BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan filosofi dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja, khususnya manusia yang hasil kerjanya selalu menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) pen gamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
1
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam
kerja
adalah
tenaga
kesehatan.
Tenaga
kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan
penyuluhan
kepada
masyarakat
untuk
menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Maka keamanan laboratorium merupakan hal yang yang penting, sebagai upaya
keselamatan dalam
laboratorium, sekitarnya
dengan
dari resiko
melaksanakan
pemeriksaan/praktikum
di
tujuan melindungi pekerja/praktikan dan dan orang terkena
gangguan kesehatan yang
ditimbulkan
laboratorium. Setelah mengetahui pentingnya pengetahuan mengenai kecelakaan kerja, diharapkan para pekerja laboratorium lebih memperhatikan lagi panduan sebelum melakukan pekerjaan di laboratorium. Dalam keamanan kerja hal pertama yang harus di patuhi adalah kedisiplinan terhadap tata tertib serta aturan-aturan yang ada di laboratorium agar tidak terjadinya kecelakaan.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja dan kecelakaan kerja di laboratorium? 2. Apa saja sumber kecelakaan kerja di laboratorium? 3. Apa saja faktor penyebab kecelakaan kerja? 4. Apa saja jenis-jenis kecelakaan kerja? 5. Apa saja contoh kasus kecelakaan dilaboratorium? 6. Bagaimana cara pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium? 7. Apa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja & penyakit akibat hubungan kerja di laboratorium kesehatan?
2
8. Bagaimana cara pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan kesehatan dan keselamatan kerja?
C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja dan kecelakaan kerja di laboratorium 2. Untuk mengetahui apa saja sumber kecelakaan kerja di laboratorium 3. Untuk mengetahui mengetahui apa saja faktor penyebab kecelakaan kerja 4. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis kecelakaan kerja 5. Untuk mengetahui apa saja contoh kasus kecelakaan dilaboratorium
6. Untuk mengetahui bagaimana cara pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium 7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja & penyakit akibat hubungan kerja kerja di laboratorium kesehatan 8. Untuk mengetahui bagaimana cara pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
D. MANFAAT 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja dan kecelakaan kerja di laboratorium 2. Mengetahui apa saja sumber kecelakaan kerja di laboratorium 3. Mengetahui apa saja faktor penyebab kecelakaan kerja 4. Mengetahui apa saja jenis-jenis kecelakaan kerja 5. Mengetahui apa saja contoh kasus kecelakaan dilaboratorium 6. Mengetahui bagaimana cara pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium 7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja & penyakit akibat hubungan kerja di laboratorium kesehatan 8. Mengetahui bagaimana cara pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KECELAKAAN KERJA 1. Kecelakaan Kerja Secara Umum Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada saat praktikum sedang berlangsung. Oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Rahayuningsih, 2013). Menurut OSHA kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang tejadi pada saat pergi atau pulang dari kerja, yang biasa disebut commuting, bukan termasuk kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja ( accident ) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003 : 171). Menurut Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 1 ayat 6, Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan ). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
4
manusia dan atau harta benda tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan : a. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki b. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda c. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.
2. Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Kecelakaan kerja dilaboratorium adalah suatu kejadian yang tidak diduga yang terjadi di laboratorium yang mengacaukan proses kerja di laboratorium dan menimbulkan kerugian baik bagi pekerjanya, ataupun material kerja di laboratorium itu sendiri.
B. SUMBER KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari : 1. Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api, atau alat-alat logam. 2. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara, gelombang elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur, bakteri, serbuksari atau racun gigitan serangga. 3. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang tidak tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu : 1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien. 2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok : 1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain; Lingkungan kerja; Proses kerja; Sifat pekerjaan; Cara kerja.
5
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana; Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect); Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.; Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik. Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja di labolatorium: 1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-proses serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan 2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya pengawasan yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium. 3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegitan labolatorium. 4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan perlindungan kegiatan labolatorium. 5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati. 6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai. 7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan. C. FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN KERJA (THREE MAIN FACTOR THEORY)
6
Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi : 1. Faktor Manusia a. Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau muda. Jumlah angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia ( Suma’mur PK., 1989:305 ). a. Jenis Kelamin
Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan penyesuaian penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil
7
dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang khusus. b. Masa kerja
Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja lama : < 10 tahun (MA. Tulus, 1992:121). c. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian at au seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri. d. Tingkat Pendidikan
Pendidikan
adalah
proses
seseorang
mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
8
e. Perilaku
Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang
ceroboh
dibandingkan
dengan
mesin-mesin
atau
karena
ketidakpedulian karyawan. f. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah
mengurangi
timbulnya
kecelakaan
kerja,
kerusakan,
dan
peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja. g. Peraturan K3
Peraturan mewajibkan
perundangan
mengenai
adalah
kondisi
ketentuan-ketentuan kerja
pada
yang
umumnya,
perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja.
9
Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik baiknya untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan 2. Faktor Lingkungan a. Kebisingan
Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu
komunikasi/percakapan
antar
pekerja,
mengurangi
konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja. b. Suhu Udara
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan
prestasi
kerja
pekerja,
mengurangi
kelincahan,
memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang. Sedangkan menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit. c. Penerangan
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan
10
yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan
secara
tidak
langsung
dapat
mengurangi
banyaknya
kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan bayang bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45). d. Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset. 3. Faktor Peralatan a. Kondisi Alat (mesin)
Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. b. Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin
dan
alat
mekanik
terutama
diamankan
dengan
pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya. c. Letak mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan
11
alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65). Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.
D. JENIS-JENIS KECELAKAAN KERJA 1. Keracunan Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih sering terjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus. Pertolongan pertama pada kecelakaan keracunan bahan kimia sebaiknya dilakukan jika dokter belum juga tiba di lokasi keracunan tersebut. Adapun cara mengatasi keracunan bahan kimia sebagai awal adalah pencegahan kontak bahan kimia dengan tubuh secepat mungkin. Langkah-langkah untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
Cucilah bahan kimia yang masih kontak dengan tubuh (kulit, mata dan organ tubuh lainnya)
Usahakan penderita keracunan tidak kedinginan.
Jangan memberikan minuman beralkohol kepada penderita karena akan mempercepat penyerapan racun di dalam tubuh
Jika sukar bernafas, bantu dengan pernafasan dari mulut ke mulut
Segera bawa ke rumah sakit Cara mengatasi keracunan bahan kimia juga dapat dilakukan dengan
beberapa langkah lain jika bahan kimia racun tersebut masuk melalui mulut,
12
kulit atau keracunan akibat adanya gas yang beracum beredar di sekeliling kita. Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun masuk melalui mulut :
Berilah minum berupa air atau susu 2 hingga 4 gelas.
Jika
korban
keracunan
sedang
dalam
keadaan
pingsan,
jangan
memasukkan sesuatu (berupa makanan/minuman) melalui mulutnya
Masukkan jari telunjuk ke dalam mulut korban sambil menggerakgerakkan jari di bagian pangkal lidah dengan tujuan agar si korban muntah
Jangan melakukan poin di atas jika korban keracunan minyak tanah, bensin, alkali atau asam
Berilah
1
sendok
antidote
dan
segelas
air
hangat
kepada
korban Antidote itu dalam keadaan serbuk dan terbuat dari 2 bagian arang aktif, 1 bagian magnesium oksida dan 1 bagian asam tannat. Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun melalui kulit :
Cucilah bagian tubuh yang terkena dengan air bersih sedikitnya selama 15 menit.
Lepaskan pakaian yang terkena bahan kimia
Jangan mengoleskan minyak, mentega atau pasta natrium bikarbonat, kecuali untuk keracunan yang lebih tinggi/tertentu lainnya
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun berupa gas : Untuk
keracunan
bahan
kimia
berupa
gas
maka
sebaiknya
memberikan udara segar sebaik-baiknya. Dan untuk pencegahan keracunan bahan kimia berupa gas sebaiknya sejak awal menggunakan masker. Sebab gas berupa klorin, hidrogen sulfida, fosgen, hidrogen sianida adalah bahan kimia gas yang sangat beracun. Jadi, sebelum bekerja dengan bahan kimia, sebaiknya harus mengetahu lebih dahulu cara mengatasi keracunan bahan kimia tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
13
2. Luka Bakar Kebakaran dan luka bakar sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alkohol, dan sebagainya. Hal yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat. Pertolongan Pertama pada Luka Bakar adalah : Bila mungkin segera bawa korban ke rumah sakit, apabila tidak mungkin dilakukan rendam bagian tubuh yg terbakar dalam wadah berisi air dingin Apabila luka bakar luas atau derajat berat dilakukan
Jangan tarik/menarik pakaian yang melekat di luka
Jangan memberi minyak gosok, pelumas, odol atau antiseptic
Jangan memecah lepuh
Jangan menolong sendiri, kirim ke rumah sakit
Bila korban sadar berikan minum larutan garam (1/4 sendok teh tiap gelas 200cc), berikan satu gelas tiap jam.
Luka bakar akibat zat kimia :
Terkena larutan asam
kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus
dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya
Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3
kemudian cuci lagi dengan air
Keringkan dan olesi dengan salep levertran.
Terkena logam natrium atau kalium
Logam yang nempel segera diambil
Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit
Netralkan dengan larutan 1% asam asetat Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau kapas yang telah dibasahi asam pikrat.
Terkena bromin
Segera dicuci dengan larutan amonia encer
14
Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.
Terkena phospor
Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya
Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.
Luka bakar akibat benda panas
Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran
Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak berkurang.
3. Luka Kulit Luka
kulit
sebagai
akibat
bekerja
dengan
gelas
atau
kaca
ataupun karena tertusuk benda tajamluka sering terjadi padatangan atau mata karena pecahan kaca. Pertolongan Pertama pada Luka Karena Tertusuk Benda Tajam :
Cabut benda tersebut dengan hati-hati
Dekontaminasi luka
Desinfeksi luka
Beri obat pada luka
Beri pembalut pada luka agar tidak terkontaminasi
Laporkan pada petugas
Jika luka terlalu parah cari pertolongan medis
4. Kebakaran Kebakaran dapat terjadi apabila suatu rekasi kimia antara bahan dengan oksigen yang menghasilkan energi berupa panas dan cahaya (api). Panas akan merambat ke sekelilingnya yang selanjutnya akan mempercepat pula kebakaran. Berikut ini jenis-jenis kebakaran berdasarkan cara penanganannya :
Jenis A merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan-bahan “biasa”
yang
mudah
terbakar
seperti
kayu,
kertas,
karet
dan
15
plastik (mengandung karbon). Untuk mengatasinya digunakan alat pemadam kebakaran air, serbuk kering atau selimut api. Jangan menggunakan air jika resiko bahaya listrik.
Jenis B merupakan jenis kebakaran yang melibatkan bahan yang mudah terbakar, meliputi cairan, seperti minyak tanah, bensin, alkohol. Untuk mengatasinya gunakan pemadam kebakaran jenis busa, cairan yang mudah menguap, karbon dioksida, serbuk kering, selimut api atau pasir. Jangan menggunakan busa bila ada kemungkinan resiko bahaya listrik, dan jangan sekali-sekali menggunakan air.
Jenis C bahan yang terbakar meliputi gas, misalnya metana, propana, acetilen, dan butana.Untuk mengatasinya menutup zat yang dapat menimbulkan gas yang mudah terbakar tersebut, dan dapat menggunakan pemadam kebakaran jenis BCF.
Jenis D kebakaran berasal dari logam (metal) yang mudah terbakar seperti natrium, kalium, dan magnesium. Untuk cara mengatasinya dengan menggunakan pasir atau selimut api.
5. Sengatan listrik Terkena sengatan listrik atau kesetrum sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian seketika. Arus listrik yang melewati tubuh akan merusakkan jaringan tubuh seperti saraf, otot, serta dapat mengacaukan kerja jantung. Pada korban tersengat (kesetrum) listrik korban sering kali jatuh pingsan, mengalami henti napas, denyut jantung tak teratur atau bisa jadi malah berhenti sama sekali, dan mengalami luka bakar yang luas. Berikut ini yang harus anda lakukan untuk menangani korban yang tersengat listrik adalah :
Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban Perhatikan terlebih dahulu kondisi si korban dan sekitarnya. Lihat apakah korban masih terhubung dengan aliran listrik atau tidak. Jangan terburu buru langsung menyentuh atau memegang si korban. Jika korban masih
16
terhubung dengan listrik, bisa jadi kita akan ikut kesetrum, walhasil kita jadi ikut menjadi korban.
Matikan sumber lisrik Cari sumber listriknya dan matikan. Jika tidak bisa, singkirkan sumber listrik dari tubuh korban menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik, semisal kayu, plastik, atau karet.
Pindahkan korban Jika lokasi kejadian tidak aman, pindahkan korban ke tempat lain, lalu segera bawa korban ke pusat layanan medis terdekat. Bisa juga dengan menghubungi nomor darurat agar si korban dijemput.
Lakukan perawatan Sambil menuju atau menunggu bantuan medis datang, baringkan korban dalam posisi telentang. Posisi kaki diatur agar lebih tinggi dari kepala untuk mencegah terjadinya shock. Periksa pula pernapasan dan denyut jantungnya. Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa melakukan tindakan cardio pulmonal resuscitation (CPR), dengan catatan Anda menguasai teknik ini.
E. CONTOH KASUS KECELAKAAN DILABORATORIUM Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium : 1. Terpeleset Biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya : • Ringan: memar • Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dll. Pencegahannya : Pakai sepatu anti slip. Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar; Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin)atau tidak rata konstruksinya; Pemeliharaan lantai dan tangga. 2. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya. Akibatnya :
17
• Tertusuk jarum suntik • Tertular virus AIDS, Hepatitis B Pencegahannya : • Gunakan alat suntik sekali pakai • Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip). • Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup 3. Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibatnya : • Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian. • Timbul keracunan akibat kurang hati-hati. Pencegahannya : Konstruksi bangunan yang tahan api; Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar; Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran; Sistem tanda kebakaran; Jalan untuk menyelamatkan diri; Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.; Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
Tabel 2.1 Hasil Identifikasi Bahaya No.
Aktivitas
Potensi Bahaya
Keracunan Sesak nafas 1
Pengambilan reagen dari lemari asam Iritasi mata Iritasi kulit
18
Luka bakar Luka 2
Pengisian buret
Iritasi mata Tertelan bahan kimia
3
Pemipetan
luka gores
4
Pengguna gelas yang sudah gumpil
luka gores
5
Penggunaan tabung reaksi
Iritasi kulit
6
Pengguna oven
terpapar panas
7
Penggunaan BOD reaktor
Tersengat aliran listrik Terpelest
8
Pengisian tower air
Keseleo Patah Tulang Iritasi mata
9
Pensolderan
Terpapar panas Batuk Kebakaran
10
Analisa logam dan uji sampel air
Ledakan Keracunan
11
Pengambilan reagen dari lemari
Pusing
penyimpana bahan kimia
Mual
F. PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM Berikut adalah aturan umum yang berkaitan dengan keamanan dilaboratorium: 1. Penataan ruangan yang baik sangatlah penting untuk keamanan kerja di laboratorium. Ruangan perlu ditata dengan rapi, berikan tempat untuk jalan lewat dan tempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
19
2. Setiap orang harus cukup akrab dengan lokasi dan perlengkapan darurat seperti kotak P3K, pemadam kebakaran, botol cuci mata dan lain-lain. 3. Gunakan perlengkapan keamanan bila sedang melakukan eksperimen. 4. Sebelum mulai bekerja kenalilah dulu kemungkinan bahaya yang akan terjadi dan ambil tindakan untuk mengurangi bahaya tersebut. 5. Berikan tanda peringatan pada setiap perlengkapan, reaksi atau keadaan tertentu. 6. Eksperimen yang tanpa izin harus dilarang dan bekerja sendirian di laboratorium juga perlu dicegah. 7. Gunakan tempat sampah yang sesuai untuk sisa pelarut, pecahan gelas, kertas dan lain-lain. 8. Semua percikan dan kebocoran harus segera dibersihkan. Tujuan utama untuk mencegah kecelakaan, penting untuk menggunakan perlengkapan keselamatan pribadi sebagai perlindungan untuk mencegah luka jika terjadi kecelakaan. Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah: 1. Jas laboratorium (labjas) untuk mencegah kotornya pakaian. Pakaian pelindung harus nyaman dipakai dan mudah untuk dilepaskan bila terjadi kecelakaan atau pengotoran oleh bahan kimia. 2. Pelindung lengan, tangan, dan jari. Sarung
tangan
yang
mudah
dikenakan dan dilepas merupakan prasyarat perlindungan tangan dan jari dari panas, bahan kimia, dan bahaya lain. Sarung tangan karet diperlukan untuk menangani bahan-bahan korosif seperti asam dan alkali. Sarung tangan kulit digunakan untuk melindungi tangan dan jari dari benda-benda tajam seperti pada saat bekerja di bengkel. Sarung tangan asbes diperlukan untuk menangani bahan-bahan Sarung tangan karet perlu disimpan dengan baik dan perlu ditaburi talk agar tidak lengket saat disimpan. 3. Pelindung Kaca mata pelindung digunakan untuk mencegah mata dari percikan bahan kimia dan di laboratorium perlu disediakan paling sedikit sepasang. Ideal setiap siswa memilikinya. Kacamata pelindung harus nyaman dipakai dan cukup ringan. Kacamata pelindung perlu dipakai bila
20
bekerja dengan asam, bromin, amonia atau bila bekerja dibengkel seperti memotong logam natrium, menumbuk, menggergaji, menggerinda dan pekerjaan sejenis yang memungkinkan terjadinya percikan ke mata. 4. Respirator dan lemari uap. Respirator sebaagai pelindung terhadapap gas, uap dan debu yang dapat mengganggu saluran pernafasan. Bila bekerja dengan gas-gas beracun walaupun dengan jumlah sedikit, seperti khlorin, bromine dan nitrogen dioksida maka perlu dilakukan dilemari uap dan pelu ventilasi yang baik untuk melindungi dari keracunan. Kecelakaan sering terjadi karena meninggalkan kran gas dalam keadaan terbuka. Kran pengeluaran gas di dalam lemari uap harus selalu ditutup bila tidak digunakan. 5. Sepatu pengaman. Sepatu khusus dengan bagian atas yang kuat dan solnya yang padat harus dipakai saat bekerja dilaboratorium atau bengkel. Jangan menggunakan sandal untuk menghindari luka dari pecahan kaca dan tertimpanya kaki oleh benda-benda berat. 6. Layar pelindung. Digunakan jika kita ragu akan terjadinya ledakan dari bahan kimia dan alat-alat hampa udara. Dalam Laboratorium juga terdapat limbah yang harus ditanggualangi, ini merupakan salah satu cara supaya dalam pengantar kecelakaan kerja dapat dikurangi. Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di laboratorium: 1. Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton, kloroform dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah dan dilakukan di 2. Sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktanreaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa sisa bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan.
21
3. Pembuangan langsung dari laboratorium. Metode pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang. 4. Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat diterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk. 5. Pembakaran dalam Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik. 6. Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.
G. PENYAKIT AKIBAT KERJA & PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN KERJA DI LABORATORIUM KESEHATAN Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Contoh seperti debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan
22
kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor – faktor berikut : 1. Faktor Biologis Lingkungan
kerja
pada
Pelayanan
Kesehatan
favorable
bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena
tergores
atau
tertusuk
jarum
yang
terkontaminasi
virus.
Pencegahan : a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi. b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi. c. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice) d. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar. e. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar f. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar g. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai. h. Kebersihan diri dari petugas. 2. Faktor Kimia Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat
23
ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh
karena
alergi
(keton).
Bahan
toksik
(
trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan : a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium. b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol. c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar. d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa. e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar. 3. Faktor Ergonomi Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). 4. Faktor Fisik Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi: a. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
24
b. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja. c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar. e. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. Pencegahan : a. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium. b. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai. c. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi d. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai. e. Pelindung mata untuk sinar laser f. Filter untuk mikroskop 5. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress : a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton. c. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja. d. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
H. PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN MELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control)
25
Pengendalian melalui perundang-undangan antara lain : a. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan b. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. c. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan d. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan. e. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya f. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll. 2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain: a. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan b. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift c. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing
instalasi
dan
melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaannya d. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan e. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya. 3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) Pengendalian secara teknis (Engineering Control) antara lain Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja; Isolasi dari bahan bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung); Perbaikan sistim ventilasi, dll. 4. Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan (Medical Control) Pengendalian melalui jalur kesehatan yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan
26
dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi: a. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang cal on / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja, apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi Anamnese umum, Anamnese pekerjaan, Penyakit yang pernah diderita, Alrergi, Imunisasi yang pernah didapat, Pemeriksaan badan, Pemeriksaan laboratorium rutin, Pemeriksaan tertentu, Tuberkulin test, Psiko test. b. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. c. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. 5. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Melakukan beberapa tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja yang terjadi bagi pekerjanya khususnya di bagian laboratorium yaitu dengan
27
menerapkan Sistem Manajemen Kebijakan dan Keselamatan Kerja yang dimulai dari beberapa tahapan yaitu : a. Planning (Perencanaan) Berfungsi untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. b. Organizing (Organisasi) Berfungsi untuk menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratoriu, memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana-an keamanan
kerja
laboratorium,
memantau
pelaksanaan
pedoman
keamanan kerja laboratorium, memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium, mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium. c. Actuating (Pelaksanaan) Berfungsi untuk mendorong semangat kerja pekerja, mengerahkan aktivitas pekerja, mengkoordinasikan berbagai aktivitas pekerja menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas pekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. d. Controlling (Pengawasan) Berfungsi untuk mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang tugasnya antara lain memantau dan mengarahkan secara berkala praktek praktek laboratorium yang baik, benar dan aman, memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam
laboratorium,
melakukan
penyelidikan/pengusutan
segala
peristiwa berbahaya atau kecelakaan, mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja laboratorium, melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
28
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang terjadi pada saat praktikum sedang berlangsung. Oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (rahayuningsih, 2013). Kecelakaan kerja dilaboratorium adalah suatu kejadian yang tidak diduga yang terjadi di laboratorium yang mengacaukan proses kerja di laboratorium dan menimbulkan kerugian baik bagi pekerjanya, ataupun material kerja di laboratorium itu sendiri. Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari perangkat/alat-alat laboratorium, bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, proses kerja laboratorium, dan faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) (hidayati, 2011). Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe act). Menurut teori disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yaitu faktor manusia, faktor lingkungan dan faktor peralatan. Contoh kasus kecelakaan dilaboratorium seperti terpeleset, tertusuk jarum,risiko terjadi kebakaran dan mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Penyakit akibat hubungan kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor – faktor biologis, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisik dan faktor psikososial. Pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
29