BAB I HAKIKAT MANUSIA
Ada tiga alasan mengapa setiap mahasiswa LPTK dan orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan perlu mengkaji hakikat manusia. 1.
Meng Mengan anta tarr peng pengka kaji jiny nyaa untu untuk k memi memili liki ki hik hikma mah h meng mengen enai ai man manus usia ia..
Dengan hikmah ini seseorang diharapkan memiliki kematangan pandangan, berpikiran jauh ke depan, memiliki pengertian dan pengamatan yang mendalam (Satmoko 2000). 2.
Kare Karena na tuju tujuan an ins insti titu tusi sion onal al ata atau u tuju tujuan an LPTK LPTK yan yang g uta utama ma ada adala lah h
melahirkan tenaga kependidikan dalam berbagai posisi ( guru dan nono guru). 3.
Pand Pandan anga gan n cal calon on ten tenag agaa kepe kepend ndid idik ikan an ten tenta tang ng kons konsep ep man manus usia ia
menentukan bagaimana ia memperlakukan manusia lain dan kemana manusia tersebut akan dibawa.
PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN MANUSIA
Pada awal perkembangannya, ketika ilmu masih menjadi bagian dari filsafat, pengkajian tentang manusia bersifat monodisipliner ( dalam mengkaji manusia hanya dengan satu cabang ilmu pengetahuan). Akan tetapi dalam perkembangannya orang mulai menyadari bahwa pendekatan monodisipliner tidak mumpuni lagi karena manusia merupakan makhluk yang multidimensional. Oleh karena itu perlu banyak menggunakan disiplin ilmu dalam mengkaji manusia. Ada dua pendekatan yang termasuk pendekatan banyak disiplin dalam mengkaji manusia yaitu : 1.
Pendekatan mu multidisiplin
Yaitu suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri sendiri ( Suryani,1986). Cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut antara lain : •
Psikologi → hakikat makna dan perilaku manusia
•
Pendidikan → upaya pengubahan perilaku manusia
•
Demografi → populasi manusia
•
Biologi → tubuh manusia
•
Sosiologi → hakekat dan proses social para manusia
•
Antropologi →kebudayaan manusia
2.
Pendekatan interdisiplin
Bedanya dengan pendekatan multidisiplin terletak pada pengkajinya. Kalau dalam multidisiplin pengkajinya adalah seorang spesialis, sedangkan dalam interdisiplin pengkajinya adalah seorang generalis (seorang/beberapa orang generalis yang menguasai beberapa disilpin ilmu sekaligus tentang manusia)
Pendekatan Yang Dipakai Dalam Pengkajian Ini Pengkajian ini lebih banyak menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu menggunakan teori-teori dan konsep-konsep yang telah berkembang dalam berbagai ilmu dan diramu secara efektif.
BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG HAKEKAT MANUSIA
1.
Kepustakaan Hindu (Ciwa) menyatakan bahwa "atman" manusia datang
langsung dari Tuhan (Bathara Ciwa) dan sekaligus merupakan penjelmaannya. 2.
Agama Budha mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sengsara.
3.
Pendapat kaum pemikir kuno menyatakan bahwa manusia adalah
manifestasi yang paling komplit dan paling sempurna dari Tuhan. 4.
Socrates → hakekat manusia terletak pada budinya yang menentukan
hikmah dan kebaikan. Plato → menonjolkan peran pikir yang dapat melahirkan budi baik ( hakikat manusia terletak pada idenya). Aristoteles → hakekat manusia terletak pada pola pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan hasil pengamatan indera. 5.
Aliran humanistik → manusia merupakan kemenyeluruhan dalam
segala dimensinya. Spinosa → hakikat manusia sama dengan hakikat Tuhan dan alam semesta. Voltaire → memerlukan 30 abad untuk memahami sruktur manusia dan selamanya untuk memahami sedikit jiwa manusia namun hanya sebentar untuk membunuhnya. Notonegoro → manusia merupakan makhluk monodualistis, antara jiwa dan raga tidak dapat dipisahkan. Manusia mempunyai sifat tak hidup, tumbuhan, dan hewan sekaligus. 6.
Ahli biologi cenderung melihat manusia secara ragawi. Aktifitas jiwa
merupakan aktifitas fungsi otak. Democritus → msnusia itu adalah atom. 7.
Ahli Psikologi→ hakekat manusia adalah sebagai aktifitas rohani,
jasmani merupakan alat dari rohani.
8.
Pandangan Islam → hakekat manusia merupakan paduan yang
menyeluruh antara akal emosi, dan perbuatan. Manusia adalah utusan Tuhan di muka bumi. 9.
Manusia menurut Pancasila adalah monodualistik dan monopluralistik;
keserasian dan keseimbangan; integralistik; kebersamaan dan kekeluargaan.
MANUSIA; TINJAUAN SECARA EVOLUSI
Makhluk yang paling tidak teratur kondisinya adalah manusia, maka dengan sifat keadilan-Nya Tuhan memberi perlakuan khusus kepada manusia yaitu diberi peraturan khusus (wahyu berupa kitab suci) dan terlahir dalam kondisi tak berdaya. Yang dipunyai manusia ketika lahir hanyalah potensi-potensi dengan bantuan orang lain berupa pendidikan maka manusia dapat mengembangkan potensinya. Evolusi pada manusia tidak hanya dalam pengertian biologi saja, melainkan menyangkut pula pengertian dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku, dan peradaban manusia.
Evolusi dalam Bidang Kemampuan Intektual
Bukti-bukti penemuan fosil manusia menunjukkan bahwa volume otak manusia purba lebih kecil dibandingkan dengan otak manusia modern. Kecilnya volume otak diyakini menunjukkan rendahnya kemampuan intelektualnya. Akan tetapi semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi perkembangan kemampuan intelektualnya melampaui batas-batas perkembangan evolusi biologisnya ( koenntjaraningrat,1987). Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa semenjak manusia menemukan bahasa dan tulisan telah mulai ada revolusi ilmu dan revolusi dalam pelaksanaan pendidikan.
Evolusi manusia dalam Bidang Tingkah Laku
Evolusi manusia dalam bidang tingkah laku terkait dengan perkembangan secara evolusi dalam bidang biologisnya. Menurut (Barre,1954) semenjak evolusi biologis sampai pada tahap yang memungkinkan kombinasi antara mata, tangan, dan kemampuan berjalan tegak, mulai terjadi revolusi dalam tingkah laku manusia.
Evolusi Manusia dalam Perkembangan Peradaban
Margaret Mead, Sastrapratedja (1991) menyatakan bahwa, telah terjadi perkembangan kebudayaan dari pasca-figuratif dan ko-figuratif menuju prafiguratif. Kebudayaan pascafigurative adalah kebudayaan tradisional, dimana generasi terdahulu dengan mudah mewariskan kebudayaannya kepada generasi berikutnya. Dalam kebudayaan kofiguratif, teriring dengan perkembangan jumlah dan kemampuan manusia, muncullah berbagai institusi social baru yang mempunyai tugas pewarisan nilai antar generasi. Institusi baru itu diantaranya adalah lembaga pendidikan. Selanjutnya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berbagai aspek kehidupan berubah dengan cepat. Sesuatu kebudayaan baru belum mempola sudah diganti dengan kebudayaan yang lebih baru lagi. Antara stimulus yang bermunculan dengan respon jaraknya terlalu pendek. Dengan demikian tidak ada waktu untuk mengolah stimulus yang bermunculan tersebut. Kebudayaan demikian disebut pra-figuratif.
MANUSIA; TINJAUAN FILOSOFIK
Apakah manusia itu? Dan terbuat atau terdiri atas apakah manusia itu? Bidang filsafat yang khusus mengkaji masalah ini disebut ontology atau metafisika. Apakah manusia itu? Berkali-kali manusia telah memperoleh jawaban atas pertanyaan itu, namun berkali-kali pula terjadi krisis atas jawaban tersebut. Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pandangan manusia secara animal symbolicum dari Cassirer (1987). Dengan definisi ini mengandung makna bahwa pemikiran dan perilaku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi dan bahwa kemajuan seluruh kebudayaan manusia mendasarkan diri pada hal tersebut. Dengan pendefinisian manusia sebagai makhluk symbol ini kita menjadi semakin mudah dalam memahami gejala penemuan bahasa manusia, tulisan, dan ilmu serta pengetahuan manusia. Sedangkan pertanyaan kedua yaitu "terdiri dari apakah manusia itu?", telah mendorong berbagai aliran untuk menjawabnya, seperti diuraikan oleh M. Noor Syam (1983) bahwa ada dua aliran dalam menjawab aliran tersebut. 1.
Aliran Monisme
Aliran monisme yaitu aliran yang menganggap bahwa seluruh semesta makrokosmos termasuk manusia hanya terdiri dari satu asas atau satu zat. Aliran ini dapat dibedakan menjadi paham materialisme dan paham idealisme.
Paham materialisme mendasarkan diri pada realitas yang sebenarnya dari sesuatu adalah materi, serba benda. Manusia sebagai makhluk alamiah juga hanya berupa benda. Perilaku manusia hanya didasarkan atas reaksi alamiah semata, karenanya pendidikan hanya bertugas untuk melatih pengalaman reaktif tersebut. Sedangkan paham idealisme mendasarkan diri pada pandangan bahwa realitas yang sebenarnya adalah berupa idea atau rohani. Ide ini yang menjadi entitas yang sesungguhnya sedangkan materi hanyalah bayang-bayang semata. Karena itu jiwa merupakan asas primer dalam eksistensi manusia, sedangkan jasmani tanpa jiwa tiada daya sama sekali. Oleh Karena itu pendidikan hanya berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi rokhaniah tersebut.
2.
Aliran Dualisme
Aliran dualisme adalah aliran yang memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara unsur animate dan inanimate, zat hidup dan benda mati. Dengan demikian aliran ini memandang manusia merupakan sintesis antara jasmani dan rokhani. Tugas pendidikan hanya mengembangkan kedua unsur secara harmonis sebab keduanya memang merupakan totalitas.
DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN MANUSIA
Kajian tentang dimensi-dimensi kamanusiaan manusia merupakan pokok kajian antropologi metafisika. Kajian ini menyimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk individu, social, susila, dan religius.
KONSEP MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Konsep Manusia Indonesia Seutuhnya menempatkan keempat dimensi kemanusiaan secara serasi, dan seimbang. Deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila. Konsep lain tentang deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya dapat dirunut pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang sekarang berlaku mengacu berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Bab IV, Pasal 3. Deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan munjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.