PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil pertanian berupa buah-buahan merupakan salah satu komoditi pertanian yang sering dikonsumsi sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa buah merupakan makanan wajib yang harus selalu ada. Terutama buah pisang yang dapat tumbuh subur dan mudah ditemukan baik di pasar tradisional maupun pasar modern, begitu pun dengan buah tomat.
Mengingat bahwa buah-buahan terdiri dari buah klimakterik dan buah non- klimakterik yang menyebabkan terjadinya perbedaan waktu selama proses pematangan, sering kali produsen menggunakan penambahan gas etilen lain untuk memenuhi permintaan pasar dalam mempercepat pematangan buah, seperti penambahan kalsium karbida (karbit), kalium permanganat (KMnO4), maupun dengan penambahan asam askorbat (vitamin C).
Oleh karena itu, diperlukan adanya praktikum mengenai pengaruh penambahan gas etilen untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mutu buah sehingga praktikan dapat mengetahui penanganan dan perlakuan terbaik dalam proses pematangan buah.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh gas etilen terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh KMNO4 dan oxygen scavenger terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, dan menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi sesayuran.
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kertas, kantung plastik, neraca, colortec colorimeter, penetrometer, dan pH meter. Bahan yang dibutuhkan adalah KMnO4, karbit, vitamin C, pisang, alpukat, tomat, dan nanas.
Metode
Start
Start
EndPerubahan diamati dan dicatat sehari sekali selama 1 mingguKontrol dibuatBuah disimpan dalam suhu ruangKarbit atau KMnO4 atau vitamin C dibungkus kertas di seam dan dimasukkan ke dalam plastik yang diisi buahBuah dikemas dengan kantong plastik LDPEBuah dicuci dengan menggunakan larutan detergenBebuahan utuh ditimbang dalam ukuran yang sama
End
Perubahan diamati dan dicatat sehari sekali selama 1 minggu
Kontrol dibuat
Buah disimpan dalam suhu ruang
Karbit atau KMnO4 atau vitamin C dibungkus kertas di seam dan dimasukkan ke dalam plastik yang diisi buah
Buah dikemas dengan kantong plastik LDPE
Buah dicuci dengan menggunakan larutan detergen
Bebuahan utuh ditimbang dalam ukuran yang sama
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
[Terlampir]
Pembahasan
Buah dan sayur merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba lain tumbuh di dalamnya dan hal ini bisa menurunkan mutu pangan. Penurunan mutu tersebut disebabkan karena sayur dan buah setelah dipetik masih melakukan proses metabolisme dan aktivitas respirasi. Jaringan pada buah dan sayur yang telah dipetik aktif melakukan respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya dengan cara merombak pati menjadi gula . Pada proses tersebut, dihasilkan air secara terus menerus sehingga mengakibatkan kelayuan saat penyimpanan karena praktis tidak ada suplai air lagi. Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayur adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah agar aktivitas mikroba, enzim, maupun respirasi dapat dihambat (Muchtadi 1992).
Pematangan buah yaitu mengacu pada perubahan yang terjadi setelah pendewasaan penuh, yang dicirikan oleh melunaknya daging buah, terbentuknya karakteristik aroma, dan peningkatan kandungan cairan buah. Dalam skala rumahan buah dipetik pada saat sudah masak, pada skala besar buah dipetik dalam keadaan belum matang agar buah-buahan tidak cepat busuk. Proses pematangan buah diatur oleh hormone pengatur penuaan atau pematangan buah. Contohnya adalah etilen, calcium carbide, penambahan daun-daunan dan asap dari materi yang menyala. Pemasakan buah merupakan salah satu hasil metabolisme jaringan tanaman pada kondisi pemasakan buah merupakan hal yang diharapkan oleh petani, pedagang dan konsumen buah-buahan, karena buah tersebut akan segera dikonsumsi. Akan tetapi pada kondisi lain pemasakan buah merupakan kerugian, sehingga tidak diharapkan. Hal ini apabila buah tersebut tidak segera dikonsumsi karena masih mengalami periode transportasi yang jauh dan memakan waktu yang tidak singkat.Untuk kasus kedua ini para pengelola buah-buahan baik petani, pedagang atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang tepat atau sesuai dengan waktu yang diinginkan. Berbagai usaha untuk mengendalikan buah agar tidak segera masak, yang telah dilakukan diantaranya yaitu pelilinan, pendinginan, pengendalian dengan cara CA (Controlled Atmosphere), MAP (Modified Atmosphere Package) dan lainnya. Salah satu cara lagi adalah pengendalian dengan cara penyerapan terhadap gas etilen (C2H4). Hal ini berdasarkan atas kenyataan bahwa peran etilen yang dihasilkan oleh buah itu sendiri sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pemasakan buah. Buah-buahan yang sudah tua dan menjelang masak akan menghasilkan gas etilen yang cukup banyak, dan gas ini akan memacu terhadap pemasakan buah. Produksi etilen sendiri akan dipacu dengan adanya udara (Oksigen) dan suhu. Kondisi udara semakin banyak dan suhu semakin tinggi akan memacu adanya respirasi yang diantaranya memproduksi gas etilen. Untuk mengendalikan pemasakan tersebut maka gas etilen harus segera dikurangi disekitar kumpulan buah. Untuk mengurangi gas etilen tersebut diantaranya dapat menggunakan zat penyerap gas.
Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan nonklimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah) (Muchtadi 1992). Contoh buah klimaterik adalah avokad, papaya, apel, pisang dan lain-lain sedangkan contoh buah nonklimaterik adalah jeruk, nanas, durian, dan lain-lain.
Perbedaannya pada buah non-klimakterik etilen hanya mempengaruhi pada respirasi, tetapi tidak memacu pertumbuhan etilen endogen dan pematangan buah. Sedangkan pada buah klimakterik mempengaruhi semuanya (Hadiwiyoto dan Soehardi 1981). Praktikum ini buah yang digunakan adalah pisang dan tomat dengan penyimpanan menggunakan karbit, KMnO4, dan vitamin C.
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Menurut Apandi (1984), etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Jadi dapat disimpulkan bahwa gas etilen mempercepat pematangan buah pada buah klimaterik.
Usaha untuk mengurangi etilen akan mengakibatkan tertundanya kematangan dan mempertahankan kesegaran serta memperpanjang umur simpan (Apandi 1984). Pada buah klimaterik respon etilen hanya berpengaruh pada saat fase pre-klimaterik sedangkan pada buah non-klimaterik aktivitas respirasi dan pematangan dapat dipercepat pada semua fase tahap pematangan. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan berlangsung cepat dan ikut dalam proses reaksi pemasakan. Semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun. Adanya perlakuan tertentu yang dapat mengurangi kandungan etilen disekitar buah dapat memperpanjang umur simpan buah tersebut.
Penyerapan etilen yang digunakan adalah KMnO4, karbon aktif dan mineral-mineral yang dibungkus dengan kertas saring. Penggunaan KMnO4 dianggap mempunyai potensi besar karena sifatnya yang tidak mudah menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan kerusakan (mengurangi mutu buah). Secara umum, perlakuan bahan penyerap etilen, yaitu KMnO4, memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan, dengan dapat ditekannya produksi etilen dan dapat dipertahankan warna hijau, tekstur, aroma buah, kekerasan, tingginya kadar pati, dan susut bobot yang cenderung rendah (Muchtadi 1992). KMnO4 merupakan senyawa oksidatif yang mempunyai spektrum luas dan bereaksi dengan baik terhadap etilen. KMnO4 yang baru dijerapkan kedalam absorber berwarna ungu, setelah bereaksi dengan etilen akan berubah menjadi berwarna coklat (Brody et al. 2001). Tetapi, karena sifat racunnya, kontak langsung KMnO4 dengan produk pertanian sangat tidak direkomendasikan. Oleh karena itu, KMnO4 (dengan konsentrasi 4-6%) biasanya dijerapkan kedalam bahan inert kedalam permukaan luas seperti perlit, alumina, silika gel, vermikulit, karbon aktif, dan selit (Vermeiren et al. 1999). Proses pengikatan etilen ini terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksida dapat bereaksi atau mengikat etilen dengan cara memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa etilen menjadi bentuk etilen glikol dan mangan dioksida. KMnO4 bersifat tidak menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan kerusakan buah.
Selanjutnya adalah pemberian karbit atau kalsium karbida. Karbit atau kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaC2. Karbit apabila terkena air atau uap yang mengandung air akan menghasilkan gas asetilin yang menyebabkan buah cepat matang, dengan syarat gas ini harus tertutup, tidak di ruangan terbuka. Penambahan karbit pada pematangan buah menyebabkan konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kecepatan pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas ethilen semakin cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena ethilen dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan amilase dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan buah. USDA (1979) menyatakan bahwa Karbit (CaC2) yang berfungsi sebagai etilen buatan pada buah mempercepat proses pematangan sehingga akan meningkatkan nilai pH buah selama penyimpanan. Mekanisme kerja karbit dalam meghasilkan etilena adalah
CaC2 + 2 H2O C2H2 + Ca(OH)2
Pengaruh vitamin C terhadap mutu komoditi apel menurut Apandi (1984) adalah sebagai absorben/penyerap oksigen yang terlibat langsung dalam proses respirasi. Penurunan konsentrasi O2 (atau sebaliknya, peningkatan konsentrasi CO2) hingga konsentrasi yang belum memicu terjadinya fermentasi menjadi salah satu parameter utama teknologi pengemasan buah. Pada umumnya, penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat pemasakan buah, sehingga mampu memperpanjang masa simpannya. Adapun pengaruh lain yaitu susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat. Adanya kehilangan bobot ini disebabkan oleh meningkatnya laju respirasi yang menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energi, dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah.
Vitamin C dikenal dengan nama kimia yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan antioksidan karena sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Oleh karena itu penggunaaan vitamin C sebagai antioksidan semakin sering dijumpai. Vitamin C pada praktikum ini berfungsi sebagai oxigen scavenger. Bahan penyerap oksigen adalah suatu bahan yang dapat menyerap oksigen secara kimiawi. Penggunaan vitamin C dalam penyimpanan buah dapat mengurangi laju pertumbuhan atau produksi etilen, karena vitamin C dapat mengikat gas etilen yang keluar dari suatu buah. Pengikatan ini tidak menghentikan secara penuh dari aktivitas pengeluaran gas,akan tetapi mengurangi aktivitas dari pengeluaran gas. Prinsip kerja dari penyerap oksigen ini adalah terjadinya reaksi antara suatu bahan dengan oksigen di udara sehingga kalor di udara menjadi berkurang (Kays 1991). Di antara bahan tambahan yang berfungsi sebagai penyerap oksigen, asam askorbat (vitamin C) dianggap yang paling aman untuk digunakan (Vermeiren et al. 1999). Pada prinsipnya, asam L-askorbat akan dioksidasi menjadi asam dehidro L-askorbat dengan bantuan enzim oksidase atau peroksidase (Vermeiren et al. 1999). Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam L-askorbat adalah
Asam L-askorbat + O2 Asam dehidro L-askorbat + H2O
Reaksi tersebut menunjukkan bahwa keberadaan asam L-askorbat aktif dan O2 di dalam kemasan akan menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat, berkurangnya jumlah O2 menyebabkan proses respirasi pada buah berjalan lambat sehingga akan memperpanjang masa simpan. Pengaruh vitamin C pada komoditi adalah sebagai bahan penyerap oksigen (oxygen scavenger) yang dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat rendah (ultra-low level). Bahan penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam head-space kemasan hingga 0.01%, mencegah terjadinya proses oksidasi, perubahan warna dan pertumbuhan mikroorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber juga dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam head-space kemasan melalui lubang-lubang dan memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas. Adapun pengaruh lain, yaitu susutnya bobot buah apabila O2 menurun dan CO2 meningkat.
Pengaruh gas etilen terhadap buah pisang dan apel pada praktikum dapat dilihat dengan mengukur perubahan pada parameter susut bobot, perubahan warna, kekerasan, nilai pH, kondisi sensorik, dan tanda-tanda fidiologis. Penyusutan bobot buah dipengaruhi oleh pemisahan sel-sel sepanjang lamella tengah yang porositasnya akan berkurang seiring dengan masaknya buah. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan bahwa selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat terutama senyawa pektin dan hemiselulosa yang akan melemahkan dinding sel dan gaya kohesif yang meningkat. Pemecahan polimer karbohidrat tersebut mempengaruhi bobot buah yang semakin berkurang selama penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan pada buah, susut bobot akan mengalami peningkatan. Proses respirasi pada buah waktu penyimpanan mengubah gula menjadi karbondioksida dan air, kemudian mengalami penguapan (transpirasi) sehingga susut bobot pun meningkat (Kader 1992).
Pisang dan apel merupakan suatu buah klimakterik yang akan mengalami gejala kenaikan respirasi dan kenaikan produksi etilen selama penyimpanan. Hasil pengamatan pada buah pisang yang menggunakan karbit, menunjukkan bahwa pada hari pertama hingga hari ke dua tidak terjadi perubahan susut bobot yang signifikan, namun pada pengamatan hari ketiga diperoleh data penyusutan bobot sebesar 1,22 gram. Sedangkan pada buah apel, penyusutan terjadi pada hari pertama sebesar 0,11 gram. Penyusutan bobot pada hari kedua hingga hari keempat tidak terlalu signifikan dan bersifat fluktuatif dibawah 1 gram. Penyusutan bobot pisang pada hari keempat dan apel pada hari pertama disebabkan produksi etilen meningkat dan terdapat penambahan etilen sehingga peningkatannya semakin tinggi. Etilen menyebabkan bobot dari suatu buah menyusut, karena didalam komponen buah tersusun etilen yang mempengaruhi bobot buah. Buah yang dimatangkan dengan karbit paling cepat (tidak sampai tiga hari) matangnya. Sedangkan pada buah yang tidak mengalami perubahan bobot belum membuktikan literature yang diperoleh karena kesalahan praktikan yang menyebabkan kurang berhasilnya uji tersebut.
Buah pisang yang menggunakan vitamin C mengalami penyusutan bobot dan buah apel mengalami penyusutan namun tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan literature bahwa vitamin C merupakan zat yang menyerap oksigen dan dapat mengikat pengeluaran gas etilen dalam buah ketika penyimpanan sehingga menekan laju respirasi. Karena adanya tekanan pada laju respirasi, proses pematangan dan pembusukan yang mengakibatkan penurunan bobot pun akan ditekan. Sehingga penurunan bobot akan sangat kecil.
Pada buah pisang dari hari pertama hingga hari ketiga yang menggunakan KMnO4 mengalami penyusutan bobot sebesar 0.3 – 0.9 gram. Begitu pun pada buah apel, umumnya mengalami penurunan dari 0.07 –6.5 gram. Hal ini sesuai dengan literature bahwa KMnO4 merupakan senyawa oksidatif kuat dan dapat bereaksi dengan baik terhadap etilen. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan karbit menyebabkan susut bobot lebih besar dibandingkan KMnO4 dan vitamin C.
Pasca panen, klorofil mengalami degradasi yang menyebabkan warna hijau berubah menjadi kuning. Penurunan warna hijau dapat disebabkan aktivitas respirasi pada buah. Respirasi dapat meningkatkan kerusakan sel, sehingga kloroplas yang menyimpan klorofil dalam sel terurai sehingga karatenoid menjadi tampak perkembangannnya dan buah menjadi kuning.
Berdasarkan hasil pengamatan baik pada buah pisang maupun buah apel yang mengalami perlakuan dengan menggunakan karbit, KMnO4, dan vitamin C umumnya mengalami perubahan warna yang hampir sama. Hal ini dapat dilihat pada nilai L (kecerahan) yang menunjukkan semakin lama perlakuan dan penyimpanan dilakukan, nilai yang dihasilkan akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai kecerahan berarti warna buah semakin gelap menunjukkan bahwa buah tersebut mengalami proses pematangan yang akan menuju fase pembusukan.
Derajat keasaman dalam praktikum ini juga diuji dari beberapa perlakuan penyimpanan buah pisang dan apel. Derajat keasaman pada bebuahan ini diuji dari sari buah atau juice menggunakan pH meter. Pada bebuahan, semakin menuju ke kematangan semakin meningkat kadar gula dan nilai pH juga meningkat.
Pisang yang disimpan bersama dengan karbit memiliki pH yang semakin basa sekitar 5 menjadi 6. Sedangkan pisang yang disimpan bersama dengan vitamin C dan KMnO4 juga semakin basa tetapi kecepatan perubahannya lebih rendah dibandingkan yang pemnyimpanan bersama etilen. Nilai pH-nya adalah sekitar 5 sampai 6. Perubahan pH juice pada pisang diakibatnya karena adanya perubahan struktur polisakarida pada pisang yang mengubah polisakarida menjadi glukosa dan fruktosa sehingga kadar keasaman buah menjadi semakin berkurang. Sama halnya dengan pisang, apel yang disimpan bersama karbit selama penyimpanan pH buah berubah dalam kisaran 3-4. Sedangkan apel bersama vitamin C dan KMnO4 mengalami perubahan yang semakin basa dari pH kisaran 3 sampai 4 yang prosesnya lebih lambat dibandingkan tomat yang dibungkus bersama karbit. Perubahan pH juice ini akibat adanya proses pematangan. Proses ini dipicu dengan adanya gas etilen yang menyebabkan laju respirasi pada buah semakin memingkat sehingga terjadinya pengubahan polisakarida menjadi glukosa dan fruktosa. Adanya karbit sebagai sumber penghasil gas etilen menyebebkan laju pemantangan buahnya menjadi semakin cepat, lain halnya dengan adanya vitamin C dan KMnO4 yang mempunyai sifat menyerap etilen sehingga pematangannya semakin lambat.
Reaksi metabolisme akan mengakibatkan berubahnya sifat fisik dan kimia dari buah tersebut dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas buah. Sifat fisik yang berubah meliputi, warna ukuran, kekerasan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karbit, KMnO4, dan vitamin C, secara keseluruhan terjadi kerusakan fisik pada buah seperti warna memudar disertai bintik hitam yang semakin meluas dipermukaan kulit, aroma buah, dan buah menjadi lunak. Hal tersebut sesuai dengan literature, bahwa pematangan buah dapat dilihat melalui kondisi sensorik buah tersebut.
Penambahan etilen karbit, KMnO4, dan vitamin C secara fisiologis, semakin lama juga akan mempengaruhi penampakan bebuahan yang disimpan. Berdasarkan hasil pengamatan seluruh komoditi dengan perlakuan KMnO4, umumnya mengalami pelambatan dalam proses fisiologi dalam hal ini pemasakan. Hal ini dapat diamati dalam tabel hasil pengamatan, terlihat bahwa umumnya seluruh komoditi mengalami pembusukan pada hari ke dua pengamatan. Menurut Ables (1973), perlakuan KMnO4 akan menyebabkan etilen yang dihasilkan oleh komoditi dioksidasi dan diubah menjadi etilen glikol dan mangan oksida. Oleh karena proses tersebut, penggunaan KMnO4 dapat memperlambat proses pemasakan sehingga memperpanjang umur simpan. Perlakuan dengan menggunakan vitamin C memperlambat proses pematangan buah namun tidak sebaik perlakuan KMnO4. Hal ini terlihat dari proses pembusukan yang terjadi sejak pengamatan hari ketiga. Sementara pada buah yang menggunakan karbit, pada hari pertama sudah menunjukkan adanya kebusukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Murtiningsih, et al (1993), penggunaan kalsium karbida mempercepat proses pemasakan sehingga banyak digunakan dalam pemeraman. Hal ini dikarenakan gas karbid akan berikatan dengan air membentuk gas asetilen yang mempercepat proses pemasakan buah.
Kondisi terbaik untuk penyimpanan apel adalah pada suhu rendah yaitu sekitar suhu 32°-33°F atau 0°-6°C misalnya di dalam ruang pendingin karena akan membuat apel tersebut tetap segar selama 4-8 bulan. Selain itu buah apel tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain yang mempunyai bau kuat, misalnya bawang, minyak tanah, dan sebagainya karena buah apel dapat mengabsorbsi bau (Soelarso 1998). Bila disimpan pada suhu rendah sekitar 5°C kecepatan respirasi buah apel juga rendah hanya mencapai 3 mg CO2/kg/hari sehingga mampu bertahan 3-8 bulan sedangkan apabila dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang 25°C kecepatan respirasinya mencapai 30 mg CO2/kg/hari (Tranggono 1989). Adapun kerusakan yang terjadi jika apel disimpan dibawah suhu penyimpanan terbaik yaitu bagian dalam apel menjadi berwarna cokelat dan apel akan menjadi lunak (Soelarso 1998).
Kondisi terbaik untuk penyimpanan pisang adalah pada suhu 11o–20oC dan RH 85–95%.Pada kondisi ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti dan akan membuat kulitnya menghitam. Kerusakan pendinginan dari buah pisang yang terjadi pada temperatur kritis (13oC) adalah warna kusam, perubahan cita rasa, dan buah tidak bisa masak (Kristianingrum 2007).
Praktikum kali ini dilakukan penyimpanan buah dengan menggunakan karbit, KMnO4, dan vitamin C yang ditambahkan apel dan pisang dengan perbandingan tertentu. Bahan tambahan pertama, karbid atau kalsium karbida merupakan senyawa kimia yang mempunyai rumus kimia CaC2 dan bila dilarutkan dalam air akan bereaksi menghasilkan C2H2 (gas asetilen) dan Ca(OH)2. Gas asetilen tersebut yang mempunyai peranan dalam pemeraman buah.Cara atau teknik pemeraman yang tidak tepat dapat menurunkan mutu buah. Sebaliknya, jika proses pemeraman berjalan baik maka akan menghasilkan buah yang seragam kematangannya, dengan rasa yang manis dan mengeluarkan aroma yang harum (Utami et al. 2007). Karbid ini dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna hitam keabu-abuan dan secara komersial digunakan sebagai bahan untuk proses pengelasan, tetapi di negara-negara berkembang digunakan sebagai bahan pemacu pematangan buah. Penggunaan kalsium karbida saat ini sudah berkurang terutama di negara-negara maju karena dapat membahayakan bagi kesehatan disebabkan racun arsenik dan phosporus yang terkandung di dalamnya (Asif 2012).
Bahan tambahan kedua yaitu Kalium permanganate (KMnO4).Kalium permanganate ini berfungsi dalam mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan didalam prosesnya terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang menandakan proses penyerapan etilen.Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh terkontak langsung dengan bahan pangan karena KMnO4 bersifat racun. Kalium permanganate ini juga sering digunakan untuk memanipulasi kondisi atmosfer sebagai penyerap gas etilen. Proses penyerapan ini dapat mencegah atau menunda pengaruh etilen terhadap komoditas bebuahansehingga dapat memperpanjang umur simpannya (Yang 1985).
Bahan tambahan terakhir yaitu vitamin C. Vitamin C atau asam askorbat berfungsi sebagai penyerap oksigenyang dapat mempengaruhi laju respirasi (Widodo et al. 1997).Penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat pematangan buah, sehingga mampu memperpanjang masa simpannya (Apandi 1984).
PENUTUP
Simpulan
Praktikum kali ini dilakukan penyimpanan buah dengan menggunakan karbit, KMnO4, dan vitamin C yang ditambahkan pada apel dan pisang dengan perbandingan tertentu. Penambahan karbit berfungsi sebagai etilen buatan pada buahdan mempercepat proses pemeraman buah sehingga akan meningkatkan nilai pH buah selama penyimpanan.Cara atau teknik pemeraman yang tidak tepat dapat menurunkan mutu buah. Sebaliknya, jika proses pemeraman berjalan baik maka akan menghasilkan buah yang seragam kematangannya, dengan rasa yang manis, dan mengeluarkan aroma yang harum. Sedangkan penambahan KMnO4 dan vitamin C berfungsi sebagai bahan penyerap etilen dan oksigen sehingga dapat mempertahankan atau menurunkan nilai pH buah selama penyimpanan dan dapat memperpanjang umur simpan dari buah tersebut.
Kondisi terbaik untuk penyimpanan apel adalah pada suhu rendah yaitu sekitar suhu 32°-33°F atau 0°-6°C misalnya di dalam ruang pendingin karena akan membuat apel tersebut tetap segar selama 4-8 bulan.Sedangkan untuk pisang, kondisi terbaik untuk penyimpanan pisang adalah pada suhu 11o–20oC dan RH 85 – 95 persen.Pada kondisi ini metabolisme oksidatif seperti respirasiberjalan lebih sempurna.
Saran
Sebaiknya komoditi yang akan diujikan dalam praktikum lebih bervariasi sehingga pengaruh gas ethylene dan oxygen scavenger terhadap mutu bebuahan dapat dibedakan dan lebih bervariasi datanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ables, F.B. 1973. Ethylen in Plan Biology.Dalam: Academic Press : 302
Apandi M. 1984.Teknologi Buah dan Sayur . Bandung[ID] : Alumni
Asif M. 2012.Physico-chemical properties and toxic effect of fruit-ripening agent calcium carbide.Ann Trop Med Public Health. 5:150-156
Brody AL, Strupinsky ER, Kline LR. 2001. Active Packaging for Food Applications.Pensylvania [US]: Technomic Publishing Company
Hadiwiyoto dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Jakarta [ID]: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Kader AA. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops. California[US]: University of California Publication 3311
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York[US] : An AVI Book
Kristianingrum S. 2007.Metode Pengawetan Buah-Buahan. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta
Muchtadi Deddy dan Sugiyono.1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan (Petunjuk Laboratorium).Bogor[ID]: PAU Pangan dan Gizi IPB
Murtiningsih, Sulusi Prabawati, Setyadjit dan Sjaifullah. 1993. Evaluation of ripening manual which respect to applicability of the ambon putih banan cultivar. Dalam: AAPSIP Regional Workshop. Jakarta: 7-9 juni, 1994
Santoso BB, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura. Jakarta[ID]: Indonesia Australia Eastern Universitas Project.
Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat Untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja ( Musa paradisiacavar Sapientum L ) [Tesis]. Bogor[ID]: Fakultas Teknologi Petanian, Institut Pertanian Bogor
Soelarso B. 1998. Budidaya Apel. Yogyakarta (ID): Kanisius
Tranggono. 1989. Bahan Tambahan Makanan. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
USDA. 1976. Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery Stocks. New York[US] : USDA Agric Handbook
Utami S, Widiyanto J, Kristianita. 2007. Pengaruh cara dan lama pemeraman terhadap kandungan vitamin c pada buah pisang raja (Musa paradisiaca l). J. FMIPA. 1(2): 1-6
Vermeiren L, Devlieghere F, Van Beest M, Kruijf N, and Debevere J. 1999. Developments in the active packaging of foods. Dalam: Trends in Food Science and Technology 10: 77-86.
Widodo KH, Suyitno, Guritno AD. 1997. Perbaikan teknik pengemasan buah-buahan segar untukmengurangi tingkat kerusakan mekanis studi kasus di provinsi jawa tengah. J. Agritech. 17(1):14-17.
Yang SF. 1985. Biosynthesis and Action of Ethylene. Hort Science. 21:41-45