18
MAKALAH
"Ruang lingkup hukum adat, bentuk hukum adat, sifat hukum adat, Lahirnya hukum adat, kekuatan berlakunya hukum adat, asas-asas hukum adat, dan tujuan serta fungsi hukum adat"
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah :
"Hukum Adat"
Dosen Pengampu :
Dr. Rosdalina Bukido. M.Hum
Disusun Oleh :
La Ade
15.1.1.022
Wiwit I. Sari
15.1.1.034
Al Ahwal Al Syakhsiyah B
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
2017
BAB I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 disebutkan bahwa : "Negara Indonesia adalah negara hukum." Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Terkait dengan hukum itu sendiri Indonesia menganut beberapa sistem hukum yaitu sistem hukum civil law, common law, hukum Islam dan hukum adat.
Terkhususnya mengenai hukum adat, merupakan suatu tata aturan masyarakat yang tumbuh dari suatu kebiasaan masyarakat yang kemudian dijadikan satu acuan dalam kehidupan bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai yang luhur. Seiring perkembangan zaman hukum adat mulai mengalami perubahan sesuai dengan situasi dimasyarakat itu sendiri. Dalam pengkajiannya para pakar ilmu hukum telah banyak mengungkap berbagai teori terkait dengan hukum adat sehingga memunculkan satu cabang ilmu di bidang hukum dimana hukum adat menjadi satu landasan dalam kehidupan masyarakat terkhususnya di Indonesia.
Hukum adat di Indonesia dimasa kini mulai mengalami banyak perubahan seiring dengan perubahan zaman, meskipun begitu eksistensinya di Indonesia hingga saat ini masih menjadi hal yang sangat penting yang sulit lepas dari kehidupan karena masyarakat Indonesia sangat memegang kuat apa yang telah diwarisi oleh para leluhurnya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana ruang lingkup hukum adat ?
Bagaimana bentuk hukum adat dan sifat hukum adat ?
Bagaimana lahirnya hukum adat dan kekuatan berlakunya hukum adat ?
Apa saja asas-asas hukum adat, tujuan serta fungsi hukum adat ?
BAB II.
PEMBAHASAN
Ruang lingkup hukum adat
Terkait pengertian hukum adat yang dikemukakan oleh ahli Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven yang mengemukakan bahwa hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.( Bewa Ragawino, 2008). Dari pengertian ini dapat ditarik ruang lingkup hukum adat adalah seluruh nilai atau aturan terkait tingkah laku atau kebiasaan manusia yang tumbuh dan berkembang didalam lingkungan suatu masyarakat sebagai suatu yang luhur.
Jadi ruang lingkup hukum adat hanya sebatas wilayah yang menganut adat atau kepercayaan tersebut saja. Ruang lingkup hukum adat dibatasi oleh lingkungan hukum perdata. Jika aturan yang ada hukum adat sudah diatur oleh hukum perdata maka hukum adat tersebut tidak berlaku lagi. hukum adat merupakan salah satu kebudayaan bangsa.
Bentuk hukum adat dan sifat hukum adat
Bentuk hukum adat
Terkait bentuknya, apabila merujuk pada sumber hukum adat maka dapat ditarik menjadi 2 bentuk yaitu :
Tidak tertulis
Bentuk hukum adat yang tidak tertulis adalah sebagai berikut :
1). Kebiasaan atau adat kebiasaan
Sumber ini merupakan bagian yang paling besar yang timbul dan tumbuh dalam masyarakat yang berupa norma-norma aturan tingkah laku yang sudah ada sejak dahulu. Adat kebiasaan ini meskipun tidak tertulis tetapi selalu dihormati dan ditaati oleh warga masyarakat, sebagai aturan hidup manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu tidak tertulis, maka adat kebiasaan ini hanya dapat dicari dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan, atau dalam berbagai peribahasa, Pepatah, kata-kata mutiara atau dalam perbuatan simbolik yang penuh dengan arti kiasan.
2). Keputusan para petugas hukum
Hukum adat juga dapat diketahui dari berbagai macam keputusan para petugas hukum adat, seperti Kepala Adat, Kepala Suku, Hakim Adat, rapat Desa (rembug Desa) dan sebagainya.
3). Peraturan-peraturan Perkumpulan Adat
Beberapa perhimpunan yang dibentuk oleh masyarakat juga sering membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat para anggotanya, awig-awig untuk para anggota perkumpulan pengairan/subak di Bali, Perkumpulan kematian, Perkumpulan arisan dan sebagainya.
Tertulis
Bentuk hukum adat yang tertulis adalah sebagai berikut :
1. Hukum Islam
Norma hukum islam atau yang lebih dikenal dengan istilah Hukum Fiqh, juga merupakan sumber hukum adat, terutama mengenai ajaran hukum Islam yang sudah meresap dalam kesadaran hukum masyarakat yang sebagian besar beragama Islam. Misalnya mengenai perkawinan, warisan, wakaf dan sebagainya yang telah tertuang dalam berbagai buku fiqh .
2. Piagam Raja-raja dan kitab Hukum Adat
Hukum Adat Indonesia sekarang ini ada juga yang bersumber pada hukum tertulis dalam Piagam dan Pranatan Raja-raja dahulu seperti : Pranatan Bekel dari Kraton Yogyakarta, Angger-angger Arubiru dari Surakarta, kitab hukum kertagama dari Majapahit, kitab hukum Kutaramanawa dari Bali dan sebagainya.(Lihat Elfryda Prahandini, 2015)
2. Sifat Hukum Adat
Hukum adat mempunyai sifat sebagai berikut :
Keagamaan
Sebagaimana masyarakat hukum adat mempunyai sifat keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hukum adat menghendaki agar supaya setiap manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kebersamaan
Hukum adat mempunyai sifat commnuaal, yaitu sifat kebersamaan yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan mahkluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat. Seluruh lapangan hidup diliputi oleh rasa kebersamaan atas dasar tolong menolong, saling membantu satu sama diantara lain. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan sehari-hari dalam rukun kampong, rukun tetangga atau warga dikalangan masyarakat, jika ada tetangga yang sakit atau meninggal meninggal mereka mendatangi yang tertimpa musibah, walaupun bukan saudara mereka tetapi turut berduka cita.
Serba konkrit
Hukum adat bersifat serba konkrit, serba jelas, artinya hubungan-hubungan hukum yang dilakukan tidak serba tersembunyi atau samar-samar, antara kata dan perbuatan berjalan serasi, jelas dan nyata. Misalnya dalam perjanjian jual beli, perjanjian itu baru terjadi jelas dan nyata pembeli telah membayarnya dan penjual telah menyerahkan barang yang dijualnya.
Sangat Visual
Hukum yang bersifat visual, sangat nyata, sangat Nampak artinya perhubungan-perhubungan hukum itu dianggap hanya terjadi jika sudah ada ikatan yang Nampak. Jika belum ada tanda-tanda ikatan maka perhubungan itu baru sekedar menyampaikan keinginan atau baru menaruh perhatian saja. Tanda-tanda ikatan ini berlaku berbagai hubungan perhubungan hukum, misalnya dalam hubungan perjanjian dan perkawinan.
Tidak dikodifikasi
Hukum adat tidak kodifikasi, artinya tidak dihimpun dalam suatu atau beberapa kaitan undang-undang tertentu.Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada hukum adat yang pernah ditulis atau dibuat menjadi buku. Namun sebagian besar hukum adat itu memang tidak tetulisdan tidak pula dicatat.
Tradisional
Hukum adat bersifat tradisional artinya bersifat turun-temurun sejak duhulu hingga sekarang tetap dipakai, tetap diperhatikan dan dihormati.
Dapat berubah
Hukum adat dapat berubah tetapi tidak mudah dirubah. Perubahan di dalam hukum adat terjadi biasanya dikarenakan perkembangan zaman, dikarenakan perubahan keadaan tempat dan waktu. Perubahan yang dilakukan tidak dengan cara menghapus atau menghilangkan ketetantuan yang ada, tetapi membiarkan saja dan membuat ketentuan yang baru.
Mampu menyesuaikan diri
Hukum adat mampu dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Kemampuan hukum adat menyesuaikan diri bukan dikarenakan sifat hukumnya yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasi melainkan karena sifat keterbukaannya.
Terbuka dan sederhana
Hukum adat bersifat terbuka, artinya dapat menerima unsur-unsur yang dating dari luar, sepanjang unsur-unsur yang dating dari luar, sepanjang unsur-unsur asing itu tidak bertentangan dengan pandangan hidup dan ia bermanfaat bagi kehidupan masyarakat serta tidak sukar untuk menerima dan melaksanakannya. (Rosdalina, 2016, hal. 85-88)
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kedalam 3 sifat pokok yaitu :
a. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Dimata rakyat Indonesia hukum adat, demikian juga adat, berpangkal pada kehendak nenek moyang yang biasanya didewa-dewakan dan adat dianggap pula bersendi pada kehendak dewa-dewa. Karena itu menarik perhatian juga bahwa peraturan-peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggapberasal dari nenek-mojang yang legendaris (hanya ditemui dalam cerita-cerita orang tua ).
b. Hukum adat dapat berubah.
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kedjadian-kedjadian, pengaruh peri-keadaan hidup yang silih berganti. Peraturan hukum-adat harus dipakai dan dikenalkan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi-situasi tertentu dari kehidupan sehari- hari; dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi keadaan- keadaan baru.
c. Kesanggupan hukum adat untuk menjesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang moderen) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisitet yang luas. Suatu hukum sebagai hukum-adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan oleh keputusan-keputusan dikalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru. (Van Dijk, 1971, hal. 6-7)
C. Lahirnya hukum adat dan kekuatan berlakunya hukum adat
1. Lahirnya hukum adat
Lahirnya hukum adat pada hakekatnya sudah didapat pada zaman kuno, zaman pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat melayu Polinesia, lambat laun datang di kepulauan kita di kultur Hindu, kemudian kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur-kultur asli tersebut.
Pengaruh hukum tersebut sangat besar sehingga akhirnya kultur yang asli yang sejak lama menguasai tata kehidupan Indonesia itu terdesak. Kenyataan yang ada, hukum adat yang timbul dan berkembang di masyarakat merupakan hasil akulturasi antar peraturan-peraturan adat istiadat jaman pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, Islam dan Kristen. (Rosdalina,2016, hal. 77).
Istilah hukum adat adalah terjemahan dari adatrech yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya de atjehers pada tahun 1893. Kemudian digunakan oleh Prof. Cornelis Van Volenhoven yang dikenal sebagai penemu hukum adat dengan sebutan bapak hukum adat dan penulis buku "het adatrech van nederlands indie". (Yulies Tiena Masriani, 2006, hlm. 134)
Hukum adat sebagai nama untuk menyertakan Volksrecht (hukum rakyat) Indonesia yang tidak dikodifikasikan. Hukum adat bagi bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional dalam semurni murninya.
Sebenarnya yang ada di Indonesia pada jaman dahulu merupakan hukum agama lembaga-lembaga kebiasaan seperti yang telah dirumuskan dalam pasal 75 RR pada tahun 1854. Kemudian dalam perkembangannya karena hukum agama Islam dan pemerintah Belanda menganggap hal ini membahayakan kekuasaan mereka di Indonesia atas idea tau prakarsa Snouck Hurgronje lahirlah teori penolakan secara halus terhadap hukum agama Islam yaitu mengatakan bahwa hukum agama dapat diberlakukan apabila telah diterima oleh hukum adat, peraturan keagamaan lembaga-lembaga dan kebiasaan tersebut tertuang pada pasal 75 RR. Snouck Hurgronje memakai istilah "adat" dalam bukunya De Atjehers (orang-orang Aceh). (Rosdalina, 2016 :78-79)
Kekuatan berlakunya hukum adat
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang didalam masyarakat disuatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat. Hukum adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan dia tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus mengerti perihal hukum adat. Hukum adat dapat dikatakan sebagai hukum perdatanya masyarakat Indonesia. (Rosdalina 2016 : 120)
Ketentuan pemberlakuan hukum adat telah diatur dalam perundang-undangan di Indonesia antara lain :
Dalam ketetapan perundang-undangan UUD 1945 dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
Dalam lampiran A dari ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 paragraf 402 hukum adat ditetapkan sebagai asas-asas pembinaan hukum nasional.
Bunyi lampiran tersebut anatara lain:
Pembangunan hukum nasional harus diarahkan kepada homo genited hukum dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia
Harus sesuai dengan haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.
UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA :
Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang pelimpahan wewenang kembali kepada masyrakat hukum adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyrakat Hukum Adat merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai negara atas untuk mengelola tanah yang ada di wilayahnya.
Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih tinggi.
Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, udara dan ruang angkasa adalah Hukum Adat sepanjang (dengan pembatasan) tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang. Harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada agama.
UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan, Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.
5. UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
Oleh karena itu, untuk masa dating pengetahuan dan pelajaran hukum adat sangatlah pentuing walaupun hanya dapat memahamkan dan menghargakan cara-cara dan sebab sebab dari sebagian besar dari hukum Indonesia (Rosdalina, 2016 : 120-122)
Pengaruh hukum adat atas hukum Indonesia akan kian kuat, jika hukum adat itu selain daripada hukum naluri, dapat juga dipandang sebagai pernyataan juridis dari masyarakat Indonesia.
D. Asas-asas Hukum Adat, tujuan serta fungsi hukum adat
1. Asas-asas Hukum Adat
Asas religion magis (magisch-religieous) adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berfikir seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu ghoib dan lain-lain.
Kuntjaranigrat menerangkan bahwa alam pikiran religiomagis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut;
Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus , rokh-rokh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan khusus gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-benda
Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa, binatang-binatang yang luar biasa dan suara yang luar biasa.
Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai "magische kracht" dalam berbagai perbuatan ilmu ghoib untuk mencapai kemampuan manusia atau menolak bahaya ghoib.
Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan kerisis, menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya ghoib yang hanya dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai macam pantangan.
Bushar muhammad tentang pengertian religio-magis mengemukakan kata "participerrend cosmisch" yang mengandung pengertian komplek. Orang indonesia pada dasarnya berfikir,merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi) kepada tenga-tenaga ghoib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan yang terdapa pada orang, binatang, tumbuh-tumbuhan yang besar dan kecil, benda-benda dan semua tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan .tiap tenga ghoib itu merupakan bagian dari kosmos,dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah, "participatie", dan keseimbangan itulah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan. Memulihkan keadaan keseimbangan itu berujud dalam beberapa upacara, pantangan atau ritus (rites de passage). (Hasant hardiant)
Asas komun ( commun ).
Asas komun berarti mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan diri sendiri. Asas korum merupakan segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya sehari-hari masih sangat tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat yang lebih mementingkan keseluruhan, lebih diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan individual. Dalam masyarakat semacam itu individual itu terdesak kebelakang. Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa memegang peranan yang menentukan , yang pertimbangan dan putusannya tidak boleh dan tidak dapat disia-siakan. Keputusan desa adalah berat , berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus di patuhi dengan hormat dengan khidmat.
Asas contant ( tunai )
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya takkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh adat. Dengan demikian dalam hukum adat segala sesuatu yang terjadi sebelu dan sesudah timbang terima secara contan itu adalah diluar akibat-akibat hukum dan memang tidak tersangkut paut atau tidak bersebab akibat menurut hukum . perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai seketika itu juga adalah suatu perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. dalam arti urutan kenyataan kenyataan, tindaka-tindakan sebelum dan sesudah perbuatan yang bersifat contan itu mempunyai arti logis satu sama lain . contoh yang tepat dalam hukum adat tentang suatu perbuatan yang contan adalah: jual-beli lepas, perkawinan jujur , melepas hak atas tanah, adopsi dan lain-lain.
Asas konkrit (visual)
Pada umumnya dalam masyarakat indonesia kalau melakukan perbuatan hukum itu selalu konkrit (nyata) misalnya dalam erjanjian jual-beli , si pembeli menyerahkan uang atau uang panjer. Didalam alam berfikir yang tertentu senantiasa dicoba dan di usahakan supaya hal-hal yang dimaksudkan, diinginkan, dikehendaki atau akan dikerjakan ditransformasikan atau di beri ujud suatu benda , diberi tanda yang kelihatan , baik langsung maupun hanya menyerupai obyek yang di kehendaki (simbol, benda yang magis). (Muhammad Iqbal, 2012)
Terkait berlakunya suatu peraturan hukum adat , tampak dalam penetapan putusan-putusan petugas hukum, misalnya petugas kepala adat, putusan hakim perdamaian desa dan sebagainya sesuai dengan lapangan kompetensinya masing-masing. Didalam pemngambilan keputusan para pemberi keputusan berpedoman pada nilai-nilai universal yang dipakai oleh tetua adat yaitu :
Asas gotong royong.
Fungsi sosial manusia dan milik dalam masyarakat.
Asa persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum (musyawarah) dan
Asas-asas perkawinan dan permusyawaratan. (Yulies Tiena Masriani, 2006, hal. 134)
2. Tujuan serta Fungsi hukum adat
Tujuan
Sebelum mendalami pembahasan tentang apa tujuan hukum adat, maka terlebih dahulu dipertanyakan: apakah hukum adat mempunyai tujuan ? jikah hukum adat mempunyai tujuan, maka pertanyaannya ialah : apakah tujuan hukum adat itu ?
Hukum adalah benda mati, sehingga ia tidak memiliki tujuan, oleh karena itu hukum hanyalah instrument. Hukum adalah alat atau instrument manusia sebagai subjek hukum untuk mencapai tujuan mereka. Jadi, yang mempunyai tujuan adalah manusia sebagai subjek hukum.
Fungsi
fungsi berasal dari Bahasa Inggris function = bermanfaat atau berguna dan aliran hukum yang mengutamakan kemanfaatan atau kegunaan hukum adalah fungsionalisme.
Menurut alirat fungsionalisme, hukum adat berfungsi sebagai 'pedoman' hidup bermasyarakat agat masyarakat utu hidup tertib, tenang, tentram, dan damai menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kata pedoman berasal dari kata dasar Bahasa Jawa 'dom = jarum.' Oleh karena itu, dengan berpegang pada istilah atau konsep 'pedoman' itu kita berupaya untuk mengetahui (tahu), memahami (paham = internalisasi atau mengerti arti dan maknanya), dan melakukan (laku = perilaku = perbuatan) atau melaksanakan fungsi hukum adat.
Kata pedoman berasal dari kata dasar 'dom = jarum,' Oleh karena itu kita akan meminjam konsep 'dom = jarum' untuk mengerti dan melaksanakan hukum adat. Beberapa fungsi hukum adat, yaitu :
Fungsi pemersatu (Integrai). Fungsi hukum sebagai saran pengintegrasi diambil dari makna jarum (dom) sebagai alat untuk menjahit dan menyatukan. Potongan-potongan kain disatukan berdasarkan suatu desain tertentu sehingga membentuk pakaian (baju, celana, kemeja, jaket, jas). Dari pengalaman dan pengamatan yang demikian, dapat diibaratkan bahwa hukum adat berfungsi sebagai instrument pengintegrasi.
Fungsi memandu (guiding) = fungsi hukum sebagai alat untuk memandu anggota masyarakat dalam berpikir, berbuat atau bertindak, dan berperilaku agar tidak tidak tersesat (melanggar hukum). Fungsi ini diperoleh dari pengalaman dan pengamatan.
Fungsi menyembuhkan. Fungsi hukum untuk menyembuhkan warga Negara dari kejahatan atau virus-virus perbuatan tersecela, seperti korupsi, sex bebas, narkoba. Hukum dapat melakukan fungsi ini yaitu menyembuhkan dengan cara penegak hukum melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap para pelaku kejahatan. Jika tidak dilakukan tindakan tegas, maka pelaku kejahatan itu ibarat radikal bebas dapat menimbulkan penyakit kronis dalam masyarakat.
Fungsi penyeimbang (balance atau justice) = fungsi hukum untuk melakukan keseimbangan ini berkenaan dengan keadilan dalam masyarakat. Keadilan timbul karena ada keseimbanagn atau kestabilan kepentingan para pihak. Fungsi ini juga disebut fungsi keadilan. Keadilan adalah memberikan sesuatu kepada seseorang apa yang menjadi haknya, sesuai dengan amal bakti dan perbuatannya, secara jujur.
Fungsi mendisiplinkan seseorang dalam code etic profesi = fungsi hukum ini diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan ketika seseorang itu tepat waktu yang ditentukan melalui jarum jam/arloji. Hukum dalam pengertian ini menjalankan ungsi ketertiban social agar keamanan dalam masyarakat. Fungsi ketertiban juga dapat melakukan fungsi lain, misalnya tertib waktu, tertib sosial, tertib administrasi, tertib berlalu lintas, tertib membayar pajak, tertib melakukan hukum, tertib menegakkan hukum.
Fungsi Pengubah/Pembaharuan = the law as a tool of sosial engineering (hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat agar sesui dengan tujuan yang dikehendaki hukum). Hukum juga harus mampu menciptakan dan memberikan ruang dinamika sosial untuk berkembang dan berubah.
Fungsi Pencerahan = fungsi hukum ini diperoleh pengalaman dan pengamatan terhadap jarum lampu pijar. Hukum yang harus mampu memberikan pencerahan kepada anggota masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan. (Dominikus Rato, 2015, Hal 49-61)
DAFTAR PUSTAKA
Dijk Van, 1971, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh : A. Soehardi, Cet. 7, (Bandung: Sumur Bandung)
Prahadini Elfrida, Jurnal: Hukum Adat, Dikutip dari : https://www.academia.edu diakses pada hari Kamis, 11 April 2017
Iqbal Muhammad, Jurnal: Proses Terbentuknya Hukum Adat, Dikutip dari : https://www.academia.edu diakses pada hari Kamis, 11 April 2017
Ragawino Bewa, Jurnal: Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia, Dikutip dari : https://www.academia.edu diakses pada hari Kamis, 11 April 2017
Masriani Yulies Tiena, 2006, Pengantar Hukum Indonesia, Cet. 2, (Jakarta: sinar grafika)
Rato Dominikus, 2015, Hukum Adat Kontemporer, Cet. I, (Surabaya : Laks Bang Justitia)
Rosdalina, 2016, Perkawinan Masyarakat Bugis Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1947 Terhadap Perkawinan, Cet. 1 (Yogyakarta : Istana Publishing)
Daftar Perundang Undangan :
UUD 1945 dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945
Lampiran A dari ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 paragraf 402 hukum adat ditetapkan sebagai asas-asas pembinaan hukum nasional
UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA :
Pasal 2 ayat (4) UUPA, Pasal 3 UUPA, dan Pasal 5 UUPA
UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan
UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman : Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1)