PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA
Dosen Pembimbing :
Dr. Salman Tumanggor, M.Pd
Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah PANCASILA
Oleh:
Nidaa 11150162000026
Rima Amalia 11150162000001
Kelas Pendidikan Kimia 1A
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam
versi World Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi
dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican
framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun
swasta di Indonesia ialah merupakan suatu terobosan mutakhir dalam
menciptakan kredibilitas publik dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang
handal.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut
telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi
yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi
yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat
dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini,
penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil
sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak
ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi
yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan,
banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim Good
Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi
informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat
untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses
pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat
terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik
tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang,
peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun
banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan
sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan
juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of
development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan
rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good
Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak
positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu
membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan
lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan
akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan
amanah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mewujudkan konsep good governance di Indonesia?
2. Apa saja prinsip-prinsip dari good governance?
3. Bagaimana kaitannya prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan
publik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mewujudkan konsep good governance di
indonesia.
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip good governance.
3. Untuk menjelaskan kaitan dari prinsip-prinsip good governance dalam
pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mewujudkan Konsep Good Governance di Indonesia
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh
tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan
baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit
berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada
masyarakat yang memburuk. Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat
proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin
meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan
bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang
dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan
kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku
yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa
menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua
pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak
yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak
menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan
disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang
disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari
tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor
lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat
madani). Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi
peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam
suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu
menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan
yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan
perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif
dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk
bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai
keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan
dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya
transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas
dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab
ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik
maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest
adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai
atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi
bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki
kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan
masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap
kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam
merealisasikan apa yang namanya "good governance" benturan kepentingan
selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu
dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata "sepakat". Good governance
pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian
keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga
negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu
negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat
dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat
dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan
berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan
manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah
(penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak
ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak
tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang
baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban
besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa
terjadi (Efendi, 2005).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah
atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki,
yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi,
2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para
pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada
kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik
yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di
lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat
juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di
hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti
konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara.
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan
sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara
keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas
sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau
reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good
governance.
B. Prinsip- Prinsip Good Governance
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang
dan mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini
menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan
politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan
kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat
pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good
governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good
governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting
pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga
pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya
saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa
dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good
governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good
governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas
untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus
dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai
kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang
ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-
organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun
kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban
tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke
depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
C. Kaitan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik
Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar.
Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia
adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan
mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good
governance.
Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh
semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur
dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan
terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang
melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong
praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan
publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan
sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur
governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai
yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara
lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan
permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian
waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara
wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada
pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan
alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan
memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping
permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh
masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara.
Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat
birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari
para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam
birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada
budaya kekuasaan.
Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan
publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara
konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public
service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan
sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya
pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat.
Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara
berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat masih sangat rendah.
Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1. Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2. Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
3. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN,
dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4. Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan
publik;
5. Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang
baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik
serta taat pada hukum;
6. Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan
pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7. Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem
kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan
daerah yang belum memadai;
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang
berjudul changing public services values mengatakan bahwa para birokrat
bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong oleh
sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala aktivitas
birokrasi saat memberi pelayanan publik.
Terkait dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus
dipegang teguh para formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan.
beberapa nilai yang dimaksud yakni
1. Kesetaraan
2. Keadilan
3. Keterbukaan
4. Kontinyuitas dan regualitas
5. Partisipasi
6. Inovasi dan perbaikan
7. Efesiensi
8. Efektifitas
Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam
pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut
keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan
birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan
yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam
memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi
kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan
terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan
meningkatkan pelayanan publik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang
perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas
sebagai kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di
Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi
strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini
penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan
buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang
buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan
ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah.
Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan
yang kurang baik.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan
pada paradigma rule government (pendekatan legalitas). Dalam merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa didasarkan pada pendekatan
prosedur dan keluaran (out put), serta dalam prosesnya menyandarkan atau
berlindung pada peraturan perundang-undangan atau mendasarkan pada
pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government atau pendekatan
legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan
atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan kurang
memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan, menyusun
dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan stakeholder (pemangku
kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat).
Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen
dasar pelayanan publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara
(pemerintah) kepada rakyat. Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak
belum maksimal. Kondisi iklim investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini
sangat tidak memuaskan, sebagai akibat tidak jelasnya dan rendahnya
kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh institusi-institusi pemerintahan.
Bahkan muncul berbagai permasalahan; masih terjadinya diskriminasi
pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi yang terkesan
berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor
penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:
a. Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik
dan sama sekali tidak pro rakyat.
b. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis
saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
c. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa
adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada
sikap kritis masyarakat yang tumpul.
d. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan
informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas
mendapatkan keuntungan pribadi.
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama,
adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah
Daerah, unsur kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau
masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah
kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan
(pelanggan).
1. Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat
sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan
menjadikan Pemda bersikap statis dalam memberikan layanan, karena
layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat
atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi
salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan
pemerintah daerah, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan
menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan
pelayanan.
2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang
berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya
tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara untuk
menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan
pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi
dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan
mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan.
3. Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur
kepuasan pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan
(Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang
berorienntasi untuk memuaskan pelanggan, dan dilakukan melalui upaya
memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah.
Pertanyaan terbesar dari diri kita pun keluar bagaimana cara kita
mengenalkan tekhnologi kepada anak bangsa yang berada di pelosok negeri,
untuk menjawab pertanyaan yang ada di benak kita adalah dengan cara
membangun karakter pada guru untuk ikhlas beramal dan menambah ilmu
pengetahuan tekhnologi, lalu kita kirimkan guru-guru tersebut ke pelosok
negeri sehingga tidak ada kata ketertinggalan untuk anak bangsa Indonesia.
Tetapi dalam tanda Tanya itu pun yanga akan kita tanyakan kembali adalah
bagaimana cara untuk mewujudkan itu semua sedangkan segala hal terasa tak
didukung oleh pemerintah,pemerintahan saat ini yang jauh melenceng dari
ideologi pancasila yang membuat rakyat seluruhnya sengsara, ketika kita
mengingat kembali pada zaman dinasti abasyiah mungkin kita akan rindu
dengan sosok khalifah harun ar-rasyid yaitu pemempin yang luar biasa yang
membuat seluruh rakyatnya makmur sejahtera,tidak ada kata ketertinggalan
dalam kamus khalifah Harun Ar-rasyid,semua dibangun dan dikembangkan semata-
mata untuk mensejahterakan dan menjunjung nama Allah,bila kita ingatkan
kembali pada sejarah yang telah silam,ketika kepemimpinan harun Ar-Rasyid
segala ilmu pengetahuan dihargai,pemberantasan korupsi secara tegas dan
lugas, dan menaikkan haji seluruh rakyat yang belum pernah menunaikan
ibadah haji,sungguh cara kepemimpinan yang amat sangat dirindukan untuk era
zaman sekarang saat ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berjuang
dan mendambakan clean and good governance. Untuk mencapai good governance
dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance
hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan, prinsp-
prinsip tersebut meliputi: Partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi
hukum, transparasi, peduli dan stakeholder, berorientas pada consensus,
kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.
Sehingga apa yang didambakan Indonesia menjadi negara yang Clean and good
governance dapat terwujud dan hilangnya faktor-faktor Kepentingan
politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan
kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat
pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Masyarakat dan pemerintah
yang masih bertolak berlakang untuk mengatasi masalah tersebut seharusnya
menjalin harmonisasi dan kerjasama mengatasi masalah-masalah yang ada.
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik
tercermin dalam berbagai bidang yang memiliki peran yang peting dalam gerak
roda pemerintahan di Indonesia yang meliputi: bidang politik, ekonomi,
sosial, dan hukum.
B. Saran
Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya
good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka
tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling
menjaga, support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan
yang sedang dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi
bagian penting tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit
bagi masing-masing pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling
mengawasi. Good governance tidak akan bisa tercapai apabila integritas
pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya
akan menjadi bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah
menjadi lebih buruk apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi
pemerintah dan masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing
dalam pemerintah. Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.banyumaskab.go.id/berita-378-pelaksanaan-good-governance--di-
indonesia.html
http://khafidsociality.blogspot.com/2011/07/penerepan-prinsip-prinsip-
good.html
http://www.inkindo-jateng.web.id/?feed=rss2&p=779
http://www.transparansi.or.id/tentang/good-governance/
http://hardiyansyah-ahmad.blogspot.com/2009/01/pelaksanaan-prinsip-prinsip-
good.html
http://blog.umy.ac.id/stratasatu/2012/06/30/penerapan-konsep-good-
governance-dalam-proses-manajemen-perkotaan/
http://lismaaja.blogspot.com/2011/12/jurnal-penerapan-prinsip-prinsip-
good.html
http://beritagratis.blogspot.com/2009/10/penerapan-good-governance-di-
indonesia.html