah berkaitan dengan kebutuhan dan masalah-masalah tersebut, d. siapa stakeholder utama sekolah ini,
bagaimana sekolah
merespon kebutuhan para stakeholder itu, dan bagaimana sekolah mengetahui keinginan yang mereka harapkan dari sekolah, dan
36
e. apa yang membuat sekolah tersebut unik atau berbeda dengan yang lain, dan karena itu, apa yang membuat sekolah ini memiliki keunggulan kompetitif. Visi yang efektif harus memenuhi karakteristik berikut: •
Jelas dan tidak membingungkan
•
Menarik dan mudah diingat
•
Aspiratif, realistis dan dapat dicapai
•
Selaras dengan nilai-nilai, budaya, dan cara pandang sekolah
•
Berjangka waktu
•
Singkat, sebaiknya kurang dari sepuluh kata
•
Inspiratif dan menantang
•
Disepakati oleh semua stakeholder sekolah
•
Menyatakan dengan jelas esensi dari apa yang seharusnya dicapai oleh sekolah
•
Fleksibel dan menumbuhkan kreativitas.
Selain itu, agar benar-benar efektif, visi sekolah harus terasimilasi kedalam budaya sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk terus-menerus mengkomunikasikan visi sekolah, menciptakan arahan dan bimbingan yang mengarah pada visi, bertindak sebagai rolemodel dengan cara menjadi simbol visi, merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang sesuai dengan visi sekolah, dan mendorong warga sekolah lainnya untuk menyesuaikan visi pribadi masingmasing dengan visi sekolah. Misi sekolah merepresentasikan raison d’etre atau alasan mendasar mengapa sebuah sekolah didirikan. Rumusan misi mencakup pesan-pesan pokok tentang (1) tujuan asal-muasal (original purpose) didirikannya sekolah, (2) nilai-nilai yang dianut dan
37
melandasi pendirian dan operasionalisasi sekolah, dan (3) alasan mengapa sekolah itu harus tetap dipertahankan keberadaannya. Banyak orang memiliki pemahaman yang salah terhadap visi dan misi sekolah/madrasah. Visi menyatakan identitas masa depan sekolah sedangkan misi menjelaskan mengapa visi akan dicapai. Visi sekolah terkonsentrasi ke masa depan.Visi bersifat lebih spesifik terkait dengan tujuan dan masa depan. Visi merupakan sebuah bentuk prestasi yang ingin dicapai. Visi sekolah dapat menstimulasi warga sekolah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Visi sekolah menjadi sumber aspirasi dan menjadi kriteria utama dalam setiap pengambilan keputusan. Sedangkan misi sekolah mendefinisikan tujuan yang bersifat umum dan luas dari eksistensi sekokah yang bersangkutan. Misi merupakan panduan keberlangsungan sekolah yang tak berbatas waktu. Misi sekolah dapat tetap diberlakukan dalam jangka waktu yang lama. Misi sekolah menyediakan jalan menuju terwujudnya visi sekolah. Mana yang lebih dulu? Visi atau misi? Berbagai referensi menyajikannya secara berbeda-beda. Bagi sekolah yang baru atau sedang memulai sebuah upaya perubahan, visi akan menjadi panduan dalam merumuskan misi sekolah berikut semua kegiatan perencanaan pengembangan sekolah lainnya. Jika sekolah telah memiliki dan menjalankan misinya secara mapan maka misi akan menjadi pemandu perumusan visi dan seluruh kegiatan perencanaan strategis lainnya. Oleh karena itu, perencana pengembangan sekolah harus benar-benar memahami dimana sekolah sekarang telah berada dalam konteks pelaksanaan misinya, sumberdaya yang telah dimiliki,
38
hambatan-hambatan yang sedang dihadapi, dan kemana arah pengembangan sekolah akan dibawa. Tujuan sekolah merupakan pernyataan umum tentang tujuan pendidikan di sekolah itu. Tujuan-tujuan itu harus berkait dengan usaha
mendorong
perkembangan
semua
siswa
baik
secara
intelektual, fisikal, sosial, personal, spiritual, moral, kinestetikal, maupun estetikal. Tujuan sekolah harus memberikan fokus yang jelas bagi sekolah. Tujuan sekolah harus dirumuskan dalam kerangka visi dan misi sekolah. Aspirasi semua stakeholder harus terwadahi dalam konteks yang lebih luas dari rumusan visi dan misi sekolah. Selain ketentuan yang bersifat umum tersebut visi, misi, dan tujuan strategis sekolah harus juga dirumuskan dalam kerangka visi, misi, dan tujuan pendidikan baik pada skala nasional, regional (propinsi)
maupun,
daerah (kabupaten/kota). Untuk
mengingat
kembali rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dianjurkan untuk membaca kembali Bab II materi diklat ini.
2. Mengapa Sekolah Perlu Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan? Di era perubahan sekarang ini, pengembangan rumusan visi, misi dan tujuan sebuah sekolah merepresentasikan kesiapan dan kemauan sekolah untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya dan untuk mengelola perubahan dengan cara-cara yang positif dalam kaitannya dengan visinya. Rumusan misi sekolah merupakan dasar bagi kebijakan dan raktik-praktik yang berlangsung di sekolah. Tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang membimbing kehidupan sekolah memiliki implikasi yang penting bagi semua
pilihan
dan
keputusan
pengembangan rencana sekolah.
39
yang
harus
dibuat
dalam
Maksud dirumuskannya visi dan misi sekolah adalah: a. untuk memberikan arah yang jelas bagi usaha-usaha yang dilakukan sekolah; b. untuk mengilhami masyarakat sekolah dengan sebuah tujuan yang bersifat umum; c. untuk memberikan kerangka yang bagi penentuan kebijakan dan prioritas; d. untuk membangun pusat acuan (reference point) yang digunakan sekolah dalam mentelaah keberhasilan kegiatan-kegiatannya. Visi dan misi sekolah tidak dapat dipindah tangankan dengan mudah dari satu pihak ke pihak yang lain. Keduanya harus dikembangkan dan diklarifikasi melalui sebuah proses refleksi bersama atas nilai-nilai, keyakinan, dan aspirasi dari warga sekolah. Visi dan misi harus mencerminkan usaha sekolah untuk memadukan nilai-nilai yang sering saling bertentangan di kalangan warga sekolah. Kesadaran atas nilai-nilai personal di kalangan warga sekolah merupakan
hal
yang
sangat
penting.
Sekolah
akan
dapat
mengakomodasi sejumlah nilai asalkan terdapat nilai-nilai yang didukukung oleh setiap individu warga sekolah. Nilai-nilai, apakah disadari atau tidak, merupakan inti dari tindakan yang kita lakukan. Waktu yang diluangkan khusu untuk mengeksplorasi nilai-nilai individual dan nilai-nilai kolektif kita sendiri merupakan waktu yang sangat berharga dan kelak akan berpengaruh terhaap segala sesuatu yang kita kerjakan di sekolah.
3. Langkah-Langkah Merumuskan Visi dan Misi Pengembangan rumusan visi dan misi merupakan proses yang sangat menantang bagi sekolah karena proses itu harus mampu
40
mencapai sebuah kesepakatan di antara warga sekolah terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang dianut dan diyakini di lingkungan sekolah. Ketika kesepakatan itu telah dicapai, baru dapat dikatakan bahwa rumusan visi dan misi telah selesai. Langkahlangkah kunci dalam pengembangan Rumusan Visi dan Misi meliputi: a. Identifikasi nilai-nilai personal bersama semua staf sekolah; b. Pembahasan nilai-nilai tersebut dalam kaitannya dengan filosofi pendidikan, kebijakan pemerintah pemerintah di bidang pendidikan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat; c. Pebuatan kesepakatan terhadap nilai-nilai pokok dari kalangan staf sekolah; d. Membuat rancangan (draft) rumusan bersama komite sekolah; e. Merumuskan kembali rancangan rumusan visi dan misi terkait dengan respon yang diberikan oleh semua pihak tersebut, diikuti dengan konsultasi lebih lanjut dan, bila perlu, dilakukan dirancang ulang; f. Pencapaian kesepakan yang ditekankan pada tumbuhnya rasa memiliki terhadap rumusan visi dan misi
di kalangan warga
sekolah; g. Penjaminan bahwa visi dan misi diwujudkan dalam tindakan; h. Mentelaah kembali rumusan visi dan misi setelah kurun waktu tertentu. Lampiran 1 menguraikan pilihan kegiatan-kegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam proses Pengembangan Rumusan visi dan misi sekolah. Kegiatan Pokok 1, 2 dan 3 merupakan kegiatan Pengembangan Rumusan Misi. Sekolah dapat menggunakan salah satu dari tiga kegiatan itu yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya.
41
4. Telaah Rumusan Visi dan Misi Telaah terhadap rumusan visi dan misi adalah penentuan relevansi dan validitas rumusan visi dan misi yang ada sekarang. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam telaah ini antara lain: a. Aspek-aspek mana dari rumusan visi dan misi yang ada masih relevan? b. Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat yang
berlangsung
saat
ini,
apa
yang
perlu
duperbarui,
ditambahkan, atau dihilangkan dari rumusan visi dan misi tersebut? c. Bagaimana visi dan misi tersebut dapat dipertahankan dalam masyarakat sekolah? d. Sejauh mana kebijakan dan dokumentasi sekolah menceminkan visi dan misi tersebut? e. Sejauh mana kurikulum merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi sekolah? f. Sejauh mana manajemen sekolah merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dinyatakan dalam rumusan visi dan misi? g. Sejauhmana hubungan di lingkungan internal sekolah dan antara berbagai pihak di kalangan warga sekolah merefleksikan rumusan visi tersebut? h. Sejauhmana rumusan visi dan misi merefleksikan kebutuhan sebuah masyarakat multi-kultural yang kompleks? Telaah tersebut dapat dilakukan melalui survei sederhana dangan meminta warga sekolah untuk memberikan tanggapan atas rumusan visi dan misi sekolah yang telah ada. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan terdahulu dapat menjadi titik tolak untuk mengeksplorasi
42
persepsi warga sekolah terhadap rumusan vsi dan misi yang ada dan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang memerlukan perubahan dan pengembangan. Kegiatan 2 dan 3 pada lampiran menguraikan pilihan kegiatankegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam proses Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi dalam tindakan sehari-hari. Kegiatan 2 dan 3 merupakan kegiatan Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi. Sekolah dapat menggunakan salah satu dari dua kegiatan itu yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya. Lembar Kerja 2.1a sampai dengan 3.1d pada Lampiran dapat membantu proses perumusan visi dan misi tersebut.
5. Tujuan Yang Efektif Pada Bab II Bahan Diklat ini telah dikemukakan herarkhi tujuan yang meliputi tujuan strategis, tujuan taktis, dan tujuan operasional. Tujuan yang maksud pada bagian ini adalah tujuan pada tingkat strategis, yakni tujuan yang dirumuskan untuk dicapai oleh sekolah secara keseluruhan. Sesuai dengan sifatnya, tujuan strategis merupakan pernyataan umum tentang arah kemana kelak organisasi akan menuju di masa depan. Agar tujuan benar-benar efektif dan cukup punya peluang untuk dicapai, maka rumusan tujuan harus memenuhi sejumlah kriteria keefektifan. Kriteria keefektifan tujuan dapat dilihat dari karakteristik tujuan itu sendiri dan prilaku dalam proses tujuan itu dirumuskan. Dari segi karakteristiknya, sebuah tujuan yang efektif harus memenuhi lima kriteria: spesifik dan terukur, mencakup dimensi-dimensi kunci, menantang namun tetap realistis, terbatasi oleh kurun waktu tertentu,
43
dan terkait dengan imbalan atau ganjaran. Dari segi prilaku dalam proses perumusannya, sebuah tujuan akan efektif apabila mampu membangun kebersamaan diantara bagian-bagian dalam struktur organisasi sekolah dan adanya partisipasi dari semua unsur warga sekolah untuk mengadopsi dan mengimplementasi tujuan tersebut. Uraian berikut memaparkan secara rinci kriteria keefektifan tujuan tersebut. Karakteristik Tujuan Spesifik dan Terukur. Jika dimungkikan sedapat mungkin tujuan dirumuskan dalam terminologi kuantitatif, misalnya peningkatan jumlah siswa yang diterima pada perguruan tinggi unggulan sebesar 5% dari kondisi tahun sebelumnya; penurunan siswa yang putus sekolah sampai dengan 0%, meningkatkan skor keefaktivan mengajar guru dari 3,72 menjadi 3,95.
Apabila tujuan sulit atau tidak dapat
dinyatakan dalam rumusan yang bersifat kuantitatif, maka rumusan tujuan dapat dinyatakan secara kualitatif. Akan tetapi, apabila ini dilakukan, rumusan tujuan hendaknya disertai indikator-indikator yang spesifik dan bersifat kuantitatif. Mencakup Dimensi-Dimensi Kunci. Tujuan strategis tidak mungkin dirumuskan secara rinci untuk setiap unsur terkecil dari organisasi sekolah. Oleh karena itu, dimensi-dimensi yang dicakup dalam tujuan strategis hendaknya cukup pada dimensi-dimensi yang bersifat pokok atau kunci saja. Di sekolah dimensi-dimensi kunci itu dapat dibedakan menurut fungsi-fungsi organisatoris sekolah atau ranah
kompetensi
atau
kualifikasi
lulusan.
Dari
sisi
fungsi
organisatoris sekolah dimensi-dimensi kunci itu dapat dibedakan menjadi kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat.
44
Sedangkan dari dimensi ranah kompetensi lulusan, dimensi-dimensi kunci tersebut dapat dibedakan menjadi kompetensi itelektual, kompetensi moral dan spiritual, kompetensi sosial, kompetensi personal, kompetensi estetikal, dan kompetensi kinestetikal. Selain dua perspektif itu, delapan tipe tujuan sebagaimana dikemukakan di atas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci yang perlu dicakup dalam rumusan tujuan strategis sekolah. Menantang tapi Realistis. Tujuan harus menantang namun bukan berarti terlalu sulit untuk dicapai. Tujuan yang terlalu sulit dapat berdampak pada timbulnya keputus-asaan di kalangan staf; tapi jika terlalu mudah para staf itu akan kurang merasa termotivasi. Rumusan tujuan strategis hendaknya terjamin bahwa tujuan itu dirumuskan dalam lingkup sumber daya yang tersedia dan tidak jauh di luar jangkauan sumber daya yang tersedia di sekolah, baik yang berkaitan dengan waktu, SDM, sarana dan pra-sarana, keuangan, informasi, maupun teknologi. Dibatasi Dalam Kurun Waktu Tertentu. Rumusan tujuan harus menetapkan jangka waktu pencapaiannya. Kurun waktu itu biasanya dijadikan batas waktu (deadline) mengenai kapan pencapaian tujuan tersebut akan diukur. Sebuah sekolah berstandar internasional (SBI), misalnya, dapat menetapkan tujuan pada tahun 20XX, siswa harus telah tesebar dari seluruh negara-negara di kawasan ASEAN. Terkait dengan Imbalan atau Ganjaran. Dampak akhir dari tujuan bergantung pada sejauh mana peningkatan gaji, promosi, dan imbalan lainnya didasarkan pada prestasi terkait dengan pencapaian tujuan. Siapa saja yang berhasil mencapai tujuan harus mendapatkan ganjaran. Ganjaran dapat memberi makna dan signifikansi terhadap
45
tujuan dan akan membantu memberikan suntikan enerji kepada staf untuk berlomba-lomba mencapai tujuan. Prilaku Perumusan Tujuan Konflik sering muncul ketika tujuan sedang dirumuskan karena ada beberapa unsur organisasi sekolah yang tidak sepakat dengan rumusan tujuan yang sedang dikembangkan. Oleh karena itu, agar tujuan efektif, komitmen semua pihak terhadap tujuan menjadi faktor yang esensial. Dua teknik untuk mendapatkan komitmen ini meliputi mambangun koalisi dan partisipasi. Pembangunan Koalisi (Coalition Building). Koalisi merupakan sebuah aliansi informal antara pihak-pihak yang mendukung tujuan tertentu. Membangun koalisi merupakan proses pembentukan aliansi di
kalangan
pimpinan
dari
berbagai
unsur
warga
sekolah.
Pembangunan koalisi mencakup negosiasi dan tawar-menawar. Tanpa adanya koalisi, individu atau kelompok-kelompok yang berpengaruh di sekolah dapat menghambat proses perumusan tujuan. Pembangunan koalisi dapat memberi kesempatan kepada para tokoh tersebut untuk berdiskusi dan berkontribusi dalam proses perumusan tujuan, yang berdampak pada peningkatan komitmen mereka terhadap tujuan yang pada akhirnya akan ditetapkan. Bangunan koalisi sering terjadi pada tingkat pimpinan dimana ketidakpastian sangat tinggi. Partisipasi. Pada struktut organisasi yeng lebih rendah, setiap pimpinan atau individu, semua pendidik dan tenaga kependidikan, seharusnya mengadopsi tujuan yang sejalan dengan tujuan strategis. Akan tetapi jika tujuan-tujuan yang lebih rendah tersebut bersifat preskriptif dari pihak atasan, dari atas ke bawah (top-down),
46
kemungkinan besar para pendidik dan tenaga kependidikan tersebut tidak manganggap tujuan tersebut sebagai miliknya. Proses yang efektif untuk mencegah hal ini adalah dengan mendorong bawahan untuk berpartisipasi dalam proses perumusan tujuan. Dalam hal ini kepala sekolah dapat bertindak sebagai konselor yang membantu warga sekolah lainnya merumuskan berbagai macam pilihan tujuan, mendiskusikan apakah tujuan itu realistis dan spesifik,
dan
menentukan apakah tujuan telah sejalan dengan tujuan organisasi. Diskusi itu harus
mempertimbangkan minat
dan kemampuan
bawahan. Melalui komunikasi dua arah, diharapkan tujuan yang dirumuskan konsisten dengan tujuan strategis sekolah dan semua warga sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan itu. Untuk memudahkan kita mengingat, tujuh kriteria tujuan yang efektif tersebut dapat diringkas menjadi lima kriteria yang disingkat SMART. Kelima kriteria itu meliputi: spesifik (spesific), dapat dikelola pencapaiannya (manageable), disepakati (agreed upon) oleh semua warga sekolah, didukung sumber daya yang memadai (resources supported) , dan terdapat batasan waktu (time-bound).
B. Evaluasi Diri Tujuan evaluasi diri adalah untuk memampukan (enabling) warga sekolah: (1) mendefinisikan kondisi dari sekolah saat ini; (2) menganalisis kondisi saat ini dalam kaitannya dengan bagaimana dan seperti apa sekolah kelak diinginkan di masa depan; dan (3) mengidentifikasi
perubahan-perubahan
yang
harus
dilakukan.
Evaluasi diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbedabeda. Uraian berikut ini menyajikan garis-garis besar sejumlah
47
pendekatan yang dapat diadaptasi sesuai dengan kondisi yang beragam.
1. Merencanakan Evaluasi diri a. Pastikan bahwa evaluasi diri difokuskan pada isu-isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi Anggota staf yang tidak terbiasa dengan proses evaluasi diri yang sistematis dapat merasa tidak nyaman. Pengakuan terhadap adanya sensitifitas semacam itu dan pengarahan berbagai bentuk ekspresi atas dasar kesadaran membuka diri merupakan hal yang penting. Dengan demikian, perlu ditekankan sejak awal bahwa fokus evaluasi diri adalah pada isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi. Selain itu pembahasan mengenai keterbatasan yang ada di sekolah hendaknya dilakukan secara santun dan dalam niatan untuk membangun.
b. Pastikan bahwa proses evaluasi diri memiliki orientasi positif Dalam rangka memperkuat moral, manfaatkan peluang yang ada untuk membangkitkan kesadaran mengenai kekuatan sekolah dan untuk mengakui prestasi yang dicapai sekolah. Jika fokusnya terletak pada bagaimana membuat sekolah yang baik menjadi lebih baik, evaluasi diri dapat berupa pemberian energi pengalaman.
c. Arahkan ruang lingkup evaluasi diri pada kondisi sekolah secara utuh Perlu diingat bahwa evaluasi diri bukan merupakan akhir dari segalanya akan tetapi merupakan alat untuk memperjelas jalan menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan evaluasi diri diukur
48
dari apa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup evaluasi diri harus memadai dalam memampukan warga sekolah untuk melakukan penilaian yang realistis terhadap kebutuhan dan peluang sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Namun demikian, evaluasi diri hendaknya tidak terlalu luas sehingga menguras energi warga sekolah secara berlebihan, yang dapat berakibat pada tidak adanya daya untuk bertindak yang mengarah pada pencapaian dampaknya. Akan sangat membantu apabila kita berfikir bahwa sekolah merupakan sebuah mekanisme yang terdiri dari ratusan bagian yang sama-sama bergerak. Mekanisme itu memerlukan pemeliharaan secara teratur untuk menjamin kesinambungan kinerja yang optimal. Mekanisme itu memerlukan bongkar-pasang secara periodik yang dapat mencakup pemasangan bagian-bagian baru dalam rangka membuatnya mampu memenuhi standar-standar baru. Akan tetapi apabila Anda memisah-misahkannya untuk mengetahui apa yang membuatnya muncul, evaluasi diri dengan sendirinya akan terhenti. Dan semakin lengkap telaah tersebut dipisah-pisahkan, semakin sulit untuk memulainya lagi. Atau, sekolah dapat diibaratkan sebagai organisme hidup yang rumit. Untuk menjamin kesehatannya agar selalu optimal, sekolah memerlukan asupan gizi dan pemeliharaan secara terus-menerus. Apabila dikehendaki agar kegiatan dan dinamikanya terus jaga, sekolah memerlukan perlakukan periodik untuk mencegah terjadinya luka dan sakit. Jika Anda memecah-belah sekolah untuk memahami struktur dan prosesnya, berarti Anda membunuhnya.
49
2. Struktur Evaluasi Diri Struktur dan format evaluasi diri sebenarnya sangat beragam bergantung
pada
kebutuhan
masing-masing
sekolah.
Namun
demikian komponen-komponen pokok berikut harus tercantum dalam setiap evaluasi diri. a. Analisis
lingkungan
eksternal
yang
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi sekolah. Analisis dilakukan terhadap kondisi dan situasi diluar sekolah, baik pada tingkat lokal, nasional, dan international. Aspek-aspek yang dievaluasi terkait dengan kecenderungan perubahan (ideologi, politik, kultur dan budaya, ilmu pengetahuan, sistem pendidikan), kebutuhan stakeholders dan pasar kerja (industri, masyarakat, pemerintah, dan kemungkinan bagi lulusan untuk menciptakan pasar kerja). b. Evaluasi kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Aspek-aspek yang dievaluasi meliputi kekuatan dan/atau kelemahan lulusan, siswa, kurikulum, proses pembelajaran, kegiatan ekstra kurikuler, pembangunan
karakter,
program
layanan
khusus,
dan
sebagainya. c. Evaluasi sumber daya pendidikan. Sumber daya yang dievaluasi meliputi
sumberdaya
manusia
(pendidik
dan
tenaga
kependidikan), sarana dan prasarana sekolah, sistem informasi, dan keuangan. d. Manajemen dan kepemimpinan sekolah. Aspek-aspek yang dievaluasi
meliputi
organisasi
dan
tata
kepemimpinan, serta budaya dan iklim sekolah.
50
kelola
sekolah,
3. Pengumpulan Data Evaluasi diri harus mampu menyajikan (a) fakta, dan (b) pandangan-pandangan warga sekolah, dalam kaitannya dengan bidang-bidang kehidupan sekolah yang sedang ditelaah. Evaluasi diri harus menjamin bahwa proses telaah memberikan hasil penilaian yang realistis mengenai kebutuhan pengembangan sekolah. Oleh karena itu, proses evaluasi diri harus mencakup pengumpulan, pengorganisasian,
analisis
dan
interpretasi
data.
Kita
dapat
mebedakan data-data itu kedalam dua kategori:
data yang siap terekam di sekolah, seperti catatan kehadiran siswa, guru dan staf sekolah, hasil-hasil ujian, nilai rapor, dan data-data keuangan;
data yang masih harus dikumpulkan secara khusus dalam rangka kepentingan Telaah tersebut, misalnya data mengenai pandangan staf sekolah, siswa, orang tua terhadap aspek-aspek tertentu dalam kehidupan sekolah. Dengan demikian, kita dapat membedakan dua aspek yang
dievaluasi secara umum: penelitian dokumen (desk research) dan penelitian lapang (field research).
a. Penelitian Dokumen (Desk Research) Penelitian ini meliputi pelacakan dan pengorganisasian data dan informasi yang telah tersedia di sekolah. Kegiatan ini mencakup penataan dan penyajian data dalam bentuk-bentuk yang dapat memfasilitasi
dilakukannya
penilaian
terhadap
pola-pola
yang
bermakna. Sebagai misal, penelitian ini dapat mencakup:
tabulasi
data
yang
diambil
dari
rekaman
absensi
menunjukkan pola-pola absensi pada hari Senin dan Sabtu.
51
untuk
tabulasi hasil-hasil ulangan untuk menunjukkan kecenderungan dari tahun ketahun atau antara satu mata pelajaran dengan yang lain.
membangun populasi siswa dalam kaitannya dengan karakterisktik tertentu, seperti pekerjaan atau tingkat pendidikan orangtua. Penelitian
dokumen
akan
lebih
mudah
dilakukan
apabila
pencatatan yang ada di sekolah terekam dan tersedia dengan lengkap dan reliabel, dan jika sekolah menggunakan format-format standar untuk merekam semua jenis informasi mengenai kegiatan yang bersifat rutin. Akan tetapi dalam kenyataannya, karena berbagai alasan ada kalanya rekaman data di sekolah tidak lengkap atau tidak tertata-tata rapi. Masalah ini harus benar-benar disadari dan mendapat perhatian khusus.
b. Penelitian Lapang (Field Research) Penelitian lapang meliputi pengumpulan dan pengorganisasian informasi yang secara khusus diperlukan untuk keperluan evaluasi diri. Penelitian ini memerlukan pemilihan dan rancangan instrumen yang tepat untuk mengumpulkan data-data yang relevan. Instrumeninstrumen pengumpulan data yang dapat digunakan oleh sekolah antara lain: kuesioner, daftar cek, pedoman wawancara, format-format terstandar, dan log.
4. Analisis Data Pada dasarnya data hanya ada 2 katagori, yaitu (1) data profil (profile data) dan (2) data kinerja (performance data). Data profil adalah data yang diambil saat itu, sedangkan data kinerja adalah data yang diambil dalam kurun waktu tertentu. Dengan perkataan lain, data
52
kinerja adalah terdiri dari sederetan data profil yang disusun berdasarkan waktu pengambilan data profil tersebut. Untuk data profil, interpretasi dilakukan dengan membandingkan antara data tersebut dengan indikator kinerja sekolah yang dapat dianggap standar yang ingin di capai. Kesimpulan dari interpretasi tersebut, umumnya adalah gradasi buruk sampai dengan baik. Dikatakan baik, apabila data profile sesuai atau melebihi standar yang diacu, demikian juga sebaiknya. Interpretasi adalah sejauhnya jarak atau gap antara data profil dengan standar. Untuk data kinerja, yang harus dicermati adalah kecenderungan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Perlu di prediksi kelanjutan kecenderungan tersebut dimasa mendatang. Setelah tahapan ini selesai dilaksanakan, baru melakukan SWOT Analysis. Analisis SWOT merupakan metode yang bermanfaat untuk mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap situasi sekolah: kekuatan dan kelemahan internal dan peluang dan ancaman dari faktor-faktor
eksternal.
SWOT
Analysis
terkategorisasi
dapat
digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber sacara bersama-sama dalam rangka membangun gambaran komposisi yang koheren mengenai situasi sekolah.
5. Strategi Pengembangan Strategi Pengembangan adalah rencana pengembangan yang secara ringkas disampaikan pada akhir laporan evaluasi diri. Rencana pengembangan tersebut adalah gambaran secara global, ringkas dan jelas tentang rencana pengembangan sekolah, baik untuk perbaikan masalah dan kelemahan yang berhasil di identifikasi maupun untuk mendapat keunggulan kompetitif (competitive advantage).
53
Strategi pengembangan pada evaluasi diri harus ada keterkaitan yang logis dan runut (“benang merah”) mulai dari masalah yang berhasil di identifikasi, solusi
alternatif, garis besar program
pengembangan yang diusulkan. Selain itu rencana pengembangan pada laporan evaluasi diri juga memiliki keterkaitan yang logis dan runut (“benang merah”) mulai dari proses identifikasi kekuatan yang dimiliki dan peluang yang dapat dimanfaatkan (analisa SWOT) sampai program unggulan yang diusulkan. Dari hasil analisa SWOT, dapat diketahui secara cepat kondisi institusi pada saat ini (current condition) dan arah pengembangan institusi dimasa mendatang.
a. Pengertian Strategi Hasil dari tahapan evaluasi diri adalah serangkaian keputusan tentang prioritas pengembangan sekolah selama kurun waktu siklus perencanaan yang disusun. Prioritas-prioritas itu dapat dinyatakan sebagai strategi. Keputusan tidak akan berdampak apapun jika tidak diwujudkan dalam tindakan yang bersifat strategis. Strategi adalah “suatu pertimbangan dan pemikiran yang logis, analitis serta konseptual mengenai hal-hal penting atau prioritas (baik dalam jangka panjang, pendek maupun mendesak), yang dijadikan acuan untuk menetapkan langkah-langkah, tindakan, dan cara-cara (taktik) ataupun kiat (jurus-jurus) yang harus dilakukan secara terpadu untuk terlaksananya kegiatan operasional dan penunjang dalam menghadapi tantangan yang harus ditangani dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan ataupun sasaran-sasaran dan hasil (out put) yang harus dicapai serta kebijaksanaan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Strategi paling baik didefinisikan sebagai ”melakukan hal yang benar” sementara taktik adalah “melakukan segalanya dengan
54
benar”. Strategi yang baik datang dari cara berfikir yang benar. Dalam mengembangkan strategi, dua pertanyaan mendasar harus dijawab, yaitu: 1) Apa yang harus dilakukan? 2) Bagaimana melakukannya? Daft (1988) mendefinisikan strategi sebagai rencana implementasi program pengembanganan yang berupa penentuan alokasi sumber daya dan kegiatan untuk bergelut dengan lingkungan dan membantu organisasi mencapai tujuannya. Pada level tertinggi dalam sebuah struktur organisasi, tingkat sekolah misalnya, strategi yang digunakan disebut dengan grand strategy. Strategi ini diartikan sebagai rencana umum mengenai tindakan utama malalui mana sebuah organisasi berniat untuk mencapai tujuan jangka panjangnya.
b. Macam-Macam Strategi Namun demikian, di bidang manajemen strategis dikenal berbagai opsi strategi yang dapat dipilih oleh sekolah dalam rangka mencapai tujuan strategisnya. Beberapa tipologi strategi tersebut dapat dikategorikan menurut (1) strategi berbasis SWOT analysis,
(2)
kategorisasi grant strategy, (3) Tipologi Strategi Adaptif dari Miles dan Snow, (4) Strategi Kompetitif dari Porterdan, dan (5) model Matriks MacMillan
1) Strategi Berbasis SWOT Analysis SWOT Analysis merupakan sebuah metode untuk menguji strategi-strategi yang potensial yang dikembangkan atas dasar kekuatan,
kelemahan,
peluang
dan
ancaman.
Melalui
pengombinasian masing-masing unsur dan data yang luas yang telah
55
trekumpul sebagai hasil analisis dapat berfungsi sebagai pemicu diskusi dan perbaikan strategi yang selama ini telah digunakan atau mengembangkan
strategi-strategi
baru.
Matrik
SWOT
dapat
membantu pengembangan strategi dengan menggunakan alat SWOT Analysis ini. Strategi berbasis SWOT analysis merupakan strategi yang banyak digunakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pada dasarnya, ada dua strategi pengembangan sekolah yang didasarkan atas hasil analisa SWOT, yaitu (1) arah pengembangan yang sifatnya ekspansi dan (2) arah pengembangan yang sifatnya konsolidasi. Arah
pengembangan
yang
sifatnya
ekspansi,
baru
dapat
dilaksanakan apabila (1) Kekuatan (Strengths) yang di miliki institusi jauh lebih banyak (baik jumlah dan intensitasnya) jika dibandingkan dengan kelemahan (weaknesses) yang dimilikinya dan (2) Peluang (opportunities) yang berhasil di identifikasi jauh lebih banyak (baik jumlah dan intensitasnya) jika dibandingkan dengan ancaman (threats) yang dihadapinya. Matrik SWOT pada dasarnya merupakan daftar dari kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta kombinasi dari Strengths (S) dan Opportunities (O), Strengths (S) dan Threats (T), Weaknesses (W) dan Opportunities (O), Weaknesses (W) dan Threats (T). Terdapat empat pilihan strategi dalam matrik SWOT: competition, mobilization, investment/divestemen, dan damage control.
Strategi competition
diterapkan apabila sekolah berada dalam
posisi yang kuat dan banyak peluang yang teridentifikasi (S-O). Strategi
ini
merupakan
pemanfaatan
kekuatan yang dimiliki.
56
peluang
berdasarkan
Strategi mobilization dipilih apabila organisasi memiliki kekuatan yang cukup, tetapi diluar sana banyak ancaman yang harus dihadapi (S-T). Dengan kata lain, organisasi harus menanggulangi ancaman dengan memanfaatkan kekuatan yang ada.
Strategi investment/divestment diambil apabila organisasi dalam kondisi yang lemah akan tetapi banyak peluang yang tersedia (WO). Dengan strategi ini organisasi memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kekuatannya.
Strategi damage control dipakai apabila organsasi berada pada kondisi lemah dan harus banyak menghadapi ancaman (W-T). Dengan strategi ini organisasi harus menekan kelemahan dan ancaman secara bersama-sama.
Format matrik SWOT dimaksud adalah sebagai berikut:
Matrik SWOT OPPORTUNITIES 1. …………………… 2. …………………… 3. …………………… 4. ……………………
THREATS 1. …………………… 2. …………………… 3. …………………… 4. ……………………
STRENGTH 1. …………………… 2. …………………… 3. …………………… 4. ……………………
SO Competition
ST Mobilization
WEAKNESS 1. …………………… 2. …………………… 3. …………………… 4. ……………………
WO Investment/Divestmen
WT Damage control
57
2) Kategorisasi Grant Strategy Grant strategy dibedakan menjadi tiga kategori: pertumbuhan, stabilitas, dan penghematan atau retrenchment. Pertumbuhan. Pertumbuhan atau growth dapat didorong dari dalam
dengan
cara
meningkatkan
investasi
dalam
bentuk
peningkatan kesempatan akses masyarakat atau meningkatkan difersifikasi layanan pendidikan atau meningkatkan standar kualitas layanan di atas standar yang berlaku umum. Stabilitas. Stabilitas, kadang-kadang disebut strategi berhenti sesaat (pause strategy), berarti bahwa sekolah ingin tetap berada pada kondisinya sekarang atau tumbuh perlahan-lahan dan tetap terkendali. Ketika sebuah sekolah telah mengalami pertumbuhan yang pesat dan berhasil mencapai puncak visi yang diinginkan, sekolah itu biasanya memfokuskan diri pada strategi stabilitas untuk mengintegrasikan semua unit yang ada agar berada pada kondisi puncak itu dengan terus meningkatkan efisiensi. Penghematan. Penghematan berarti bahwa sekolah melakukan pengurangan layanan pendidikan dengan
mempersempit jenis
program pendidikan yang diberikan. Cara ini dapat dilakukan dengan menutup sejumlah program keahlian yang tidak diminati masyarakat atau mengurangi jumlah siswa yang diterima. Hal ini tentu akan berdampak pada pengurangan sumber daya yang diinvestasikan, baik SDM maupun sumberdaya lainnya.
3) Matriks MacMillan Kisi-kisi strategi ini, yang dikembangkan oleh Dr. Ian Macmillan, dirancang khusus untuk membantu organisasi nir-laba, seperti sekolah, untuk merumuskan strategi organisasi. Terdapat tiga asumsi
58
yang menjadi dasar pendekatan ini: (1) kebutuhan sumber daya pada dasarnya bersifat kompetitif dan semua organisasi yang ingin bertahan hidup harus menyadari dinamika itu; (2) oleh karena sumber daya yang tersedia itu sangat terbatas, maka tidak ada ruang untuk duplikasi layanan jasa kepada satu konstituen karena hal ini dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien; (3) layanan jasa yang berkualitas rendah atau biasa-biasa saja dan diberikan kepada kahlayak luas kurang disukai dibandingkan dengan jasa berkualitas tinggi dan diberikan kepada khalayak khusus. Asumsi-asumsi ini memberi implikasi yang sulit dan menyakitkan bagi kebanyakan sekolah. Hal ini dapat ditindak lanjuti dengan penghentian program-program tertentu untuk meningkatkan jasa dan kompetensi utama, memberikan program-program dan khalayak sasaran yang lebih efisien dan efektif, atau berkompetisi secara agresif
melalui
program-program
yang
tingkat
efesiensi
dan
efektifitasnya rendah. Matrik MacMillan menguji empat dimensi program yang dapat membantu penempatan dalam kisi-kisi strategi tersebut dan mengindikasikan strategi yang dapat dipilih. Kesesuaian dengan visi, misi, dan tujuan Program-program sekolah yang tidak sejalan dengan visi, misi, dan tujuan, tidak dapat sekolah mampu didukung oleh pengetahuan dan keterampilan organisasi, tidak memampukan sekolah untuk melakukan penggunaan sumber daya bersama, dan/atau tidak memampukan sekolah untuk melakukan koordinasi kegiatan lintas program sebaiknya dikurangi.
59
Posisi Kompetitif Posisi kompetitif mengacu pada sejauh mana sekolah memiliki kekuatan dan potensi yang lebih kuat untuk mendanai program dan memberikan layanan berbasis klien dibandingkan dengan sekolahsekolah lain di sekitarnya. Kemenarikan Program Kemenarikan program dilihat dari kompleksitasnya terkait dengan pengelolaan porgram itu sendiri. Program-program dengan penolakan yang rendah dari klien, mengalami pertumbuhan layanan berbasis klien, mudah keluar dari hambatan yang dihadapi, dan didukung sumber daya keuangan yang stabil merupakan program yang sederhana dan “mudah dikelola.” Level kemenarikan program juga mencakup perespektif ekonomi atau telaah terhadap peluang investasi sekarang dan masa yang akan datang. Cakupan Alternatif Cakupan alternatif adalah banyaknya organisasi lain yang berusaha untuk memberikan atau ingin berhasil melaksanakan program yang sama di wilayah yang sama dan kepada konstituen yang sama pula. Matrik MacMillan (Tabel 4.1) terdiri dari sepuluh sel untuk menempatkan program-program yang telah ditelaah atas dasar empat dimensi tersebut. Masing-masing sel digunakan untuk menetapkan strategi yang mengarahkan langkah ke depan dari program-program yang tercantum dalam sel itu.
60
Tabel 4.1. Matrik MacMillan Kemenarikan Program Tinggi: Program "Mudah"
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tjuan Baik
Kemenarikan Program Rendah: Program "Sulit"
Cakupan Alternatif Tinggi
Cakupan Alternatif Rendah
Cakupan Alternatif Tinggi
Cakupan Alternatif Rendah
Posisi Kompetitif Kuat
1. Kompetisi Agresif (Aggressive competition)
2. Pertumbuhan Agresif (Aggressive growth)
5. Meniru pesaing yang terbaik (Build up the best competitor)
6. "Soul of the Agency"
Posisi Kompetitif Lemah
3. Divestasi Agresif (aggressive divestment)
4. Membangun Kekuatan atau berhenti (build up strength or get out)
7. Divestasi dengan Teratur (orderly disvestment)
8. "Bantuan dari Luar" (Foreign Aid) atau Kerja Sama
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tjuan Rendah
9. Divestasi Agresif (aggressive divestment)
10. Divestasi Dengan Teratur (orderly disvestment)
C. Rencana Implementasi Pengembangan (RIP)
Komitmen sekolah untuk melaksanakan perencanaan strategis terkait dengan sejauh mana: (1) sekolah mewujudkannya dalam rencana implementasi pengembangan untuk mencapai strategi yang dirumuskan
dan
(2)
melaksanakan
berbagai
metode
untuk
memverifikasi dan mengevaluasi implementasi nyata dari rencana implementasi program pengembangan itu. Masalah utama yang sering muncul saat proses perencanaan sampai pada tahap penyusunan RIP ini antara lain pihak perencana telah mengalami kelelahan setelah menyelesaikan tahap-tahap
61
perencanaan sebelumnya. Penyusunan RIP terasa lebih njelimet dan membosankan dibandingkan tahap-tahap perencanaan strategis sebelumnya yang terkesan lebih besifat kreatif. Oleh karena itu, penyusunan RIP sering terabaikan, dan membiarkan hasil-hasil yang diperoleh pada tahap-tahap sebelumnya lebih sebagai “lamunan”— pernyataan-pernyataan filosofis yang tidak bermanfaat dan tidak membumi pada realitas kegiatan sekolah sehari-hari. Langkahlangkah penting yang telah dilakukan dalam perencanaan strategis itu menjadi sama sekali tidak berguna. RIP merupakan bagian dari proses perencanaan strategis. Pada saat penyusunan RIP, perencana harus telah menuntaskan tugastugas: perumusan atau telaah ulang visi, misi, dan tujuan serta analisis strategis yang meliputi evaluasi diri, analisis SWOT, identifikasi isu-isu strategis, dan penetapan strategi. RIP
secara
khusus mencakup pembuatan keputusan tentang siapa yang akan mengerjakan apa dan kapan dan dengan langkah-langkah bagaimana untuk mencapai tujuan-tujuan strategis. Rancangan dan implementasi perencanaan implementasi bergantung pada sifat dan kebutuhan masing-masing sekolah.
a. Struktur RIP Penyusunan RIP merupakan proses yang memampukan sekolah: (1) mengidentifikasi secara tepat apa yang diinginkan atau apa yang dibutuhkan untuk mencapai hal-hal yang terkait dengan masingmasing
prioritas,
(2)
merencanakan
dan
mendokumentasikan
sejumlah tindakan untuk mencapainya, dan (3) melakukan monitoring dan evaluasi agar praktik-praktik tersebut dapat diperbaiki seiring dengan berkembangnya pengalaman.
62
Sebuah RIP harus difokuskan pada kebijakan tertentu. Dalam kaitannya dengan kebijakan ini, Rencana implementasi program pengembangan mencakup: a) Strategi Pengembangan b) Tujuan c) Kegiatan
d)
e) f)
g)
h)
:
strategi yang terkait dengan RIP yang akan disusun : apa yang akan dicapai : jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sasaran itu. Sumber Daya : sumber daya manusia, finansial, organisasi, fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam implementasi. Pendelegasian : siapa mengerjakan apa Jadwal Kegiatan : kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan; batas waktu tugas harus diselesaikan Kriteria Keberhasilan : hasil yang akan menjadi indikator bahwa rencana tersebut sedang atau telah mencapai sasara yang diinginkan. Prosedur Monitoring dan Evaluasi
63
BAB V RENCANA OPERASIONAL
A. Pengertian Rencana Operasional Rencana Operasional (Renop) sekolah merupakan rencana implementasi Rencana Strategis sekolah dalam kurun waktu satu tahun. Renop sering juga disebut Rencana Tahunan. Renop berisi langkah-langkah operasional yang akan ditempuh selama satu tahun oleh sekolah, unit-unit, dan/atau individu-individu staf dalam rangka mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan jabaran dan tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan strategis. Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang dalam struktur
organisasi
sekolah
yang
mengacu
pada
rencana
implementasi program pengembanganan yang relevan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Renop berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1) penjamin bahwa rencana strategis akan terwujud dalam kegiatan operasional sehari-hari sekolah, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan semesteran, bulanan, mingguan, dan harian, dan (3) justifikasi rinci penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja tahunan.
B. Komponen-Komponen Renop Komponen-komponen Renop sebenarnya tidak jauh berbeda dengan RIP yang dirumuskan dalam dokumen Renstra. Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan rincian dari masing-masing komponen itu. Komponen-komponen Renop meliputi:
64
1. Judul
2. Latar Belakang dan Rasional 3. Sasaran 4. Indikator Kinerja 5. Rancangan Kegiatan
6. Sumber Daya dan Dana Yang dibutuhkan
7. Jadwal Kegiatan
8. Penanggung Jawab Kegiatan
: judul disesuaikan dengan strategi yang dikembangkan dalam Renstra : alasan atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan. : hasil yang akan peroleh pada akhir kegiatan operasional : tolok ukur kuantitatif pencapaian sasaran : jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan operasional selama satu tahun. : jenis dan kualifikasi sumber daya manusia, saranaprasarana, dan informasi yang dibutuhkan dalam implementasi kegiatan. jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan untuk pengadaan, peningkatan kualitas, pemeliharaan, dan pengoperasian sumber daya yang dibutuhkan. : kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan dan batas waktu tugas harus diselesaikan : Pejabat atau staf yang bertanggung jawab keterlaksanaan Renop
Berikut diuraikan penjelasan rinci masing-masing komponen Renop tersebut.
1. Latar Belakang dan Rasional Latar Belakang dan Rasional ini menguraikan secara ringkas dan padat mengenai alas atau argumentasi yang mendasari kegiatan
65
yang diusulkan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini meliputi: a. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada evaluasi diri saat menyusun Renstra, yang akan diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah tersebut harus
dielaskan
sedemikian
rupa,
sehingga
tergambar
permasalahan tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permsalahan tersebut). b. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam RIP
dalam
dokumen Renstra c. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya dari siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga perlu dikemukakan: 1) capaian-capaian tujuan jangka panjang tang telah diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya. 2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum terselesaikan pada tahun sebelumnya. 3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop yang sedang disusun d. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang akan dilaksanakan menyelesaikan
adalah akar
pilihan
yang
permasalahan
paling
tepat
tersebut
untuk diatas.
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.
66
2. Sasaran (Objective) Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan. Sasaran adalah penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang diambil sekolah guna mencapai tujuan (target terukur). Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh sekolah atau unit yang ada di sekolah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu satu tahun. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap sasaran disertai target masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan. Rumusan sasaran yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut. a. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota. b. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan mailstone pancapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan dan tujuan yang dituangkan dalam Renstra Sekolah. c. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator kinerja. d. Sasaran
harus
mengacu
pada
masalah-masalah
yang
teridentifikasi dalam evaluasi diri dan merupakan upaya yang dikembangkan untuk menjawab isu-isu strategis. e. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya.
67
f. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, dan bukan cara pencapaiannya. g. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat digunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya. h. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh mengandung target yang tidak layak. i.
Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil yang ingin dicapai.
j.
Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu.
3. Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik
dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi, serta untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka dan atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau ketidakberhasilan) sekolah atau unit kerja yang ada di bawahnya. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi: a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan. b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan.
68
c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja sekolah atau unit kerja yang ada di dalamnya.
Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi b. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun kualitatif. c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai. d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan proses. e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan. f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis. Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja sekolah, yaitu : a. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Indikator ini dapat berupa kualitas siswa baru, kekekatan persaingan dalam seleksi siswa baru, relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, kualitas Renstra yang disusun sekolah, dan sebagainya. b. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam proses pendidikan di sekolah.
69
Contoh indikator ini antara lain,
tingkat
kehadiran
siswa,
tingkat
keterlibatan
siswa
dalam
pembelajaran, penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke perpustakaan, dan sebagainya. c. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator seperti peningkatan rata-rata NUN, peningkatan peringkat rata-rata NUN di tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah siswa yang lulus UN, dapat digolongkan sebagai indikator output. d. Indikator
dampak
(outcome):
segala
sesuatu
yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai dalam kurun waktu Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah terukur setelah masa siklus Renstra (4-5 tahun) selesai atau hampir selesai. Jumlah siswa yang diterima di jurusan faforit du perguruan
tinggi
ternama,
jumlah
siswa
yang
langsung
mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin pendeknya masa tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan pertama setelah mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome. e. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan akibat dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat banyaknya siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya jumlah siswa yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari banyak nya siswa yang diterima di peruguruan tinggi unggulan, cepatnya promosi atau perkembangan karir lulusan di dunia kerja merupakan contoh-contoh indikator akibat tersebut. Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka dalam Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan
70
kondisi yang diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Kondisi saat disusunnya Renop digunakan sebagai baseline. Selain itu, jika indikator bersifat spesifik maka perlu dijelaskan bagaimana dan kapan indikator itu akan diukur.
Tabel 5.1 Cotoh Penyajian Indikator Kinerja Baseline Meningkatnya • Rata-rata nilai 6,75 relevansi hasil Uji kompetensi Kompetensi siswa di bidang yang TIK dengan dilakukan kebutuhan Asosiasi dunia kerja Profesi (output) Sasaran
Indikator
•
Target 8,00
Jumlah siswa 65% 100% yang lolos Uji Kompetensi oleh Asosiasi Profesi (output) • Jumlah Tidak 100% lulusan yang diketahui bekerja di bidang TIK (outcomes)
Metode Pengukuran Rata-rata nilai semua peserta uji kompetensi
Jumlah yang lulus dibagi jumlah peserta uji kompetensi Studi sampling setelah mereka lulus
4. Rancangan Kegiatan Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkahlangkah kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu tahun. Pada setiap langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud dan tujuannya yang ingin dicapai secara ringkas dan jelas.
71
Rancangan
kegiatan
yang
efektif
harus
memenuhi
beberapa
persyaratan sebagai berikut. a. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau upaya pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung terusmenerus sementara investasi merupakan implikasi dan hanya merupakan tahap paling awal dari sebuah kegiatan. b. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami dengan mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik. c. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk itu perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya berupa indikator
keluaran
mencantumkan
(output),
indikator
namun
dimungkinkan
keberhasilan
dampak
untuk (impact/
outcomes). d. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit, karena cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang penanggung jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan meningkatkan beban kerja penanggungjawab. e. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant) terhadap rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan. f. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat dengan jelas. g. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.
72
Untuk
memudahkan kita dalam
merancang kegiatan dan
membedakannya dengan investasi, Tabel 5.2 memberikan contoh keduanya.
Tabel 5.2 Contoh Kegiatan dan Investasi Kegiatan
Investasi •
Peningkatan kualitas penelitian tindakan kelas (output)
•
Peningkatan peringkat dalam a. kejuaraan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) di tingkat b. Kabupaten (outcome) Peningkatan keberterimaan siswa a. dalam Prakerin (impact). b. Peningkatan relevansi antara RPP yang disusun guru dengan SKL dan SI (output)
c.
Peningkatan keefektifan pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
d.
Pelatian penelitian tindakan kelas untuk. Penyediaan jumlah referensi penunjang PTK Pelatihan pembimbingan LKIR bagi guru. Penyediaan karya ilmiah siswa sekolah lain yang telah berhasil memenangi LKIR Penyesuaian peralatan lab dengan standar industri. Peningkatan Networking dengan DU/DI Lokakarya penyusunan RPP di sekolah; Konsultan pengembangan KTSP dan RPP Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru TIK di bidang jaringan. Penambahan peralatan laboratorium. Perluasan daya tampung laboratorium komputer
5. Sumberdaya yang Dibutuhkan Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian rinci mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dijaga keberlangsungannya (sustainability). Sumber daya ini dapat meliputi SDM, pra-sarana dan sarana pendidikan, 73
buku-buku perpustakaan, keahlian, informasi, teknologi, sistem manajemen,
networking,
bahan
habis
pakai
untuk
kegiatan
manajemen. Pemilihan
dan
penetapan
sumber
daya
yang
dibutuhkan
hendaknya memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut. a. Uraian harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan. b. Harus dijelaskan asal sumberdaya tersebut, misal: membeli, menyewa,
meminjam,
memperbaiki
yang
telah
ada,
atau
meningkatkan kapasitas. c. Sumberdaya tidak hanya dapat diperoleh melalui siswa atau orang tua siswa, namun juga bisa didapatkan dari sumber lain, termasuk sumber dana yang berasal dari non-pemerintah. d. Setiap kegiatan atau sub-kegiatan dimungkinkan membutuhkan lebih dari satu sumber daya. e. Dimungkinkan adanya juga kegiatan yang tidak membutuhkan penambahan sumberdaya baru, tetapi menggunakan sumberdaya yang sudah ada, sehingga pada bagian ini tidak ada sumberdaya yang dibutuhkan. f. Pada bagian ini harus disebutkan secara ringkas, tentang jenis, kualifikasi, spesifikasi, dan jumlah masing-masing sumberdaya yang diperlukan (contoh: komputer dengan spesifikasi tertenu, guru atau staf dengan kompetensi tertentu, alat laboratorium, jenis informasi, peraturan di bidang tertentu, konsultan di bidang tertentu); g. Mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengadakan, perbaikan, peningkatan kapasitas sumberdaya tersebut;
74
h. Apabila sumber daya diusulkan kepada donor atau pemerintah, asal sumberdana yang akan digunakan harus sesuai dengan Komponen Pembiayaan Yang Boleh Diusulkan (Eligible Cost Component). Keterkaitan antara kegiatan, sub-kegiatan, sumber daya dan sumber dana yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3
Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana
Kegiatan/Subkegiatan Peningkatan keefektifan pembelajaran TIK 1. Peningkat an Rancang an pembelaj aran TIK
2. Peningkat an keefektifa n kegiatan praktikum
4. Evaluasi kompeten si berskala industri
Sumber Daya Yang dibutuhkan
1. 2 orang guru yang kompeten dalam penyusunan Silabus dan RPP TIK yang efektif 2. Silabus dan RPP Pembelajaran TIK yang efektif
1. 2 orang guru yang kompeten di bidang Web Master, Jaringan, dan PC Hardware 2. 15 Unit Komputer berkecepatan tinggi dan jaringan 3. 20 set Komponen PC untuk kegiatan praktikum 5. Kerjasama dengan asosiasi profesi
75
Investasi
Lokakarya
Supervisi Penyusuna n Silabus/RP P Pelatihan
Jumlah Biaya
Rp. 2.500.000
Sumber Dana
DIK
-
-
Rp. 10.000.000
DPP
Perbaikan yang sudah komputer
Rp. 10.000.000
Blockgr ant
Pengadaan Barang
Rp. 40.000.000
Pemkab
-
-
-
6. Jadwal Pelaksanaan Bagian ini berisi uraian ringkas tentang jadwal pelaksanaan kegiatan selama satu tahun, dalam bentuk tabel (bar diagram). Sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang dicantumkan pada bagian ini, harus sama dengan sub kegiatan atau tahapan kegiatan yang diuraikan pada bagian Rancangan Kegiatan. Untuk contoh kegiatan “Peningkatan
keefektifan
pembelajaran
TIK”
di
atas,
jadwal
pelaksanaannya dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 5.4. Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop Kegiatan/Sub-kegiatan
Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1. Peningkatan keefektifan pembelajaran TIK 2. Peningkatan Rancangan pembelajaran TIK 3. Peningkatan keefektifan kegiatan praktikum 4. Evaluasi kompetensi berskala industri
76
BAB VI PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN
A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah Proposal berasal dari kata to propose
artinya mengusulkan.
Proposal pada umumnya berisi rencana yang bersifat sekali pakai (single-use plan) yang dikembangkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang tidak mungkin diulang-ulang di masa depan. Usulan kegiatan dalam proposal dapat berupa program atau proyek. Yang dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran (objectives) dan rencana untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Program dirancan untuk melaksanakan sejumlah kegiatan untuk kepentingan organisasi sekolah. Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pokok, yang kadang kala memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya, serta sering memerlukan dibentuknya organisasi yang terpisah. Program memiliki ruang lingkup yang luas dan terdiri dari atau terkait dengan sejumlah proyek. Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi memiliki jangka waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang lebih spesifik. Dengan kata lain, proyek merupakan serangkaian tujuan jangka pendek dan rencana dalam ruang lingkup yang sempit untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan bagian dari program. Peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan merupakan
contoh
sebuah
program.
Pengembangan
KTSP,
pengembangan silabus muatan lokal, dan identifikasi kearifan lokal untuk diadopsi menjadi nilai-nilai yang dikembangkan dalam interaksi
77
belajar-mengajar merupakan proyek-proyek yang menjadi bagian dari program
peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan
tersebut. Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan tertulis yang dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga bersedia memberikan dukungan (biasanya berupa dana) terhadap implementasi program atau kegiatan yang diusulkan. Proposal penelitian
mahasiswa,
mendapatkan
misalnya,
persetujuan
dari
biasanya
pimpinan
diajukan
jurusan
atau
untuk dosen
pembimbing untuk kemudian menjadi proyek penelitian dalam rangka menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Disamping untuk mendapatkan persetjuan, proposal juga diajukan untuk mendapatkan pendanaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang diusulkan. Kegiatan untuk pengembangan sekolah biasanya diusulkan kepada pemerintah, komite sekolah, yayasan, atau pihak donor yang lain untuk disetujui dan untuk mendapatkan pendanaan. Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia dana) atau atas inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal yang dibuat atas dasar permintaan pihak lain biasanya telah disertai ketentuan mengenai substansi dan format yang harus diikuti oleh sekolah pengusul.
Sekolah tidak banyak mengalami kesulitan
berkaitan dengan isi dan format yang harus dituangkan dalam proposal. Persoalan
sering
muncul
apabila
sebuah
kegiatan
yang
dituangkan dalam proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau oleh pihak lain akan tetapi tidak disertai panduan yang rinci tentang cara-cara menyusun proposal. Dalam hal yang demikian ini, sekolah harus mampu menuangkan gagasan pengembangannya kedalam
78
sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan yang diusulkan benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan layak untuk diberi
dukungan.
Uraian
berikut
ini
memberikan
pemahaman
bagaimana menuangkan inisiatif pengembangan sebuah sekolah dituangkan dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak lain yang berkepentingan agar bersedia mendukung implementasi kegiatan yang diusulkan itu. Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik, sistematika proposal, dan proses penyunanan proposal yang efektif.
1. Prinsip-Prinsip Penyusunan Proposal Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting yang harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal pengembangan sekolah. Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus bersifat urgen atau mendesak. Kemendesakan ini dapat dilihat dari dua hal. Pertama, kegiatan dikatakan mendesak untuk dilaksanakan apabila kegiatan itu benar-benar dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang sangat penting dan mendesak untuk dipecahkan oleh sekolah. Masalah terjadi ketika sekolah gagal mencapai apa tujuan yang telah dirumuskan. Kinerja sekolah tidak memuaskan
pihak-pihak
yang
berkepentingan.
Ketika
sekolah
menetapkan sasaran pengembangan adalah untuk mencapai ratarata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka yang dicapai di bawah 7,50, dapat diartikan bahwa sekolah menghadapi masalah. Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada ketika sekolah memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai hal-hal yang lebih dari apa yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari
79
contoh tentang NUN di atas, sekolah dapat dikatakan memiliki peluang apabila sekolah berhasil mencapai rata-rata NUN 7,50 akan tetapi dilihat dari potensi yang dimiliki, sebenarnya sekolah itu mampu mencapai rata-rata NUN di atas 7,50. Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah adanya relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan. Relevansi eksternal adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan visi, misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Strategis Sekolah. Relevansi internal adalah relevansi antar komponen-komponen dalam proposal itu. Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan strategis sekolah. Visi, misi, tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam Rencana Strategis Sekolah harus menjadi rujukan utama dalam penyusunan proposal pengembangan skeolah. Tujuan dan kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus menerminkan kebutuhan sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan strategis sekolah tersebut. Tujuan-tujuan strategis sekolah tersebut harus digunakan sebagai pijakan dan tolok ukur (benchmark) utama dalam identifikasi dan analisis masalah atau peluang yang merupakan cikal-bakal disusunnya sebuah proposal pengembangan. Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat dari adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen yang disajikan dalam proposal. Setiap proposal pengembangan sekolah sekurang-kurangnya harus mencakup komponen-komponen: identifikasi masalah atau peluang, tujuan pengembangan, deskripsi kegiatan, rancangan implementasi, dan rencana anggaran. Dengan
80
demikian sebuah proposal yang memiliki relevansi internal yang baik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai untuk memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.
Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan indikator
keberhasilan
yang
dirumuskan
harus
merupakan
penjabaran rinci dari tujuan yang ingin dicapai sehingga keduanya merupakan tolok ukur yang tampak dari pencapaian tujuan.
Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang akan dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian alternatif kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan.
Organisasi pelaksana kegiatan, jadwal kegiatan, dan rancangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam rancangan implementasi kegiatan harus terkait dengan deskripsi kegiatan yang diusulkan. Susunan kepanitiaan atau satgas berikut jumlah personalia, waktu yang dialokasikan, dan prosedur serta teknis evaluasi dan monitoring yang akan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan ruang lingkup cakupan kegiatan yang diusulkan.
Anggaran pembiayaan yang diusulkan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi. Komponen-komponen pembiayaan yang diusulkan
harus
sesuai
dengan
kebutuhan
kegiatan
yang
diusulkan. Prinsip ketiga dalam penyusunan proposal adalah prinsip keterlaksanaan. Sekolah dapat saja mengusulkan kegiatan untuk mencapai tujuan dalam tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi
81
sekolah harus tetap memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki baik yang berupa SDM, fasilitas, waktu, informasi maupun dana. Keterbatasan sumber daya yang tersedia akan menentukan keterlaksanaan kegiatan yang diusulkan dan keberhasilan pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan yang baik harus terjamin keterlaksanaannya melalui dukungan sumber daya yang mampu disediakan.
2. Struktur Proposal Pengembangan Sekolah Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri proposal sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana, oleh siapa, kapan, dan dengan sumber daya apa sebuah kegiatan akan dilaksanakan. Namun demikian, pada umumnya setiap proposal pengembangan selalu mencakup bagian-bagian pokok sebagai berikut. 1. Informasi umum tentang sekolah 2. Telaah situasi dalam rangka identifikasi masalah yang dihadapi oleh sekolah 3. Rancangan program pengembangan 4. Indikator keberhasilan 5. Rencana implementasi program 6. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya 7. Lampiran-lampiran Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponenkomponen proposal tersebut.
82
a. Informasi Umum Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah, rencana pengembangan sekolah , dan perkembangan sekolah selaman beberapa tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan dapat mencakup Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap, nama kepala sekolah, dan lain-lain. Sejarah singkat sekolah; Status akreditasi; Jumlah siswa; Jumlah guru; Rencana merupakan
pengembangan
sekolah
ringkasan
Rencana
untuk
menunjukkan
dimaksudkan pengembangan
yan
akan
yang
Strategis
Sekolah.
keterkaitan
diuraikan
disajikan
dalam
harus
Uraian
antara
ini
rencana
proposal
yang
bersangkutan dengan rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam Renstra sekolah. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam bagian ini antara lain meliputi: Visi, misi, tujuan dan strategi yang ditetapkan oleh sekolah; Strategi dan prioritas yang akan dikembangkan; Kebijakan/rencana operasional yang telah dan akan diambil untuk mewujudkan rencana strategis tersebut. Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian singkat mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah terkait dengan implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu (misal 3 tahun). Hal-hal yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-kurangnya harus mencakup:
83
1) Strategi, program, atau kegiatan yang telah dilaksanakan; 2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan Strategi, program, atau kegiatan tersebut; 3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan; 4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu dipertahankan untuk memelihara kesinambungan pengembangan sekolah; 5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih harus dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan perlu penanganan dengan segera;
b. Telaah Situasi Sekolah Telaah situasi pada dasarnya sama dengan evaluasi diri. Telaah Situasi
merupakan
titik
tolak
semua
kemajuan.
Karena
itu
peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan analisis secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tatacara telaah situasi yang baik dan benar sama dengan tata cara evaluasi diri yang telah diuraikan pada Bab III bahan diklat ini yang pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan sekolah dan jenis Program yang diusulkan. Prinsip-prinsip telaah situasi yang baik meliputi: 1) Pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan sekolah; 2) Didukung dengan data-data yang akurat, lengkap dan mutakhir; 3) Analisis
dilakukan
secara
mendalam
sehingga
mampu
mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai masalah di sekolah; dan
84
4) Telaah
bersifat
komprehensif
menyangkut
semua
aspek
keberlangsungan sekolah.
Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai dengan mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut. 1) Latar Belakang Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah Situasi, termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai sumber data dan informasi diidentifikasi dan data serta informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber
itu
digunakan,
serta
seberapa
besar
keterlibatan dan kontribusi dari semua warga sekolah dalam penyusunan Telaah Situasi. 2) Kondisi Eksternal Berisi
penjelasan
tentang
kondisi
eksternal
(peluang
dan
tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah. Uraian tentang mengapa Sekolah ini harus ada dari sudut pandang stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan. 3) Kondisi Organisasi dan Kelembagaan Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana sistem organisasi dan tata
kerja
yang
diterapkan
di
Sekolah
serta
bagaimana
keterkaitannya dengan komite sekolah, yayasan, atau instansi lain yang relevan. Perlu dijelaskan tentang berbagai kelemahan dan keunggulan sistem tata kerja yang diterapkan tersebut. 4) Program Pembelajaran Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis tentang seberapa
besar
penyelenggaraan
efisiensi, program
produktivitas pembelajaran
kelemahan dan keunggulannya.
85
dan yang
efektivitas ada,
serta
5) Manajemen Sumberdaya Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan pengelolaan sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas fisik) yang ada di Sekolah. Perlu dijelaskan tentang analisis berbagai kelemahan dan keunggulan sistem manajemen sumberdaya yang diterapkan tersebut. 6) Permasalahan dan Alternatif Penyelesaiannya Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu strategis, akar permasalahan
yang
sudah
teridentifikasi,
solusi
alternatif,
pengembangan potensi-potensi yang ada, rencana dan target peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang ada, sesuai dengan hasil analisis situasi. Dalam hal ini sekolah harus memilih program yang paling tepat yang akan dilakukan dari berbagai penyelesaian alternatif yang ada. Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di identifikasi, sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja dan kualitas dari program pembelajaran. Dengan demikian, semua program yang sedang berjalan maupun yang sedang diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu ke depan harus menyertakan sumber daya yang dibutuhkan. Tiap program dapat ditabulasi seperti terlihat pada Tabel 6.1. dibawah ini dan harus mempunyai hubungan yang jelas antara permasalahan yang diidentifikasi, alternatif penyelesaikan masalah, dan kegiatan perencanaan beberapa tahun ke depan
86
Tabel 6.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program yang diusulkan Masalah
Alternatif Pemecahan
1
2
Program Yang Diusulkan 3
Sumber Keterangan Pembiayaan 4
5
Keterangan: Kolom 1 diisi masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah situasi; Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah; Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau yang sedang diusulkan melalui proposal yang disusun. Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih, misalnya komite sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.
c. Rancangan Program Pengembangan Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran lebih rinci dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian akhir telaah situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu sekurang-kurangnya mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2) tujuan, (3) mekanisme dan rancangan kegiatan, (4) sumber daya dana yang dibutuhkan, (5)
jadwal pelaksanaan, (6) indikator
keberhasilan, dan (7) rancangan keberlanjutan. Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 5 yang diuraikan pada awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan ruang lingkup masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penjelasan pada Bab 5 tersebut. Hal yang membedakan keduanya adalah pijakan yang dijadikan rujukan dalam
87
pengembangan program atau kegiatan. Dasar pengembangan Renop adalah hasil telaah yang dilakukan untuk penyusunan Renstra, sedangkan dasar dalam pengembangan proposal adalah hasil telaah situasi yang dilakukan saat proposal itu di kembangkan. Kedua hasil telaah tersebut dimungkinkan berbeda karena dilaksanakan pada waktu dan fokus yang berbeda.
d. Indikator keberhasilan Untuk memudahkan pembaca mengetahui apa yang menjadi tolok ukur pencapaian tujuan semua program yang diusulkan, selain untuk pada masing-masing program yang diusulkan, penyusun proposal perlu menyajikan sejumlah indikator keberhasilan program secara keseluruhan. Indikator keberhasilan ini dapat berupa indikator kunci (key performance indicator) dan indikator pendukung atau indikator tambahan. Indikator kunci biasanya merupakan indikator keberhasilan kegiatan secara keseluruhan, dan sulit dicapai oleh program-program yang diusulkan secara terpisah-pisah. Peningkatan persentase atau jumlah siswa yang lulus UNAS, tingkat keberhasilan siswa diterima pada jurusan favorit di perguruan tinggi ternama, kecepatan siswa mendapatkan pekerjaan, misalnya, hanya dapat dicapai melalui berbagai program pengembangan sekolah yang dilaksanakan secara terintegrasi. Oleh karena itu angka-angka yang menunjukkan parameter-paremeter tersebut dapat dijadikan sebagai indikator kunci pengembangan sekolah. Indikator-indikator seperti tingkat kehadiran siswa di kelas, tingkat penggunaan laboratorium untuk, tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan, transaksi bahan pustaka dengan siswa, dan sebagainya adalah faktor-faktor yang dapat dicapai oleh program-program pengembangan khusus. Oleh
88
karena itu indikator-indikator semacam ini dapat digunakan sebagai tambahan atau pendukung pencapaian indikator kunci. Untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi kemajuan yang dicapai sekolah secara bertahap, dianjurkan indikator keberhasilan tersebut disajikan secara serial dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu yang biasa dipakai adalah saat awal (sebelum program
yang
diusulkan
dalam
proposal
dilaksanakan)
yang
digunakan sebagai landasan awal atau baseline, saat pertengahan implementasi program atau midterm, dan saat program telah berakhir atau final. Penyajian itu dapat dilakukan dalam bentuk tabel sebagaimana Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Indikator Keberhasilan Indikator
Awal Program (Baseline)
Idikator Kunci Kelulusan Ujian akhir (%) Rata-Rata NUN Jumlah Siswa yang diterima di PT Favorit Persentase Kenaikan kelas (%) Lama tunggu mendapatkan pekerjaan pertama (bulan) dst.
Indikator Pendukung/Tambahan Penggunaan laboratorium IPA untuk per minggu (jam) Tingkat kehadiran siswa dalam kelas (%) Rata-rata transaksi bahan pustaka dengan siswa (per hari) dst
e. Rencana Implementasi Kegiatan Bagian ini terdiri dari tiga bagian sebagai berikut. 89
Capaian Tengah (Mid)
Akhir Program (Final)
1) Organisasi Program Organisasi ini harus dibentuk untuk melaksanakan program yang diusulkan,
memonitor
dan
mengevaluasi
pelaksanaannya.
Organisasi ini harus sesuai dengan struktur organisasi yang ada di sekolah, artinya struktur yang dibangun tidak saling tumpangtindih atau bertentangan dengan struktur organisasi sekolah. Akan lebih baik jika disertakan juga bagan organisasinya, deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing, serta daftar nama pelaksana yang terkait (Ketua Pelaksana, Wakil Ketua Bidang A, Wakil Ketua Bidang B, dsb, dan penanggung jawab masing-masing program). Untuk lebih meyakinkan pihak-pihak yang terkait, perlu disertakan (dalam lampiran, misalny) curiculum vitae masing-masing pelaksana. Dalam organisasi ini harus tampak juga keterkaitannya dengan struktur organisasi yang ada di sekolah. 2) Program dan Penjadwalan Jadwal implementasi keseluruhan program/kegiatan perlu dibuat tersendiri agar memudahkan pelaksanaannya dan juga memberi pemahaman kepada pembaca proposal kapan setiap program yang diusulkan akan dilaksanakan. Jadwal dalam bentuk bagan seperti tabel di bawah ini (Tabel 6.3) akan lebih memudahkan mehamai jadwal pelaksanaan tersebut.
90
Tabel 6.3. Program dan Penjadwalan Program
Sub-Program atau Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan* Tahun 2008 Tahun 2009 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 TW 1 TW 2 TW 3 TW 4
1. Program 1 1.1 Sub-Program 1.1 1.2 Sub-Program 1.2 1.3 Sub-Program 1.3, dst. 2. Program 2 2.1 Sub-Program 2.1 2.2 Sub-Program 2.2 2.3 Sub-Program 2.3, dst.
Catatan: TW
= Triwulan
*) = Bila kegiatan dilaksanakan dalam setahun, jadwal dapat dibuat bulanan; jika kegiatan dilaksanakan dalam 6 bulan atau kurang, jadwal dibuat dalam mingguan
3) Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi adalah bagian yang penting dari manajemen program agar implementasi program dapat berjalan dan dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Jelaskan mekanisme monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan.
f. Rangkuman Kebutuhan Sumber Daya dan Anggaran Biaya Selain jadwal, kebutuhan sumber daya dan anggaran pendukung pelaksanaan
program
juga
harus
dirangkum
menjadi
satu.
Rangkuman ini mencakup semua kebutuhan sumber daya dan anggaran yang telah diuraikan pada masing-masing program yang diusulkan. Tabel 6.4 dan Tabel 6.5 merupakan contoh rekapitulasi sumber daya dan anggaran dimaksud.
91
Tabel 6.4 Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-Program
Program
Program 1
SubProgram SubProgram 1.1
SubProgram 1.2
Program 2
SubProgram 1.3 Subprogram 2.1
Subprogram 2.2
Kebutuhan Sumber Daya (Komponen Anggaran) 1.1.1 Pelatihan guru 1.1.2 Pembelian alat lab 1.2.1 Lokakarya dengan komite 1.2.3 Seminar 1.2.3 Studi banding 1.3.1 Renovasi gedung 2.1.1 Pemb. Gedung baru 2.1.2 Bahan pustaka 2.1.3 2.2.1
Total Biaya
Sumber Biaya
120.000
1.800.000
Komite
7
1.750.000
12.250.000
Pemda
Kegiatan
2
3.000.000
6.000.000
Pemda
Kegiatan
1
3.000.000
3.000.000
Pemda
OH
50
200.000
10.000.000
Komite
Satuan
Volume
Oranghari (OH) Unit
15
Biaya Satuan
Jumlah Komite Pemda Lain-lain
Dari Tabel 6.4 di atas, anggaran perlu dikelompokkan menurut komponen anggaran dan jadwal realisasi anggaran sebagaimana Tabel 6.5.
92
Tabel 6.5 Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi Komponen Anggaran Satuan 1 2 1. Pelatihan Guru OH 2. Pengadaan alat paket lab 3. Renovasi gedung 4. Pemb. Gedung baru 5. Lokakarya Kegiatan 6. Bahan pustaka Eksemplar 7. Peralatan kantor Paket 8. 9. dst Manajemen Program paket
Total Tahun 1 Volume Volume Biaya 3 4 5
Tahun 2 Volume Biaya 6 7
Jumlah Biaya 8
Keterangan: Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
: : :
Kolom 4 dan 6
:
Kolom 5 dan 7
:
diisi komponen anggaran yang diajukan diisi satuan yang dipakai diisi jumlah volume komponen yang bersngkutan dari masing masing program yang diusulkan diisi volume yang akan direalisasikan pada tahun yang bersangkutan diisi jumlah biaya yang dibutuhkan pada tahun yang bersangkutan
g. Lampiran-Lampiran Untuk lebih meyakinkan pembaca, proposal harus benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu setiap proposal pengembangan sekolah harus didukung dengan data atau informasi yang relevan, sahih, mutakhir, dan dalam takaran yang cukup. Datadata yang demikian ini biasanya tidak mungkin disertakan dalam dokumen inti proposal. Oleh karena itu data atau informasi ini dapat dikumpulkan dalam lampiran proposal. Data atau informasi yang dilampirkan itu dapat meliputi: 1.
Dokmen resmi pendukung penyelenggaraan sekolah: piagam pendirian sekolah, piagam akreditasi, sertifikat tanah;
93
2.
Data tentang keberhasilan selama beberapa tahun terakhir terkait dengan implementasi Renstra Sekolah;
3.
Dokumen
dan
data
pendukung
telaah
situasi
sekolah:
perkembangan jumlah, jumlah guru, tingkat kehadiran siswa, tingkat kehadiran guru, jenis dan jumlah sarana pembelajaran, nilai hasil ujian siswa, dan data-data lain yang dibutuhkan untuk memperkuat hasil analisis dalam analisis situasi; 4.
Data pendukung justifikasi anggaran biaya: spesifikasi rinci komponen anggaran yang diusulkan, spesifikasi barang atau jasa yang diadakan, atau kerangka acuan kegiatan yang menjabarkan secara rinci komponen anggaran tertentu seperti pelatihan guru, lokakarya dan seminar, studi banding, dan sebagainya.
B. Penyusunan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR) Kegiatan Kerangka Acuan atau Term of Reference disingkat TOR dibutuhkan saat sekolah akan mulai mengimplementasikan semua kegiatan yang dirancang dalam Renop dan RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah. TOR ini dibutuhkan agar realisasi setiap komponen anggaran yang dituangkan dalam RAPBS atau Proposal Pengembangan dapat berjalan efisien dan efektif. TOR pada intinya berisi jabaran rinci dan sangat teknis mengenai mengapa, untuk apa, oleh siapa, bagaimana, kapan, dan dimana sebuah mata anggaran akan direalisasikan. TOR berfungsi sebagai pedoman teknis dan pengendali yang digunakan oleh tim atau panitia untuk melaksanakan sebuah even atau kegiatan. Beberapa mata anggaran yang memerlukan TOR antara lain:
94
1. Pengembangan
kompetensi
staf:
pelatihan,
penataran,
permagangan, seminar, lokakarya, studi banding. 2. Pengembangan kebijakan atau dokumen-dokumen pendukung pendidikan seperti KTSP,
Kebijakan Disiplin Siswa, Kebijakan
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya. 3. Kegiatan-kegiatan seremonial atau seperti peringatan hari-hari besar, Masa Orientasi Siswa (MOS), pelatihan kepemimpinan siswa. 4. Kegiatan-kegiatan lain yang dipandang memerlukan penjelasan rinci. Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan TOR. Penanggung jawab kegiatan harus mengembangkan sendiri TOR untuk masing-masing kegiatan sedemikian rupa sehingga siapapun yang diberi tugas melaksanakan kegiatan akan merealisaikan kegiatan sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara umum TOR berisi komponen-komponen sebagai berikut. 1. Judul 2. Latar Belakang dan Rasional 3. Tujuan 4. Hasil yang diharapkan 5. Ruang lingkup kegiatan 6. Rincian anggaran biaya 7. Jadwal kegiatan 8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 9. Pelaksana/penangung jawab kegiatan Berikut ini diuraikan secara singkat komponen-kompoenen TOR tersebut.
95
1. Judul TOR KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) Nama Program/Kegiatan
: ............................................................
Mata Anggaran
: ............................................................
Kode Anggaran dalam RAPBS
: ............................................................
Tahun Anggaran
: ............................................................
Semua keterangan dalam judul tersebut dikutip langsung dari Renop atau Proposal yang menjadi dasar disusunnya TOR yang bersangkutan.
2. Latar Belakang dan Rasional Pada bagian ini perlu uraikan hal-hal sebagai berikut: a. Penjelasan permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada evaluasi diri/situasi saat menyusun Renstra dan Renop atau Proposal
Pengembangan,
yang
akan
diselesaikan
dengan
melaksanakan komponen anggaran ini. Masalah tersebut harus dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar secara utuh dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh pada permsalahan tersebut). b. Pemarapan kemendesakan atau pentingnya pemecahan masalah diatas yang mencakup dampak negatif yang akan timbul jika tidak dipecahkan dan dampak positif yang diperoleh jika sebalikya. c. Argumentasi (alasan) tentang mengapa kegiatan yang akan dilaksanakan menyelesaikan
adalah akar
pilihan
yang
permasalahan
96
paling
tepat
tersebut
untuk diatas.
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.
3. Tujuan Pada bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan komponen anggaran dimaksud.
4. Hasil Yang Diharapkan Hasil atau output kegiatan merupakan uraian rinci mengenai yang mencakup jumlah, kualifikasi, atau karakteristik keluaran yang diharapkan diperoleh melalui anggaran yang bersangkutan. Tabel 9.6 menyajikan contoh tujuan dan hasil yang diharapkan dari beberapa komponen mata anggaran yang biasa diusulkan dalam RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah. Tabel 6.6 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan Komponen Anggaran
Tujuan
Pelatihan Guru
Meningkatkan kompetensi guru di bidang ...
Lokakarya KTSP
1. Meningkatkan pemahaman warga sekolah terhadap KTSP 2. Mengembangkan KTSP sesuai dengan Visi, Misi, Tujuan, dan karakteristik Sekolah
97
Hasil Yang diharapkan Tiga orang guru memiliki kompetensi di bidang .... yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga/instansi ... Dihasilkannya KTSP beserta semua perangkat pendukungnya (Silabus, RPP, Kalender Pendidikan, dsb) yang sesuai dengan Visi, Misi, Tujuan dan karakteristik Sekolah
5. Ruang Lingkup Kegiatan Yang dimaksud ruang lingkup kegiatan dalam bagian ini adalah batasan-batasan mengenai orang, waktu, substansi, dan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Setiap mata anggaran memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Tabel 6.7 menyajikan contoh hal-hal yang perlu diuraikan dalam Ruang Lingkup Kegiatan. Tabel 6.7 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran Komponen Anggaran Pengembangan staf
Lokakarya/Seminar
Studi Banding
Uraian Dalam Ruang Lingkup Kegiatan 1) Bentuk kegiatan: pelatihan, magang. 2) Jumlah, kualifikasi, dan prosedur seleksi calon peserta pelatihan 3) Pokok-pokok materi atau kompetensi pelatihan 4) Lamanya pelaksanaan pelatihan 5) Nama dan kualifikasi tempat/lembaga pelatih a. Pokok materi b. Pokok-pokok Kegiatan c. Jumlah dan spesifikasi/kualifikasi peserta d. Jumlah dan kualifikasi nara sumber e. Lamanya kegiatan (hari atau jam) f. Tempat pelatihan (jika diperlukan tempat khusus) disertai justifikasi pemilihan tempat. 1) Jumlah dan karakteristik tujuan studi 2) Pokok-pokok materi dan kegiatan yang dikaji di tempat studi. 3) Pihak-pihak yang ditemui di tempat studi 4) Jumlah dan kualifikasi peserta. 5) Lamanya kegiatan
6. Biaya Biaya yang dicantumkan dalam TOR harus cukup rinci dan sesuai dengan ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan. Estimasi anggaran biaya harus diperhitungkan secara cermat dan detail sehingga tidak ada satupun kebutuhan yang terlewatkan sehingga akan mengganggu tercapainya tujuan dan hasil yang diharapkan. 98
Namun demikian, prinsip efisien penggunaan anggaran harus tetap diperhatikan. Agar dapat
melakukan estimasi
anggaran
yang
demikian itu, penyusun TOR harus cermat dalam mengidentifikasi jenis kebutuhan serta biaya yang diperlukan untuk masing-masing kebutuhan. Paparan ruang lingkup kegiatan yang cermat dan rinci dan diskusi dengan sesama anggota tim penyusun TOR akan sangat membantu memudahkan estimasi biaya ini. Tabel 9.8 menyajikan contoh uraian biaya untuk komponen anggaran Pelatihan Guru yang bertugas di sebuah SMA di Malang. Pelatihan dilaksanakan di Surabaya selama 2 minggu.
Tabel 6.8 Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru
Uraian Kebutuhan Biaya 1) Perjalanan negosiasi: 1) Transport Malang-SBY 2) Lumpsum 2) Biaya pelatihan 3) Biaya Perjalanan: 3) Transport 4) Uang saku/lumpsum (3 org @ 2 hari) 4) Biaya Hidup (3 Org @ 13 hari) 5) Bahan pelatihan 6) Perjalanan Biaya: 5) Transport Malang-SBY 6) Lumpsum 7) Penggandaan Laporan
Satuan
Volume
Biaya Satuan
PP OH Paket
1 1 3
100.000 300.000 1.000.000
100.000 300.000 3.000.000
PP OH
3 6
100.000 300.000
300.000 1.800.000
OH
39
100.000
3.900.000
Paket
3
250.000
750.000
PP OH Paket
1 1 1
100.000 300.000 150.000
100.000 300.000 150.000
Jumlah
Total Biaya
10.700.000
Keterangan: PP = Pergi-pulang OH= Orang Hari
99
7. Jadwal Kegiatan Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR: Persiapan hingga pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel 9.9 menyajikan contoh Jadwal Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini, pihak pelaksana pelatihan juga harus memberikan jadwal kegiatan yang harus diikuti peserta selama pelatihan berlangsung.
Tabel 6.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan
Waktu No
Kegiatan 1
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Agustus 2 3
4
1
September 2 3 4
Penyusunan TOR Persetujuan TOR oleh Kepala Sekolah Seleksi peserta pelatihan Negosiasi dengan tempat penyelenggara pelatihan Kontrak Pelaksanaan pelatihan Monitoring pelatihan Pelaporan oleh peserta Pelaporan oleh penangung jawab kepada kepala sekolah
8. Monitoring dan Evaluasi Bagian ini memuat prosedur dan teknik moniroting dan evaluasi yang akan dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilalksanakan. Monev
dilakukan
untuk
menjamin
bahwa
kegiatan
berjalan
sebagaimana rencana yang telah dibuat. Monitoring dilakukan untuk mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan kegiatan dan kendalakendala yang timbul mungkin selama berlangsungnya kegiatan. Dengan demikian setiap hambatan yang timbul dapat segera diatasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
100
Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi dilakukan terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai dengan berakhirnya kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah tercapai sesuai dengan rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang tidak teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah pada kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk untuk itu. Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan yang direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini dapat dilakukan oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis merupakan sumber informasi yang efektif untuk kepentingan evaluasi kegiatan.
101
DAFTAR RUJUKAN
Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007. Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia. Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education, Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: Marino Institute of Education. Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education Office. Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press. Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.
102
Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove Communications, Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science, Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the Management and Practice of Developmental Planning. London: Cassell, 1991 Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing. Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group. Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate. Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University. Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan: W.K. Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html) Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press.
103
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: .hefce.ac.uk. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional. Prayogo, Joko. 2007. Rencana Strategis. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007. Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers. School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI, Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas. 104
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
105
LAMPIRAN 1 LAMPIRAN KEGIATAN 1 PENGEMBANGAN VISI DAN MISI SEKOLAH PETUNJUK Instrumen: 1. Kuesener untuk staf sekolah tentang Tujuan Awal Pendirian Sekolah/Madrasah: Pertanyaan Jawaban Terbuka (Lembar Kerja 1.1a) 2. Kuesener untuk staf sekolah tentang Tujuan Sekolah/Madrasah Saat Ini: Pertanyaan Jawaban Terbuka (Lembar Kerja 1.1b)
Prosedur: Refleksi Individual 1: (10 menit) Masing-masing peserta melakukan refleksi dengan menggunakan Lembar Kerja 1.1a (Kuesioner Tujuan Awal Sekolah) Masing-masing mencatat respon mereka
Diskusi Kelompok No. 1: (20 menit) Staf dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan respon individual mereka dan membuat kesepakatan dalam bentuk respon kelompok; Respon-respon
kelompok
terhadap
Lembar
Kerja
disampaikan pada diskusi pleno direkam pada flip-chart.
106
1.1a
yang
Diskusi Pleno 1: Balikan terhadap flip-chart dari masing-masing kelompok dibaca dengan suara keras oleh seorang anggota kelompok kemudian dipajang di dinding; Respon-rspon yang berlaku umum diidentifikasi dan direkam.
Refleksi Individual 2: (10 menit) Masing-masing orang melakukan refleksi dengan menggunakan Lembar Kerja 1.1b (Kuesener Tujuan Sekolah Saat ini) Masing-masing individu mencatat respon mereka
Diskusi Kelompok No. 2: (20 menit) Staf dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan respon individual mereka dan membuat kesepakatan dalam bentuk respon kelompok; Respon-respon
kelompok
terhadap
Lembar
Kerja
1.1b
yang
disampaikan pada diskusi pleno direkam pada flip-chart.
Diskusi Pleno 2: Balikan terhadap flip-chart dari masing-masing kelompok dibaca dengan suara keras oleh seorang anggota kelompok kemudian dipajang di dinding; Balikan dari dua pertanyaan tersebut dibandingkan, persamaan dan perbedaan tujuan awal dan tujuan masa kini sekolah diidentifikasi; Berdasarkan perbandingan itu nilai-nilai kunci yang mengarahkan sekolah di masa depan diidentifikasi dan direkam pada flip-chart.
107
Staf kemudian ditana bagaimana mereka dapat menguatkan dan mengembangkan lebih jauh nilai-nilai yang teridentifikasi tersebut. Saran-saran dicatat pada flip-chart.
TINDAK LANJUT Pada akhir Kegiatan 1 dibuat rancangan untuk
melanjutkan
pengembangan rumusan visi dan misi sekolah: Pembentukan komisi khusus untuk menyusun visi dan misi sekolah berdasarkan nilai-nilai dasar yang terdentifikasi; Komisi tersebut mengajukan rancangan rumusan visi dan misi untuk mendapatkan respon dari mereka; Komisi merevisi rancangan visi dan misi berdasarkan respon yang diberikan oleh staf dan menyajikannya kepada semua staf; Komisi
mengkonsultasikan
rancangan
tersebut
kepada
komite
sekolah atau pihak terkait lainnya. Merevisi
rancangan
berdasarkan
masukan
dari
komite,
dan
melakukan konsultasi ulang bila diperlukan; Membuat kesepakatan yang mengarah pada penguatan rasa memiliki tarhadap visi da misi sekolah. Pengembangan langkah-langkah mencapai visi dan misi sekolah. Kerangka waktu dan telaah lebih lanjut terhadap rumusan visi dan misi yang telah berhasil dirumuskan.
108
LEMBAR KERJA 1.1a KUESENER UNTUK STAF TENTANG TUJUAN AWAL PENDIRIAN SEKOLAH
Nama Sekolah
:
__________________________________________________
Pada saat sekolah ini didirikan, terdapat beberapa pertanyaan berikut mungkin mengemuka. Tulislah jawaban yang menurut Anda diberikan oleh para pendiri sekolah ini saat itu. Mengapa di daerah ini membutuhkan sebuah sekolah?
Siapa yang akan dididik oleh sekolah ini?
Pendidikan macam apa yang akan diberikan oleh sekolah ini?
Bagaimana layanan pendidikan itu akan diberikan?
Apa yang menjadi idealisme, keyakinan dan nilai-nilai yang akan menjadi dasar penyelenggaraan sekolah ini?
Apa yang kelak akan membedaan sekolah ini dengan sekolah lain dan apa yang membuat sekolah ini unik?
109
LEMBAR KERJA 1.1b KUESENER UNTUK STAF TENTANG TUJUAN SEKOLAH SAAT SEKARANG
Tulislah jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut terkait dengan keberadaan sekolah kita saat ini
Mengapa di daerah ini membutuhkan sebuah sekolah?
Siapa yang dididik oleh sekolah ini?
Pendidikan macam apa yang diberikan oleh sekolah ini?
Bagaimana layanan pendidikan itu diberikan?
Apa yang menjadi idealisme, keyakinan dan nilai-nilai yang akan menjadi dasar penyelenggaraan sekolah ini?
Apa yang membedaan sekolah ini dengan sekolah lain dan apa yang membuat sekolah ini unik?
110
KEGIATAN 2 EKSPLORASI PELAKSANAAN VISI DAN MISI SEKOLAH (Kuesener Terbuka)
PETUNJUK Eksplorasi Bidang Atmosfer Kerjasama Di Lingkungan Sekolah (Lembar Kerja 2.1) Eksplorasi Bidang Kurikulum (Lembar Kerja 2.2) Eksplorasi Bidang Manajemen (Lembar Kerja 2.3) Eksplorasi Bidang Kerjasama dengan Masyarakat (Lembar Kerja 2.4) Dokumen-dokumen sekolah: Rumusan kebijakan berbagai bidang di sekolah Dokumen-dokumen pendukung yang dimiliki sekolah.
Prosedur: Diskusi kelompok: Staf dibagi kedalam kelompok-kelompok untuk mengkaji dokumendokumen yang rekevan dengan masyarakat sekolah pada umumnya dan dengan masing-masing bidang untuk melihat apakah dokumendokumen itu mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan yang tertuang dalam rumusan visi dan misi sekolah. (masing-masing kelompok diberi tugas untuk membahas satu dari 4 bidang di atas dengan menggunakan instrumen yang tersedia) Kelompok mengidentifikasi bukti-bukti kongkret mengenai nilai-nilai yang terekspresikan pada visi dan misi dalam dokumen-dokumen kebijakan sekolah;
111
Kelompok mengidentifikasi berbagai penyimpangan antara nilai-nilai yang terekspresikan dalam visi dan misi, serta nilai-nilai yang tersirat dalam dokumen-dokumen sekolah yang ada. Maisng-masing kelompok mencermati pelaksanaan visi dan misi sekolah sesuai dengan bidang yang menjadi tugasnya. Kelompok tersebut melakukan refleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan lembar kerja yang sesuai dan mempersiapkan jawaban yang merupakan kesepakatan kelompok yang menekankan pada: Aspek-aspek dalam visi dan misi yang tidak terefleksikan dalam kehiudpan sekolah; Aspek-aspek
visi
(amandemen)
atau
dan
misi
yang
pengembangan
memerlukan terkait
dengan
perubahan perubahan
kebutuhan.
Diskusi Pleno: Balikan kelompok dilaporakan Identfikasi dan prioritisasi bidang-bidang kunci yang menjadi perhatian terkait dengan (1) rumusan visi dan misi sekolah, (2) kebijakan sekolah, dan (3) praktik-praktik sekolah.
TINDAK LANJUT Di akhir Kegiatan 5, dibuat rancangan untuk menyelesaikan bidangbidang yang menjadi prioritas. Rancangan ini dapat mencakup pembentukan sebuah Satgas khusus.
112
Lembar Kerja 2.1: Eksplorasi Bidang Atmosfer Kerjasama Di Lingkungan Sekolah
Pertanyaan Kunci: Apakah nilai-nilai dan keyakinan yang tercantum dalam visi dan misi sekolah mendorong hubungan kehidupan sekolah yang sehat?
Eksplorasi: Adakah
bukti-bukti
bahwa
hubungan
disekolah
mengakui
keistimewaan dan nilai-nilai individu? Apakah program-program pengembangan kepribadian di sekolah ini membantu siswa memahami hakekat hubungan dan memperoleh keterampilan yang mereka perlukan untuk membangun hubungan yang efektif? Apakah terdapat bukti-bukti bahwa nilai dan keyakinan yang terdapat dalam visi dan misi sekolah mempengaruhi prilaku dan pola pikir peserta didik?
113
Lembar Kerja 2.2: Eksplorasi Bidang Kurikulum Pertanyaan Kunci: Apakah kurikulum mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan yang unik sebagaimana tercantum dalam visi dan misi?
Eksplorasi: Apakah sekolah memberikan akses kurikulum yang sama terhadap semua siswa? Apakah masing-masing mata pelajaran dilengkapi kebijakan yang memiliki acuan yang jelas terhadap visi dan misi sekolah atau yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang tercantum dalam rumusan visi dan misi? Adakah bukti-bukti bahwa struktur organisasi sejalan dengan visi dan misi sekolah?
114
Lembar Kerja 2.3: Eksplorasi Bidang Manajemen
Pertanyaan Kunci: Apakah nilai-nilai dan keyakinan yang dianut sekolah tercermin pada manajemen sekolah?
Eksplorasi: Apakah proses komunikasi dan pengambilan keputusan sejalan dengan visi dan misi sekolah? Adaah bukti-bukti bahwa kebutuhan dan kompetensi staf didukung melalui kebijakan dan program-program pengembangan staf? Adakah bukti-bukti bahwa sekolah melaksanakan proses untuk memonitor kemajuan yang mengarah pada pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah? Adakah bukti-bukti bahwa visi dan misi sekolah menjadi prioritas dalam pengelolaan dan operasionalisasi sekolah?
115
Lembar Kerja 2.4: Eksplorasi Bidang Kerjasama dengan Masyarakat
Pertanyaan Kunci: Apakah nilai dan keyakinan sekolah mendorong kerjasama yang efektif antara sekolah dengan masyarakat?
Eksplorasi: Bukti-bukti apa yang tersedia bahwa sekolah berinteraksi secara efektif dengan: Orang tua Masyarakat sekitar Pihak-pihak lain yang relevan?
116
KEGIATAN 3 EKSPLORASI PELAKSANAAN VISI DAN MISI SEKOLAH (Kuesener Tertutup)
PETUNJUK
Instrumen: Kuesener Bidang Atmosfer Kerjasama Di Lingkungan Sekolah (Lembar Kerja 3.1) Kuesener Bidang Kurikulum (Lembar Kerja 3.2) Kuesener Bidang Manajemen (Lembar Kerja 6.3) Kuesener Bidang Kerjasama dengan Masyarakat (Lembar Kerja 6.4)
Prosedur: Persiapan Rapat Guru: Dari sekian bahan yang tersedia, dipilih kuesener yang sesuai dengan aspek yang menjadi kepedulian sekolah saat ini. Kuesener yang terpilih terlebih dahulu diserahkan untuk diisi oleh staf sehingga jawaban mereka telah siap saat dilaksanakan Rapat Guru.
Diskusi Kelompok: Staf mendiskuisikan jawaban yang terkumpul dalam kelompokkelompok kecil; Masing-masing kelompok mengidentifikais berbagai penyimpangan antara visi dan misi (idealisme) dengan nilai-nilai yang tersirat pada jawaban terhadap kuesener (kenyataan); Kelompok menggaris bawahi:
117
Aspek-aspek dari visi dan misi yang terefleksikan dalam kehidupan sekokah; Aspek-aspek dalam rumusan visi dan misi yang memerlukan perubahan
atau
pengembangan
sesuai
dengan
perubahan
kebutuhan. Masing-masing kelompok membuat tiga hal prioritas yang perlu mendapatkan perhatian berdasarkan refleksi terhadap jawaban kuesener.
Diskusi Pleno: Balikan dari masing-masing kelompok dibagi bersama. Prioritas kelompok dikumpulkan pada flip-chart untuk dibahas agar dicapai kesepakatan bidang-bidang pengembangan yang diusulkan; Bidang-bidang yang perlu perhatian khusus dipilih dari sejumlah usulan yang disekapakati tersebut.
TINDAK LANJUT Pada akhir kegiatan 6, rancangan dibuat untuk mengatasi bidangbidang yang telah diprioritaskan. Rancangan ini dapat mencakup pembentukan Satgas khusus.
118
LEMBAR KERJA 3.1 KUESENER BIDANG KERJASAMA DI LINGKUNGAN SEKOLAH Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan. Nilai : 5 = Unggul (Exscellent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan Indikator keefektifan sekolah Kepemimpinan Pemahaman dan rasa kepemilikan terhadap tujuan sekolah Penggunaan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan hal-hal penting Pengembangan prosedur dan praktik-praktik penting dan koherensi pendekatan dalam implementasi Kejelasan peran staf dan pemahamannya. Pembagian tanggungjawab dalam penyelenggaraan skeolah secara umum Rasa saling percaya dan keterbukaan antara pimpinan dengan staf dan antara sesama staf Kejelasan dan keefektifan metode komunikasi sedemikian hingga staf mengetahui apa yang sedang berlangsung di sekolah Inkulusivitas suasana sosial diantara staf Komitmen dan profesionalisme staf pengajar. Kepastian kebijakan yang mendorong pengembangan personal dan profesional baik untuk pejabat sekolah maupun guru Bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah di dalam kelas. Dukungan kebijakan tentang disiplin dan layanan khusus siswa terhadap suasana yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran Pengakuan kemampuan dan kebutuhan semua siswa dalam kurikulum Harapan terhadap prestasi akademik siswa Komunikasi dengan orang tua dan keberadaan laporan antara sekolah dengan orang tua.
119
5
4
2
1
LEMBAR KERJA 3.2 KUESENER BIDANG KURIKULUM Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan. Nilai
: 5 = Unggul (Exscllent)
1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah Pengakuan terhadap kebutuhan semua siswa dalam KTSP Upaya pengembangan bakat-bakat yang beragam dalam KTSP Sensitivitas KTSP terhadap tingkat kesiapan setiap individu atau kelompok siswa. Refleksi penghargaan terhadap martabat kemanusiaan dalam sistem nilai yang mendasari penyusunan KTSP Orientasi kurikulum terhadap keberpusatan pada siswa (student-centered) Dorongan untuk bercita-cita mencapai keberhasilan dalam implementasi kurikulum Keberadaan kebijakan dan praktik untuk mendiagnosis dan mengatasi kesulitan belajar khusus bagi siswa Kepastian kebijakan dan program remidiasi dan pengayaan. Upaya mendorong kepercayaan diri siswa pada prosedur evaluasi dan pelaporan Keadilan dan konsistensi penerapan prosedur evaluasi dan asesmen di seluruh sekolah Keharmonisan pelaksanaan kurikulum dengan dokumen tertulis kurikulum dan landasan fiosofis sekolah Upaya menampung pendapat siswa dalam mengkaji KTSP Keyakinan siswa bahwa kurikulum yang ditawarkan mempersiapkan mereka untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja Ketersediaan sumber daya dan fasilitas untuk membuat siswa mampu belajar di bidang yang dipilihnya
120
5
4
2
1
LEMBAR KERJA 3.3 KUESENER BIDANG MANAJEMEN Berilah
penilaian
terhadap
pernyataan-pernyataan
berikut
dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan.
Nilai
: 5 = Unggul (Exscllent)
1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap kewenangan dan tanggungjawabnya Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap masalah-masalah terkait dengan fungsi pimpinan sekolah dalam kaitannya peran kepala sekolah Pemberitahuan dan penjelasan kepada pimpinan sekolah mengenai bahan-bahan yang dibahas dalam rapat Ketepatan agenda rapat-rapat dengan pimpinan sekolah. Regularitas pembahasan kebijakan dan isu-isu pengembangan dalam agenda pimpinan sekolah Kesempatan anggota untuk berpartisipasi dalam rapat-rapat pimpinan sekolah Upaya pimpinan sekolah menerapkan musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal penting Penerapan keputusan-keputusan pimpinan sekolah secara umum Jaminan keadilan distribusi dalam pengadministrasian keuangan untuk memenuhi berbagai kebutuhan oleh pimpinan sekolah Pengakuan pentingnya pengembangan staf bagi keefektifan sekolah oleh pimpinan sekolah Pemahaman pimpinan sekolah terhadap etos kerja sekolah dan upaya-upaya mendorong etos kerja Pemahaman dan kerjasama antara pimpinan sekolah dengan komite sekolah Keaktivan pimpinan sekolah untuk mendorong pelaporan yang baik antara orang tua dan sekolah Kemampuan pimpinan sekolah untuk berfikir strategis dan mengembangnkan kebijakan dan rencana yang sesuai Peran pimpinan sekolah sebagai pelayan manajemen dan kepemimpinan sekolah.
121
5
4
2
1
LEMBAR KERJA 3.4 KUESENER KERJASAMA SEKOLAH-ORANGTUA-MASYARAKAT
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan.
Nilai
: 5 = Unggul (Excellent)
1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah Penentuan prioritas pada komunikasi yang baik antara orang tua dan sekolah Usaha untuk membangun hubungan yang baik dengan orang tua Kesiapan berinisiatif untuk menghubungi orang tua ketika putra/putrinya terlibat prilaku menyimpang Usaha memahami kondisi keluarga yang dapat berpengaruh negatif terhadap prilaku siswa. Kesadaran bahwa ada orang tua yang kurang mendukung belajar siswa Usaha untuk tetap akrab dengan kebiasaankebiasaan sosial di lingkungan rumah siswa Dorongan kepada siswa untuk mengikuti mengikuti kegiatan-kegiatan ditempat tinggalnya yang mendorong penggunaan waktu secara positif Pengakuan berbagai peristiwa isitimewa di masyarakat dan, bila perlu, upaya mengkaitkan kegiatan masyarakat dengan sekolah Fasilitasi dan layanan khusus kunjungan sekolah oleh pejabat setempat Upaya membangun citra baik sekolah melalui penggunaan media lokal dan newsletter Penyampaian informasi kepada orang tua mengenai kehidupan sekolah secara umum dan isu-isu mengenai hal-hal khusus yang penting melalui newsletter dan surat khusus Ketersediaan peluang formal untuk memampukan orang tua siswa baru untuk mempelajari kebijakan umum sekolah dan untuk bertemu guru atau kepala sekolah Format pertemuan orang tua dengan sekolah yang mampu mendorong terjadinya dialog dan kepercayaan orang tua Pencantuman jadwal khusus interaksi antara orang tua dan guru dalam kalender pendidikan
122
5
4
2
1
Indikator keefektivan sekolah Kebiasaan mengundang orang tua dalam acaraacara khusus sekolah, misalnya HUT sekolah Pelibatan orang tua pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler Upaya menjaring input dan reaksi orang tua dalam pengembangan kebijakan Keberadaan organisasi orang tua untuk memformalkan interaksi dan kemitraan orang tuasekolah
123
5
4
2
1