PENGARUH SUSPENSI TERHADAP REAKSI HIDROLISA PATI DAN KONSTANTA KECEPATAN REAKSI
Ryan Primaldi *), Nadia Sevi Ardiana, Shinto Ayu Pamularsih
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
Abstrak
Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak digunakan pada berbagai industri. Tujuan dari praktikum ini yaitu mempelajari pengaruh variabel suhu terhadap reaksi hidrolisa pati, menghitung konstanta kecepatan reaksi dan menganalisa pengaruh variabel suhu terhadap konstanta kecepatan reaksi.Hidrolisa merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (-OH) oleh suatu senyawa.Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air.Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air.Prosedur praktikum hidrolisa yaitu melakukan perhitungan densitas pati, densitas HCl dan membuat glukosa standar. Kemudian melakukan standarisasi larutan fehling untuk mendapatkan data F. Kemudian membuat campuran yaitu pati dan HCl dan H2SO4, kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan dengan suhu 70oC selama 1 jam dan kemudian dianalisa kadar glukosanya dan didapat data M sebagai kadar pati awal. Kemudian membuat dua campuran tersebut kembali: tepung, HCl, dan aquadest dengan komposisi yang sama, kemudian dihidrolisa selama 20 menit dan tiap 5 menit diambil 20ml, diencerkan dan dianalisa kadar glukosanya. Analisa yang dilakukan yaitu dengan mencampur sampel+5ml fehling A+5 ml fehling B dan +15 ml glukosa standart, dipanaskan hingga mendidih, kemudian ditambahkan indikator methylen blue kemudian dititrasi hingga merah bata.Dari percobaan pengaruh kadar suspensi pati terhadap konversi dan konstanta kecepatan reaksi adalah semakin tinggi kadar pati maka konversi yang dihasilkan lebih kecil dan konstanta kecepatan reaksinya pun semakin kecil. Penambahan katalis hanya ikut pada reaksi dan menurunkan Ea, tetapi akan kembali seperti kondisi awal setelah reaksi selesai.
Kata kunci: Hidrolisa; Pati; Tepung Tapioka; Suspensi
Abstract
[The Influence of StarchType toward Hydrolysis Reaction of Starch and Reaction Rate Constant] Starch and its derivative products also is a multifunctional materials and are widely used in various industries. The aim of this practical work, i.e. studying the influence of variable temperature against the reaction of hidrolisa starch reaction speed constant, calculate and analyze the influence of variable temperature against the constant speed of reaction.Hidrolisa is the binding reaction of hydroxyl groups (-OH) by a compound. OH cluster compound can be obtained from water. Starch hydrolysis occurs between a reactant a reactant is water with starch.Practical procedures hidrolisa i.e. calculating the density of starch, glucose and make HCl density standard. Then do the standardization of fehling solution to get the data F. Then create a mixture that is starch and HCl and H2SO4, then put into a three-neck flask with a temperature of 70oC and heated for 1 hour and then analyzed the levels of glukosanya and obtained data M as initial starch levels. Then create two mixed Re: flour, HCl, and aquadest with the same composition, and then dihidrolisa for 20 minutes and each 5 minutes taken 20 ml, diluted and analysed the levels of glukosanya. The analysis was performed by mixing a sample 5 ml fehling + A + 5 ml fehling B and + 15 ml glucose standard, heated up to boiling, then added indicator methylen blue then titrated until the red brick.Experiment of the influence of the levels of starch suspension against conversions and constants of the reaction speed is increasingly high levels of starch conversion then produced smaller and more reaction speed constant. The addition of the catalyst only participated in the reaction and lower Ea, but will return as the initial condition after the reaction is complete.
Keywords: Hydrolysis; Starch; Tapioca flour; Suspense
1. Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------.*) Telp: +62-823-9062-5022E-mail: rprimaldi@gmail.com-----------------------------------------------------------------.*) Telp: +62-823-9062-5022E-mail:
[email protected] Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman, makanan yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi dan bahan kimia serta industri nonpangan seperti tekstil, detergent, kemasan dan sebagainya. Dalam industri makanan pembentuk gel dan encapsulating agent. Dalam industri kertas digunakan sebagai zat aditive seperti wet-end untuk surface size dan coating binder, bahan perekat, dan glass fiber sizing. (Chiu, Solarek, 2009) Pati adalah campuran yang sangat teroganisir dari dua polimer karbohidrat, amilosa dan amilopektin, yang disintesis oleh enzim tanaman dan sekalius dikemas menjadi butiran padat yang tidak larut dalam air. Granula pati bervariasi dalam ukuran ( 1 sampai 100 mikron diameter) dan bentuk yang merupakan karakteristik bawaan dari tumbuhan tertentu (Betty, 2009)
-----------------------------------------------------------------.
*) Telp: +62-823-9062-5022
E-mail:
[email protected]
-----------------------------------------------------------------.
*) Telp: +62-823-9062-5022
E-mail:
[email protected]
Pati dalam bentuk murni adalah berwarna putih, tidak berbau, hambar, berbentuk bubuk karbohidrat. Granula pati yang tidak larut dalam air, tetapi ketika dipanaskan dalam air butiran membengkak dan bergelatinisasi. Ketika didinginkan, gelatin ini menjadi pasta yang dapat digunakan sebagai alat pnebal dan lem. Kata "pati" berasal dari bahasa Inggris, stechen, yang berarti menjadi kaku (Dougall, 2010).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α glikosidik. Pati didapat dari tanaman yang mengandung karbohidrat. Di Indonesia banyak dijumpai tanaman yang menghasilkan pati. Tanaman-tanaman itu seperti seperti padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian, aren dan sebagainya. Pati disusun oleh monomer-monomer glukosa dalam bentuk D-glukosa yang membentuk rantai lurus maupun bercabang. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α (1,4) D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai stuktur α (1,6) D-glukosa sebagai cabang dan α (1,4) D-glukosa sebagai rantai utama (Ayoola et al, 2012).
Berbagai varian pati didasarkan pada perbedaan struktural, kandungan amilosa, amilopketin, protein dan lipid. Secara umum kandungan pati yang utama yaitu polimer anhidroglukosa meliputi amilosa dan amilopketin, keduanya diikat dengan ikatan α(1,4) dalam segmen linear; serta ikatan α(1,6) di titik percabangan. Amilopektin merupakan kandungan utama pati, berkisar 70-80% dan berpengaruh pada physiochemical serta citarasa pati (Dona et al., 2010).
Pati yang merupakan polimer dapat dipecah menjadi monomer-monomernya dengan cara hidrolisis. Proses hidrolisis bertujuan mendapatkan monomer glukosa agar dapat diolah menjadi produk-produk lain seperti sirup glukosa, sukrosa, high fructose syrup, dll. (Johnson et al, 2012). Glukosa adalah monosakarida yang paling banyak ditemukan di buah-buahan, tumbuhan, madu, darah, dan cairan binatang (Silva et al, 2013). Glukosa juga didapat dari hidrolisis polisakarida baik menggunakan asam atau enzim (Ramachandran et al, 2013). Hidrogenasi glukosa menghasilkan sorbitol menggunakan katalis yang banyak digunakan dalam industri pangan, minuman, formulasi bahan kosmetika (Xingcui, 2013). Glukosa juga bisa dijual atau dikomersilkan dalam bentuk cair, yaitu sebagai sirup glukosa (Johnson et al, 2013).
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (-OH) oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, hidrolisis gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. (Lamiya, 2012).
Laju reaksi proses hidrolisis ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah penambahan katalis. Katalisator akan mengawali penggabungan senyawa kimia yang akan membentuk substansi kompleks. Peran katalisator adalah memberikan mekanisme reaksi alternatif dengan energi pengaktifan yang lebih rendah. Contoh katalisator asam seperti HCl (asam klorida), HNO3, dan H2SO4 (Barnali, 2008).
Proses hidrolisis pati menggunakan katalis asam menghasilkan yield diatas 50% degan pH 2-5. Pada hidrolisis, air akan menyerang pati pada ikatan 1,4 α glukosida menjadi dextrin, sirup, dan glukosa. Reaksi antara air dan pati berjalan lambat, sehingga diperlukan katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Pemilihan katalisator menjadi penting karena akan menentukan konversi dan waktu dari proses hidrolisis pati tersebut (Iryani, 2013).
Pada reaksi hidrolisa biasanya dilakukan dengan menggunakan katalisator asam seperti HCl (asam klorida). Bahan yang digunakan untuk proses hidrolisis adalah pati. Di Indonesia banyak dijumpai tanaman yang menghasilkan pati.Tanaman-tanaman itu seperti seperti padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian, aren dan sebagainya.
2. Bahan dan Metode
Dalam praktikum ini membutuhkan Tepung Maizena dan Tepung Tapioka sebagai variabel media bahan. Selain itu digunakan juga aquadest dengan perbandingan volume 1 : 16 dan katalis H2SO4 pada setiap variabel. Bahan pendukung lainnya yaitu, glukosa anhidris, indikator MB, Fehling A, Fehling B, serta NaOH.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah larutan fehling distandarisasi dengan cara 5 ml Fehling A + 5 ml Fehling B + 15 ml glukosa standar, dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih ditambahkan 3 tetes MB, kemudian larutan dititrasi dengan glukosa standard hingga warna berubah menjadi merah bata. Volume titran (F) yang diperlukan dicatat, proses titrasi dilakukan dalam keadaan mendidih (diatas kompor).
Langkah selanjutnya adalah penentuan kadar pati awal. Untuk variabel 1, sebanyak 24,9 gram Pati, 1,5 ml katalis H2SO4 dan 24,9 ml aquadest dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga suhu 70oC, selama 1 jam. Setelah itu larutan didinginkan, diencerkan dengan aquades sampai 500 ml lalu diambil 20 ml dan dinetralkan dengan NaOH (PH = 7). Larutan diambil 5 ml diencerkan sampai 100 ml, diambil 5 ml. Ke dalam Erlenmeyer dimasukkan 5 ml larutan + 5 ml Fehling A + 5 ml fehling B + 15 ml glukosa standard, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Lalu ditambahkan 3 tetes indikator MB. Kemudian larutan dititrasi dengan glukosa standard sehingga berubah warna menjadi warna merah bata. Volume titran yang dibutuhkan (M) dicatat. Yang perlu diperhatikan, proses titrasi dilakukan dalam keadaan mendidih diatas kompor. Hal yang sama dilakukan untuk variabel lain.
Tahapan utama yaitu hidrolisa pati. Sebanyak 25,767 gram pati, 5,7046 ml katalis HCl dan 403,681 ml aquadest untuk variable 1 (6%W) dan Sebanyak 38,886 gram pati, 5,7046 ml katalis HCl dan 393,186 ml aquadest untuk variable 2 (9%W) yang masing-masing dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga suhu 70oC, anggap sebagai t0 diambil sampel sebanyak 20 ml. Kemudian sampel dinetralkan dengan NaOH (PH = 7). Larutan diambil 5 ml diencerkan sampai 100 ml, diambil 5 ml. Ke dalam Erlenmeyer dimasukkan 5 ml larutan +5 ml Fehling A + 5 ml fehling B + 15 ml glukosa standard, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Lalu ditambahkan 3 tetes indikator MB.Kemudian larutan dititrasi dengan glukosa standard sehingga berubah warna menjadi warna merah bata. V titran yang dibutuhkan (M) dicatat. Yang perlu diperhatikan, proses titrasi dilakukan dalam keadaan mendidih diatas kompor. Pengambilan sampel dilakukan setiap selang waktu 5 menit sebanyak 5 kali yaitu 20 menit. (t0=menit ke-0 ,t1=menit ke-5, t2=menit ke-10, t3=menit ke-15, t4=menit ke-20).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengaruh Kadar Suspensi terhadap Konversi Hidrolisa Pati
Gambar 3.1. Grafik Hubungan konversi (Xa) vs Waktu (t) pada Reaksi Hidrolisa Pati
Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk reaksimaka semakin besar pula konversi yang dicapai. Hal ini sesuai dengan rumus (Levenspiel, 1999).
Pada hasil percobaan variabel 1 (6% suspense pati) mengahasilkan konversi yang lebih besar dari pada variabel 2 (9% suspense pati). Hal ini sesuai dengn literatur yang kami gunakan, dimana semakin besar % suspense pati maka akan menghasilkan konversi yang lebih kecil.
Pada variabel 1 (6% suspense pati) konversi lebih besar daripada variabel 2 (9% suspensi pati), karena pada variabel 1 (6% suspense pati) penambahan air berlebih mengakibatkan keseimbangan bergeser ke arah kanan sehingga konversi meningkat. Selain itu pada variabel 2 lebih lengket daripada variabel 1 sehingga factor tumbukan yang dihasilkan lebih sedikit yang mengakibatkan konversi pada variabel 2 lebih kecil daripada variabel 1, sesuai dengan persamaan :
k=……………………………………….(1)
Harga k jika dihubungkan dengan konversi akan menghasilkan persamaan :
-In (1–xA) = kt + c
XA=…………….…………………………(2)
Jadi semakin kecil kadar suspense pati kan menghasilkan factor tumbukan yang lebih besar, sehingga harga k pun besar. Hal ini menyebabkan XA (konversi ) juga semakin besar.
3.2 Pengaruh Kadar Suspensi Terhadap Konstanta Kecepatan Reaksi
Gambar 3.2. Grafik Hubungan –ln(1-Xa) vs Waktu (t) pada Reaksi Hidrolisa Pati
Konstanta kecepatan reaksi adalah laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi dalam mol ekivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi. (Yulianti, 2006)
Berdasarkan gambar 3.2, variabel 1 (6% suspense pati) menghasilkan harga k = 0,04344, lebih besar daripada variabel 2 (9% suspense pati) yang menghasilkan harga k = 0,02916. Semakin besar konsentrasi zat pelarut akan menghasilkan harga konstanta kecepatan reaksi yang lebih tinggi. Hal ini karena pada variabel 2 (9% suspense pati) lebih kental sehingga menyebabkan pergerakan molekul lambat dan tumbukan yang dihasilkan lebih sedikit daripada variabel 1 (6% suspensi pati).
Semakin banyak tumbukan maka harga k yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini sesuai dengan persamaan: k =
di mana,
k = konstanta laju reaksi
A = factor tumbukan
Ea = energy aktivasi
R = kecepatan gas
T = suhu
Oleh karena itu jika factor tumbukan semakin besar maka besar konstanta kecepatan reaksi juga semakin besar.
3.3 Mekanisme Reaksi Hidrolisa Pati dengan Katalis Asam ( HCl)
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang sering digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam atau enzim sebagai katalisator. Pada metode ini suspensi pati dimasukkan ke dalam air dengan asam atau enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapatkan kekentalan yang diinginkan. Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya. Pati yang dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya tinggi. Pati jenis ini banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil dan perekat. Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada pembuatan gum candy.
Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan kandungan air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Karena itu proses ini sering juga disebut dengan dekstrinisasi (Sarifudin, 2013). Metode hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku yang mudah pula. Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan.
Produk pati termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam, panas dan proses pengolahan lainnya.
Modifikasi pati dilakukan dengan mengubah struktur kimia pati baik secara fisik, kimia atau enzimatis (Lewicka, 2015). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara kimia. Modifikasi pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi dan eterifisasi (Lewicka, 2015). Pati dapat dimodifikasi melalui hidrolisis parsial secara kimia atau enzimatis menghasilkan thin boiling starch, dekstrin dan maltodekstrin (Doue, 2014).
Reaksi hidrolisis pati dapat dilihat pada gambar 4.3. Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan asam dan pH tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan. Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen berantai lurus yang berukuran lebih pendek dari asalnya, maka porsi fraksi polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah, serta peluang untuk terjadinya retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus yang pendek sukar membentuk senyawa yang kaku. Perlakuan pati dengan asam disamping menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel. Penggunaan thin boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang gula, pastiles, dan jeli.
Gambar 4.3 Mekanisme hidrolisis pati dengan katalis asam
Gambar diatas menunjukkan bagaimana mekanisme reaksi hidrolisa pati dengan menggunakan katalis asam berlangsung. Dimana proses hidrolisa diawali dengan penambahan katalis pada larutan yang berisi pati dan air dengan pemanasan. Katalis asam yang digunakan disini adalah HCl. Katalis HCl akan terionisasi menjadi H+ dan Cl-, ion H+inilah yang berfungsi dalam mempercepat reaksi hidrolisa pati. Ion H+selanjutnya berikatan dengan pati yang merupakan polisakarida.
Setelah pati tersebut berikatan dengan H+ menjadi bermuatan dan menjadi aktif serta bersifat radikal. Setelah itu proses pemecahan molekul pati yang merupakan polsakarida menjadi monosakarida yaitu glukosa dengan molekul air. Air akan terionisasi menjadi H+ dan OH-. Molekul pati yang bermuatan dan aktif tadi kemudian mengikat OH-, Pati yang merupakan merupakan polisakarida kemudian terhidrolisa menjadi glukosa yang merupakan monosakarida, ditunjukkan dengan ikatan pada molekul glukosa yang lebih sederhana daripada ikatan molekul pati.Kemudian H+ pada air berikatan dengan Cl- menjadi HCl kembali, sehingga tidak menghasilkan produk samping (Lewicka, 2015).
4. Kesimpulan
Dari percobaan pengaruh kadar suspensi pati terhadap konversi dan konstanta kecepatan reaksi adalah semakin tinggi kadar pati maka konversi yang dihasilkan lebih kecil dan konstanta kecepatan reaksinya pun semakin kecil. Penambahan katalis hanya ikut pada reaksi dan menurunkan Ea, tetapi akan kembali seperti kondisi awal setelah reaksi selesai.
5. Saran
Saran yang diberikan pada percobaan ini adalah suhu operasi harus dijaga konstan, dalam pengamatan penentuan TAT harus teliti, penetralan pH dilakukan dengan tepat, dan kecepatan pengadukan dijaga konstan, titrasi diulang sampai 3 kali agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Dosen Pembimbing beserta Asisten Laboratorium Proses Kimia Teknik Kimia Undip yang telah membimbing selama proses pembuatan artikel ini.
Daftar Pustaka
Azuma, Jun-ichi, Euis Hermiati, Shuntaro Tsubaki, Djumali Mangunwidjaja, Titi C. Sunarti, Ono Suparno, Bambang Prasetya. 2012. Improvement of microwave-assisted hydrolysis of cassava pulp and tapioca flour by addition of activated carbon. Carbohydrate Polymers 87 (2012) 939–942
Bej, B., Basu, R.K., Ash, S.N., 2008, Comparative Study Kinetics Reaction Of Hydrolysis Tapioca Starch And Maizena Starch With Sulphuric Acid Catalyst, Scientific dan Industrial Research 67, 295-298
Chiu, C.-w., & Solarek, D. 2009. Modification of starch. Starch: Chemistry and Technology, Third Edition ISBN: 978-0-12-746275-2.
Dona, A. C., Pages, G., & Kuchel, P. W. 2010. Digestion of starch:In vivo andin vitro kinetic models used to characterise. Carbohydrate Polymers 80 (2010) 599–617.
Garcíaa, Ariel, Cristóbal Cara, Manuel Moya, Jorge Rapadoa, Jürgen Puls, Eulogio Castro, Carlos Martín. 2014. Dilute sulphuric acid pretreatment and enzymatic hydrolysis of Jatropha curcas fruit shells for ethanol production. Industrial Crops and Products 53 148–153.
Khatoon , Sakina, Y.N. Sreerama , D. Raghavendra, Suvendu Bhattacharya, K.K. Bhat. 2009. Properties of enzyme modified corn, rice and tapioca starches. Food Research International 42 1426–1433.
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. ebookpangan.com.
Kumar, Sachin, Pratibha Dheeran, Surendra P. Singh e , Indra M. Mishra b , Dilip K. Adhikari. 2015. Kinetic studies of two-stage sulphuric acid hydrolysis of sugarcane bagasse. Renewable Energy 83 850 – 858.
Lee, Cheng-Kang, Iryanti Fatyasari Nata, Chairul Irawan, Primata Mardina. 2015. Carbon-based strong solid acid for cornstarch Hydrolysis. Journal of Solid State Chemistry S0022-4596(15)30056-6
Levenspiel. O., "Chemical Reaction Engineering" 2nd ed, Mc. Graw Hill Book Kogakusha Ltd, Tokyo, 1970
Lin Lingshang, , Dongwei Guo, Jun Huang , Xudong Zhang , Long Zhang , Cunxu Wei. 2016. Molecular structure and enzymatic hydrolysis properties of starches from high-amylose maize inbred lines and their hybrids. Food Hydrocolloids 58 246 – 254
Martína, Carlos, Ariel Garcíac, Andreas Schreiber, Jürgen Puls, Bodo Saake. 2014. Combination of water extraction with dilute-sulphuric acid pretreatment for enhancing the enzymatic hydrolysis of Jatropha curcas shells. Industrial Crops and Products No. 9
Nurfida, A. 2010. http://eprints.undip.ac.id/13402/1/Laporan_penelian.pdf. Diakses pada tanggal : 30 April 2016
Olsson, E., Menzel. C., Johansson, C., Anderrson, R., Koch, K., and Jarnstrom, L. 2013. The Effect Of Ph On Hydrolysis, Cross-Linking And Barrier Properties Of Starch Barriers Containing Citric Acid. Carbohydrate Polymers : 98, 1505-1513.
Rahman, Adie Muhammad. 2007. "Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut". http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2555/F07amr.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal : 1 May 2016
Seetapan , Nispa , Nattawut Limparyoon, Chaiwut Gamonpilas, Pawadee Methacanon, Asira Fuongfuchat. 2015. Effect of cryogenic freezing on textural properties and microstructure of rice flour/tapioca starch blend gel. Journal of Food Engineering 151 51–59
Silberberg, M.S. 2006. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Suna, Yonghui, Pengtao Liua, Zhong Liu. 2016. Catalytic conversion of carbohydrates to 5-hydroxymethylfurfural from the waste liquid of acid hydrolysis NCC. Carbohydrate Polymers 142 177–182.
Wongsagonsup, R., Deeyai, P., Chaiwat, W., Horrungsiwat, S., Leejariensuk, K., Suphantharika, M., Fuongfuchat, A., and Dangtip, S. 2014. Modification Of Tapioca Starch By Non-Chemical Route Using Jet Atmospheric Argon Plasma. Carbohydrate Polymers : 102, 790-798.
Xiao , Xucheng, Dong Ha , Xiaoming Zhu, Yunxia Yang , Shouqi Xie, Ying Huang. 2014. Effect of dietary cornstarch levels on growth performance, enzyme activity and hepatopancreas histology of juvenile red swamp crayfish, Procambarus clarkii (Girard). Aquaculture 426–427 112–119
Waktu ( menit )
-ln ( 1 - Xa )
Waktu (menit)
Konversi ( Xa)