MAKALAH PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DENGAN ZAKAT Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah pada Semester Genap Tahun 2010/2011
Dosen pembimbing : Drs.Toto Suryana, Af., M.Pd. Tedi Supriyadi S.H.I. Disususun oleh: Luthfi Khairul Fikri
1003042
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN MATA KULIAH DASAR UMUM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi berkat rahmat dan karuniaNya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada sang revolusiner dunia, Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, tabiut tabiin dan seluruh umatnya sampai akhir zaman yang patuh dan taat kepada ajarannya. Amin Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah FIQIH MU‟AMALAH yang membahas tentang tentang Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.Toto Suryana, Af., M.Pd. dan Bapak Tedi Supriyadi S.H.I. atas bimbingannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Sebagai manusia, penulis sadar bahwa karyanya tak ada yang sempurna. Maka dari itu, setelah selesai dibuatnya makalah ini penulis mengharapkan koreksi jika pembaca pembaca menemukan menemukan kesalahan kesalahan ataupun kekeliruan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Namun begitu penulis berharap makalah ini bias bermanfaat. Amin..
Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................... ............................. 1 DAFTAR ISI ................................................ ..................................................... ................................................................. ............ 2 BAB I ...................................................................................... ...................................... 3 PENDAHULUAN .................................................................. ...................................... 3 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4 Tujuan ................................................................................................................................... 4 Metode Penulisan .................................................................................................................. 5
BAB II ................................................. ...................................................... .......................................................................... .................... 6 PEMBAHASAN .................................................... ........................................................................................................ ....................................................... ... 6 Landasan Teori...................................................................................................................... 6 Pengertian Zakat ................................................................................................................... 8 Prinsip-prinsip Zakat ............................................................................................................. 8 Potensi Zakat di Indonesia .................................................................................................. 11 Usaha meningkatkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ................. ................. .................. ............. 15
BAB III ....................................................................................................................... 20 PENUTUP.................................................... ......................................................................................................... ............................................................... .......... 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... .................. 22
2
BAB I
PENDAHULUAN Latar Belakang
Islam telah mengajarkan bagi ummatnya untuk selalu bertindak adil terhadap sesamanya, yang merupakan bagian dari kehidupan sosialnya. Adil merupakan ajaran inti ketika terjadi interaksi antar sesama manusia, sehingga terjadi keselarasan hidup dan keseimbangan dalam tatanan sosial dan kemasyarakatan. Banyak hal dalam ajaran Islam yang menekankan pada nilai-nilai keadilan, syari‟ah. Diantara keadilan itu terutama yang berkait an dengan aspek muamalah syari‟ah. adalah ajaran Islam tentang perlunya kepedulian sosial dari yang berpunya ( aghniya) kepada yang tidak punya ( masaakin), yaitu menggunakan instrumen zakat. Zakat merupakan instrumen ekonomi yang diperuntukkan sebagai pengurang kesenjangan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Secara khusus zakat dalam pendistribusiannya diutamakan kepada mereka yang serba kekurangan di dalam harta. Selain memiliki aspek muamalah, yaitu adanya hubungan sosial antara sesama manusia, zakat memiliki pula aspek ibadah yang merupakan proses penghambaan diri kepada Sang Khaliq, Allah Swt. Karena zakat adalah bentuk ibadah kepada Allah yang merupakan cara pensucian terhadap harta kekayaan seseorang di hadapan Allah Swt. Secara ekonomi, hal ini seperti tercantum dalam situs pkes.org (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah),
bisa dijelaskan sebagai berikut (Arif, 2006):
diasumsikan bantuan zakat diberikan dalam bentuk konsumtif. Bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan meningkatkan daya beli mustahik tersebut atas suatu barang yang menjadi kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang ini akan berimbas pada peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari peningkatan
3
produksi adalah penambahan kapasitas produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sementara itu di sisi lain peningkatan produksi ini akan meningkatkan pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada negara. Bila penerimaan negara bertambah, maka negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan fasilitas publik yang murah atau bahkan gratis bagi masyarakat. Dari gambaran di atas terlihat bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek berlipat ganda (multiplier effect) dalam perekonomian, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berimbas pula kepada keseluruhan ummat (Arif, 2006). Maka tidak mustahil jika zakat adalah merupakan instrumen ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Wallahua’lam bish shawab
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang kami ajukan adalah sebagai berikut : 1.2.1. Apa pengertian dari zakat? 1.2.2. Prinsip-prinsip dalam zakat? 1.2.3. Bagaimana potensi zakat di Indonesia? 1.2.4. Bagaimana pengaruh zakat terhadap pengentasan kemiskinan? 1.2.5. Bagaimana usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan zakat? Tujuan
Sesuai permasalahan yang telah dibahas, tujuan dibuatnya makalah ini adalah: 1.3.1. Mengetahui pengertian zakat. 1.3.2. Mengetahui prinsip-prinsip zakat. 1.3.3. Mengetahui potensi zakat di Indonesia.
4
1.3.4. Mengetahui pengaruh zakat terhadap pengentasan kemiskinan. 1.3.5. Mengetahui usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan zakat
Metode Penulisan
Dalam penulisan serta pengumpulan data pembuatan makalah tentang Zakat dan Pengentasan Kemiskinan, penulis memakai metode Kualitatif dengan menggali sumber-sumber dari berbagai literatur baik yang berupa artikel, maupun yang berbentuk buku-buku tentang pembahasan Ekonomi Islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN Landasan Teori
Dalam
usaha-usaha
manusia
untuk
mencapai
kemakmuran
dalam
kebutuhannya ada ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Dalam hal ini, Islam memppunyai system tersendiri. Allah SWT telah menciptakan harta kekayaan yang disediakan kepada manusia agar bisa dimanfaatkan secara keseluruhan. Dengan demikian tentunya manusia harus melakukan berbagai kegiatan ekonomi untuk dapat melakukan pengelolaan terhadapnya. Aktivitas eoknomi yang menyangkut cara perolehan harta, pemanfaatan (konsumsi), dan pendistribusiannya, Islam sistem ekonomi tersendiri. Di hari Kiamat kelak manusia akan diminta pertanggungjawaban tentang hartanya: dari mana serta dengan cara apa ia memperolehnya, juga tentang bagaimana ia memanfaatkan hartanya tersebut mulai dari kegiatan konsumsi sampai dengan pendistribusiannya. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. (Apridar, 2010: 127) Sistem ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah merupakan ilmui pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. (Apridar, 2010: 127) Menurut M. Akram Kan sebagai mana yang dikutip Huda dkk (2008 : 1) Islamic economics aims the study of the human falah ( well being ) achived by organizing the resources of the earth on the basic of cooperation an participation.
Secara lepas diartikan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerjasama dan partisipasi. Definisi yang dikemukakan oleh
6
Akram memberikan dimensi normatif (kebahagiaan hidup didunia dan akhirat) serta dimensi positif (mengorganisir sumber daya alam). Adapun menurut Muhammad Najatullah Ash Sidiqy, Islamic economic is the muslim thinkker’s respon ti the economic challenges of their time. Inthis endeavour they were aided by the qur’an an the sunnah as well as by r easonan easonan experience.yang artinya, ilmu ekonomi Islam proses pemikiran muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh Al-Quran dan Sunnah, akal (ijtihad), dan pengalaman.(Huda, dkk 2008 : 2) Ekonomi Islam berbeda dari Kapitalisme, Sosialisme, maupun negara kesejahteraan
( welfare
state).
Gambaran
umum
tentang
perbedaan
sistem
perekonomian diatas bisa dilihat pada tabel berikut. Uraian ringkas tujuan
SISTEM EKONOMI Komunis
Kapitalis
Islam
Duniawi
Duniawi
Duniawi, Ukhrowi
Merata, tidak
Tidak merata dan
adil
tidak adil
Stabil, maju
Tidak stabil, maju
Stabil, maju
Serasi, damai, bersatu
Tidak
Tidak
Ya
Merdeka
Tidak
Merdeka
Merdeka
Kelestarian
-
-
Ya
Mandiri
Ya
Tidak
Ya
Kemakmuran dan Kesejahteraan Adil & merata Stabilitas & kemajuan
Adil dan merata
(Departemen Agama, 2002:48) Di Indonesia sendiri sudah banyak lembaga yang memakai sistem ekonomi islam dalam kegiatan bermuamalahnya, ataupun memasukan unsur nilai-nilai Islam. Seperti diketahui, banyak lembaga mendirikan Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ). Bahkan ada yang cakupannya bersifat nasional yaitu Badan Amil
7
Zakat
Nasional
(BAZNAS)
yang
mengelola
zakat
untuk
disalurkan
pada
pemberdayaan masyarakat yang membutuhkan. Selain dalam permasalahan zakat, bermunculan pula bank-bank syariah dalam rangka memenuhi kebutuhan umat muslim yang ingin adanya bank yang menggunakan nilai-nilai Islam dibandingkan dengan bank-bank konvensional. Pengertian Zakat
Zakat secara bahasa berarti suci dan subur. Dinamai demikian karena zakat itu mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa, dank arena menyuburkan harta atau memperbanyak pahala yang akan diperoleh mereka yang memberikan dengan mengeluarkannya. Dan karena zakat itu menunjukkan kebenraan iman, maka dinamai “Shadaqa” yang membuktikan kebenaran kepercayaan, kebenaran, tunduk, dan taat mengikuti apa yang diperintahkan. (Muhammad) Dalam al-qur‟an al-qur‟an Allah SWT berfirman: “Tidaklah mereka itu diperintah, melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong melakukan agama karenaNya, begitu pula supaya
z akat , mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat , dan itulah agama yang lurus”.
(Q.S. bayyinah:5) Secara syar’i zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syari’ah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. (Huda, 2008:17)
Prinsip-prinsip Zakat
Zakat pada saat pertama kali diwajibkan tidak ditentukan kadar dan jumlahnya jumlahnya tetapi hanya diwajibkan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan kebutuhan fakir dan miskin. Namun, setelah hijrah ke madinah, diberlakukanlah beberapa ketentuan dengan syarat yang harus dipenuhi dalam zakat menurut Marthon adalah sebagai berikut. (Huda, 2008:17)
8
1. Islam Zakat hanya diwajibkan untuk umat Islam dan merupakan rukun Islam. Hal tersebut berlandaskan pada hadits, ketika Muadz bin Jabal diutus ke daerah Yaman (Al-Bukhari). Zakat tidak diwajibkan kepada selain muslim, karena zakat merupakan taklif maali (kewajiban harta) dalam Islam yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada fakir, miskin, ibnu sabil, dan yang membutuhkan lainnya. 2. Sempurna ahliyahnya Sebagian ulama berpendapat, zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila. Namun Hanafiyah berpendapat zakat wajib atas harta mereka kecuali atas hasil pertanian dan perkebunan. Perbedaan tersebut muncul karena karakteristik zakat itu sendiri, sebagian berpendapat zakat termasuk ibadah Mahdah dan sebagian berpendapat zakat merupakan taklif maali (kewajiban atas harta) dan yang terakhir inilah menurut sebagian ulama merupakan pendapat yang rajah (terpilih). 3. Sempurna kepemilikannya Kepemilikan muzaki (orang yang wajib zakat) atas harta yang mau dizakatkan merupakan kepemilikan yang sempurna, dalam artian harta tersebut tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain. 4. Berkembang Harta yang merupakan objek zakat, harus berkembang, artinya harta tersebut mendatangkan income atau tambahan kepada pemiliknya, seperti hasil pertanian, pertambangan, dan lain-lain. 5. Nisab Harta yang wajib dizakati harus sampai pada zakat tertentu, yang disebut dengan hisab. Hikmah dari penentuan hisab adalah menunjukkan zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang yang mampu untuk diberikan pada orangorang yang membutuhkan. Rasulullah bersabda: “tidak ada zakat kecuali bagi orang-orang yang kaya”. kaya”.
6. Haul
9
Harta zakat yang telah mencapai nisab harus ada dalam kepemilikan ahlinya , sampai waktu 12 bulan kamariah, kecuali hasil pertanian, perkebunan, barang tambang, madu, dan sejenisnya.
Selanjutnya
dapat
dilihat
dampak
ekonomis
aplikasi
zakat,
dalam
implementasinya zakat mempunyai efek dominan dalam kehidupan masyarakat. Diantara dampaknya adalah (Huda, 2008:18) : 1. Produksi Dengan adanya zakat akan menimbulan new demander potensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat yang pada akhirnya akan mendorong
produsen
untuk
meningkatkan
produksi
guna
memenuhi
permintaan yang ada. 2. Investasi Dampak lain yang dimunculkan dari peningkatan produksi diatas, maka akan mendorog perusahaan ( firms) unruk meningkatkan investasi. 3. Lapangan kerja Karena adanya peningkatan investasi mendorong perluasan produksi yang lebih besar yang pada akhirnya akan membuka kesempatan kerja. 4. Pertumbuhan ekonomi Karena peningkatan konsumsi secara agregate dan meningkatnya investasi hal itu akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. 5. Kesenjangan sosial Zakat juga berperan dalam mendistribusikan pendapatan khusus dalam mengurangi kesenjangan ( gap) pendapatan yang pada akhirnya mengurangi kesenjangan sosial.
10
Potensi Zakat di Indonesia
Potensi zakat, yang pelaksanaannya merupakan salah satu dari lima Rukun Islam, bisa mencapai triliunan rupiah. Namun, sejauh ini pengorganisasian zakat tersebut belum optimal sehingga manfaatnya belum dapat dirasakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat di Indonesia. Berdasarkan hitungan Kompas, potensi minimal zakat di Indonesia sebesar Rp 4,8 triliun. Asumsinya, penduduk Muslim 88,2 persen dari total penduduk Indonesia. Mengacu pada Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh Indonesia, 13 persen di antaranya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2 juta per bulan. Dengan asumsi bahwa penghasilan setiap keluarga itu lebih besar daripada pengeluaran, minimal keluarga itu mampu membayar zakat 2,5 persen dari pengeluarannya. Dengan demikian, nilai totalnya menjadi Rp 4,8 triliun. (Potensi Zakat
di
Indonesia
(sebetulnya)
Luar
Biasa,
2008
http://djunaedird.wordpress.com/2008/09/30/potensi-zakat-di-indonesia-sebetulnyaluar-biasa/) Survei Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) tahun 2007 menyebutkan, potensi zakat di Indonesia lebih besar lagi, yaitu Rp 9,09 triliun. Survei ini menggunakan 2.000 responden di 11 kota besar. Pakar ekonomi syariah, Syafi ‟i Antonio, bahkan menyebut potensi zakat Indonesia mencapai Rp 17 triliun. Namun, hasil riset terbaru dari Ivan Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia, tahun 2008, dengan menggunakan qiyas zakat emas, perak, dan perdagangan, didapat data potensi zakat profesi sebesar Rp 4,825 triliun per tahun. Penghitungan ini menggunakan variabel persentase penduduk Muslim yang bekerja dengan rata-rata pendapatan di atas nisab. (Potensi Zakat di Indonesia
(sebetulnya)
Luar
Biasa,
2008
http://djunaedird.wordpress.com/2008/09/30/potensi-zakat-di-indonesia-sebetulnyaluar-biasa/)
11
Sementara itu, jumlah dana zakat yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tahun 2007 sebesar Rp 14 miliar. Apabila digabung dengan penerimaan zakat seluruh lembaga amil zakat (LAZ) tahun 2007, dicapai Rp 600 miliar. Nilai ini hanya 12,5 persen dari potensi minimal yang ada jika asumsi potensi Rp 4,8 triliun. BAZNAS dan FEM IPB mengklasifikasikan potensi zakat nasional ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, potensi zakat rumah tangga secara nasional. Kedua, potensi zakat industri menengah dan besar nasional, serta zakat BUMN. Potensi yang dihitung pada kelompok yang kedua ini adalah zakat perusahaan, dan bukan zakat direksi serta karyawan. Ketiga, potensi zakat tabungan secara nasional. Khusus mengenai zakat rumah tangga, standar nishab yang digunakan adalah nishab zakat pertanian, yaitu sebesar 524 kg beras. Adapun kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 persen. Ini sejalan dengan kebijakan BAZNAS yang menetapkan analogi zakat profesi atau penghasilan pada dua hal, yaitu zakat pertanian untuk nishabnya, dan zakat emas perak untuk kadarnya. Pendekatan ini disebut sebagai qiyas syabah. (BAZNAS, 2011) Detil potensi zakat ketiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, potensi zakat rumah tangga secara nasional mencapai angka Rp 82,7 triliun. Angka ini equivalen dengan 1,30 persen dari total PDB. Sedangkan potensi zakat industri mencapai angka Rp 114,89 triliun. Pada kelompok industri ini, industri pengolahan menyumbang potensi zakat sebesar Rp 22 triliun, sedangkan sisanya berasal dari kelompok industri lainnya. Adapun potensi zakat BUMN mencapai angka Rp 2,4 triliun. (BAZNAS, 2011) Khusus mengenai potensi zakat industri ini, yang dihitung adalah zakat dari laba bersih yang dihasilkan, sebesar 2,5 persen. Jika mengikuti formula Abu Ubaid dalam kitab Al-Amwal, dimana modal, inventory (persediaan), dan piutang yang diterima dihitung sebagai penambah zakat, serta utang jatuh tempo perusahaan
12
sebagai pengurang zakat, maka angka potensi zakatnya bisa lebih besar lagi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa potensi zakat industri ini adalah potensi zakat minimal yang dapat dihasilkan. Sementara itu, potensi zakat tabungan mencapai angka Rp 17 triliun. Angka ini didapat dari penjumlahan potensi dari berbagai aspek, antara lain potensi zakat tabungan di bank syariah, tabungan BUMN atau pemerintah campuran, badan usaha bukan keuangan milik negara, bank persero dan bank pemerintah daerah. Tabungan yang dihitung adalah yang nilainya berada di atas nishab 85 gram emas. Khusus mengenai tabungan di bank syariah, potensi zakat giro wadi‟ah dan deposito mudharabah mencapai angka masing-masing sebesar Rp 155 miliar dan Rp 740 miliar. (BAZNAS, 2011) Jika diagregasikan, maka nilai potensi zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun, atau setara dengan 3,40 persen dari total PDB. Angka ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah PDB. Tingginya prosentase potensi zakat terhadap total PDB merupakan bukti bahwa zakat dapat dijadikan sebagai instrumen penting untuk menggerakkan perekonomian nasional, khususnya kelompok dhuafa. (BAZNAS, 2011)
Tabel 1. Potensi Zakat Nasional Keterangan
Potensi Zakat
Prosentase
terhadap
PDB
Potensi Zakat Rumah Tangga
Rp 82,7 triliun
1,30%
Potensi Zakat Industri Swasta
Rp 114,89 triliun
1,80%
Potensi Zakat BUMN
Rp 2,4 triliun
0,04%
Potensi Zakat Tabungan
Rp 17 triliun
0,27%
Total Potensi Zakat Nasional
Rp 217 triliun
3,40%
Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011)
13
Potensi Zakat per Provinsi
Khusus mengenai potensi zakat per provinsi, Tabel 2 menggambarkan tiga provinsi yang memiliki potensi zakat terbesar dan tiga provinsi yang memiliki potensi zakat terkecil. Tabel 2. Potensi Zakat Rumah Tangga Provinsi Keterangan Provinsi dengan Potensi Zakat Tertinggi
Provinsi dengan Potensi Zakat Terendah
Nama Wilayah
Potensi Zakat
Jawa Barat
Rp 17,67 triliun
Jawa Timur
Rp 15,49 triliun
Jawa Tengah
Rp 13,28 triliun
Bali
Rp 126,25 miliar
Papua
Rp 117,44 miliar
Papua Barat
Rp 111,68 miliar
Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011)
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan potensi zakat terbesar, yaitu Rp 17,67 triliun, disusul oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang memiliki potensi zakat masing-masing sebesar Rp 15,49 triliun dan Rp 13,28 triliun. Adapun provinsi yang memiliki potensi zakat rumah tangga terendah adalah Papua Barat, Papua dan Bali. Ketiga provinsi tersebut merupakan provinsi dengan proporsi penduduk muslim yang sangat rendah dibandingkan provinsi lainnya, kecuali Nusa Tenggara Timur. Penduduk Bali mayoritas beragama Hindu, sedangkan Papua Barat dan Papua mayoritas penduduknya beragama Kristen. Adapun di NTT, proporsi penduduk muslimnya hanya sebesar 8,6 persen. Namun demikian, potensi zakat rumah tangga di provinsi tersebut bukanlah yang terendah (Rp 133 miliar). Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan potensi zakat yang terdapat di Bali, Papua dan Papua Barat, yang masing-masing mencapai angka Rp 126,25 miliar, Rp 117,44 miliar dan Rp 111,68 miliar.
14
Usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Zakat memang berfungsi mengurangi kesenjangan suasana antara kaya dan miskin. Ia bermaksud menjaga stabilitas psikologis masyarakat, sekaligus membantu meningkatkan beban hidup yang dipikulnya. (Arafat, 2010) Zakat juga senantiasa berusaha membangun solidaritas sosial sebagai satu kesatuan umat. Demikian, untuk memaksimalkan peran potensi kekayaan umat Islam yang terhimpun dalam zakat, agaknya tidak berlebihan bila potensi itu dapat disalurkan
untuk
kepentingan
pembangunan
kualitas
manusia
melalui
penyediaansarana layanan masyarakat semacam rumah sakit, lembaga pendidikan, serta pusat-pusat layanan sosial lainnya. (Arafat, 2010) Konsepsi Islam tentang zakat menempatkannya sebagai salah satu rukun didalam agama yang mulia ini. Pemahaman rukun adalah asas, pondasi, dasar bagi peletakan kehidupan terutama umat Islam menuju kemakmuran baik di dunia maupun di akherat. (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010) Zakat memiliki kandungan dan peran besar untuk mewujudkan cita-cita Islam beserta umatnya menuju kehidupan yang sejahtera. Sejarah mencatat bahwa zakat pernah mencapai kegemilangannya saat Daulah Bani Umayyah (41-127) H tepatnya pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis (99-101) H memerintah dimana umat Islam kaya saat itu kesulitan menyalurkan zakatnya dikarenakan kemiskinan sudah tidak ditemukan lagi. (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010) Namun zaman berlalu dan kini kita kehilangan sesuatu yang besar dari peran zakat dan yang muncul adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dari sebagian besar umat Islam. Kenapa zakat tidak mampu tampil ke depan menjadi garda dalam solusi terhadap kemiskinan? Ternyata kita menemukan banyak faktor kendala, diantaranya adalah paradigma (pemahaman) kita tentang fiqh zakat yang relatif stagnan (mandeg). (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010)
15
Pemahaman fiqh kita tentang zakat hanya mengaitkan zakat sebagai ibadah (ritual) yang mencukupkan diri sebagai urusan pribadi sang hamba dengan sang pencipta. Zakat tidak maksimal dipandang sebagai tidak saja ibadah tetapi juga fungsi sosial & ekonomi atau dengan kata lain zakat sebagai ibadah maaliyah ijtima‟iyyah, yaitu memiliki peran strategis didalam pemberdayaan sosial & ekonomi masyarakat. Fiqh zakat harus menyentuh kepada persoalan kemiskinan, obyek zakat (al amwal az zakawiyyah) harus senantiasa digali seiring dengan perkembangan dan kemajuan perekonomian modern, peran strategis amil harus terus digugah agar maksimal, demikian juga kontektualisasi mustahik sebagai sasaran penerima zakat harus terus dikaji sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010) Disamping itu, leadership dan menajemen pengelolaan zakat harus memasuki wilayah kesungguhan negara untuk menjadikan zakat sebagai salah satu sumber penerimaan negara melihat potensinya yang besar sekaligus melaksanakan amanah undang-undang dasar 1945 tentang tugas negara terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar. (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010) Oleh karena itu, kita bisa melihat peran strategis zakat itu adalah (Arafat, Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan?, 2010): 1. Capital, menurut penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy) bahwa potensi zakat di Indonesia berkisar 19 – 20 – 20 triliun pertahun, sebuah modal yang cukup bagi pembangunan masyarakat dan jumlah itu akan semakin besar seiring meningkatnya kesadaran umat islam tentang zakat dan kemampuan fiqh untuk mendiskripsikan jenis-jenis usaha / penghasilan baru yang dimasukkan sebagai obyek zakat. 2. Social Justice, pelaksanaan zakat membangkitkan keadilan sosial di tengah masyarakat disamping karena munculnya sumber-sumber penerimaan zakat dari jenis-jenis penghasilan baru juga karena zakat diberdayakan untuk
16
kepentingan faqir-miskin yang ditunaikan oleh orang-orang kaya ditengahtengah mereka. 3. Social Equilibrium, kesetimbangan sosial yang dibangun oleh zakat menjadikan faqir mendapat bagiannya yang diperoleh dari sebagian kekayaan orang – orang orang kaya yang ada disekitarnya sehingga kesenjangan sosial tidak terpaut tinggi. 4. Social Guarantee, masyarakat merasa mendapat jaminan ketika zakat bisa diwujudkan dalam bentuknya sehingga faqir miskin tidak perlu khawatir untuk berobat atau mendapatkan pelayanan pendidikan karena tiadanya uang jaminan misalnya. misalnya. 5. Social Safety, sesungguhnya dengan terhimpunnya dana zakat yang besar disamping sebagai modal pembangunan, juga bermanfaat bagi dana siaga yang siap digunakan setiap saat terutama terhadap kejadian-kejadian diluar dugaan baik bencana alam, kebakaran, banjir dan lain-lain. 6. Social Insurance, zakat memberi ruang harapan bagi masa depan terutama kelompok faqir miskin akan kesejahteraannya di hari tuanya. Kalau kelompok kaya bisa merencanakan masa depan karena adanya kekayaan yang ada ditangannya, bagaimana dengan kaum miskin akan harapan masa depannya. Untuk lebih terarahnya pendistribusian zakat yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, perlu ditopang dengan suatu badan pengelola zakat yang modern dan profesional. Berbentuk seperti lembaga LAZ dan BAZ yang telah berjalan saat ini dengan segala perbaikan dalam berbagai aspek. (Arafat, Zakat Bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat, 2010)
17
Model pengalihan kekayaan PUSAT PERENCANAAN DAN PENGARAHAN KEUANGAN NEGARA
BANK ZAKAT – BAITUL MAAL
ZAKAT PRODUKSI
ZAKAT KEKAYAAN
FAKIR
MISKIN
(PROGRAM KOLEKTIF
USAHA INDUSTRI
USAHA LAIN
Dalam hal ini Dawam Rahardjo mengusulkan pendirian bank sosial Islam, berfungsi mengelola dana suplus zakat untuk didayagunakan bagi kepentingan pemberdayaan ekonomi ummat. Menurut Kuntowijoyo, zakat salah satu instrumen penting dalam Islam sebagai upaya untuk menciptakan kesejahteran sosial perlu dibentuk institusi bank yang bebas bunga (zero interest bank) sebaga pengelola dana ummat berupa zakat dan sumber lainnya, yang ditujukan untuk membantu permodalan bagi masyarakat ekonomi lemah. (Arafat, Zakat Bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat, 2010) Gagasan yang sama juga disampaikan oleh Hazairin. Ia menyatakan, diperlukan pendirian Bank Zakat, yang memberikan modal usaha secara cuma-cuma kepada masyarakat fakir miskin guna memberdayakan ekonomi mereka. Dana yang
18
disimpan dalam bank zakat tersebut adalah dana zakat yang tersisa setelah dibagi kepada mustahiknya. (Arafat, Zakat Bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat, 2010) Dalam hal ini bank zakat berfungsi sebagai wakil daripada si pemilik modal dan mengarahkan permodalan ke bidang yang betul-betul produktif, sehingga berakibat
naiknya
national
income
yang
selalu
menjadi
cita-cita
Negara.
(Muhammad, tt.) Distribusi zakat seharusnya memberikan keutamaan dengan tujuan yang memungkinkan si miskin dapat menjalankan usaha sehingga mampu mandiri, karena setiap muslim wajib menghidupi dirinya. Penggunaan dana zakat secara profesional akan memungkinkan si miskin mandiri dalam lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakkan industri kecil-mikro dan kemudian akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi. (Zakat, Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat, 2010)
19
BAB III
PENUTUP
Zakat memiliki kekuatan distribusi pendapatan terutama dalam penciptaan keadilan dan kesejahteraan sosial. Dalam upaya ini, Islam memberi kesempatan yang luas bagi masyarakat yang berada (muzakki) untuk mendistribusikan pendapatannya kepada mereka yang tidak mampu. Zakat merupakan potensi untuk meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional. Jika potensi zakat ini digali dengan sungguh-sungguh dan sebagian umat Islam dapat mengeluarkan zakat, maka akan melahirkan jumlah dana yang sangat besar. Jumlah tersebut dapat memberikan arti tersendiri dalam memecahkan masalahmasalah kemiskinan, pendidikan, pembangunan keagamaan dan kesenjangan sosial, yang pada gilirannya dapat membantu dan mempercepat keberhasilan pembangunan Nasional . Selama ini, program pemberdayaan masyarakat yang dikelola secara konvensional memiliki keterbatasan dalam beberapa hal:
Pertama, program
pemberdayaan non-zakat, memiliki hambatan dalam ketersediaan dana. Umumnya, dana-dana tersebut merupakan hasil dari galangan filantropi yang tidak memiliki keterikatan ataupun program pemerintah saja. Program tersebut sangat bergantung pada kedermawanan golongan aghniya’ maupun kebijakan pemerintah. Maka, berbeda dengan konsep zakat, dalam pelaksanaannya, zakat tidak akan pernah mengalami keterbatasan dana. Karena, sumber dana zakat berasal dari kewajiban muzakki yang setiap periodenya wajib untuk menunaikan tanggung jawab tersebut.
(Unpad, 2010) Kedua, idealnya, pemanfaatan dana zakat merupakan sebuah program yang
akuntabel dan transparan. Karena di dalamnya terdapat nilai transendental, di mana tanggung jawab pengelolaannya tidak hanya berkaitan dalam hubungan sesama
20
manusia, melainkan sebuah bentuk ibadah yang akan di mintai evaluasinya di „Hari Pembalasan‟. (Unpad, 2010) Ketiga, pemberdayaan masyarakat melalui zakat merupakan sebuah agenda
yang memiliki „efek bola salju‟. Maksudnya, dalam program pemberdayaan zakat, golongan mustahik merupakan subjek yang menjadi pelaku utama dalam program tersebut.
Mereka
dituntun
untuk
dapat
memanfaatkan
program
itu
untuk
memberdayakan diri mereka. Sehingga pasca pelaksanaan program ini, mereka mampu menjadi insan yang madiri secara ekonomi, bahkan lebih lanjut, mereka diharapkan menjadi muzakki-muzakki baru yang menjadi pemberi zakat selanjutnya. (Unpad, 2010)
21
DAFTAR PUSTAKA
Apridar. (2010). TEORI EKONOMI: Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arafat. (2010). Dapatkah Zakat Menyelesaikan Kemiskinan? [Online]. Tersedia: http://www.zisindosat.com/dapatkah-zakat-menyelesaikan-kemiskinan/ [2 Maret 2011] Arafat. (2010). Zakat Bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat . [Online]. Tersedia: http://www.zisindosat.com/zakat-bagi-pengembangan-ekonomi-rakyat/[ Juni 17, 2011] Arafat. (2010, September 20). Zakat dan Pengentasan Kemiskinan. [Online]. Tersedia: http://www.zisindosat.com/zakat-dan-pengentasan-kemiskinan/ [April 2, 2011] BAZNAS.
(2011, Juni 9). Potensi zakat nasional. [Online]. Tersedia: http://www.baznas.or.id/ind/?view=detail&t=berita&id=20110609001 [Juni 18, 2011]
Huda, N. (2008). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis. Jakarta: Kencana. Indonesia, D. A. (2002). Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Muhammad, I. S. Pengembangan Zakat dan Infak dalam Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Malang: Yayasan Pusat Studi Avicenna. Potensi Zakat di Indonesia (sebetulnya) Luar Biasa. (2008, September 30). [Online]. Tersedia: http://djunaedird.wordpress.com/2008/09/30/potensi-zakat-diindonesia-sebetulnya-luar-biasa/ [Juni 18, 2011]
Rahardjo, M. D. (1990). Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana. Pembangu nan Sosial. Retrieved, from 1:39 Unpad, 1. C. (2010, Maret 13). Zakat dan Pembangunan Center Unpad: http://www.139center.unpad.ac.id/?p=42 [Maret 2, 2011] Zakat, Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat . (2010, Agustus 19). [Online]. Tersedia: http://www.zisindosat.com/zakat-instrumen-pemberdayaanekonomi-umat/ [Maret 2, 2011]
22