MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA E-BOOK PENGKAJIAN LUKA PERTAMA DI INDONESIA
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN Wound Care Specialist
Dipresentasekan dalam Seminar Nasional Keperawatan dan Workshop Perawatan Luka ”‘an evidence approach for wound healing” Makassar, 21-22 Maret 2009
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 1
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN.
Enterostomal Therapy Nurse A. PENDAHULUAN. Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka. Dalam Perawatan Luka Pengkajian bersifat ongoing yakni berjalan Secara simultan bersamaan dengan proses perawatan luka itu sendiri. Pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam pengkajian luka: 1. Memberikan
infromasi
dasar
tentang
status
luka,
sehingga
proses
penyembuhan luka dapat dimonitor. 2. Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.
The optimal healing of the individual with a wound or potential
!
wound is promoted by a collaborative and interdisciplinary approach to wound management (Standard 1, Standards for Wound Management AWMA)
B. TIPE LUKA. 1. Luka akut. Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka bedah yang sembuh melalui primary intention healing. (Keryln Carville). Biasanya luka trauma. Dapat berbentuk irisan, abrasi, laserasi, luka bakar atau luka traumatic lainnya. Luka akut biasanya berespon terhadap perawatan dan sembuh tanpa komplikasi. (Carol Dealay). 2. Luka kronis. Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak
sesuai
dengan jangka waktu yang diharapkan serta sembuh dengan disertai adanya komplikasi. (Keryln Carville).
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 2
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dari luka sebelumnya (Fowler, 1990). Contoh; pressure ulcer dan leg ulcer.
LUKA AKUT
LUKA KRONIK
PE PENYEMBUHAN C. TIPE 1. Primary Intention Healing. Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat direkatkan kembali dengan jahitan (suture), klip (clips) atau plester (tape). 2. Delayed Primary Intention Healing. Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda asing (foreign body) dan memerlukan intensive cleaning sebelum penutupan 3-55 hari kemudian. 3. Secondary Intention Healing. Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi, kontraksi dan epitelisasi, isasi, disertai dengan adanya scar.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 3
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
Primary Intention
Delayed Primary
Secondary Intention
Intention
A. KEHILANGAN JARINGAN. 1. Superficial Thickness. Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis. Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi erythema atau perubahan warna lainnya. Tidak disertai adanya eksudat. 2. Partial Thickness. Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis. Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan edema. Eksudat minimal hingga sedang. 3. Full Thickness. Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan. Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang. Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 4
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
Superficial Thickness.
Partial Thickness.
Full Thickness.
A. PENAMPILAN KLINIS. 1. Necrotic atau hitam. Tujuan
: Rehydrate and Debridemen.
Contoh
: Surgical, Larval, Mechanical, Enzymatic, atau Chemical.
2. Sloughy atau kuning. Tujuan
: Manajemen eksudat dan Lunakkan (deslough).
Contoh
: Hydrogel atau madu.
3. Granulating atau merah. Tujuan
: Pertahankan dan control terjadinya hipergranulasi.
Contoh
: Alginates.
4. Epitelisasi atau pink. Tujuan
: Lindungi dan cegah dari cedera.
Contoh
: Minimalkan manipulasi pada luka, lindungi dengan film.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 5
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
NEKROTIK
SLOUGH
GRANULASI
EPITELISASI
B. LOKASI LUKA. Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada daerah sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik tidaknya vascularisasi daerah yang terkena.
C. PENGUKURAN LUKA. Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka, yaitu; panjang, lebar, kedalaman, dan diameter.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 6
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Pengukuran luas luka merupakan bagian terpenting dari pengkajian luka, pengukuran luka juga sabagai alat evaluasi kemajuan proses penyembuhan. Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka sebaiknya titik pada tepi luka pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap konsisten. 1. Two dimensional assessment. Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur lingkaran luka dapat menggunakan plastic transparan yang diletakkan diatas luka kemudian dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga jangan sampai alat ukur menjadi contaminated agent. 2. Three dimensional assessment. Pada luka yang dalam, partial dan full thickeness atau adanya sinus dan/atau undemining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman. Panjang merupakan jarak terjauh pada arah head to toe, lebar merupakan jarak terjauh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan kedalaman merupakan jarak terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit. Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian diletakkan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai dengan ibu jari pemeriksa. Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak menimbulkan trauma dan ‘wound-friendly’ pada luka. Metode ini juga tidak cocok pada luka dengan fistula.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 7
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA 12 1616cm cm
3 cm
15 cm
6
Two dimensional assessment.
Three dimensional assessment.
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak metode untuk pengukuran luka, antara lain: 1. Photografy (baik itu kamera konventional, polaroid atapun digital). 2. Wound Tracing. Menggunakan plastik transparan dan spidol transparan, kemudian diletakkan diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak). 3. Stereophotogrammetry (SPG). Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam kemudian didownload ke komputer. Dengan menggunakan bantuan software luas permukaan luka dapat dikalkulasi. 4. Wound Molds. Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka ditmbang beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat menggambarkan status penyembuhan luka.
!
We can’t manage something that we can’t measure.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 8
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA D. EXUDATE. Para ahli menggambarkan eksudat sebagai “sesuatu yang keluar dari luka”, “cairan luka”, “drainase luka” dan “kelebihan cairan normal tubuh”. Bahkan pada masa mesir kuno eksudat didefinisikan sebagai “wound balsm”. Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti histamine dan bradikinin. Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian normal dalam proses penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi kronis dan sulit sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung proteolytic enzim dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut. 1. Adapun komposisi eksudat dan fungsinya. Komponen
Fungsi
Fibrin
Pembekuan
Platelets
Pembekuan
PMN
Imunitas, produksi growth factor
Macrhophages
Imunitas, produksi growth factor
Lymphocytes
Imunitas
Microorganisme
Faktor eksogen
Plasma protein
Mempertahankan tekanan osmotic, imunitas, dan media transport makromolekul.
Asam laktat
Produk sisa dari metabolisme seluler dan mengindikasikan
adanya
hypoxia
biokimiawi. Glucosa
Sumber energi
Wound debris/dead cells Tidak ada Proteolytic enzymes
Degradasi protein
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 9
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA 2. Jenis Eksudat. Type
Colour
Consistency
Serous
Clear
Thin, watery
Fibrinous
Cloudy
Thin
Serosanguinous
Clear, pink
Thin, watery
Sanguinous
Red
Thin, watery
Seropurulent
Yellow, cream cofee
Thicker, cream
Purulent
Yellow, grey, green
Thick
Haemopurulent
Dark, blood-stained
Viscous, sticky
Haemorrhagic
Red
Thick
3. Volume eksudat. Untuk mengetahui volume eksudat
maka salah satu tools yang dapat
digunakan adalah “wound exudates continuum” yang dikembangkan oleh Gray (2005). Parameter tools ini adalah volume dan vikositas eksudat yang dapat mengindikasikan proses penyembuhan berlangsung normal atau tidak.
Vicositas
v
High
ol
5 Medium
u m e
High
Medium
Low
5
3
1
3 Low 1
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 10
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Contoh: Apabila pada hari pertama didapatkan volume skor 3 (medium) dan vikositas 1 (low) maka total skor eksudatnya 4. Pada hari ketiga didapatkan volume skor 5 (high) dan vikositasnya skor 3 (medium) sehingga total skor menjadi 8. Hal ini menunjukkan luka bertambah buruk dan memerlukan re-evaluasi termasuk penentuan dressing yang tepat.
4. Konsistensi (consistency) eksudat. Konsistensi High viscosity (Kental kadang melengket)
Kemungkinan penyebab Tinggi protein akibat dari inflamasi atau infeksi. Jaringan nekrotik. Enteric fistula. Residu dari beberapa dressing.
Low viscosity (encer dan cair)
Rendah protein akibat dari venous atau cardiac disease dan malnutrisi. Urinary atau limfatik fistula.
5. Bau (odour) eksudat. Adanya bau pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh: Pertumbuhan bakteri atau infeksi. Jaringan nekrotik. Sinus/enteric atau urinary fistula. Secara quantitative, salah satu tools
yang dapat digunakan untuk
menggambarkan bau eksudat adalah TELER Indikator.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 11
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA TELER Indikator untuk quantifikasi bau (Browne et al. 2004). Kode
Bau
5
Tidak ada bau
4
Bau tercium saat balutan dibuka
3
Bau tercium walaupun balutan belum dibuka
2
Bau tercium dengan jarak satu lengan dari pasien.
!
1
Bau tercium didalam kamar.
0
Bau tercium diluar kamar.
Pada saat mengganti balutan, penting untuk membaca eksudat. Warna, konsistensi, bau dan volume eksudat merupakan tanda baca yang perlu diperhatikan.
E. KULIT SEKITAR LUKA. Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian luka. Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai berikut: Warna
Erythema atau pucat pucat
Tekstur
Lembab, kering, macerasi
Temperature
Hangat atau dingin
Integritas
Maserasi,
excoriasi,
erosi,
papula,
pustule, lesi, dll Vaskularisasi
capillary refill, terutama daerah tungkai.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 12
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA Pengkajian tepi luka juga diperhatikan untuk mengetahui epitelisasi dan kontraksi luka. Pengkajian kulit sekitar luka dapat memberikan panduan dalam mengevaluasi penggunaan balutan sebelumnya. Seperti maserasi pada kulit sekitar luka dapat terjadi sebagai akibat kontaknya kulit sekitar luka dengan eksudat atau akibat dari penggunaan balutan yang terlalu lembab secara tidak tepat.
F. NYERI. Nyeri merupakan tanda vital kelima, namun nyeri pada luka kadang tidak dikaji dan tidak diintervensi secara adekuat. Padahal nyeri luka dapat mengindikasikan adanya infeksi atau bertambah buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karena itu nyeri harus dikaji secara teratur dengan menggunakan skala pengkajian nyeri yang valid (Reddy et al, 2003). Penyebab nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Apakah nyerinya local atau general dan apakah nyerinya berkaitan dengan pergantian balutan atau produk. Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman nyeri kronik dalam tiga model. Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus, siklus dan nyeri kronik. 1. Nyeri Non Siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri setelah dilakukan debridement. 2. Nyeri
Siklus
merupakan
episode
serangan
nyeri
yang
berulang.
Contoh;serangan nyeri setiap penggantian balutan. 3. Nyeri Kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa adanya manipulasi pada luka. Contoh: Pasien merasa lukanya berdenyut-denyut saat berbaring. Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelru dibangun adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yang dialami. Sebagai alat Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 13
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA digunakan skala nyeri (0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang akan digunakan termasuk dosis analgetik yang akan diberikan.
0
0
1
2 2
Tidak Nyeri Ringan
3
4
5
6
4 Moderat
7
6 Nyeri Berat
8
9
8
10 10
Sangat Berat
Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara lain: 1. Dimana lokasi nyeri? 2. Seperti apa nyeri yang dirasakan? 3. Apa kah ada gejala lain yang menyertai? 4. Pada saat kapan nyeri dirasakan oleh pasien? 5. Apakah nyeri dirasakan terus menerus atau hanya kadang-kadang? 6. Sudah berapa lama nyeri dirasakan? 7. Apakah nyeri mengganggu istirahat pasien? 8. Apakah pasien menggunakan obat saat serangan nyeri? 9. Posisi seperti apa yang dapat mempengaruhi nyeri? Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri berhubungan dengan prosedur pergantian balutan antara lain: 1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat. 2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau bilamemungkinakan motivasi psien untuk melepaskan sendiri. Balutannya. 3. Gunakan 'time out'. 4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma. 5. Evaluasi balutan lama. 6. Rubah frekuensi pergantian balutan.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 14
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
G. WOUND INFECTION (Infeksi Luka). Infeksi dapat didefinisikan sebaga “pertumbuhan organisme pada luka yang disertai dengan adanya reaksi jaringan” (westaby, 1985)1. Reaksi jaringan ditentukan oleh resistensi host terhadap organisme, sedangkan resistensi host dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya status kesehatan, status nutrisi, pengobatan dan derajat luka jaringan yang terkena.
Keberadaan bakteri pada luka akan mengakibatkan: 1. Kontaminasi. Jumlah bakteri tidak bertambah dan tidak menimbulkan tanda-tanda klinis. 2. Kolonisasi. Bakteri melakukan multiplikasi (bertambah banyak) namun jaringan luka mungkin tidak terpengaruh. 3. Infeksi. Bakteri mengalami multiplikasi, penyembuhan terhenti dan jaringan luka rusak (infeksi local). Bakteri dapat menimbulkan masalah pada daerah sekitar luka (spread infection) atau menyebabkan penyakit infeksi (sistemik infection).
Kontaminasi Kolonisasi
Infeksi lokal
Status waspada
Perluasan
Infeksi
infeksi
sistemik
Butuh intervensi
Infeksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Infeksi
=
Jumlah mikroorganisme x Virulensi Resistensi host.
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 15
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
Menurut Dense P. Nix, secara klinis, tanda dan gejala adanya infeksi pada luka kronis adalah sbb: Slough baru/bertambah. Kelebihan drainage, perubahan warna dan konsistensi. Kurangnya jaringan granulasi. Kemerahan, hangat sekitar luka. Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes. Nyeri atau tenderness. Bau yang tidak seperti biasanya. Peningkatan ukuran luka atau bertambahnya area yang rusak.
H. PSYCHOLOGICAL IMPLICATION (Implikasi Psikologis). Beberapa study menunjukkan bahwa pasien dengan luka kronis mengalami penurunan kualtias hidup (quality of life). Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain frekuensi pergantian balutan yang terlalu sering sehingga mengganggu ADL, perasaan lemah dan lelah akibat gangguan pola tidur, keterbatasan gerak, nyeri, bau eksduat, dan infeksi luka. Oleh Karena itu perlu untuk diketahui harapan (expectancy) dari pasien terkait dengan proses penyembuhannya. Sebagai contoh seorang gadis dengan luka bakar pada wajah kecemasannya bukan pada proses penyembuhan lukanya tapi terlebih pada penampilan tubuhnya (body image).
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 16
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA REFERENSI: 1. Carville. Wound Care Manual 3rd ed.St. Osborne Park: Silver Chain Foundation;1998.p.43-51. 2. Suriadi. Manajemen Luka. Penerbit STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.2007.p.204211. 3. Dense P Nix. Patient Assessment and Evaluation of Healing in: Bryant (editor). Acute & Chronic Wounds, Current Management Concepts 3rd ed.St. Louis: Mosby;2007. p.130144. 4. Dealay. The care Of Wounds. A gudie for nurses.Blackwell Publishing Ltd: 2005. p.5671. 5. Members Of Expert Working Group. Principles of best practice. Wound Infection in Clinical Practice: an international consensus. WCET Journal 2008;28 (4):5-14 6. Wolrd Union Of Wound Healing Societies (WUWHS). Principles of best practice: Wound Exudate anf the role of dressing. A consensus document. London:MEP Ltd. 2007. 7. Kathryn Vowden, Peter Vowden. Wound Bed Preparation. [cited 2009 Feb 13]; Available from URL: http://www.worldwidewounds.com/woundbedpreparation.html 8. Richard White & Keith F Cutting. Modern exudate management: a review of wound treatments [cited 2009 Feb 13]; Available from URL: http://www.worldwidewounds.com/2007/November/Thomas-Fram-Phillips/ThomasFram-Phillips-Compression-WRAP.html 9. Helen Hollinworth. Pain at wound dressing-related procedure: a template for assessment. Available from:www.worldwidewounds.com/2005/august/Hollinworth/FrameworkAssessing-Pain-Wound-Dressing-Related.html 10. ABC of Wound healing: Wound Assessment. Available from: student.bmj.com/issues/06/03/education/98.php
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 17
MANAJEMEN PENGKAJIAN LUKA
TENTANG PENULIS
Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. lahir di Makassar 26 Oktober 1978. Pendidikan Keperawatan di mulai di Akper Depkes Tidung Makassar (2000), S 1 Keperawatan PSIK-FK UNHAS (Tahun 2007). Tahun 2008 mendapatkan beasiswa dari World Council Of Enterostomal Therapy Nursing (WCETN) untuk mengikuti Indonesian Enterostomal Therapy Nursing Education Programme (IndoETNEP). Selain sebagai Khalifah di muka bumi, saat ini penulis memiliki pekerjaan sampingan sebagai Ketua Prodi D III Keperawatan STIKes Bina Bangsa Majene dan aktif sebagai dosen tamu di beberapa Perguruan Tinggi, pembicara dalam beberapa Seminar Nasional, dan trainer dalam bidang luka, stoma, dan continence care. Penulis juga aktif sebagai Ketua DPC PPNI Kabupaten Majene, Pengurus InETNA, dan anggota WCETN. Korespondensi: e-mail
:
[email protected]
weblog
:www.saldyusuf.blogpost.com
Hp
: 081355032553
e-book PENGKAJIAN LUKA pertama di INDONESIA
Page 18