PENGARUH PENGAJIAN TERHADAP PEMBENTUKAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN DAN INTEGRASI KELOMPOK
Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiologi Islam Dosen Pengampu : Dadi Nurhaedi Di susun oleh: Baiq Dian Hurriyati (10720026) Bodro Sigit Rahwono (10720008) Panggah Rihandoko (10720020) JURUSAN SOSOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan nikmat, berkah, dan rahmatNya sehingga kami dapat menyusun makalah Mini Riset dengan judul ”Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Kepribadian dan Integrasi Kelompok”. Shalawat serta salam tidak lupa kita sampaikan kepada Rasulullah saw, yang telah membebaskan kita dari zaman yang penuh kezaliman dan kebodohan dan membawa kita menuju zaman yang sarat dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat i ni. Pada kesempatan ini tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dadi Nurhaedi selaku dosen mata kuliah Sosiologi Islam yang telah menjadi pembimbing kami dalam penelitian, serta pihak-pihak lain yang terkait dalam proses pembuatan makalah mini riset ini secara langsung maupun tidak langsung. Semoga haki mini riset kami ini dapat memberikan manfaat kepada kami selaku penyusun, para pembaca, dan semua pihak masyarakat. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat ban yak kekurangan sehingga hasil yang diperoleh jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Yogyakarta, April 2011 Penyusun
BAB I PENDAHULUAN A.
Penegasan Judul
Penelitian ini berjudul “ Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Kepribadian dan Integrasi Kelompok ”, penelitian ini akan membahas berbagai hal tentang pengaruh pengajian terhadap individu dalam kelompok tersebut dilihat dari berbagai perspektif. Penelitian ini dilakukan di dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok pemuda yang usianya berkisar antara 19-25 tahun dan kelompok pengajian yang anggotanya umumnya berumur 40 keatas. Hasil penelitian ini akan dikomparasikan untuk saling melengkapi dalam rangka melakukan pembacaan terhadap kelompok keagamaan. 1. Pengajian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengajian berarti pengajaran (agama Islam). Dapat didefinisikan, pengajian merupakan usaha untuk menanamkan nilai-nilai islam dimana dalam pengajian ini terdapat interaksi antara ustadz (guru) sebagai agen sosialisasi dan jamaah (anggota) sebagai objek sosialisasi. Pengajian merupakan salah satu proses pentransferan (sosialisasi) nilai atau norma-norma kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan oleh anggota baru tersebut yang nantinya dijadikan standar pedoman dan perilaku. 2. Kepribadian Kepribadian adalah integrasi dari keseluruhan kecenderungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berpikir, bersikap, dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu.[1] Jadi kepribadian adalah kecenderungan psikologi seseorang untuk melakukan sesuatu menurut standar dan pedoman perilaku yang dianut oleh individu. Kepribadian ini timbul karena adanya sosialisasi yang diberikan oleh kelompok sosial kepada anggota baru yang merupakan proses yang berjalan secara intensif dan dalam waktu yang lama. 3. Integrasi Integrasi adalah penyatuan menjadi suatu keasatuan yang utuh. Jika kita melihat dalam buku Muqaddimah ibnu Khaldun solidaritas atau integrasi merupakan suatu proses adaptasi untuk mempertahankan diri dari keadaan alam yang sulit, hidup yang berat, mempertahankan diri dari serangan bangsa lain ataupun untuk melindungi kelompok mereka. Menurut pengamatan Emile Durkheim pada revolusi industri, solidaritas mekanik terjadi dalam masyarakat tradisional dimana integrasi (Ashabiyah) ditentukan oleh primordial yaitu berupa silsilah kekerabatan, agama dan komunitas. Sedangkan solidaritas organis terjadi dimasyarakat modern, dimana solidaritas mekanis diganti oleh pembagian kerja yang kompleks, namun dalam kenyataannya solidaritas mekanik tersebut tidak hilang sepenuhnya melainkan melangkapi kekompleksan solidaritas organik. B. Latar Belakang
Kelompok sosial merupakan representasi dari individu, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan manusia lain (gregeriousness) dan memiliki hasrat menjadi satu dengan lingkungan alamnya. Jika kita melihat sejarah islam di abad klasik maupun di abad pertengahan kelompok keagamaan memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan falsafah islam maupun membangun peradaban. Melalui diskusi-diskusi atau pengajaran mereka menghasilkan berbagai intelektual muslim, membangun ilmu pengetahuan dan peradaban islam. Di era modern ini kelompok keagamaan bukan hanya sekedar membahas masalah keagaman, tetapi juga membahas ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Hal itu dibuktikan dengan sejarah Indonesia yang digerakkan atas nama kelompok agama yang merupakan bentukan dari diskusi-diskusi ataupun pengajian keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok tersebut. Selain itu juga terdapat segi negatif dari munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan tersebut yaitu radikalisasi keagamaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok islam garis keras. Pengajian menempati posisi sentral dalam berjalannya suatu kelompok sosial, karena pengajian merupakan salah satu proses pentransferan (sosialisasi) nilai atau norma-norma kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan oleh anggota baru tersebut yang nantinya dijadikan standar pedoman dan perilaku. Pengajian dapat meningkatkan assobiyah (solidaritas) anggota karena berbagai persamaan baik itu idologi, cita-cita, maupun musuh bersama. Namun dewasa ini fungsi pengajian tidak hanya sebatas itu, tetapi terdapat juga fungsi laten lainnya, seperti fungsi ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Pengajian tidak lagi mutlak sebagai tempat penyaluran atau bentuk tindakan rasionalitas nilai dari anggotanya. Hal inilah yang nantinya akan kami kami bahas dalam penelitian kami, yaitu bagaimana proses berlangsungnya kajian keagamaan dan pengaruhnya terhadap integrasi dan pembentukan kepribadian anggota, dan juga fungsi laten dari pengajian tersebut. C. Rumusan Masalah Bagaimanakah proses berlangsungnya penanaman nilai-nilai islam dalam kelompok tersebut? Bagaimanakah interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial keagamaan tersebut? Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan apakah faktor-faktor pemersatu itu? Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan karakter anggota? Apa motivasi anggota pengajian bergabung dengan kelompok sosial keagamaan tersebut? D. Tujuan Penelitian Mengetahui bagaimana proses sosialisasi nilai-nilai sosialisasi, internalisasi, eksternalisasi, objektifikasi.
islam,
yang
meliputi
aspek
Bagaimana pola interaksi yang terjadi antara agen sosialisasi (ustaz/ustazah) dan objek sosialisasi (anggota pengajian). Mengetahui dampak dari pengajian tehadap pembentukan kepribadian dan intensitas integrasi. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai bahan pembelajan mahasiswa untuk lebih mengetahui bagaimana kelompok keagaman menjalankan aktivitasnya, baik proses interaksi, sosialisasi, maupun integrasinya dilihat dari berbagai perspektif teori. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pengayaan sosiologi islam yang nantinya digunakan sebagai pembangunan konsep sosiologi islam di UIN Sunan Kalijaga. Secara praxis dapat digunakan sebagai pengembangan dan pembangunan pengajian-pengajian islam dalam rangka meningkatkan kualitas umat islam secara umum. F. Hipotesis Kelompok pengajian agama mempengaruhi pembentukan kepribadian anggota kelompok dan integrasi antar anggotanya, dimana pengaruh tersebut memiliki karakteristik berbeda dari kelompok sosial nonagama, misalnya kelompok pertemanan, ataupun kelompok profesi.
BAB II LANDASAN TEORI
Teori yang kami gunakan dalam mengkaji kelompok sosial keagamaan ini adalah teori Integrasi Emile Durkheim, untuk pembentukan kepribadian anggota kelompok sendiri akan kami gunakan teori kelompok social. Teori lain yang kami gunakan untuk mendukung analisis data penelitian kami adalah teori tindakan sisoal Max Weber. A.
Integrasi Sosial
Integration (integrasi) memiliki beberapa pengertian : (1)salah satu masalah kekal sosiologi klasik adalah bagaimana berbagai elemen masyarakat menjaga kesatuan, bagaimana mereka berintegrasi dengan satu sama lain. Dua pemikiran penting adalah: integrasi karena nilai-nilai bersama sesuai teori fungsionalisme (functionalism) dan integrasi karena saling ketergantungan sesuai teori pembagian kerja (divition of labour). Konsep ini dikritik karena seakan-akan menyiratkan pandangan tentang masyarakat yang terlalu terpadu dan mengabaikan kemungkinan konflik. Perkembangan konsep integrasi sosial dan sistem (social and system integration) adalah upaya untuk memajukan diskusi tentang bagaimana elemenelemen masyarakat menjaga atau tidak menjaga kesatuan. (2) Integrasi juga merujuk pada proses yang mana berbagai ras yang berbeda menjadi lebih erat secara sosial, ekonomi, dan politik.
B.
Kelompok Sosial
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling memengaruhi dan j uga suatu kesadaran untuk saling menolong. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. 2010) Kelompok sosial memiliki banyak klasifikasi. Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-kelompok yang terorganisasi dengan baik sekali seperti negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir-hampir tak terorganisasi misalnya kerumunan. Dalam hal ini, kelompok sosial keagamaan yang kami teliti yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok sosial paguyuban (gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok pengajian. Tonnies mengatakan suatu paguyuban memilki ciri-ciri pokok, yaitu: Intimate, yaitu hubungan yang menyeluruh dan mesra. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja. Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang-orang di luar “kita”. Dalam paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu pengertian (understanding) serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Kelompok sosial paguyuban juga terbagi menjadi tiga tipe. Tipe pertama, paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), contohnya keluarga, kelompok kekerabatan. Tipe ke dua, paguyuban karena jiwa-pikiran (gemeinschaft by mind). Dan tipe terakhir adalah paguyuban karena tempat (gemeinschaft by place), yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan tempat tinggal sehingga dapat saling tolongmenolong, contohnya rukun tetangga, rukun warga. Termasuk contoh paguyuban karena
jiwa pikiran adalah pengajian. Karena hubungan yang terjadi antaranggota pengajian sangat erat (khusunya pengajian ibu-ibu yang kami teliti). Hubungan antaranggota pengajian sangat intim, bahkan bisa dikatakan mereka telah mengenal secara baik sesama anggota. C.
Tindakan Sosial
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan tindakan sosial. Weber bahkan menjadika tindakan sosial sebagai objek kajian sosiologi. Tapi yang dimaksud dengan tindakan sosial di sini adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat tipe: Zwerk Rational atau tindakan sosial rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekadar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentuka nilai dari tujuan itu sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya instrumen, kepentingan, atau tujuan tertentu. Contohnya kegiantan ekonomi dan politik. Werkrational action atau tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan akhir itu sendiri. Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam tindakan ini, aktor tidak mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat, ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Affectual action atau tindakan afektual. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk menunjukkan emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional. Traditional action atau tidakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaankebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan (given). Tindakan sosial yang dilakukan kelompok pengajian termasuk dalam tindakan sosial werkrational action atau rasionalitas nilai. Namun dalam kasus kami, anggota kelompok pengajian yang kami teliti tidak hanya memiliki motif tindakan rasionalitas nilai atau hanya semata-mata mengharapkan pahala dari Allah. Meskipun sebagian anggota memilki motif tersebut, namun ada beberapa tindakan lainnya yang dilakukan oleh para anggota pengajian dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial keagmaan tersebut. BAB III METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Yaitu pendekatan yang berusaha menangkap kenyataan sosial secara keseluruhan, utuh, dan tuntas sebagai suatu kesatuan kenyataan. Menurut pendekatan ini, objek penelitian dilihat sebagai kenyataan
hidup yang dinamis. Sehingga dengan penelitian ini data yang diperoleh tidak berupa angkaangka, tetapi lebih banyak deskripsi, ungkapan, atau makna-makna tertentu yang ingin disampaikan. Adapun penambahan sedikit tabel hanya kami gunakan sebagai pelengkap data deskriptif saja. Dalam pendekatan ini kami menggunakan penelitian deskriptif. Deskriptif dimaksud untuk mendeskripsikan suatu situasi. Pendekatan deskriptif juga berarti untuk menjelaskan fenomenaatau karakteristik individual, situasi, atau kelompok sosial secara akurat. B.
Penentuan Populasi Sampel
Subjek dalam penelitian kami adalah kelompok sosial keagamaan yang diambil dari dari dua kelompok keagamaan yang berbeda yang pertama adalah kelompok pengajian usia lanjut yang berumur 40 tahun keatas dan kelompok pengajian mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang kebanyakan anggotanya berasal dari organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Dari sini nanti akan kami komparasikan diantara keduanya sehingga menghasilkan sintesis yang lebih akurat dalam mengkaji kelompok keagamaan tersebut. C.
Metode Pengumpulan Data
Data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Yaitu data yang didapat langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini data primer didapat dengan cara observasi dan wawancara (interview). Metode Interview Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan subjek penelitian yang bersifat dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu disistematisasi sesuai dengan tema penelitian, pertanyaan secara fleksibel dapat berubah sesuai dengan arah pembicaraan agar tidak menimbulkan kecanggungan subjek kajian. Metode observasi Observasi adalah teknik penelitian dengan melakukan pengamatan subjek kajian secara langsung turun kelapangan, untuk mengkaji subjek kajian dengan menelaah perilaku dan interaksi subjek kajian secara spontan dan alamiah. Teknik ini menggunakan verstehen (pemahaman) secara mendalam terhadap subjek kajian, melalui inilah peneliti berusaha menjelaskan realitas dengan berusaha memperkecil atau bahkan menghilangkan subjektifitas peneliti. D.
Instrumen Penelitian
Panduan pertanyaan (terlampir) E.
Analisis Data
Analisis yang kami pakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif (penggambaran), karena data yang kami kumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif. Dimana hasil
tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung terhadap objek penelitian yang dilakukakan secara sistematis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
1.
Gambaran Umum Pengajian
Kelompok Pengajian Mahasiswa
Kelompok pengajian yang kami teliti adalah salah satu kelompok pengajian mahasiswa yang dominan berdomisili di daerah Sapen, atau kelompok mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Jika dilihat dari latar belakang anggota pengajian umumnya mereka sejak kecil telah mendapat pengajaran islam yang kuat, jika dilihat secara latar belakang akademik mereka berasal dari sekolah-sekolah islam sehingga mereka tidak merasa canggung lagi dengan ajaran-ajaran islam yang didiskusikan dalam pengajian tersebut. Ketika ditanya tentang motivasi mereka mengikuti kelompok pengajian, mereka menjawab secara normatif misalnya karena menuntut ilmu agama, mengharap ridha Allah, dan lain sebagainya. Tetapi jika ditelaah terlebih dalam lagi ternyata hal tersebut tidak lepas dari riwayat pendidikan para anggota yang memang telah diajarkan nila-nilai keagamaan sejak kecil. Adapun data riwayat pendidikan mereka sebagai berikut. Nama
Riwayat Pendidikan dan Pengalaman keagamaan
Rusdi
SD, MTS, MA (sebelumnya kelompok pengajian)
Hirman
Pondok dan Sekolah
Muzaki Hartawan
MA
Akbar
SMA sekaligus aktivis dakwah
Arif Suyanto
MA
juga
aktif
dalam
Fadli
SD, MTS, MA
M. Anwar S.
SMA Islam Terpadu
M. Jamaludin
MA
Para anggota pengajian tersebut juga sangat plural dimana mereka berasal dari suku-suku yang berbeda yang tentunya memiliki berbagai perbedaan kultur, bahasa, kebiasaan, maupun karakter. Jumlah anggota pengajian tersebut umumnya berkisar tujuh orang dengan satu murabbi (guru), dalam pengajian mahasiswa ini terdapat banyak kelompok yaitu 12 kelompok pengajian, yang masing-masing kelompok memiliki pengajarnya masing-masing, pembatasan anggota bertujuan untuk lebih memfokuskan kegiatan belajar mengajar. Pengajarnya atau ustadnya memiliki kelompok pengajian juga, dimana pengajarnya satu tingkatan diatas mereka, jadi model pengajian kelompok ini bertingkat. Pengajian ini diwali dengan tahfidz (hafalan) ayat-ayat al-qur’an kemudian dilangsungkan dengan ceramah singkat yang dibawakan oleh anggota pengajian. Adapun pembagian kerja para anggota telah ditentukan terlebih dahulu misalnya pembawa acara, ceramah singkat anggota dan lain sebagainya. Untuk tempat sendiri pengajian ini tidak hanya dilakukan disatu tempat melainkan berpindah-pindah sesuai dengan keadaan, kadangkala dilakukan di masjidmasjid ataupun kadangkala dilakukan dikediaman anggota. Untuk pendanaan kegiatan mereka melakukan infak atau iuran disetiap pertemuannya, uang tersebut digunakan sebagai alat untuk memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam ibadah, olahraga, buka bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu anggota kelompok tersebut jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar mutaba’ah) yang dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan keilmuan islam, misalnya berapa kali solat jamaah, sunah, puasa dan ibadah-ibadah yang lainnya. Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun terdapat interaksi yang sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau diagung-agungkan seperti halnya islam tradisional. Karena latar belakang pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang sesuatu, dari hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap guru dalam kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada dasarnya masing-masing dari kami masih memiliki berbagai kekurangan sehingga kami saling melengkapi”.[2] Dalam proses pengajian yang kami observasi kami menelaah suatu fakta yang cukup menarik, yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola ketimpangan komunikasi yang diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh ustadz, karena pemahaman mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan oleh ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan mudah diinternalisasi anggota. Sehingga jika ruang
doktrinasi ini disalah gunakan untuk menanamkan idiologi radikal maka akan dengan mudah diinternalisasi anggota dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut. Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang dihadapi, misalnya masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui pembicaraan itulah mereka memecahkan masalah-masalah yang ada pada setiap anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada masalah tersebut. Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar forum pengajian ter sebut misalnya, olahraga bersama, jalan -jalan (rihlah), bahkan kegiatan seperti out bound dan pramuka. 2.
Kelompok Pengajian Ibu- Ibu
Kelompok pengajian ibu-ibu yang kami teliti adalah kelompok pengajian ibu-ibu yang terdapat di daerah Sapen. Kelompok pengajian ini telah lama berjalan. Menurut penuturan salah satu ibu-ibu yang kami wawancarai, pengajian ini teah ada sejak sekitar empat tahun yang lalu. Pengajian ini rutin, diadakan setiap hari, namun tidak di satu tempat. Waktu pengajian biasanya diadakan pagi hari, kecuali hari jumat yang diadakan sore hari. Pengajian ini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam-an. Mulai dari jam empat sampai jam lima sore. Hari kamis dan minggu diadakan di masjid Sapen. Berbeda halnya dengan kelompok pengajian pertama, latar belakang yang dimiliki oleh anggota kelompok pengajian ibu-ibu ini tidak jelas. Karena sebagian besar anggota yang mengikuti pengajian tersebut mayoritas anggota pengajian terdiri dari mbah-mbah yag sudah sepuh dan ibu-ibu paruh baya. Susunan kegiata di pengajian ini dimulai dari membaca shalawat nariyah, lalu membaca tahlil, kemudian doa. Semua bacaan-bacaan amalan itu dipimpin oleh seor ang “hajjah”yang sangat disegani karena dianggap mumpuni di antara mereka. Setelah membaca amalan-amalan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah pengumuman dari pemimpin acara (semacam MC). Pengumuman yang disampaikan mengenai jumlah infaq yang terkumpul, jumlah uang kas mereka. Juga pengumuman-pengumuman lain yang berhubungan dengan kelompok pengajian mereka. Kegiatan mereka selanjutnya diisi dengan tausyiah oleh seorang ustazah yang mengampu pengajian tersebut (sekaligus tuan rumah tempat pengajian itu berlangsung). Isi tausyiah yang disampaikan sebagaimana taisyiahtausyiah pengajian pada umumnya. Berkisar surga, neraka, dan ibadah kepada Allah. Si ustazah juga menyampaikan tentang cara bergaul dalam masyarakat dengan baik, terkadang diselingi dengan membahas isu-isu politik atau berita te rhangat yang terjadi di negeri ini. Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu pengumuman, dan tausyiahtausyiah yang disampaikan semuanya menggunkan bahasa Jawa. Karena anggota pengajian kebanyakan orang-orang tua dan sebagian dari mereka tidak mengerti bahasa Indonesia, jadi untuk mempermudah pemahaman dan pengajian terasa lebih santai serta tidak kaku, maka digunakan bahasa Jawa. Selama pengajian berlangsung, mereka mendengarkan tausyiah dengan seksama, dan terlihat sangat patuh pada si pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara, diedarkan kaleng infaq. Selain infaq mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut nantinya bisa dipinjam oleh anggota pengajian bila membutuhkan uang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang mayoritas mbahmbah memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian diantaranya alsan “standar”, maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu mencari pahala dan ridho Allah (tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para anggota adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antarwarga, terutama warga Sapen. Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka dalam berbagai hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak dipungkiri sedikit membantu mereka dalam perekenomian, misalnya saja mereka bisa meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang. Kelompok pengajian ini juga membentuk integrasi yang kuat diantara mereka sesama warga Sapen. Hal ini juga didukung dengan tausyiah-tausyiah yang diselipi pembahasan mengenai masalah atau sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, meskipun hal-hal kecil sekalipun. Misalnya saja mengenai selokan yang tersumbat, atau tentang si ibu ini yang sedang menghadapi musibah dan sebagai sesama muslim harus saling membantu. Atau mengenai cara bergaul dengan tentangga yang baik. Dalam pegajian tersebut, para anggota bisa saling berinteraksi satu sama lain, dan selama interaksi berlangsung, maka perlahan akan terbentuk integrasi yang kuat diantara mereka. Karena rasa “sejalan” satu sama lain. Semakin mereka sering bertemu dalam suatu pertemuan, maka rasa kesatuan yang berbasis kekeluargaan akan semakin kuat, dan menciptakan rasa solidaritas yang kuat antar anggota dalam kelompok tersbut. Intensitas pertemuan yang setiap hari dari pegajian ini akan mendorong semakin kuatnya solidaritas dan penyatuan intern dalam kleompok. Kami melihat selama observasi, anggota pengajian sangat mendengarkan apa yang dikatakan oleh si ustazah yang memberikan ceramah. Dengan kata lain, ustazah yang memberikan tausyiah dalam pengajian tersebut dapat dikatakan sebagai ketua kelompok yang mampu memegaruhi para anggotanya, bahkan bisa dikatakan dia mempunyai kendali atas anggotaanggota kelompok pengajian tersebut, yang kata-katanya akan didengar dan dipatuhi oleh anggotanya. Kelompok pengajian tersebut membentuk karakter anggotanya melalui tausyiahtausyiah. Pada intinya anggota kelompok pengajian tersebut mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian tersebut. Jika suatu kelompok memiliki seorang ketua yang dipatuhi atau disegani, maka kelompok tersebut akan mudah diorganisir. Dalam penelitian kami mengenai kelompok pengajian ini, teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut sesuai. Ustazah yang meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian dalam artian mereka benar-benar mengaplikasikan apa yang mereka dapat di pengajian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua yang mereka dapat realisasikan. Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah dibahas di atas, integrasi di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena adanya pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama. B.
Motivasi Anggota Pengajian Mengikuti Kelompok Sosial Keagamaan (Pengajian)
Motivasi Mahasiswa
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Pada kelompok pengajian mahasiswa, sebagian besar anggotanya memiliki motivasi atau alasan normatif dalm mengikuti pengajian tersebut, alasan untuk mendapatkan ilmu dan memperdalam ilmu agama. Namun hal itu tidak lepas dari sosialisai keagamaan yang telah terlebih dulu ditanamkan sejak kecil sehingga mereka lebih mudah dalam melakukan adaptasi terhadap kelompok. Motivasi Ibu-Ibu Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti pengajian tersebut. Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan kepentingan yang ada di antara anggota kelompok tersebut. Perbedan kepentingan itu juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi pengajian. Ada saja ibu-ibu yang ikut pengajian hanya karena ibuibu di sekitarnya mengikuti pengajian tersebut (ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-alasan lainnya. Alasan-alasan ini adalah implikasi dari fungsi laten pengajian tersebut, misalnya saja, pengajian selain sebagai sarana mendapatkan ilmu agama, juga menjadi sarana sosialisasi antar anggota. Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat alasan ini, dapat dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial keagamaan tersebut adalah tindakan rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang ada dalam pengajian kelompok ibu-ibu tersebut, ada banyak kegiatan misalnya mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam oleh anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi alasan anggota pengajian tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan ekonomi. Ini terkait dengan para anggota ekonomi memandang apa sebenarnya fungsi pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan oleh ibu-ibu anggota pengajian tersebut beragam, namun tetap mayoritas mengikuti pengajian tersebut dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah). C.
Proses Berlangsungnya Penanaman Nilai-Nilai Islam dalam Kelompok Pengajian
Dalam pengajian tersebut terdapat pengajaran atau transfer mengenai ilmu keislaman. Ilmuilmu ditransfer oleh si pengajar atau ustaz (murabbi). Dalam proses pentransferan itulah terdapat proses penanaman nilai-nilai. Nilai-nilai yang ditanamkan tentu saja nilai-nilai keislaman. Jika melihat menggunkan kaca mata orang islam, dengan pandangan subjektif, maka kita akan mengatakan bahwa nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang terdapat dalam islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan. Proses penanaman nilai-niai yang dilakukan oleh si pengajar (agen sosialisasi) dilakukan dalam tausyiah-tausyiah yang diberikan kepada para anggota. Bahkan dengan sedikit doktrin keagamaan, yang akan menciptakan kepatuhan mutlak pada anggotanya. Namun hal tesebut juga berdampak baik, karena jika anggota kelompok sosial keagamaan tersebut telah mengerti dan telah tertanamkan nilai-nilai dalam dirinya, dan selanjutnya dengan mudah mengaplikasikannya. Jadi pada intinya proses penanaman nilai-nilai keislaman pada anggota pengajian tersebut melalui transfer ilmu atau “ceramah” dari si ustaz. Dengan bahasa lain, dakwah si ustaz pada anggota pengajian adalah proses penanaman nilai-nilai islam.
D. 1.
Pengaruh Pengajian Terhadap Integrasi dan Faktor- Faktor Pemersatu Antar Anggota Pengaruh Integrasi Mahasiswa
Agama merupakan salah satu alat integrasi dalam suatu masyarakat, karena dengan agama inilah mereka mengindentikan dirinya sesuai dengan kelompok tersebut, bahkan adakalanya kedudukan agama itu lebih tinggi sehingga sebagian besar konflik di Negara Indonesia umumnya mengatas namakan agama. Dalam kelompok mahasiswa yang kami teliti interaksi antar anggotanya bersifat intensif artinya mereka saling mengenal secara dalam atau dalam sosiologi dapat dikelompokkan sebagai kelompok primer. Mereka saling mengetahui latar belakang anggota mereka mulai dari asal hingga hingga kegiatan teman-teman mereka. Setelah melakukan wawancara mereka dapat menjawab pertanyaan seputar agenda ataupun riwayat kehidupan teman-teman mereka. Diluar pengajian mereka masih melakukan interaksi secara intensif, dimana mereka disatukan dalam organisasi yang sama sehingga mereka sering bertemu untuk membahas berbagai agenda organisasi. Dalam kehidupan sehari-haripun sebagian dari mereka tinggal bersama temantemannya, sehingga secara emosional semakin mendekatkan hubungan integrasi antar anggotanya. Faktor agama merupakan faktor yang paling besar dalam melakukan identifikasi diri anggotanya, bagi mereka sesama umat islam dianggap sebagai saudara sehingga mereka menginterpretasikan persatuan mereka sebagai suatu kewajiban yang mutlak bagi mereka. Jika ditelusuri dari segi interaksinya mereka saling memberi antara satu sama lain misalnya dalam konsumsi pengajian, uang konsumsi bukanlah uang yang dipakai da ri infak, melainkan makanan yang dibawa para anggotanya untuk dimakan secara bersama-sama hal itu bukanlah merupakan suatu perintah ataupun saran dari ustadz. Bahkan kadang kala mereka saling bertukar hadiah kepada sesama anggota mulai dari buku ataupun barang-barang lainnya. Para anggota tersebut sudah menganggap mereka itu sebagai keluarga sendiri ditanah perantauan, dan mereka saling membantu jika terjadi suatu hal, misalnya pinjam-meminjam uang, membantu permasalahan teman dan sebagai tempat berkeluh kesah bagi para anggota. Karena sebagaimana pembahasan diatas mereka diajarkan untuk bersifat terbuka kepada anggota yang lain dan membicarakan masalah-masalah anggota yang kemudian mereka pecahkan bersama. Proses integrasi ini kemudian meminimalisir kepentingn pribadi yang cenderung egoistik dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan yang dianggap sama dengan golongan mereka. 2.
Pengaruh Integrasi Ibu-Ibu
Seperti yang telah dibahas sekilas di atas. Anggota pengajian memiliki rasa kesatuan yang tinggi karena merasa memilki ideologi, pemikiran, dan yang terpenting bagi ummat islam rasa ukhuwah antar ummat muslim sangat kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh doktrin agama, yang mengatakan bahwa ummat islam seperti satu bangunan. “bangunan” inilah yang dinamakan integrasi dalam kehidupan ummat islam. Bagi para anggota pengajian yang telah intensif menerima pengajaran serta ilmu-ilmu keislaman, maka tidak diragukan lagi, rasa
ukhuwah yang mereka miliki terutama sesama anggota akan semakin kuat. Dalam hal ini jelas sekali terlihat pengaruh pengajian yang mereka ikuti dengan pembangunan rasa solidaritas dan pengukuhan integrasi antara mereka. Ditambah dengan peran seorang ketua dalam kelompok sosial keagamaan tersebut, yang bisa membentuk pribadi dan mengorganisir anggota kelompoknya, maka integrasi ataupun penyatuan yang dilakukan akan semakin mudah. Jadi bisa dikatakan bahwa faktor yang menjadi pemersatu anggota kelompok pengajian tersebut adalah karena adanya rasa ukhuwah sesama ummat islam, terlebih mereka dalam satu kelompok pengajian. Dan peran pengajian terhadap integrasi kolompok dapat dilihat melalui ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di pengajian, terlebih karena adanya doktrin agama yang mereka dapatkan dalam pengajian tersebut. E.
Interaksi yang Terjadi dalam Kelompok Sosial Keagamaan
Interaksi yang berlangsung antara anggota pengajian sebagaimana biasanya interaksi individu-individu dalam suatu kelompok. Dalam kelompok pengajian yang berlangsung secara intensif ini membangun interaksi yang semakin intim antar anggotanya. Namun dalam hal ini interaksi yang dimaksudkan adalah interaksi yang terjalin melalui komunikasi antar ketua kelompok pengajian (ustaz) dengan anggota kelompok pengajian. Namun berdasarkan data yang kami peroleh, terdapat perbedaan di antara kedua kelompok pengajian yang kami teliti, yakni kelompok pengajian mahasiswa dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Pada kelompok mahasiswa, kami menilai bahwa sikap para anggota terhadap si ustaz sebagai pemimpin kelompok terkesan biasa saja. Tidaka ada kepatuhan mutlak dari para anggota, tidaka ada doktrin yang kuat dari sang ustaz, karena dalam berbagai hal anggota kelompok pengajian yang terdiri dari mahasiswa bisa kapan saja mengajukan pertanyaan, bahkan mengkritik doktrin agama yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena latar belakang mereka adalah seorang mahasiswa yang notabene, mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, dan secara otomatis selalu berifat kritis dalam segala hal yang mereka temui, termasuk dalam ilmu agama yang mereka dapat. Berbeda halnya dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Karena anggotaya terdiri dari ibu-ibu. Maka ajaran agama yang disampaikan lebih mudah, mereka lebih mudah terdoktrin karena, ibu-ibu tersebut tidak memiliki rasa kritis seperti mahasiswa tadi. Sehingga interaksi yang terjadi antara ustaz dengan anggota pengajian bisa dikatakan sepihak, yakni anggota pengajian memiliki kepatuhan yang lebih kuat kepada pemimpin kelompoknya. F. 1.
Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Karakter Anggota Karakter Mahasiswa
Pembentukan kepribadian bermula dari semenjak kelahiran indivu, dimana secara normal kelompok primerlah yang mengajarkan pertamakali dan selanjutnya kelompok-kelompok skunder yang kemudian menamkan pola-pola perilaku berikutnya. Dalam pengajian yang kami teliti, sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sejak kecil para anggota telah mendapatkan pengajaran keislaman sehingga kepribadian mereka sudah terbentuk sejak kecil.
Pengajian berpengaruh kepada karakter anggota-anggotnya. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam pengajian terdapat proses penanaman nilai-nilai kepada anggotanya. Niali-nilai yang ditanamkan nantinya akan membentuk kesadaran anggotanya sebagai orang yang “beragama”. Sehingga mereka akan senantiasa melaksanakan ajaran agama. Penanaman nilai itu bersifat intens, sehingga semakin membentuk kesadaran anggotanya. Selanjutnya anggota pengajian tersebut akan mengaplikasikan nilai-nilai yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Karakter ini juga dibentuk melalui latihan-latihan dan perhatian yang cukup dari ustadz mereka. Misalnya dalam setiap minggu dilakukan evaluasi amal harian sebagai tolak ukur keberhasilan pengajian berdayarkan amalan harian seperti, berapa jus membaca al-Qur’an dalam seminggu, solat jamaah, solat sunah, dan pertanyaan seputar ibadah dan amal sosial. Jadi didalam pengajian tersebut para anggota dituntut untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan anggotanyapun diwajibkan mengikuti kelompok studi ataupun organisasi untuk mengembangkan diri para anggotanya. Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha menanamkan nilai-nilai islam dalam kehidupannya misalkan dalam bergaul, ketika mereka saling bertemu mereka mengucapkan salam dan saling bersalaman menurut tradisi islam. Dalam pemangilan nama misalnya mereka memanggil nama teman mereka dengan spaan “akhi (saudaraku)” untuk laki-laki, dan ukhti (saudara perempuanku). Untuk pola pikir sendiri mereka cenderung bersifat islam normatif misalnya dalam bergaul dengan yang bukan muhrimnya mereka memberikan batasan-batasan tertentu dan menjaga tingkah laku mereka berdasarkan norma yang diajarkan islam. Sebagaimana telah diterangkan dalam ranah integrasi kelompok diatas, mereka dilatih untuk saling tolong menolong kepada sesama umat islam yang implikasinya tentu juga meningkatkan pola prilaku dari para anggota. Perilaku keindividuan ini ditekan dengan kepentingan kelompok sehingga mereka melakukan pembatasan-pembatasan atas suatu hal yang diangap tidak baik. 2.
Karakter Ibu-Ibu Pengajian
Dari proses penanaman nilai-nilai keislaman yang terjadi dalam pengajian tersebut secara tidak langsung membentuk karakter anggotanya. Dalam pengajian ibu-ibu, isi taisyiah yang disampaikan juga mengenai tata cara bergaul dengan tetangga atau sedikit menyinggung tentang lingukangan sekitar mereka. Terkhusus mereka adalah pengajian warga Sapen, jadi mereka juga membicarakan apa yang terjadi dalam lingkungan mereka, juga problem problem yang sedang diibicarakan oleh warga sekitar. Karakter di sini maksudnya adalah, tingkah laku yang menjadi kebiasaan mereka. Tentunya karena telah mendapatkan penanaman nilai-nilai keislaman secara intens, makan karakter mereka akan mengikuti nilainiai yang telah ditanamkan tersebut. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun pada kenyataannya juga, banyak yang tidak mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan di pengajian tersbut.
BAB V PENUTUPAN A.
Simpulan
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan seperti pengajian memiliki peran yang besar daam pembentukan ingtrasi antar anggota kelompok, juga memiliki peran yang besar dalam pembentukan krakter anggota kelompok. Namun di samping fungsi manifest yang terdapat pada kelompok pengajian ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu sebagai wadah sosialisasi dan interaksi antar anggota, dan fungsi-fungsi lainnya termasuk fungsi ekonomi. DAFTAR PUSTAKA