Pengembangan Social Forestry sebagai bentuk pelestarian SDA untuk pengurangan emisi dan pembangunan SDM khususnya pada daerah pedesaan demi terwujudnya Green Economy
Oleh : Febrianto Wibowo
Pada tahun 2009 Indonesia telah berjanji untuk mengurangi 26-41% emisi (sisa hasil pembakaran). Namun, hingga saat ini negara kita masih menjadi salah satu negara penghasil emisi terbesar didunia. Hal ini sudah banyak mendukung perkembangan efek rumah kaca. Salah satu solusi dalam penanganannya adalah reboisasi dan perawatan hutan yang sudah ada. Dibutuhkan kerjasama berbagai pihak, khususnya masyarakat pedesaan sebagai orang terdepan. Sehingga, menempatkan social forestry sebagai salah satu solusi yang bisa digunakan.
Disadari bahwa masalah sosial-ekonomi masyarakat kini merupakan prasyarat mendasar tercapainya kelestarian pengelolaan hutan, bagaimanapun baiknya penerapan aspek teknis pengelolaan hutan, apabila masalah sosial tidak dikelola dengan baik, maka semuanya tidak akan ada artinya. mengingat seluruh hasil kerja pengaturan kelestarian hutan berdasarkan teori silvikultur (budidaya hutan). Dimana kualitasnya akan ditentukan oleh besarnya tingkat gangguan dan jaminan pengamanan hutan yang diberikan oleh masyarakat.
Kata 'kehutanan' (forestry) dalam 'social forestry', bukan semata berhubungan dengan pohon (forest), melainkan masyarakat yang berada disekitar hutan. Social forestry dengan demikian adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup di sekitar hutan, terlepas sumber pencahariannya bersumber dari hutan atau bukan. Hutan tidak mungkin dipertahankan kelestariannya apabila masyarakat di sekitarnya dalam kondisi miskin dan tidak berdaya. Hutan hanya akan dapat dijaga kelestariannya oleh masyarakat yang berdaya. Dengan demikian social forestry adalah upaya membuat masyarakat disekitar hutan berdaya.
Kegiatan social forestry dengan demikian tidak terbatas di dalam hutan, melainkan seluruh upaya untuk membuat masyarakat sekitar hutan berdaya, sehingga mampu menjaga kelestarian hutannya. Dapat mencakup praktek-praktek pengelolaan hutan yang telah berumur ratusan tahun sampai ke skema-skema inovatif yang relatif baru berkembang seperti pengelolaan hutan tanaman maupun hutan alam (termasuk lahan belukar), memfasilitasi terbangunnya unit-unit usaha kecil dan menengah (UKM) yang dapat digunakan sebagai alternative income sources (alternatif pencaharian) atau sustainable livelihood (mata pencaharian yang tidak merusak) bagi masyarakat yang selama ini hidupnya hanya tergantung dari sumberdaya hutan dan semua macam metode pengorganisasian kelompok masyarakat pengelola hutan. Sehingga diharapkan setiap individu masyarakat pedesaan dapat secara mandiri mengelola, merawat dan reboisasi hutan kembali serta telah berdaya secara ekonomi dengan menerapkan green economy yang berarti, perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Meski dalam tulisan ini lebih ditekankan kepada sosial- ekonomi. Namun keuntungan- keuntungan yang didapatkan dari hasil pengembangan social forestry tidaklah hannya semata- mata bersifat moneter dan bukan pula semata dari produksi kayu. Melainkan, dapat bervariasi menurut banyaknya nilai manfaat yang bisa didapat dari ekosistem hutan, termasuk nilai-nilai kultural, spiritual, sosial, kesehatan, ekologis, rekreasional dan estetika.
Masalah sosial-ekonomi masyarakat menjadi kunci utama terjaminya kelestarian hutan. Melalui program social forestry, ibarat pepatah sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Dengan pelestarian Sumber Daya Alam melalui reboisasi, perawatan dan pengelolaan hutan dapat menciptakan sebuah ekosistem hutan yang lestari, sehingga dapat mengurangi emisi. Selain itu demi mengembangkan Sumber Daya Manusia maka dapat dibangunlah akses pendidikan, kesehatan serta alternatif mata pencaharian khususnya bagi masyarakat yang masih bergantung sepenuhnya kepada hasil hutan. Pengembangan SDM tadi dapat menciptakan masyarakat berkembang yang akhirnya dapat menerapakan green economy dalam setiap kegiatan perekonomian sehari- hari. Kedua bentuk implementasi social forestry tersebut saling melengkapi yang diharapakan dapat menciptakan masyarakat maju yang didukung oleh Sumber Daya Alam terbaik.
Social forestry merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat, bukan sekedar pengusahaan hutan oleh masyarakat. Melalui Public Relation dengan menerapan social forestry dapat menjadikan suatu perusahaan memiliki dedikasi tinggi terhadap pengurangan emisi gas buang di dunia serta terwujudnya green economy dan masyarakat maju yang didukung oleh Sumber Daya Alam terbaik.
2